Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Setelah era efisiensi pada tahun 1950an dan 1960an, era kualitas
pada tahun 1970an dan 1980an, serta fleksibilitas dalam tahun 1980an
dan 1990an, maka kini kita hidup dalam era inovasi (Janszen,2000). Era
inovasi ini muncul karena situasi bisnis saat ini dipengaruhi oleh
banyak sekali perubahan yang berjalan cepat dan sulit diramalkan,
perubahan perubahan tersebut terutama disebabkan oleh pesatnya
perkembangan

teknologi

demokratisasi

(Business

informasi,

terjadinya

globalisasi,

serta

Week,2001:Garvin,2000;Schiro

2000).

Beragam inovasi yang mampu dihasilkan oleh Perusahaan dalam


rangka bersaing ditengah ketatnya para competitior

adalah

bentuk

konsekuensi logis dari adanya dinamika masalah dan kebutuhan hidup


manusia yang selalu hadir dan semakin meningkat.
Setiap perusahaan atau organisasi manapun berlomba-lomba
untuk memenangkan persaingan global atau minimal mampu bertahan
hidup. Usaha yang dilakukan adalah dengan terus menerus melakukan
inovasi dalam produk atau jasa yang menjadi kompetensi
perusahaan, sebagaimana yang dikatakan oleh

inti

Josepth Schumpeter

bahwa inovasi merupakan: komersialisasi semua kombinasi yang


didasari oleh pemanfaatan (1) bahan dan komponen baru, (2) proses
baru, (3) pasar baru, dan (4) bentuk organisasi baru (Janszen,2000).
Dengan kata lain, menurut definisi ini,inovasi merupakan komposit dari
kedua bidang, yaitu bidang teknis dan bidang bisnis. Bila hanya
melibatkan

teknologi,

maka

Schumpeter

menamakannya

invensi

(invention), begitu bidang bisnis dilibatkan, maka muncul inovasi


(innovation).
Untuk melakukan inovasi setiap organisasi memerlukan ide-ide
intelektual yang terus berkembang dari setiap individu pekerjanya.
Terdapat 3 (tiga) komponen utama modal intelektual, yaitu :
1. Human Capital
1

Meliputi

knowledge,

skill

dan

kompetensi

individu

dalam

organisasi . Human capital adalah milik staf dan manager yang


terlibat dalam proses produksi .
2. Customer capital
Nilai

yang

dimiliki

antara

perusahaan

dengan

customernya

termasuk loyalitas customer, jaringan distribusi, brand, licensi dan


franchise
3. Structural capital
Proses, struktur, sistem informasi dan kepemilikan intelektual yang
secara independent diciptakan oleh manager dan para stafnya.
Dari ke 3 (tiga ) modal tersebut, Human Capital adalah salah satu
bentuk modal intelectual yang harus selalu dijaga dan dimanage oleh
setiap perusahaan, sebagaimana aset organisasi yang dirumuskan
dengan 5M (man, money, method, machine, dan market) dimana
Faktor man atau manusia
dalam

penciptaan

dan

merupakan aset yang paling berharga

pengelolaan

pengetahuan

karena

pada

dasarnya penciptaan knowledge berasal dari individu. Knowledge yang


terdapat dalam organisasi adalah hasil kreasi dari orang-orang yang
berada dalam organisasi tersebut. Tetapi, benarkah semua orang
dalam organisasi merupakan aset organisasi? Thomas A. Stewart
dalam bukunya Intelectual Capital, secara tegas mengatakan

yang

pekerjaannya berkaitan dengan penambahan pengetahuan dalam


organisasi, yaitu The Stars. (Stewart Membagi karyawan dalam empat
kelompok yaitu: pekerja biasa; pekerja terampil tetapi bukan faktor
penentu; pekerja yang melakukan hal yang dihargai oleh pelanggan
tetapi dapat di outsource; dan the Stars, yaitu orang-orang dengan
peran yang tidak tergantikan sebagai individu). Sebagai contoh
kelompok the Stars, salah satunya adalah peneliti. Mereka yang
termasuk kelompok keempatlah yang benar-benar merupakan aset
bagi organisasi. Organisasi perlu memberikan perhatian penuh pada
kelompok ini, karena di tangan merekalah masa depan organisasi.
Persoalannya, bagaimana memanfaatkan pengetahuan yang mereka
2

miliki, sehingga dapat terakumulasi dan akhirnya menjadi aset


organisasi. Disisi lain Knowledge yang melekat pada anggota suatu
organisasi

juga

perlu

diuji,

dimutahirkan,

ditransfer,

dan

diakumulasikan, agar tetap memiliki nilai Knowledge yang merupakan


konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara
abstrak. Knowledge merupakan aset kunci agar suatu perusahaan
memiliki

keunggulan

kompetitif

yang

berkelanjutan

Penciptaan

Knowledge tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun


suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau
ditiru. Penciptaaan Knowledge melibatkan perasaan dan system
kepercayaan

(belief

systems)

dimana

perasaan

atau

system

kepercayaan itu bisa tidak disadari.


Penciptaan Knowledge dilakukan dengan merancang kerangkanya
yang diawali dari data, informasi, dan knowledge yang telah dimiliki
sebelumnya, sedangkan fungsi organisasi sendiri dalam penciptaan
knowledge adalah memberikan dukungan kepada individu yang ada di
dalam organisasi. Individu organisaasi yang memiliki knowledge
penting, perlu dijaga dan dikelola agar tidak terbuang percuma, ketika
staf/pekerjanya telah melakukan resign dari perusahaannnya.
Knowledege yang ada dalam individu akan menghasilkan inovasi
sebagai produk berkelanjutaan. Setiap hasil Inovasi akan menghasikan
knowledge baru yang akan digunakan untuk proses penciptaan
berkelanjutan dan begitu seterusnya. Berbagai rujukan mendukung
adanya indikasi bahwa inovasi menjadi indicator adanya proses
penciptaaan Knowledge baru di organisasi. Nonaka dan Takeuchi
(1995) mengemukakan bahwa penciptaan Knowledge merupakan
esensi dari inovasi: organizational knowledge creation is the key to
the distinctive ways of Japanese companies innovate. They are
especially

good

at

bringing

about

innovation

continuously

,incrementally,and spirally. sebagaimana dikatakan oleh Leibold,


bahwa

jaringan inovatif serta gerakan knowledge ekonomi global

menambah momentum, sehingga perusahaan-perusahaan menyadari


bahwa persaingan dan metode pengelolaan perusahaan secara
3

strategik berbasis informasi di abad sebelumnya berubah secara


fundamental menuju ke knowledge-based, dalam mana kolaborasi
strategik menjadi penting sebagai mindset dan praktek strategi
bersaing (Leibold et al., 2005).
Saat ini knowledge management (KM) menjadi fokus perhatian dari
berbagai kalangan praktisi maupun akademisi. Organisasi-organisasi
telah menyadari bahwa untuk mampu bersaing dalam kondisi pasar
yang

berkembang

secara

cepat,

dibutuhkan

pengembangan

kompetensi dan knowledge yang ada di dalam organisasi (Orr dan


Persson, 2003). Konsep KM ini menjadi populer karena kompetisi yang
kian tajam dalam memperoleh keunggulan. Ketatnya kompetisi
menyadarkan orang bahwa hanya penguasaan Knowledgelah yang
akan menentukan keunggulan suatu organisasi. Chauhan dan Bontis
(2004)

serta

Kawalek

(2004)

menyatakan

bahwa

saat

ini

merupakanknowledge era, dimana hanya organisasi yang mampu


mengelola knowledge-nya secara optimal saja yang mampu bertahan
di

lingkungan

yang

kompetitif.

Menurut

Riset

Delphi

Group

menunjukkan Knowledge dalam organisasi tersimpan dalam struktur


antara lain 42 % dipikiran atau otak karyawan, 26 % dokumen kertas,
20 % dokumen elektronik dan 12 % knowledge base elektronik
(Bambang setiarso,2009: hal.8).
Peranan

KM di dunia pendidikan sangatlah diperlukan. Terlebih

karena pendidikan merupakan proses transfer nilai nilai yang


didalamnya mencakup knowledge creating dan knowledge sharing
oleh tenaga pendidik agar menghasilkan perubahan skill, knowledge
dan psikomotor peserta didik. Sebuah kegiatan yang sarat knowlege
memerlukan pengelolaan knowledge yang konsisten agar knowledge
yang ada pada guru/dosen dapat secara kontinue diperbaharui bahkan
ditingkatkan.
Di dunia pendidikan menciptakan lulusan yang dapat

langsung

bekerja dan di serap oleh lapangan kerja merupakan tantangan


tersendiri. Kelemahan pendidikan yang berorientasi pada pasar,
adalah lemahnya dasar teori mereka dan juga landasan untuk
4

melakukan pekerjaan ICT di tempat kerja mereka. Alangkah bagusnya


apabila ke dua hal tersebut yaitu kebutuhan pasar dan teori dapat
dikuasai. Sehingga lulusannya

tidak saja mampu untuk bekerja

berdasar permintaaan tempat kerja tetapi juga dapat berinovasi dalam


pekerjaannya. Hal ini terutama dapat dilakukan apabila mereka juga
menguasai teorinya dan dapat dilakukan bertahap apabila dosan dan
staf mulai mengelola knowledge dosen dan staf mereka. Sebagai
individual dosen dan staf, maka mereka harus dirangsang (encourage)
untuk mau melakukan apa yang sekarang sedang diminati yaitu
pembelajaran (learning) dan pembelajaran akan terjadi melalui
praktek,misalnya masuk sebagai anggota komunitas ICT atau diskusi
dengan para ahli di luar negeri melalui internet. Hasil diskusi dan
pembelajaran tersebut harus dishare (dibagi) dengan dosen lainnya.
Sehingga

terjadilah

suatu

mekanisme

yang

disebut

sharing

knowledge. Semua itu harus pula terdokumentasi, sehingga apabila


terjadi regenerasi dari dosen atau struktural dapat dilacak perubahan
apa yang terjadi di lembaga terebut Sehingga knowledge dari setiap
dosen atau pakar

dapat menjadi knowledge dari

sebagai institusi.

Knowledge secara bersamaan merupakan kecanggihan yang tinggi


(baik tacit maupun explicit) dan tersebar di tangan dan pikiran banyak
orang

yang tidak mudah diproduksi atau ditangkap dari dalam

institusi. Dengan demikian lembaga dapat berkembang sebagai suatu


tempat yang berbasis learning dengan mempelajari baik pasar
maupun ICT di dunia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah konsep Knowledge Management (KM) itu?
2. Bagaimana

bentuk Knowledge Managememt dalam Learning

Organization?
3. Bagaiman strategi dan implementasi

mewujudkan KM dalam

rangka meningkatkan inovasi organisasi?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk memberikan penjelasan dan menggali secara komprehensif
konsep Knowledge Manaement (KM) itu?
2. Untuk

mengetahui

peranan

Knowledge

Managememt

dalam

Learning Organization?
3. Untuk mengetahui

strategy dan implementasi

mewujudkan KM

dalam rangka meningkatkan inovasi organisasi?

BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Definisi Knowledge
Isu keorganisasian saat ini mencakup critical task, sense of mission dan autonomy ;
serta perspektif analitis organisasi, yakni operator, manajer dan eksekutif. Sinergisitas
antara ketiga pelaku organisasi, diharapkan mampu menjawab tantangan perubahan
kedepan dan mencapai keunggulan kompetitif organisasi. Tuntutan perubahan secara
tidak langsung memaksa setiap organisasi untuk meninggalkan paradigma resource-based
competitivenesss, dan mulai untuk mempergunakan paradigma knowledge-based
competitiveness (Yuliazmi 2005), yaitu

meninggalkan tumpuan yang berpusat pada

keunggulan sumber daya dan lokasi menuju tumpuan baru berupa pengelolaan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai sumber daya pengetahuan.
Dalam organisasi, knowledge diperoleh dari individu-individu atau kelompok orangorang yang mempunyai knowledge, atau kadang kala dalam rutinitas organisasi.
Knowledge diperoleh melalui media yang terstruktur seperti: buku dan dokumen,
hubungan orang-ke-orang yang berkisar dari pembicaraan ringan hingga ilmiah. Davidson
dan Voss (2003 ) mengatakan bahwa sebenarnya mengelola knowledge merupakan cara
organisasi mengelola karyawan mereka dan berapa lama mereka menghabiskan waktu
untuk menggunakan teknologi informasi. Sebenarnya menurut mereka ,Knowledge
Management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai
saling bicara. Oleh karena itu, yang sekarang populer untuk digunakan adalah label
informasi ekonomi seperti: e-commerce, learning organization, dsb.
Knowledge sering didefinisikan sebagai "keyakinan dan kebenaran pribadi". Ada
banyak taksonomi yang menentukan berbagai macam Knowledge. Para ahli dibidang
informasi menyebutkan bahwa informasi adalah Knowledge yang disajikan kepada
seseorang dalam bentuk yang dapat dipahami; atau data yang telah diproses atau ditata
untuk menyajikan fakta yang mengandung arti. Sedangkan Knowledge berasal dari
informasi yang relevan yang diserap dan dipadukan dalam pikiran seseorang. Knowledge
juga berkaitan dengan apa yang diketahui dan dipahami oleh seseorang. Informasi

cenderung nyata, sedangkan Knowledge adalah informasi yang diinterpretasikan dan


diintegrasikan.
Sebelum muncul Knowledge Management (KM), pembedaan antara data, informasi,
knowledge dan wisdom tidak begitu menyita perhatian para praktisi bisnis, walaupun
sebenarnya proses distilasi data menjadi informasi dan informasi menjadi knowledge
sudah menjadi bagian rutinitas mereka. Pembedaan data, informasi, kowledge dan
wisdom menjadi penting dalam KM, karena ketidakjelasan pembedaan potensial
menimbulkan inefisiensi dan kesalahan dalam penerapan KM, karena ada kemungkinan
suatu organisasi menyatakan telah menerapkan KM, tetapi pada kenyataannya yang
terjadi baru sampai kepada tahapan data atau informasi
Menurut Whitten. Beda data, Informasi dan Pengetahuan adalah bahwa informasi
adalah data yang telah diproses atau diorganisasi ulang menjadi bentuk yang berarti.
Informasi dibentuk dari kombinasi data yang diharapkan memiliki arti ke penerima.
Sedangkan Knowledge adalah data dan information yang disaring lebih jauh berdasarkan
fakta, kebenaran, kepercayaan, penilaian, pengalaman dan keahlian si penerima.
Sedangkan Bryan Bergeron, memberikan perbedaan istilah data, informasi,
metadata, knowledge, understanding dan wisdom sebagai berikut :
1. Data adalah bilangan-bilangan. Ia terdiri dari bentuk kuantitatif atau atribut lain
yang diperoleh dari observasi, experiment atau calculation. Contoh : (temperatur
pasien:1020F ; Pulse:109 beat perminute; Age : 75). Tiwana (2000) dalam bukunya
Knowledge Management Toolkit, memberikan ilustrasi yang sangat jelas tentang
makna data yang merupakan kumpulan dari transaksi transaksi . Ilustrasinya
sesudah diadaptasi adalah sebagai berikut: ketika anda keluar dari toko, maka setiap
transaksi pda cash register akan menambah lapisan data pada basis data toko tersebut.
Setiap rekaman transaksi akan memberi deskripsi tentang: produk apa yang dibeli,
kapan dan jumlahnya berapa. Rekaman transaksi itu tidak menjelaskan kepada
pemilik toko alasan anda membeli produk tersebut, memilih merek tertentu,
jumlahnya dan mengapa anda berbelanja saat itu.
2. Informasi adalah data dalam konteksnya. Informasi adalah sebuah kumpulan data
dan perencanaan yang disatukan, interpretasi dan material teks lainnya yang
memperhatikn objec yang khusus, kejadian atau proses. Misalkan: Deman akan
terjadi jika suhu tubuh melebih 1000 F, ; tachyardia is a pulse greater than 100 beats
per minute; elderly is someone with an age greater than 75. Proses perubahan data
menjadi informasi menurut Davenport dalam buku Paul L. Tobing dilakukan melalui
beberapa tahap:
a. Contextualized: memahami manfaaat data yang dikumpulkan
8

b.
c.
d.
e.

Categorized: memahami unit analisis atau komponen kunci dari data


Calculated: menganalisis data secara matematik atau secara statistik
Corected: menghilangkan kesalahan dari data
Condensed: meringkas data dalam bentuk yang lebih singkat dan jelas
Contoh kasusnya adalah, Jika kita ingin mendapat informasi dari data transaksi
toko tersebut, kita harus memulai dari konteks, untuk apa kita mengumpulkan
data tersebut?. Misalkan konteksnya adalah untuk melihat jam-jam berapa atau
hari apa saja terjadinya puncak penjualan. Maka kita mulai melakukan
kategorisasi, baik itu berdasarkan waktu, volume, jenis barang dan hasil
penjualan (rupiah). Kemdian berdasarkan metode statistik digambarkan berbagai
pola yang mungkin muncul. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasikan
dan menghilangkan anomali anomali atau data yang tidak relevan yang muncul
seperti data penjualan pada hari libur, sehingga diperoleh gambaran yang
konsisten. Langkah terakhir adalah meringka hasil tperhitungan statistik yang
sudah dilakukan, antara lain dengan menyimpulkan bahwa puncak penjualan
terjadi antara pukul 12.00 s/d 13.00, jenis produk yang paling banyak terjual

adalah minuman ringan merk tertentu dan keimpulan lainnya.


3. Metadata adalah data tentang informasi. metada termasuk kumpulan deskriptif
dan kategori level tinggi dari data dan informasi, lebih jelasnya lagi meta data
adalah informasi tentang contect dalam mana informsi itu digunakan.contohnya
adalah Kombinasi dari demam dan tachycardia dalam usia senja

dapat

mengancam kehidupan.
4. Knowledge adalah informasi yang dikelola, disusun, disintesa atau disimpulkan
secara komprehensif, disadari atau dipahami. Lebih jelasnya, knowledge adalah
kombinasi meta data dan sebuah konteks yang disadari ketika meta data dapat
diaplikasikan secara sukses. Contoh : dari informasi dan data yang ada, pasien
kemungkinan memiliki Kasus flu yang serius
Sedangkan Davenport dan Prusak memberikan metode mengubah informasi
menjadi Knowledge melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: comparation,
consequences, connections, dan conversation.
a. Comparison: membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasisituasi lain yang telah diketahui
b. Onsequences: menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat
untuk pengambilan keputusan dan tindakan
c. Connections: menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari
informasi dengan hal-hal lainnya.

d. Conversations: membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain


terkait informasi tersebut.
Melanjutkan contoh kasus pada butir b, ketika pengelola toko menerima
informasi berupa puncak jam paling sibuk dan jenis produk paling laku pada
jam paling sibuk, pengelola toko lalu memproes informasi itu dengan melakukan
komparasi, konsekuensi, koneksi dan mungkin diskusi/konversasi dengan para
penjaga tokonya. Selanjutnya pengelola toko menyimpulkan informasi terebut
sebagai hal yang perlu ditindak lanjuti atau sudh berupa knowledge. Ia lalu
memutuskan bahwa semua karyawan toko harus berada di toko antara pukul 12.00
s/d 13.00 untuk melayani pembeli, menyesuaikan jam istirahat karyawan,
memastikan tersedianya suplai minuman ringan merk tertetu dan menambah
produk minuman ringan merk lain yang diperkirakan juga akan diminati oleh
pembeli pada jam-jam tersebut.
5. Understanding adalah ide yang komplek dan jelas dari bentuk awal, yang significan
atau untuk menjelaskan sesuatu. ini adalah wujud personal, kekuatan dari dalam
untuk menjelaskan pengalamannya secara intelektual melalui keterhubungan
pengetahuan dan konsep-konsep yang diperluas. Contoh: dari data-data dan informasi
yang ditemukan, pasien harus dikirim ke Rumah sakit ASAP dan terancam penyakit
flu.
Adapun hierarkinya dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar Hierarki Knowledge Management

10

6. Wisdom: evaluasi dari understanding


Menurut Xioming Cong dan Kaushik V Pandya (2003) yang mengatakan
bahwa

wisdom

merupakan

pemanfaatan

dari

knowledge

yang

telah

diakumulasikan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Davenport dan Prusak


(1998) knowledge sebagian besar ditarik dari pengalaman, yang akan
menghasilkan soud judgement dan wisdom, sehingga wisdom merupakan
knowledge

yang

digunakan

dalam

membuat

keputusan-keputusan

yang

menyangkut masa depan. Lebih jelasnya Acroff memberikan karakteristik wisdom


sebagai berikut:
a. Wisdom merupakan tingkat pemahaman dan kesadaran

(counsciousness)

yang tertinggi dari manusia


b. Wisdom merupakan jawaban terhadap permasalaha n manusia yag dalam
periode waktu tertentu belum terjawab.
c. Wisdom berada dalam jiwa (soul) dan pikiran (mind) yang hanya dimiliki
oleh manusia. Soul merupakan bagian yang bersifat ilahi/spiritual dari
manusia yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain.
d. Wisdom mengandung etika dan moral.
Ackoff mengindikasikan bahwa empat

kategori

konten yang

pertama

berhubungan dengan masa lalu; keempat kategori tersebut berurusan dengan apa
yang telah terjadi dan apa yang telah diketahui. Sedangkan kategori konten yang
kelima, wisdom berkaitan dan berurusan dengan masa depan, dimana visi dan
rancangan dimasukkan sebagai bagian dari wisdom. Dengan wisdom , manusia
tidak hanya memahami masa kini dan masa lalu, tetapi manusia akan mampu
merencanakan masa depannya. Transisi dari data ke wisdom tersebut
digambarkan dalam bentuk hyrarki DIKW (Data, informasi, Knowledge, dan
Wisdom). Understanding mendukung transisi tersebut namun tidak merupakan
level tersendiri dalam DIKW.

11

Gambar Keterkaitan Wisdom dengan Komponen Knowledge Lainnya


B. Siklus Knowledge
Polanyi seorang ahli kimia merupakan orang pertama yang memperkenalkan
bahwa knowledge terdiri dari dua jenis yaitu: tacit knowledge dan explicit knowledge dan
Knowledge dapat dipahami sebagai aset individu atau organisasi yang bersifat tacit
maupun explicit (Hansen dan Avital, 2005). Ada banyak taksonomi yang menentukan
berbagai macam Knowledge. Perbedaan yang paling mendasar adalah antara Knowledge
" Tacit" dan "Eksplisit":
1. Explicit Knowledge
Knowledge yang dapat atau sudah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk
berwujud lainnya sehingga dapat dengan mudah ditransfer dan didistribusikan
dengan menggunakan berbagai media. Knowledge eksplisit ada dalam bentuk katakata, kalimat, dokumen, data yang terorganisir, program komputer dan dalam bentuk
eksplisit lainnya Bentuk Knowledge sudah terdokumentasi/dimanfaatkan serta
ditransfer ke pihak lain. Contohnya antara lain: buku, koran, majalah, rekaman dialog
dan multimedia based learning (tape/ kaset, video dan media pembelajaran lainnya).
Contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu forum tanya jawab pada milis dan
penulisan artikel di blog maupun di website, Lecture note atau bahan kuliah, yang
keseluruhannya

adalah

bentuk

dari

Explicit

Knowledge

yang

telah

terdokumentasikan, mudah dimodifikasi dan diartikulasikan serta bersifat objektif.


2. Tacit Knowledge
Tacit knowledge adalah knowledge yang belum terdokumentasikan dan melekat di
dalam diri seseorang, tidak mudah untuk diungkapkan dan bersifat subjektif (Nonaka
12

dan Takeuchi, 1995, Nonaka dan Konno, 1998; Akamavi dan Kimble, 2005; Tobing,
2007). Tacit knowledge merupakan knowledge yang diam didalam benak manusia
dalam bentuk instuisi, judgemenet, skill, values dan belief yang sangat sulit
diformulasikan dan dishare dengan orang lain. Konsep tacit Knowledge, merupakan
masalah mendasar dari KM untuk menjelaskan tacit Knowledge dan kemudian
membuatnya tersedia untuk digunakan oleh orang lain melalui usaha yang tidak
kenal lelah, dan kurang dimanfaatkan karena "organisasi tidak tahu apa itu
knowledge" (O'Dell dan Grayson, 1998). Knowledge yang berbentuk know how,
pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb. Tacit knowledge ini kadang
susah kita ungkapkan atau kita tulis, karena knowledge tersebut tersimpan pada
masing-masing pikiran (otak) para individu dalam organisasi sesuai dengan
kompetensinya. Contohnya, seorang koki hebat kadang ketika menulis resep
masakan, terpaksa menggunakan ungkapan garam secukupnya atau gula
secukupnya. Soalnya memang dia sendiri tidak pernah mengukur berapa gram itu
garam dan gula, semua menggunakan knowhow dan pengalaman selama puluhan
tahun memasak.
Kedua jenis (Tacit dan Explicit) Knowledge tersebut oleh Nonaka dan Takeuci
(1995) dapat dikonversi melalui empat proses konversi, yaitu: Sosialisasi, Ekternalisasi,
Kombinasi dan Internalisasi.. Keempat jenis pros konversi ini disebut SECI Process
(S=Socialization; E=Externaliation; C=Combination, dan I= Internalization). Profesor
Nonaka menyatakan bahwa proses penciptaan knowledge orgaisasi terjadi karena
adanya interaksi (konversi) antara tacit knowledge dan explicit knowledge.
1. Sosialization
Yaitu : proses sharing yang diciptakan berdasarkan interaksi dan pengalaman
langsung, hal ini menyebakan terjadinya transfer tacit knowledge ke tacit
knowledge. Contohnya seperti: percakapan

baik dalam pertemuan tatap muka

(rapat, diskusi dan permuan bulanan) bagi SDM di orgamniasi. Melalui pertemuan
tatap muka ini, SDM dapat saling berbagi knowledge dan pengalaman yang
dimilikanya sehingga tercipta knowledge baru bagi mereka. Rapat dan diskusi yang
dilakukan secara berkala harus memiliki notulen rapat. Notulen rapat ini kemudian
menjadi bentuk eksplisit (dokumentasi) dari knowledge. Proses sosialisasi
merupakan perubahan pengetahuan dari tacit knowledge ke tacit knowledge. Proses
sosialisasi dapat dilakukan melalui pertemuan tatap muka seperti rapat, diskusi,
pertemuan bulanan, pendidikan dan pelatihan (training) dengan mengubah tacit
trainier menjadi tacit knowledge para karyawan. Sementara untuk proses
13

eksternalisasi merupakan perubahan pengetahuan dari tacit knowledge ke explicit


knowledge.
Di
dalam

sistem

KM

yang

akan

dikembangkan,

fitur-fitur

colaboration, seperti email, diskusi elektronik, komunitas praktis (communities of


practice) memungkinkan pertukaran tacit knowledge (informasi, pengalaman, dn
keahlian) yang dimiliki seseorang sehingga organisasi semakin mampu belajar serta
melahirkan ide-ide baru yang kreatif dan inovatif. Saat ini organisasi telah
mendorong penggunaan intranet dan email kepada seluruh karyawannya. Hal ini
baik untuk dilakukan karena bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi,
mempercepat proses aktivitas dan menumbuhkan budaya belajar. Proses sosialisasi
juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (training) dengan mengubah
2.

tacit knowledge para trainer menjadi tacit knowledge para karyawan.


Externalization
Yaitu: Sistem KM akan sangat membantu proses eksternalisasi, yaitu proses untuk
mengartikulasi tacit knowledge menjadi suatu konsep yang jelas. Dukungan terhadap
proses eksternalisasi ini, dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat
(bentuk eksplisit dari knowledge yang tercipta saat diadaknnya pertemuan) ke dalam
bentuk elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang
berkepentingan. Organisasi telah mendatangkan beberapa expert untuk melakukan
serangkaian kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya yang tidak dimiiki oleh
organisasi untuk semua tacit knowledge yang diperoleh dari expert dan hasil
pekerjaan expert yang antara lain berwujud konsep, sistem serta prosedur, manual,
laporan pelaksanaan uraian pekerjaan

dan sebagainya harus didokumentasikan

untuk kemudin dimanfaatkan oleh organisai dalam menjalakankan tugas pokok dan
fungsinya.

Proses

eksternalisasi

dapat

terwujud

diantaranya

melalui

pendokumentasian notulen rapat atau hasil diskusi (yang merupakan bentuk eksplisit
dari knowledge yang tercipta saat diadakannya pertemuan) ke dalam bentuk
elektronik untuk kemudian disimpan dan dipublikasikan bagi yang membutuhakan
3.

melalui sistem informasi yang ada di organisasi.


Combination yaitu : proses transfer knowledge berdasarkan konversi explicit
knowledge menjadi explicit knowledge yang baru melalui sistemisasi dan
pengaplikasian explicit knowledge dan informasi misal: merangkum artikel,
cerita,buku dll. Media untuk proses ini dapat melalui intranet (forum diskusi),
database

organisasi

dan

internet

untuk

memperoleh

sumber

external.

Fitur-fitur enterprie portal seperti knowledge orgaization system yang memiliki


14

fungsi untuk pengkategorian informasi (taksonomi), pencarian dan sebagainya


sangat membantu dalam proses ini. Business intelegence sebagi fungsi penganalisis
data secara matematis dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Data yang
telah tersimpan dalam sistem (data warehouse) dianalisis terutama untuk analisis
data kondisi daerah, keuangan, operasional, serta yang bersifat strategys, seperti
pembuatan indikator-indikator kinerja. Demikian pula Content management yang
memiliki fungsi untuk mengelola informasi organisasi baik yang terstuktur (Data
base) maupun yang tidak terstruktur (dokumen, laporan) dapat mendukung proses
kombinasi ini. Kemudian untuk proses kombinasi terjadi ketika knowledge yang
bersifat explicit ditransfer menjadi explicit knowledge. Media untuk proses ini dapat
dilakukan melalui pertukaran dokumen kerja, intranet (forum diskusi), database
organisasi dan internet untuk memperoleh sumber ekternal.
4.
Internalization
Yaitu: proses transfer knowledge berdasarkan pembelajaran dan akuisisi knowledge
yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap explicit knowledge yang disebarkan
ke seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi tacit knowledge
anggota organisasi. Misal: dosen yang mengajar. Semua dokumen data, informasi
dan knowledge yang sudah didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain, pada
proses inilah terjadi peningkatan knowledge sumber daya manusia. Sumber-sumber
explicit knowledge dapat diperoleh melalui media intranet (database organisasi),
surat edaran/surat keputusan, papan pengumuman dan internet, serta media massa
sebagai sumber eksternal. Selain itu pendidikan dan pelatihan (training) dapat
mengubah berbagai pelajaran tertulis explicit knowldge menjadi tacit knowledge para
karyawan. Sedangkan proses internalisasi terbentuk melalui perubahan explicit
knowledge ke tacit

knowledge. Sumber-sumber explicit knowledge yang dapat

diperoleh melalui media intranet (database organisasi), surat edaran/surat keputusan,


papan pengumuman, internet, media massa serta semua dokumen data, informasi
dan knowledge yang sudah didokumentasikan yang dapat dibaca orang lain, yang
berguna untuk meningkatkan knowledge sumber daya manusia (Bambang Setiarso,
2009).
Adapun model SECI tersebut adalah sebagaimana gambar dibawah ini:

15

Gambar : Empat Model Konversi Knowledge


(SECI Process, Nonaka &Takeuchi, 1995)
SECI model milik Nonaka dan Takeuchi menjelaskan terbentuknya knowledge
baru karena adanya interaksi atau perubahan (konversi) antara dua jenis pengetahuan
yakni tacit knowledge atau pengetahuan yang masih berada di dalam fikiran atau otak
manusia dan explicit knowledge atau pengetahuan yang sudah direkam atau
didokumentasikan. Melalui dua jenis pengetahuan itu, terjadi proses sosialisasi,
ekternalisasi, kombinasi dan internalisasi yang dinamakan sebagai knowledge spiral.
Contoh Model SECI
1. Proses Sosialisasi
Pertukaran knowledge atau pengetahuan antara satu karyawan ke karyawan lainnya lebih
sering terjadi secara langsung (face to face) seperti melalui pertemuan rapat yang bersifat
formal maupun diskusi yang bersifat tidak informal. Selain itu budaya knowledge
sharing sudah terintegrasi dan rutin diadakan di setiap bidangnya. Contoh kegiatan
knowledge sharing tersebut seperti sharing pengetahuan yang dilakukan oleh karyawan
yang selesai mengikuti diklat atau training. Karyawan diharuskan membagikan ilmu
ataupun informasi yang didapatkan dari diklat atau training kepada karyawan lain.
Dengan demikian maka knowledge atau pengetahuan karyawan tersebut dapat ditransfer
menjadi pengetahuan bersama.

16

Selain itu, kegiatan diskusi yang non formal juga banyak dilakukan oleh karyawan
seperti ketika waktu istirahat (break) atau waktu berkumpul bersama di luar kantor. Dan ,
tidak hanya dapat menambah pengetahuan namun juga dapat memecahkan masalah
ataupun menunjang pekerjaan. Karena ketika melakukan sharing knowledge, mereka
tidak hanya memperbincangkan mengenai sistem kerja namun juga pengetahuan atau
informasi diluar pekerjaan seperti hobi dan lain sebagainya[elaksanaan tidak mengalami
hambatan berarti dalam melakukan knowledge sharing seperti ketakutan jika
pengetahuannya berkurang ataupun ketidakamanan ketika membagi pengetahuannya.
Artinya faktor kepercayaan atau trust antara karyawan sudah cukup tinggi. Karyawan
tidak lagi enggan berbagi pengetahuannya karena budaya kepercayaan dan keterbukaan
sudah terbangun.
2. Proses Eksternalisasi
Proses eksternalisasi merupakan perubahan pengetahuan dari tacit knowledge ke explicit
knowledge yang dapat dilakukan dengan cara mendokumentasikan notulen rapat atau
hasil diskusi baik berupa tercetak maupun elektronik. Pendokumentasian kegiatan
knowledge

sharing

yang

paling

banyak

dilakukan

oleh

karyawan

adalah

mendokumentasikan hasil rapat atau diskusi yakni sebesar 30,8% kemudian hasil diklat
atau training yakni sebesar 23,1%. Sedangkan untuk bentuk pendokumentasian sudah
cukup variatif, seperti berupa jurnal pribadi, laporan kegiatan dan portal, blog atau
website.
Upaya mendokumentasikan hasil kegiatan knowledge sharing yang sudah dilakukan
karyawan itu, perlu mendapatkan perhatian khusus baik dari tingkat unit manager hingga
general manager agar bisa dijadikan sebagai modal organizational knowledge. Menurut
pendapat Setiarso (2009) mendokumentasikan hasil knowledge sharing yang baik,
dibutuhkan suatu repository atau tempat penyimpanan khusus serta proses pembelajaran
yang berkelanjutan untuk mewujudkannya hasil knowledge sharing ke dalam bentuk
konsep-konsep atau sistem yang tertulis yang nantinya mudah dimengerti oleh orang lain
yang membacanya ataupun bisa dimanfaatkan kembali jika diperlukan atau juga dapat
dipublikasikan kepada mereka yang berkepentingan.
3. Proses Kombinasi
Proses kombinasi merupakan perubahan pengetahuan dari explicit knowledge menjadi
explicit knowledge, yang dapat dilakukan dengan cara melakukan pertukaran dokumen
kerja yang dilakukan antar karyawan. Jadi pengetahuan yang sudah terdokumentasikan
melalui proses eksternalisasi diatas seperti hasil rapat, hasil diklat atau training, kembali
disharing atau dibagikan kepada rekan kerja lain untuk saling bertukar informasi atau
17

pengetahuan.. Alasan yang dikemukakan dalam melakukan pertukaran dokumen kerja


adalah sebagai back-up dari data hasil kerja. Sedangkan untuk bentuk dokumentasi yang
paling sering dishare kepada rekan kerja adalah dalam bentuk laporan kegiatan yakni
sebesar 50 % dan jurnal pribadi sebesar 16,7 %. Alasan bertukar laporan kerja adalah
sebagai alat yang dapat memperkaya pengetahuan mereka tentang kegiatan yang
dilaksanakan
Proses kombinasi diatas tidak hanya dapat dilakukan dengan bertukar dokumen kerja,
namun juga bisa dilakukan dengan cara mengkombinasikan berbagai explicit knowledge
yang berbeda kemudian disusun ke dalam sistem knowledge management. Menurut
Setiarso (2009) mengungkapkan jika proses kombinasi itu dapat dimediasi melalui
intranet atau forum diskusi, data base organisasi dan internet untuk memperoleh sumber
eksternal. Kemudian data yang telah disimpan dalam sistem (data warehouse) seperti
data analisis kondisi daerah, keuangan, operasional serta yang bersifat strategis seperti
pembuatan indikator-indikator kerja, dianalisis untuk kemudian dimasukkan ke dalam
sistem knowledge management. Selain itu, fitur-fitur enterprise portal yang memiliki
fungsi untuk pengkategorian dan pencarian informasi (taksonomi) serta content
management yang memiliki fungsi untuk mengelolah informasi organisasi baik
terstruktur (database) maupun tidak terstruktur (dokumen, laporan dan notulen) dapat
mendukung proses kombinasi tersebut.
4. Proses Internalisasi
Proses internalisasi merupakan perubahan dari explicit knowledge ke tacit knowledge
yang dapat dilakukan dengan cara memperoleh pengetahuan atau informasi melalui
media intranet (database organisasi), internet ataupun media massa. Pada penelitian ini
media yang paling sering digunakan responden dalam menambah informasi atau
pengetahuan adalah internet yakni sebesar 20%, selain itu penggunaan internet yang
dibarengi dengan pemakaian intranet juga dianggap efektif oleh 14,3% responden.
Alasan penggunaan internet yang bersamaan dengan intranet dikarenakan konten yang
diberikan kedua media tersebut memiliki spesifikasi masing-masing. Dengan internet
informasi yang didapat lebih cepat dan beragam karena tidak ada kendala ruang dan
waktu artinya informasi apapaun yang ingin dicari atau dibutuhkan bisa ditemukan.
Sedangkan untuk intranet, informasi yang disajikan cenderung lebih spesifik mengenai
bidang kerja saja seperti sistem di PLN atau juga dengan informasi yang terkait dengan
intitusi PLN seperti surat keputusan, kebijakan dan lain sebagainya. Kemudian untuk
intensitas dalam pencarian pengetahuan atau informasi yang dilakukan responden,

18

menunjukkan bahwa responden sudah melakukan secara rutin yakni setiap hari dengan
presentase sebesar 70 %.
Proses internalisasi ini menjadi salah satu bagian dari knowledge sharing yang cukup
penting juga karena melalui pencarian informasi yang beragam dengan berbagai media
yang digunakan tidak hanya bisa menambah pengetahuan yang dimiliki seorang
karyawan tapi juga bisa untuk disharingkan kepada rekan kerjanya. Semua dokumen,
data, informasi dan knowledge yang sudah didokumentasikan baik berupa tercetak
maupun elektronik yang bisa dibaca oleh orang lain, bisa meningkatkan knowledge
sumber daya manusia karena didalamnya karyawan bisa melakukan aktivitas belajar
mengenai informasi yang didapatkannya tersebut. Menurut Setiarso (2009), untuk dapat
mendukung proses internalisasi, dibutuhkan suatu sistem atau alat bantu pencarian dan
pengambilan dokumen. Content Management, selain dapat mendukung proses
kombinasi, juga dapat memfasilitasi proses internalisasi ini. Karena pemicu dalam proses
ini adalah penerpan learning by doing. Setiarso juga menjelaskan jika pelajaran tertulis
atau explicit knowledge yang didapat melalui pendidikan dan pelatihan bisa menjadi
sumber pengetahuan atau knowledge para karyawan.
C. Pengetahuan dalam Knowledge Management
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui
atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak
dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur
yang secara probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Menurut
Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia,
yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan,
pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Lebih lanjut
Notoatmodjo

menjelaskan

bahwa

pengetahuan

adalah

hasil

penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek


melalui

indera

yang

dimilikinya

(mata,

hidung,

telinga,

dan

sebagainya).
Secara epistimologi, dimensi pengetahuan ini pada dasarnya
berdasarkan pada tacit knowledge dan explicit knowledge. Polanyis
mempopulerkan nama kedua jenis pengetahuan tersebut, manusia
19

memperoleh pengetahuan dengan cara, yaitu secara aktif menciptakan


dan mengelola pengalaman mereka. Oleh karena itu, pengetahuan
yang dapat diungkapkan melalui kata-kata maupun jumlahnnya pada
dasarnya

hanya

mewakili

sepersekian

persen

dari

keseluruhan

pengetahuan yang dimiliki seseorang. Polanyis mengumpamakan


pengetahuan yang dapat diungkapkan oleh manusia tersebut bagaikan
gunung es di mana yang tampak di permukaan hanya sebagian dari
keseluruhan gunung es tersebut.
Pentingnya pengetahuan telah ditekankan oleh banyak peneliti
manajemen dan para penulis. Peter Drucker menyatakan bahwa
pengetahuan tidak hanya sumber daya seperti tenaga kerja, modal,
tetapi ini adalah satu-satunya sumber daya yang penting hari ini.
Toffler menganut pandangan Drucker, dengan menyatakan bahwa
pengetahuan adalah sumber daya kualitas tertinggi dan merupakan
kunci untuk kekutan perubagan yang ada di depan.
Quinn memiliki pandangan yang sama menyatakan bahwa
ekonomi dan kekuatan memproduksi organisasi modern terletak lebih
kuat pada aset 'intelektual dan kemampuan lebih lainnya dari aset
yang berwujud.
Nonaka dan Takeuchi berfokus pada bagaimana perusahaanperusahaan Jepang telah memanfaatkan aset pengetahuan mereka
untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan kepemimpinan industri.
Paradoks dalam manajemen pengetahuan adalah bahwa kita berusaha
untuk mengelola apa yang tidak dapat dikelola. Sebelum kita mengatur
tentang pengelolaan pengetahuan, kita perlu memahami apa dasar
pengetahuan dan berbagai macam klasifikasi pengetahuan.
Davenport telah mendefinisikan pengetahuan sebagai campuran
cairan dari bingkai pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan
wawasan ahli yang memberikan kerangka untuk mengevaluasi dan
menggabungkan pengalaman baru dan informasi. Ini berasal dan
diterapkan di benak pemilik pengetahuan. Dalam organisasi, sering
tertanam tidak hanya dalam dokumen atau repositori, tetapi juga
dalam rutinitas organisasi, proses, praktik dan norma-norma.
Ryle, dalam salah satu karyanya, telah menjelaskan berbagai
kategori pengetahuan. Pertama, pengetahuan disebut apa yang
20

diperoleh melalui pemahaman konsep dan kerangka kerja, umumnya


disebut sebagai 'mengetahui-mengapa'. Klasifikasi lain pengetahuan,
apa yang disebut Peter Senge sebagai 'Kemampuan untuk bertindak',
mengacu pada pemahaman tentang fakta-fakta dan prosedur yang
diperlukan untuk membuat sesuatu terjadi. Pengetahuan juga mengacu
pada

kodifikasi

pengetahuan

faktual

berdasarkan

pengalaman

sebelumnya, yang umumnya pengetahuan tacit dan disebut sebagai


mengetahui bahwa'. Pada penggunaan berikutnya pengetahuan
mengacu pada kodifikasi pengetahuan faktual yang diperoleh dari
pengetahuan dan ini bisa menjadi tacit maupun eksplisit. Istilah ini juga
digunakan saat merujuk pengetahuan sosial jaringan menunjukkan
orang yang dikenal. Ini, secara umum, disebut sebagai 'mengetahuisiapa'. Pengetahuan juga mengacu pada komunikasi pengetahuan
budaya memfasilitasi, yang dalam istilah umum disebut sebagai
'pengetahuan makna'.
D. Knowledge Management
1. Definisi Knowledge Management
Menurut (Skyrme, 2011b):
"Knowledge Management is the explicit and systematic management of vital
knowledge - and its associated processes of creation, organisation,diffusion, use and
exploitation - in pursuit of business objectives."
Sedangkan The Holy Grail mendefinisikan Knowledge Management (KM) sebagai:
The ability to selectively capture, archive, and accsess the best practices of work
related knowledge and decision making from employee and managers for both
individual and group behaviours
Bryan Bergeron mendefinisikan Knowledge Management (KM) sebagai:
Deliberate, systematic business optimization strategy thaat selects, distills, stores,
organizes, packages, and communicates information essential to the business of a
company in a manner that improves employee performance .
Richard Sapio (CEO, Mutual Capital Alliance
Knowledge Management is a waste of money. Organizations spend billions of dollars
in their efforts to cut a corner or two resulting in just a fraction of savings

21

Davenport menambahkan

Knowledge manajemen adalah proses menterjemahkan

pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/ pikiran seseorang menjadi informasi
yang dapat digunakan setiap orang.
Jerry Honeycutt, (2000) memberikan definisi Knowledge Manajemen adalah suatu
disiplin yang memperlakukan modal aset intelektual yang dikelola (Sebab menurutnya
konsep manajemen Knowledge (knowledge management) pada dasarnya adalah
berkembang dari kenyataan bahwa dimasa sekarang dan dimasa depan, aset utama
sebuah organisasi agar mampu berkompetisi adalah aset intelektual atau Knowledge
bukan aset kapital.
Sedangkan Robert Buckman (2004) yang merupakan salah satu CEO yang terjun
langusng dalam memimpin implementasi KM di Perusahaan Buckman Labs, memilih
definisi KM berdasarkan American Productivity and Quality Centre (APQC) .
Definisi menurut APQC yang digunakan untuk Buckman Labs adalah systemic
approach to help information and knowledge emerge and flow to the righ people at
righ time to create value. Definisi tersebut menyebut bahwa manusia sebagai bagian
dari kosnep KM yang diyakini meruakan unsur utama dari keberhasilan implementasi
KM di Buckman Labs. Bandingkan misalnya dengan definisi dari IBM consulting
Group dan pioneer KM Karl-Erik Sveiby mendefinisikan KM sebagai art of creating
commercial valuer from intangible assets
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa Knowledege managemen adalah sistem
yang

mentranformasikan

informasi-informasi

yang

ada

dalam

pikiran

maanusia/individu organisasi menjadi suatu yang praksis dan dapat dinikmati oleh
seluruh organsiasi serta dapat membawa manfaat dalam organisasi.
Arti penting Knowledge Management ini semakin besar ketika lingkungan semakin
dinamis, persaingan global semakin meningkat, perubahan teknologi dan teknologi
informasi semakin cepat, serta tuntutan masyarakat yang semakin beragam dan cepat
berubah. Dalam kerangka KM inilah terjadi perubahan orientasi strategy organisasi
dari market based view menuju Resoure based view. Suatu organisasi agar dapat
mencapai visi dan misinya harus mengelola Knowledge yang dimilikinya dengan baik
agar dapat bersaing dengan organisasi yang lain .Knowledge dalam hal ini merupkan
intangible

resource yang apabila dikembangkan dan dikelola dengan baik akan

mampu menciptakan kapabilitas. Jika Kapabilitas ini melekat dalam diri karyawan
suatu organisasi , maka ia dapat menjadi dasar bagi terciptanya kompetensi. Jika

22

kompetensi ini mampu mendorong organisasi mencapai kinerja yang tak tertandingi
oleh organisasi lain maka ia dianggap telah menjadi kompetensi inti.
Sebenarnya konsep pengelolaan Knowledge merupakan konsep lama, perbedaannya
KM memungkinkan kita untuk tidak perlu memulai segalanya dari nol lagi (We don't
have to always reinventing the wheel). Dalam kerangka Knowledge Management
inilah tampaknya Chao (1998) menyarankan bahwa organisasi seyogyanya mengelola
informasi dalam tiga arena, yakni (sense making, knowledge creating dan decision
making) sebagaimana gambar dibawah ini:
Sense Making

Gambar 1. Knowing Organization

Knowledge Creating
Sumber: Choo, 1998 Decision Making

Sense making berkaitan dengan bagaimana organisasi menafsirkan informasi dalam


rangka mengonstruksi makna tentang apa yang terjadi dalam dan apa yang sedang
dilakukan oleh organisasi. Knowledge creating berkenaan dengan bagaimna
organisasi mengkreasi pengetahuan dengan mengembangkan knowledge conversion
(Nonaka &Takeuchi, 1995), knowledge building (Leonard-Barton, 1995) dan
Knowledge Linking (Badarco, 1991). Decision making merupakan aktivitas tentang
bagaimana organisasi memproses dan menganalisis guna memilih tindakan yang
tepat.
Dari sisi pandang yang lebih kritis lagi, Birkinsaw (2001) bahkan mengidentifikasi 3
hal dalam manajemen pengetahuan yang merupakan kegiatan lama dalam bungkus
baru yaitu:
a. Pengelolaan pengetahuan sudah berlangsung sejak awal berdirinya sebuah
organisasi. Cara sebuah organisasi menentukan struktur dan hirarki anggota sudah
merupakan upaya mengelola pengetahuan dan menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan sama di satu tempat. Kelompok-kelompok informal sudah sejak
lama ada di berbagai organisasi, dan menjadi tempat bagi petukaran informasi dan
pengetahuan yang efektif, persoalannya sekarang adalah mengidentifikasi hal-hal
tersebut dan membuatnya lebih efektif lagi.
b. Manajemen pengetahuan merupakan proses panjang dan lama, yang mencakup
perubahan perilaku semua anggota sebuah organisasi. Upaya mengubah perilaku
ini

bukanlah

kegiatan

masa

kini

saja,

persoalannya

sekarang

adalah

23

mensinkronkan upaya perubahan ini dengan keseluruhan strategi pelaksanaan


organisasi.
c. Beberapa teknik manajemen pengetahuan sudah dilakukan sejak dulu, misalnya
mengaktifkan komunitas praktisi sudah sejak lama menjadi perhatian dari
hubungan masyarakat internal (internal public relations), dan pangkalan data
pengetahuan memperlihatkan cirri-ciri yang sama dengan pangkalan data dalam
sebuah sistem informasi, persoalannya sekarang adalah bagaimana teknik-teknik
manajemen pengetahuan ini yang mirip dengan teknik-teknik tradisional terus
relevan dengan perubahan organisasi.
Selain tiga hal di atas, Birkinsaw juga menggarisbawahi tiga kenyataan yang
sangat mempengaruhi berhasil tidaknya manajemen pengetahuan.

Pertama,

penerapannya tidak hanya menghasilkan pengetahuan baru tetapi juga mendaur-ulang


pengetahuan yang sudah ada. Kedua, teknologi informasi belum sepenuhnya bisa
menggantikan fungsi fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi. Ketiga, sebagian
besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui, banyak
pengetahuan penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal
pengetahuan itu sudah dimiliki sebuah organisasi sejak lama.
Dalam buku Learning to fly oleh British Oil Company menyatakan bahwa You
cannot manage knowledge-nobody can? Knowledge can be created, discovered,
captured, shared, etc. Jadi hanya empat kegiatan utama yaitu: persediaan knowledge,
mempercepat aliran knowledge, transformasi knowledge dan pemanfaatan knowledge.
Merebaknya fenomena manajemen knowledge (knowledge management) dapat dilihat
sebagai keinginan mengembalikan hakikat knowledge dan menghindari pandangan
bahwa knowledge adalah benda mati.
Di dalam kehidupan berorganisasi, baik untuk bisnis maupun non-bisnis, maka
knowledge selalu dikaitkan dengan potensi nilai yang ada pada berbagai komponen
atau proses (aliran) keseluruhan modal dalam organisasi tersebut. Modal di sini
tentu saja bukan hanya soal investasi dan uang, tetapi juga modal sosial (social
capital). Para proponen KM selalu menegaskan bahwa sebuah organisasi seharusnya
tidak berhenti pada memiliki knowledge dalam arti menimbun tumpukan dokumen
yang dilengkapi dengan alat temu-kembali. Persoalan terpenting yang dihadapi
organisasi-organisasi modern saat ini adalah :bagaimana mengintegrasikan timbunan
knowledge eksplisit itu ke dalam keseluruhan kemampuan dan kegiatan organisasi?

24

Di dalam aktivitas setiap organisasi, maka tidak dapat dihindari bahwa


knowledge yang diperlukan adalah knowledge yang tertanam di dalam diri masingmasing pribadi dan juga tercakup dalam kerjasama antarpribadi. Semua ini bukan
hanya knowledge eksplisit, tapi juga knowledge tacit, terlebih lagi knowledge ini
menjadi dinamis sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia eksternal
maupun internal dari sebuah organisasi. Sehingga urusan manajemen knowledge,
yaitu bagaimana mengelola dinamika penggunaan knowledge tacit yang terintegrasi
dengan knowledge eksplisit.
Untuk menjawab masalah tersebut hal yang ditujukan kepada perusahaan agar
menjadi selalu kreatif, inofatif, serta efisien maka diperlukan pengelolaan elemen
sistem KM. sehingga, mempunyai daya saing tinggi untuk jangka waktu yang
panjang. Dengan sistem tersebut perusahaan akan dapat semakin cepat menyusun
strategi dan bertindak untuk menyikapi setiap perubahan dan dinamika yang terjadi
didalam maupun diluar organisasi. Melalui sistem itu pula, perusahaan akan dapat
terus meningkatkan nilai (value) bisnisnya sesuai kompetensi inti yang dimiliki.
Karena knowledge organisasi selalu berkembang dari waktu ke waktu. Organisasi dan
perusahaan yang tidak mengelola pengetahuannya dengan baik, akan membuat
transfer pengetahuan tidak terjadi1. Dengan demikian, knowledge management akan
membuat berbagi informasi (shared information) tersebut menjadi bermanfaat.
Organisasi perlu mengelola pengetahuan anggotanya di segala level untuk:
a. Mengetahui kekuatan ( dan penempatan) seluruh SDM.
b. Penggunaan kembali pengetahuan yang sudah ada (ditemukan) alias tidak perlu
mengulang proses kegagalan.
c. Mempercepat proses penciptaan pengetahuan baru dari pengetahuan yang ada.
d. Menjaga pergerakan organisasi tetap stabil meskipun terjadi arus keluar masuk
SDM
2. Tujuan dan Manfaat Knowledge Management
Tujuan dari knowledge management adalah meningkatkan kemampuan organisasi
untuk melaksanakan proses inti lebih efisien. Penerapan KM akan memberikan
pengaruh terhadap proses bisnis organisasi dalam hal:
a. Penghematan waktu dan biaya. Dengan adanya sumber pengetahuan yang
terstruktur dengan baik, maka organisasi akan mudah untuk menggunakan
pengetahuan tersebut untuk konteks yang lainnya, sehingga organisasi akan dapat
menghemat waktu dan biaya.

25

b. Peningkatan

aset

pengetahuan.

Sumber

pengetahuan

akan

memberikan

kemudahaan kepada setiap karyawan untuk memanfaatkannya, sehingga proses


pemanfaatan pengetahuan di lingkungan organisasi akan meningkat, yang akhirnya
proses kreatifitas dan inovasi akan terdorong lebih luas dan setiap karyawan dapat
meningkatkan kompetensinya.
c. Kemampuan beradaptasi. Organisasi akan dapat dengan mudah beradaptasi dengan
perubahan lingkungan bisnis yang terjadi.
d. Peningkatan produktfitas. Pengetahuan yang sudah ada dapat digunakan ulang
untuk proses atau produk yang akan dikembangkan, sehingga produktifitas dari
organisasi akan meningkat.
KM merupakan aset kunci agar suatu perusahaan memiliki keunggulan
kompetitif yang kontinu. Keunggulan kompetitif tersebut diperoleh dari dampak
implementasi KM terhadap berbagai bidang sebagai berikut :
a. Bidang Operasi dan Pelayanan
Dalam industri manufaktur, pekerja melakukan aktifits yang sifatnya berulang
sesuai dengan intruksi kerja yang ketat dan menghasilkan sesuatu barang yang
berwujud atau tangible. Sedangkan dalam industri jasa, tindakan-tindakan yang
dilakukan pekerja bersifat unik yang membutuhkan proses pengambilan keputusan
yang kompleks berdaarkan pengertian dan pengetahuan yang dimiliki oleh
pekerja. Pekerjaan ini disebut knowledge work dan pekerjanya disebut knowledge
worker

meminjam istilah dari Peter F. Drucker. Perusahaan yang memiliki

knowledge worker adalah perusahaan yang memiliki basis customer knowledge


yang terkelola dengan baik yang dikelola dengan prinsip-prinsip KM, akibat
logisnya knowlege worker mampu memberikan respon yang lebih cepat,
penanganan klaim pelanggan lebih baik serta pelayanan yang lebih proaktif.
b. Bidang Pengembangan Kompetensi Personil
Proses pembelajaran terjadi dalam siklus yang kontinu. Proses ini berawal dari
akuisisi knowledge yang kemudian diapliksikan dalam proses bisnis organisasi.
Knowledge yang diaplikasikan potensial memunculkan knowledge yang baru
melalui proses knowledge creating (penciptaan knowledge) knowledge ini
kemudian dipelihara dan dishare kembali untuk dapat diakuisisi dan dimanfaatkan
scara luas. Siklus inilah menjadi proses utama dalam KM yatu proses-proses:
knowledge creation, knowledge retention, knowledge transfer/sharing dan
knowledge utilisation. Perlu motivasi untuk memotivasi karyawan belajar, dan

26

pemberian tunjangan serta penugasan khusus sesuai dengan kebutuhan perusahaan


dengan menyediakan materi ajar sesuai kualifikasi dan tingkatan pekerjaan.
c. Bidang Pemeliharaan Ketersediaan Knowledge
Skill dan knowledge yang dimiliki oleh para pekerja dalam ebuah perusahaan
perlu dikelola oleh perusahaan untuk menjamin tidak terjadinya knowledge loss.
Knowlege loss adalah suatu kondisi dimana perusahaan kehilangan knowledge
yang dibutuhkannya, walau knowledge tersebut sebenarnya sudah pernah dimiliki
dan dipergunakan oleh perusahaan baik akena alasan pensiun atau pindeh k
perusahaan lain, sementra knowledge yang dimiiki pekerja tersebut belum
ditransfer kepada memory perusahaan atau pekerja lainnya didalam perusahaan
d. Bidang Inovasi dan Pengembangan Produk
Salah satu produk dari KM adalah proses pembelajaran yang berimplikasi
terhadap peningkatan kemapuan inovasi yaitu dengan terciptanya

knowledge

baru. Inovasi yang dikombinasikan dengan kebutuhan pelanggan akan menjadi


solusi atau produk yang efektif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi
pelanggan. KM dapat mengakselerasi proses pengembangan produk baru , karena
KM sendiri mempromosikan dan menyediakan media untuk kolaborasi (baik
virtual , tatap muka dan knowledge sharing
Tahapan Perkembangan Manajemen Pengetahuan Dalam Organisasi
a. Knowledge-chaotic (tak sadar konsep, tak ada proses informasi, dan tak ada sharing
informasi).
b. Knowledge-aware (sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan, adabeberapa
proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu tentang sharing informasi).
c. Knowledge-enabled (memanfaatkan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar,
isu-isu berkaitan dengan budaya dan teknologi).
d. Knowledge-managed (kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat,
isu-isu pada tahap sebelumnya teratasi).
e. Knowledge-centric (manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai
pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi
dalam budaya).
3. Komponen Knowledge Management
Pelaksanaan knowledge management dalam organisasi melibatkan komponen
komponen sebagai berikut :
a. Manusia.
Pada hakekatnya knowledge berada dalam pikiran manusia berupa tacit
knowledge. Carla ODeal mengatakan bahwa 80% knowledge adalah berupa tacit
knowledge dan hanya 20% berupa knowledge eksplisit (Girard, 2006). Disamping
27

sebagai sumber knowledge, manusia pada hakikatnya juga merupakan pelaku dari
proses proses yang ada di dalam KM. Jika proses knowlege sharing/tranfer dan
Knowledge cretionn tidak dapat berjalan, maka persoalan utamanya adalah karena
tidak adanya kemauan dan kemampuan mnusia untuk melakuknnya.
Dalam konteks secara umum, pelaksanaan KM menghadapi masalah utama yaitu
masalah perilaku. Pertama, berkaitan dengan ketidakmauan orang untuk berbagi.
Kedua berkaitan dengan ketidakdisiplinan untuk selalu menuliskan apa yang
didapatkan. Ini merupakan suatu kendala karena budaya Indonesia lebih cenderung
pada budaya lisan. Orang Indonesia belum bisa mendisiplinkan diri untuk selalu
menuliskan pengetahuan dan pengalaman yang dialami dalam suatu sistem sebagai
suatu aset organisasi
KM membutuhkan orang yang kompeten sebagai sumber pengetahuan, tempat
untuk melakukan diskusi, dan isi dari diskusi itu sendiri.Penerapan knowledge
management yang berhasil harus didukung dengan ketersediaan manusia yang
kompeten. Oleh sebab itu hal pertama yang perlu dikembangkan adalah
kompetensi manusia yang ada dalam organisasi dan kemudian memastikan
individu dalam organisasi mengetahui dengan jelas peran dan tanggung jawab
masing-masing dalam mengelola pengetahuan dan menjalankan proses knowledge
management (mempelajari, meningkatkan, atau mengalirkan pengetahuan).
disarankan pada organisasi untuk menunjuk/mempekerjakan seorang document
control atau knowledge manager yang bertanggung jawab mengelola sistem
knowledge

management

dengan

cara

mendorong

para

karyawan

untuk

mendokumentasikan dan mempublikasikan knowledge mereka, mengatur file,


menghapus knowledge yang sudah tidak relevan dan mengatur sistem
reward/punishment.
Meningkatkan motivasi dan membangkitkan partisipasi anggota organisasi dalam
implementasi KM memerlukan pendekatan manajemen SDM. Contoh perusahaan
yang melaksanakan pengelolaan KM adalah PT Unilever Inodnesia

merekam

semua keterlibatan karyawannya dalam implementasi KM. Karyawan yang


melakukan sharing, yang mengikuti forum dan yang melakukan inovasi
memperoleh poin poin tertentu yang jika jika diakumulasikan akan menjadi dasar
pemberian reward yang dilakukan secara periodik.
Efimova telah melakukan studi KM dalam weblogs dan menyimpulkan kerangka
analisis pekerja knowldege terdiri dari 3 hal : individu, komunitas dan jaringan,
serta ide ide , seperti gambar dibawah ini:
28

Gambar Framework untuk Analisis Pekerjaan Knowledge (Efimova 2004)


b. Leadhership
Untuk suksesnya implementasi KM, pemimpin harus mengerahkan kapasitas
intelektual dan sumber daya yang dibawah kendalinya dalam menginspirasi,
menyusun dan terjun langsung mengkonduktori implementasi KM guna
mewujudkan visinya, melalui

pembentukan budaya atau tradisi baru dengan

menggalang dan mengarahkan partisipasi semua anggota organisadi dalam


mewujudkan visinya, untuk itu perlu deteminansi dan intensi yang kuat dari
pemimpin dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat strategys, nilai-nilai,
obyektif, persyaratan knowledge, sumber daya knowledge, prioritas dan alokasi
sumber daya dari aset knowledge, serta menerpkan prinsip-prinsip dan teknikteknis

manajemen

yang

integratif

berbasis

kowledge.

Pemimpin

harus

memperlengkapi organisasi dengan lingkungan dan karakter-karakter yang


dibutuhkan untuk terbentuknyaa learning organization, sert memberikan solusi
dalam mengatasi hambatan belajar yang dihadapi organisasi.
Pemimpin perlu menjamin terwujudnya budaya yang dapat dilakukan dengan
membuat kebijakan dan anjuran. Ini merupakan hal yang penting karena budaya
masing-masing

tempt sangat berbeda. Sehingga peran pimpinan akan sangat

menonjol di dalam pemasyarakatan KM ini. Ini merupakan langkah yang


menentukan karena keberhasilan KM merupakan penentu maju mundurnya
organisasi. Selain itu Pemimpin perlu memastikan Pembangunan fasilitas untuk
berbagi pengetahuan (knowledge exchange). Perlunya dibentuk suatu tempat untuk
memungkinkan tumbuh suburnya diskusi. Hal ini merupakan sarana bagaimana
pengetahuan itu dapat dibagikan. Fasilitas tersebut sangat penting sebagai tempat
dari aktifitas-aktifitas yang penting bagi proses penciptaan pengetahuan dan
29

inovasi yang meliputi knowledge exchange, knowledge capture, knowledge reuse,


dan knowledge internalization. Hal ini juga penting karena dapat digunakan
sebagai sarana untuk menangkap pengetahuan yang sifatnya tacit.
c. Teknologi.
Pada tahap awal perlu menggunakan teknologi yang tepat, sederhana yang telah
ada dan baru kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut. Sebagai misal untuk
komputerisasi bahan ajara dapat menggunakan teknologi sederhana yang biayanya
relatif murah seperti menggunakan bentuk portable document format (PDF).
Kebetulan software ini (Adobe Acrobat Reader) merupakan software yang dapat
di download dengan gratis. Sementara front endnya menggunakan bentuk html
yang dapat ditampilkan melalui internet explorer sebagai bagian dari Windows 98
ataupun Windows ME yang dibeli bersamaan dengan komputer baru (preloaded).
Dengan demikian maka hal-hal yang berkaitan dengan masalah hak kekayaan
intelektual (HAKI) tidak menjadi masalah pada saat awal penerapan KM ini.
Setelah KM ini dapat berjalan dan diterima oleh pengguna maka baru kemudian
dikembangkan menggunakan teknologi yang lebih baik dan memerlukan biaya
yang relatif mahal tetapi sangat menolong bagi perkembangan organisasi.
Teknologi akan membantu kolaborasi dan komunikasi yang terjadi dalam proses
knowledge management diantaranya dengan menangkap, menyimpan, dan
mempermudah menggunakan informasi. Oleh sebab itu perlu dibangun sarana
pendukung kolaborasi dan berbasis teknologi seperti

misalnya basis data

penyimpanan(database), server, portal, atau perangkat teknologi informasi


lainnya. Ketiga elemen tersebut tidak hanya perlu, tetapi juga saling melengkapi
antara satu dengan lainnya untuk membentuk suatu Knowledge management.
peran teknologi informasi adalah mampu menghilangkan kendala mengenai
tempat melakukan diskusi. TI memungkinkan terjadinya diskusi tanpa kehadiran
seseorang secara fisik. Dengan demikian kapitalisasi pengetahuan dapat terus
diadakan walaupun tidak bertatap muka.
Perkembangan teknologi internet dengan berbagai aplikasi didalamnya, membuat
teknologi ini menjadi basis utama pengembangan KM tool. Tujuan utama dari
penggunaan teknologi Internet dalam KM adalah untuk mendistribusikan
knowledge melalui internet/intranet yang memungkinkan knowledge yang
dimiliki perusahaan/karyawannya tersebar secara corporate wide dan menjadi
milik kolektif karyawannya tersebar secara corporate wide dan menjadi milik
kolektif perusahaan atau organisasi. Selain berfungsi sebagai media utama
30

pendistribusian knowledge, penggunaan tenologi IT dalam KM juga sangat


berperan dalam mengeksekusi berbagai proes di KM.
d. Organisasi
Organisasi yang suportif terhadap KM adalah organisasi yang menghargai
knowledge dan yang memilikinya. Organisasi ini saangat fleksible dan sangat
mudah menyesuaikan diri dengan perubahan . Galbraight et all (2002)
menyatakan, bahwa reconfigurable organization (organisasi yang dinamis ) adalah
organisasi yang mampu mengkombinasikan

ulang skill, dan kompetensi dan

sumber daya organisasi untuk merespon perubahan perubahan lingkungan .


Sehingga jenis organisasi ini disebut berbasis knowledge.
Sosialisasi KM untuk dapat dimanfaatkan oleh seluruh personel. Hal ini
merupakan suatu kunci keberhasilan dalam penerapan KM karena apabila KM ini
dikenal oleh seluruh personel maka proses untuk menangkap pengetahuan ini akan
dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
Organisasi berkaitan dengan penanganan aspek operasional dari aset-aset
knowledge, termsauk fungsi-fungsi, proses-proses, struktur organisasi formal dan
informal, ukuran dan indikator-indikator pengendalian, proses penyempurnaan
dan rekayasa proses bisnis, dan memiliki jabatan CKO (Chief of Knowledge
Officer), Senior Manager/KM atau Officer KM. Posisi organisasi ini berkaitan
dengan KM dan cakupan tugasnya bersifat lintas fungsi, lintas unit dan lintas
disiplin bahkan lintas hierarki. Galbraith et all (2002), memperkenalkaan adanya
pergeseran dalam sistem kompensasi dari pay for a job ke knowledge-based pay.
Knowledge-based pay menghargai skill dan knowledge dari seseorang yang
mampu memberikan kontribusi kepada organisasi. Sistem kompensasi ini
mengahrgai learning dan kemampuan seseorang untuk dapat menguasai
knowledge baru. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran kinerja
dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah dilaksanakannya KM.
e. Learning
Proses learning menjadi sangat penting dalam KM, karena melalui proses ini
diharapkan muncul ide-ide, inovasi dan knowledge baru yang menjadi komoditas
utama yang diproses dalam KM. Untuk itu perusahaan perlu mendorong dan
memfasilitas

proses

learning

dengan

memastikan

individu-individu

berkolaraboarasi dan melakukan sharing knowledges secara otpimal.


4. Aktivitas Membangun Knowledge Management
31

Teori manajemen pengetahuan pada dasarnya muncul untuk


menjawab

pertanyaan

bagaimana

seharusnya

mengelola

pengetahuan, dan bagaimana mengelolanya. Hal utama yang harus


dilakukan adalah memahami bagaimana dan kapan penciptaan
penegtahuan
akumulasi

harus

didukung,

pengetahuan

dan

bagaimana

yang sudah tercipta

menggunakan

sehingga

meningkatkan produktivitas organisasi.


Penyebab tejadinya stagnasi atau

bahkan

kreativitas

berdampak

organisasi

yang

kemudian

dapat

kemandulan
kepada

ketidakmampuan organisasi menciptakan inovasi-inovasi produk


maupun jasa yang dapat diterima oleh pelanggannya. Istilah
knowledge creation akhir-akhir ini meningkat baik oleh praktisi dan
akademisi. Hal ini dikarenakan telah bergesernya perhatian mereka
ke arah pentingnya pengetuhuan. Pentingnya pengetahuan dalam
organisasi karena didasari bahwa yang menyebabkan sebuah
organisasi

lebih

kompetitif

dibanding

pesaingnya

karena

kemampuan organisasi tersebut melakukan inovasi, apakah itu


dalam bentuk inovasi teknis, inovasi produk, inovasi strategik
maupun organisasi. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap
beberapa organisasi bisnis yang telah mapan dan telah bertahan
menunjukkan bahwa kemampuan inovatif sebuah organisasi berakar
kepada kemampuannya mengungkit (leverage) pengetahuan yang
dimiliki oleh individu-individu yang ada di dalam organisasi. Temuan
tersebut menyebabkan pengetahuan kemudian dipandang sebagai
sumber daya utama organisasi untuk berkompetisi dengan para
pesaingnya.
Rekonseptualisasi proses penciptaan pengetahuan berupaya
menjawab paradigma teori organisasi yang selama ini berlaku. Teori
organisasi selama ini telah didominasi oleh paradigma yang
mengkonseptualisasikam organisasi sebagai suatu sistem yang
memproses informasi atau menyelesaikan masalah. Konsentrasi
utama paradigma tersebut didasari oleh asumsi bahwa tugas
fundamental organisasi adalah bagaimana mengaitkan informasi
dan keputusan secara efisien dengan lingkungan yang tidak pasti.
32

Paradigma

ini

menganggap

bahwa

solusinya

terletak

pada

rangkaian input-proses-output dari hierarki pemrosesan informasi,


namun masalah utama paradigma ini terjadi karena proses tersebut
berada pada sudut pandang yang pasif dan statis. Pemrosesan
informasi
berpusat

dipandang
pada

sebagai

apa

memperimbangkan

yang

mengenai

aktivitas

problem

diberikan
apa

yang

solving

organisasi,
diciptakan

yang
tanpa

dengan

informasi yang cepat tersebut.


Suatu perusahaan misalnya yang berada di dalam satu kondisi
yang tidak pasti seharusnya tidak hanya memproses informasi
secara efisien, tetapi juga harus mampu menciptakan informasi dan
pengetahuan. Analisis organisasi di dalam pengertian desain dan
kemampuan memproses informasi ditentukan oleh kemampuannya
menyusun suatu pendekatan untuk menginterpretasi aspek-aspek
tertentu

dari

diasumsikan

aktivitas
bahwa

organisasi.

interaksi

Oleh

karena

itu,

dapat

organisasi

dengan

lingkungan

bersama-sama dengan sarana organisasi lainnya mengkreasi dan


mendistribusi informasi dan pengetahuan. Mendistribusi informasi
dan

pengetahuan

lebih

penting

di

saat

organisasi

hanya

membangun secara aktif dan dinamis pemahaman mengenai


organisasi. Misalnya saja inovasi yang menjadi bentuk kreasi
pengetahuan organisasi tidak dapat dijelaskan dengan cukup hanya
dalam pemrosesan informasi dan penyesaian masalah. Inovasi
hanya dapat dimengerti sebagai suatu proses di mana organisasi
mengkreasi dan menentukan masalah kemudian secara aktif
mengembangkan pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah
yang timbul. Selain itu, inovasi diproduksi oleh salah satu bagian
dari organisasi yang selanjutnya menciptakan suatu aliran informasi
dan pengetahuan, yang kemudian dapat memicu perubahan di
dalam sistem pengetahuan organsiasi. Dalam perspektif inovasi
organisasi pada dasarnya lebih dipelajari dari sudut pandang
bagaimana organisasi mengkreasi informasi dan pengetahuan

33

daripada

informasi

tersebut

hanya

kepentingan pengambilan keputusan.


Memahami dimensi ontologi

sekedar
dan

diproses

epistimologi

untuk
proses

penciptaan pengetahuan sangat penting diketahui terutama dalam


konteks

pengelolaan

organisasi.

Dari

proses

sisi

penciptaan

ontologi

pengetahuan

penciptaan

pengetahuan

dalam
pada

dasarnya berasal dari individu. Oleh karena itu, bila kita sering kali
mendengar

istilah

penciptaan

pengetahuan

organisasi

pada

dasarnya bukan diciptakan oleh organisasi karena organisasi tidak


dapat menciptakan pengetahuan. Pengetahuan yang terdapat di
dalam organisasi merupakan hasil kreasi dari orang-orang yang ada
di dalam organisasi tersebut. fungsi organisasi dalam proses
penciptaan pengetahuan organisasi hanya memberi dukungan atau
menyediakan

konteks

kepada

anggota

organisasi

untuk

menciptakan pengetahuan. Penciptaan pengetahuan organisasi


dapat

dipahami

sebagai

sebuah

proses

di

mana

organisasi

memperluas atau memperbesar penciptaan pengetahuan yang


diciptakan oleh anggota organisasi. Pengetahuan yang telah tercipta
tersebut selanjutnya dikristalisasi sebagai bagian dari jaringan
pengetahuan organisasi. Proses perluasan pengetahuan yang sudah
terkristalisasi selanjutnya diperluas untuk mendapatkan justifikasi
baik

pada

tingkat

internal

organisasi

maupun

ke

tingkat

antarorganisasi dan bahkan dengan para stakeholder organisasi.


Penjustifikasan
tersebut

terhadap

diperlukan

pengetahuan

untuk

menentukan

yang

telah

apakah

terbentuk

pengetahuan

tersebut benar-benar layak diakui sebagai pengetahuan organisasi


sehingga dapat digunakan untuk mengkreasi inovasi-inovasi baru
dalam organisasi.
Dimensi kedua, yaitu epistimologi pada dasarnya berasal dari
tacit knowledge dan explicit knowledge. Seperti telah dijelaskan di
awal, tacit knowledge merupakan pengetahuan yang bersifat
pribadi. Konteksnya sangat spesifik. Oleh karena itu, pengetahuan
ini sangat sulit diformalkan dan dikomunikasikan, sedangkan
explicit knowledge merupakan pengetahuan yang sudah disusun
34

atau diformalkan, atau dengan kata lain, telah diubah ke dalam


bentuk pengetahuan yang bersifat formal, diubah ke dalam bahasa
yang sistematis.
Perbedaan antara tacit knowledge dengan explicit knowledge
dapat dipaham dalam beberapa hal antara lain: pengetahuan yang
bersifat subjektif (tacit) cenderung bersifat implisit, fisikal, dan
subjektif,

sementara

pengetahuan

bersifat

objektif

(explicit)

cenderung eksplisit, metafisikal dan objektif. Tacit knowledge


diciptakan di sini (here) dan sekarang (now) di dalam kontekas
yang lebih spesifik, praktis. Bateson (1973) menyebutnya sebagai
kualitas analog. Berbagi tacit knowledge antara individu melalui
komunikasi

merupakan

suatu

bentuk

proses

analog

yang

memerlukan sejenis proses simultan dari kompleksitas isu-isu yang


dibagi oleh individu. Dengan kata lain explicit knowledge adalah
mengenai peristiwa atau objek di sana (there) dan kemudian
(then) dan lebih berorientasi kepada teori yang bebas konteks.
Inilah yang oleh Bateson disebutnya dengan istilah aktivitas
digital.
Untuk memahami konstruksi teori penciptaan pengetahuan
organisasi dapat dilakukan melalui pemahaman yang jelas tentang
sifat dasar informasi dan pengetahuan kemudian menjelaskan
antara tacit dan explicit knowledge. Pemahaman terhadap arti
pengetahuan itu sendiri tidaklah mudah karena ia memiliki makna
yang berlapis-lapis. Bila menengok keada sejarah filsafat periode
Yunani klasik, periode tersebut dapat dianggap sebagai suatu
periode pencarian yang tidak pernah berakhir untuk memahami apa
itu pengetahuan, dan apabila pengertian pengetahuan bermakna
sebagai justified true elief (Nonaka, 1996). Hal yang harus dicatat
dalam

konteks

epistemologi

ini

bahwa

mengenai

selama

pengetahuan

ini

argumen

lebih

tradisional

berfokus

kepada

truthfulness sebagai sifat dasar pengetahuan, namun untuk saat


ini penting pula untuk mempertimbangkan makna pengetahuan
sebagai

personal

belief

dan

menekankan

pentingnya

penjustifikasian pengetahuan. Hal ini tentu saja memiliki perbedaan


35

antara

sudut

pandang

epistemologi

tradisional

mengenai

pengetahuan dan teori penciptaan pengetahuan. Para pendahulu


lebih menekankan makna pengetahuan yang bersifat absolut, statis,
dan bersifat non-humanis, yang secara khusus diekspresikan di
dalam bentuk proposisi yang logis formal, namun pandangan terkini
melihat pengetahuan sebagai suatu dinamika proses manusia
tentang penjustifikasian keyakinan sebagai bagian dari aspirasi
terhadap kebenaran.
Walaupun penyebutan istilah informasi dan pengetahuan sering
kali

dapat

dipakai

secara

bergantian,

pada

dasarnya

dapat

dipisahkan secara jelas. Menurut Machlup (1983), informasi adalah


suatu aliran pesan-pesan atau pengertian yang dapat menambah,
menyusun,

atau

mengubah

pengetahuan.

Dretske

(1981),

memberikan definisinya bahwa informasi adalah komoditi yang


sanggup menghasilkan pengetahuan, dan informasi membawa
signal mengenai apa yang dapat dipelajari darinya. Selanjutnya
menurut Dretske, pengetahuan diidentifikasi melalui informasi.
Jelasnya

bahwa

informasi

adalah

suatu

arus

pesan-pesan,

sementara pengetahuan dikreasi dan dikelola oleh berbagai arus


inforamasi, bersandar pada komitmen dan keyakinan dari si pemilik
informasi. Secara esensial pemahaman ini lebih menekankan
kepada pengetahuan yang terkait dengan tindakan manusia.
Pemahaman mengenai pengetahuan yang terkait dengan
tindakan manusia yang telah diakui di dalam bidang intelegensi
artifisial. Sebagai contoh Gruber (1989) menunjuk kepada seorang
ahli pengetahuan stratejik yang secara langsung mengarahkan
tindakan dan upayanya untuk mengembangkan alat-alat untuk
memperoleh keahlian. Ketika tahun 1980-an, pengembangan ilmu
kognitif telah mendasarkan dirinya dengan sangat serius kepada
refleksi

atas

psikologi

prilaku

dan

mengabaikan

pernyataan

tradisional seperti mengapa manusia bertidak di dalam dara


tertentu, di mana isu sentral bagi psikologi masyarakat (Stich,
1986). Searlies (1969) mencatat bahwa ada kedekatan hubungan
antara

bahasa

dengan

tindakan

manusia

dalam

pengertian
36

intention dan commitment. Pandangan kedua ahli tersebut


dapat disimpulkan bahwa dasar utama bagi teori penciptaan
pengetahuan

organisasi

harus

memfokuskan

perhatian

pada

aktivitas, hakikat subjektif pengetahuan yang direpresentasikan


oleh semacam istilah keyakinan dan komitmen yang lebih dalam
berakar pada sistem nilai individu.
Analisis terhadap pengetahuan dan informasi tidaklah berakhir
pada titik tersebut di atas, namun informasi harus dipahami sebagai
media atau material yang dibutuhkan untuk mengawali dan
membentuk pengetahuan serta dapat dipandang dari perspektif
sintaktis dan semantik. Aspek sintaktis dari informasi dapat diukur
tanpa memandang arti maupun nilainya. Sementara itu, aspek
semantik berpusat pada arti informasi, tidak relevan dengan
masalah rekayasa (Shanno dan Walker, 1949 dalam Nonaka, 2000).
Dalam terminologi penciptaan pengetahuan, aspek semantik
dari informasi lebih relevan sebagai aspek yang berfokus kepada
makna. Aspek sintatik tidak menangkap pentingnya informasi di
dalam proses penciptaan pengetahuan. Oleh karena itu, ada
kenikmatan dengan definisi formal yang cenderung mengarahkan
kepada

ketidakseimbangan

pemrosesan

informasi.

Selain

penekanan
itu,

terhadap

terdapat

peranan

kekurangpekaan

terhadap penciptaan pengetahuan organisasi sehingga muncul


kekacauan dan ketidakjelasan tentang informasi. Informasi dapat
dipandang dari sudut semantik, secara literal berarti bahwa
informasi berisi arti baru. Bateson (1979) menjelaskan bahwa
informasi terdiri dari perbedaan yang membuat suatu perbedaan.
pemahaman ini memberikan suatu sudut pandang baru untuk
memahami suatu peristiwa yang sebelumnya tidak kelihatan
terhubung atau ide nyata atai memancarkan cahaya atas hubungan
yang tidak diharapkan (Miyazaki dan Ueno, 1985). Oleh karena itu,
untuk tujuan membangun teori penciptaan pengetahuan, sangat
penting untuk berkonsentrasi pada aspek semantik dari informasi.
a. Penciptaan Pengetahuan dalam Organisasi

37

Pada tingkatan yang paling dasar, pengetahuan sebenarnya


diciptakan oleh individu yang ada dalam organisasi. Fungsi
organisasi adalah memberi dukungan kepada kreativitas individu
yang ada di dalam organisasi atau menyediakan suatu konteks
bagi

individu

untuk

menciptakan

pengetahuan.

Penciptaan

pengetahuan organisasi harus dipahami dalam terminologi suatu


proses yang secara organisasional memperbesar kemungkinan
penciptaan

pengetahuan

individu

dan

mengkristalisasikan

pengetahuan tersebut sebagai bagian dari jaringan pengetahuan


organisasi.
Menurut Nonaka, pendekatan yang memungkinkan pengetahuan
individual dapat diperbesar atau diperluas, dan dinilai di dalam
organisasi dapat dilakukan dalam beberapa langkah.

Gambar Proses Penciptaan Pengetahuan


1) Memperluas dan mengembangkan pengetahuan pribadi
Penggerak utama proses penciptaan pengetahuan di dalam
organisasi individu yang berada di dalam organisasi. Individuindividu tersebut mengakumulasi tacit knowledge melalui
pengalaman yang mereka miliki. Kualitas tacit knowledge
dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu: pertama faktor
keragaman pengalaman individu. Jika pengalaman mereka
dibatasi oleh rutinitas tugas, jumlah tacit knowledge yang
diperoleh dari pengulangan dan rutinitas cenderung akan
berkurang.
kemampuan

Tugas

rutin

berpikir

pada

kreatif

dasarnya

seorang

mengurangi

individu

dalam

membentuk pengetahuan baru. Oleh karena itu, peningkatan


keragaman pengalaman tidak cukup untuk meningkatkan
38

kualitas

tacit

knowledge

mereka.

Kedua,

faktor

yang

menentukan kualitas tacit knowledge individu adalah kualitas


pengetahuan

terhadap

pengalaman

yang

merupakan

penjelmaan pengetahuan ke dalam komitmen pribadi yang


telah lama melekat di dalam pengalaman itu sendiri. Upaya
untuk meningkatkan kualitas pengetahuan individu dapat
dilakukan dengan cara tacit knowledge yang dimiliki individu
diarahkan kepada upaya saling mempengaruhi dengan aspek
yang relevan dengan explicit knowledge. Schon (1983)
menganjurkan

pentingnya

refleksi

dalam

tindakan.

Pengetahuan individu dilekatkan melalui interaksi antara


pengalaman dengan rasionalitas dan mengkritalisasikannya
ke dalam perspektif orisinalitas yang unik dari individu.
Perspektif orisinil ini didasarkan atas keyakinan dalam sistem
nilai yang akan menjadi sumber interpretasi yang beragam
dalam berbagai pengalaman dengan individu lain dalam
menyusun konsep-konsep baru.
2) Berbagi tacit knowledge
Untuk membangun pengetahuan pribadi ke dalam konteks
sosial

sehingga

pengetahuan

tersebut

dapat

diperluas,

diperlukan suatu arena yang menyediakan suatu tempat di


mana

perpektif

individu

terartikulasi

dan

konflik-konflik

terselesaikan ke tingkatan konsep yang lebih tinggi. Di dalam


organisasi bisnis, arena interaksi sering kali disediakan dalam
bentuk yang bersifat otomatis. Self-organizing team yang
dibentuk merupakan tim yang anggota-anggotanya berasal
dari berbagai fungsi. Keragaman asal anggota tim sangat
penting bagi organisasi dalam rangka memutuskan kapan dan
bagaimana menentukan bidang interaksi, di mana dan kapan
individu dapat bertemu dan berinteraksi. Membentuk anggota,
menciptakan penegtahuan, kemudian memperjelas domain di
mana berbagai perspektif anggota organisasi berinteraksi.
Tim yang dibentuk memerlukan prinsip-prinsip self-organizing,
di mana di dalam teori psikologi sosial disebut sebagai sebuah
39

kelompok dengan dinamika yang didasarkan atas adanya


saling ketergantungan daripada kesamaan (Lewinss, 1951).
Menurut Nonaka (2002), tim yang sukses di Jepang biasanya
terdiri atas 10 samapi 30 anggota. Di dalam tim biasanya
terdapat 4 sampai 5 anggota inti yang memiliki sejarah karier
yang multi pekerjaan. Anggota inti dalam tim memanikan
peranan

penting

terutama

dalam

menjamin

ketepatan

informasi di dalam lintas fungsi tim. Rentang aktivitas tim


tidak perlu dibatasi oleh batasan yang sempit, tetapi lebih
kepada proses memperluas penggunaan pengetahuan di
dalam

lingkungannya,

terutama

kepada

pelanggan

dan

pemasok.
Self-organizing team dapat memicu penciptaan pengetahuan
organisasi melalui sua proses, yaitu pertama, organisasi
memfasilitasi tumbuhnya saling percaya di antara anggota
organisasi dan mempercepat terciptanya perspektif yang
secara eksplisit berasal dari anggota organisasi itu sendiri
yang dikenal sebagai tacit knowledge. Kedua, berbagai
perspektif implisit yang dikonseptualisasikan melalui dialog
yang kontinu di antara anggota organisasi. Dialog kreatif ini
akan

terealisasi

hanya

ketika

tersedia

informasi

yang

berlebihan dalam tim. Kedua proses ini harus terjadi secara


simultas dalam proses yang lebih aktual di dalam sebuah tim.
Istilah yang dikemukakan oleh Scheflen (1982) dalam konteks
ini sebagai interaction rhythms di mana interaksi sosial
dipandang sebagai sesuatu yang berlangsung secara simultan
dan berangkaian.
Berbagi pengalaman juga mampu memfasilitasi penciptaan
perspektif umum yang dapat dibagi oleh anggota tim sebagai
baian dari tacit knowledge masing-masing. Model yang
dominan dalam pengubahan pengetahuan adalah sosialisasi.
Berbagai bentuk tacit knowledge yang dibawa ke dalam arena
organisasi diubah melalui coexperience di antara anggota
untuk membetnuk dasar pemahaman bersama.
40

3) Pengkonseptualisasian
Setelah tercipta saling percaya di antara anggota organisasi
dan telah terbentuk secara implisit perspektif yang sama
melalui berbagai pengalaman, tim selanjutnya memerlukan
pengartikulasian perspektif melalui dialog yang kontinu. Mode
yang dominan dalam pengubahan pengetahuan dalam tahap
ini adalah eksternalisasi. Teori organizational learning telah
banyak memberikan perhatian terhadap proses ini. Perspektif
tacit diubah ke dalam bentuk konsep eksplisit yang dapat
dibagi kepada tim. Dialog secara langsung memfasilitasi
proses ini dengan menggiatkan eksternalisasi pada level
individual. Dialog dalam bentuk tatap muka merupakan salah
satu upaya membangun konsep karena hal ini memebrikan
peluang bagi seseorang untuk menguji asumsi maupun
hipotesisnya. Interaksi sosial ini merupakan wahana yang
sangat kuat di dalam memperbaiki ide-ide seseorang. Untuk
itu, dialektika merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas
dialog.

Melalui

penggunaan

paradoks-paradoks,

dialektika

kontradiksi-kontradiksi
dapat

mendorong

dan

berpikir

kreatif di dalam organisasi. Agar dialog tersebut produktif,


dialoh harus: 1) dilakukan oleh berbagai macam orang dan
bersifat temporer sehingga ada ruang bagi perbaikan dan
negosiasi; 2) para peserta di dalam dialog harus dapat
mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan jujur.
Upaya konseptualisasi tidak hanya diciptakan melalui metode
deduktif dan induktif, tetapi juga abduktif. Abduktif memiliki
peranan penting di dalam proses konseptualisasi. Deduksi dan
induksi secara vertikal berorientasi kepada proses memberi
alasan, sementara abduksi merupakan perluasan secara
lateral dari alasan di mana berpusat kepada penggunaan
metafora-metafora. Biasanya proses induktif dan deduktif
digunakan ketika sebuah pemikiran atau image direvisi atau
untuk memberi makna terhadap sebuah konsep baru.
4) Pengkristalisasian
41

Kristalisasi dapat dipandang sebagai proses di mana berbagai


macam bagian atau departemen di dalam organisasi menguji
realitas dan penerapan konsep yang diciptakan oleh tim.
Proses ini difasilitasi biasanya oleh apa yang disebut dengan
kegiatan percobaan. Kegiatan ini merupakan proses sosial di
mana terjadi pada level kolektif yang biasanya disebut dengan
dinamika hubungan kerja sama (Haken, 1978) atau sinergis
antara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi.
Hubungan ini cenderung dapat dilakukan dengan efektif
apabila tersedia indormasi yang cukup tersedia, biasanya
inisiatif dilakukan oleh para ahli yang dianggap memiliki
informasi dan pengetahuan yang lebih.
Penciptaan pengetahuan berlangsung dalam interaksi anggota
tim untuk selanjutnya dikristalisasi ke dalam bentuk yang
lebih konkrit misalnya berupa produk, konsep, atau sistem.
Kristalisasi ini merupakan bentuk pengubahan pengetahuan
yang kegiatannya diistilahkan oleh Nonaka dan Takeuchi
(1995) sebagai model konversi internalisasi. Proses kristalisasi
merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkatan kolektif
yang terealisasi melalui apa yang disebut oleh Haken (1978)
sebagai dynamic cooperative relation or synergetics di
antara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi.
Dinamika hubungan dan proses sinergi akan mudah
berlangsung ketika informasi yang relevan dalam proses
pengubahan

pengetahuan

telah

tersedia.

Kecepatan

perusahaan di Jepang menghasilkan prduk baru sangat


dibantu oleh ketersediaan informasi yang berlebihan atau
tumpang

tindih.

Proses

pengembangan

produk

pada

perusahaan Jepang berbeda tahapan atau prosesnya. Terjadi


tumpang tindih di masing-masing bagian. Penciptaan dan
realisasi informasi dilakukan secara fleksibel. Kaitan masingmasing tahap sangat longgar, dan secara simultan tidak saling
tergantung. Kepemilikan informasi yang berlebihan mampu
menggiatkan

pencarian

interaktif,

dan

informasi

yang
42

berlebihan ini mampu memfasilitasi siklus melahirkan inovasi


dan menyelesaikan masalah dengan cepat. Model ini disebut
juga sebagai proses pengembangan produk bergaya Rugby.
Clark dan Fujimoto (1991) menunjukkan bahwa perusahaan
Jepang membutuhkan relatif waktu yang lebih singkat dalam
mengembangkan produk dibandingkan dengan perusahaan
yang ada di Amerika dan Eropa.
Karakteristik khusus pengembangan produk di perusahaan
Jepang

meluas

secara

lateral

dan

mencakup

seluruh

organisasi. Dengan kata lain, tumpang tindih dan sintetis dari


pada

analisis

dan

liniear.

Di

dalam

sistem

ini,

staf

pengembangan dapat melewati tiap-tiap tahap dan berbagi


dengan fungsi-fungsi lain dalam organisasi. Hal ini sangat jauh
berbeda dengan proses pengembangan produk yang terjadi di
perusahaan Amerika, di mana telah ditentukan sebelumnya
tahap-tahapnya

di

setiap

bagian

oleh

pimpinan.

Di

perusahaan Jepang dalam mengembangkan produk dengan


gaya Rugby-nya, di mana staf yang terlibat di dalam satu
tahap bisa juga terlibat di dalam tahap berikutnya. Jadi, staf
pengembangan

dapat

terlibat

di

dalam

seluruh

tahap

pengembangan. Kadang-kadang proses ini juga melibatkan


orang-orang yang berasal dari luar organisasi, misalnya
pemasok dan pelanggan untuk memobilisasi pengetahuan
eksplisit dari lingkungan organisasi.
Salah satu resiko dari gaya pengembangan produk seperti ini,
yaitu berpotensi membingungkan jika terjadi perubahan
desain atau perubahan lainnya. Peserta mungkin harus
menggunakan usaha yang lebih untuk mengelola proses lebih
lanjut sehingga kesenjangan lebih lanhut dari spesifikasi yang
sudah ditentukan di masing-masing tahap maupun batasan
yang sudah ditentukan dapat diatasi. Oleh karena itu, risiko ini
dihadapi

dengan

satu

upaya

untuk

menciptakan

dan

mendapatkan konsep dengan cepat dan fleksibel dalam satu


cara yang terintegrasi. Dalam konsteks inilah kemudian
43

terlihat bahwa informasi yang redundan memainkan peran


yang penting dalam memfasilitasi proses mengkristalisasi
konsep yang sudah tercipta.
5) Penilaian pengetahuan
Penilaian merupakan tahap

terakhir

menyatukan

dan

menyaring apakah pengetahuan yang diciptakan di dalam


organisasi

benar-benar

bermanfaat

bagi

organisasi

dan

masyarakat. Artiya, penilaian sangat menentukan kualitas


pengetahuan yang diciptakan dan mencakup kriteria atau
standar penilaian. Persoalan yang terkait dengan standar
penilaian ini antara lain terkait dengan biaya, keuntungan
minimalnya, tingkat di mana produk dapat memberikan
kontribusi kepada perkembangan perusahaan, termasuk nilai
yang dijanjikan yang di luar fakta atau pertimbanganpertimbangan pragmatis. Hal ini bisa berupa opini yang lebih
luas dan lebih dari sekedar penciptaan pengetahuan, misalnya
visi organisasi dan persepsi yang terkait dengan perjalanan,
romantisme,

dan

estetikanya.

Dorongan

untuk

memulai

menyatukan pengetahuan bisa bermacam-macam dan sangat


kualitatif daripada hanya sekedar pertimbangan sederhana
dan kuantitatif seperti standar efisiensi, biaya, dan return on
investment (ROI).
Di dalam organisasi biasanya yang paling menentukan adalah
standar penilaian. Standar penilaian harus dilakukan dalam
terminologi konsistensi dengan sistem nilai yang paling tinggi.
Kemampuan pimpinan memelihara keberlanjutan refleksi diri
dalam perspektif yang lebih luas sangat diperlukan apabila
tetap menginginkan kualitas penciptaan pengetahuan terjadi.
6) Menjejaringkan pengetahuan
Konsep baru yang telah tercipta seperti yang telah dijelaskan
di atas menggambarkan adanya kenyataan bahwa terdapat
jaringan pengetahuan organisasi. Selama tahap penciptaan
pengetahuan

organisasi,

konsep

yang

telah

diciptakan,

dikristalisasikan, selanjutnya dinilai di dalam organisasi dan


diintegrasikan ke dalam basis pengetahuan organisasi untuk
44

disebarkan

ke

seluruh

jaringan

organisasi.

Pengetahuan

organisasi yang telah tercipta tersebut selanjutnya dikelola


kembali melalui proses interaksi antara visi organisasi yang
telah ditetapkan sebelumnya dengan konsep yang baru yang
telah diciptakan. Untuk menjembatani antara konsep besar
dengan konsep yang baru tercipta diperlukan satu konsep
menengah (midle range concept). Jadi, konsep menengah ini
menghilangkan ketidakjelasan konsep besar ke tingkat konsep
baru maupun sebaliknya. Kadang-kadang konsep besar tidak
dimengerti dengan baik pada setiap tingkatan kecuali konsep
menengah memperjelas konsep yang sudah tercipta tersebut.
Upaya memperjelas tersebut dilakukan melalui penciptaan
atau penyusunan kembali konsep besar yang diberikan oleh
pimpinan puncak serta konsep menengah yang diciptakan
oleh pimpinan menengah. Interaksi ini dimediasi secara nyata
dalam bentuk penyatuan informasi, yang merupakan dinamika
lain aktivitas self organizing team untuk menjejaringkan
pengetahuan yang terus-menerus menciptakan informasi dan
makna baru.
Hal yang perlu dicatat bahwa proses penciptaan pengetahuan
tidak pernah berakhir, dan merupakan proses yang berputar
baik yang terjadi di dalam organisasi maupun dengan
lingkungannya.

Lingkungan

merupakan

sumber

pemicu

penciptaan pengetahuan dalam organisasi. Hayek (1945)


menyatakan bahwa fungsi utama persaingan pasar adalah
menemukan dan memobilisasi pengetahuan pada tempatnya,
baik berupa tacit knowledge maupun explicit knowledge yang
dimiliki oleh pasar. Salah satu aspek hubungan antara
penciptaan pengetahuan dengan lingkungan digambarkan
oleh reaksi produk oleh pelanggan, pesaing dan pemasok.
Misalnya, banyak dimensi kebutuhan pelanggan dalam bentuk
tacit knowledge, tetapi individu maupun pasar tidak dapat
dimaknai

oleh

pelanggan

itu

sendiri.

Oleh

karena

itu,
45

karyawan harus mampu memaknai tacit knowledge dari


lingkungan tersebut. Pelanggan dan pasar akan memberikan
reaksinya

dalam

bentuk

pembelian,

menyesuaikan,

menggunakan, atau tidak membeli. Mobilisasi dari tacit


knowledge para pelanggan dan pasar harus direfleksikan ke
dalam pengetahuan organisasi sehingga proses penciptaan
pengetahuan baru akan selalu berlangsung. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa prose penciptaan pengetahuan
dalam organisasi berlangsung bagaikan sebuah siklus yang
dimulai dari memperbesar pengetahuan individu, berbagi
tacit knowledge dan konspetual, membangun tim mengelola
dirinya sendiri, berbagi pengalaman, menyusunnya ke dalam
bentuk

konsep,

mengkristalisasikan,

menilai

kualitasnya,

menjejaringkan ke seluruh organisasi baik internal maupun ke


seluruh lingkungan organisasi.
b. Akuisisi Pengetahuan
Pengakuisisian
(penambahan)

pengetahuan

dalam

perspektif manajemen pengetahuan pada dasarnya berorientasi


pada penambahan pengetahuan. Banyak terminologi yang dapat
digunakan untuk menjelaskan proses ini misalnya, mendapatkan,
mencari,

melahirkan,

menciptakan,

menangkap,

dan

berkolaborasi. Seluruh istilah ini mempunyai tema yang relatif


sama, yaitu mengakumulasi pengetahuan. Inovasi merupakan
aspek

lain

dari

pengakuisisian

yang

berarti

menciptakan

pengetahuan baru dari penerapan pengetahuan yang telah ada.


ini berarti memerlukan upaya bersama dan tingkat pengalaman
yang tinggi untuk menangkap pengetahuan baru. Perbaikan
dalam

penggunaan

pengetahuan

yang

sudah

ada

juga

merupakan aspek kunci pengakuisisian pengetahuan. Contoh


proses ini antara lain melakukan patok duga (benchmarking) dan
berkolaborasi.
Cara paling efektif dan paling sering dilakukan dalam
mengakuisisi pengetahuan, yaitu dengan membeli. Membeli
melalui organisasi atau menyewa seseorang yang menguasai
46

pengetahuan

yang

dibutuhkan

oleh

organisasi.

Organisasi

biasanya membeli pengetahuan karena beberapa alasan antara


lain, untuk menambah keuntungan, mencapai suatu ukuran
strategik atau bauran produk tertentu, untuk mendapatkan akses
ke pasar baru, atau untuk mendapatkan keterampilan dari senior
tim manajemen. Kadang-kadang pengetahuan bisa

muncul

sebagai satu produk yang dijual terutama karena alasan lain.


Organisasi mendapatkan pengetahuan tertentu dari organisasi
lain, dan organisasi membayar dengan harga yang tinggi untuk
mendapatkan nilai pasar, mungkin karena ada nilai tertentu yang
ingin

dicapai

atau

karena

ingin

menambah

persediaan

pengetahuannya.
Organisasi yang membeli pengetahuan dari organisasi lain
karena pengetahuan yang dimiliki organisasi tersebut berasal
dari orang-orangnya, berasal dari kepala setiap karyawan dan di
dalam

komunitas

perusahaan

yang

tersebut.

memang

Selain

itu,

mengetahui
organisasi

kebutuhan
juga

dapat

mengakuisisi pengetahuan melalui dokumen atau sudah dalam


bentuk terkomputerisasi, dan juga melalui rutinitas maupun
proses yang melekat di dalam perusahaan tempat pengetahuan
tersebut dibeli.
Karena alat analisis yang akurat untuk mengukur nilai
pengetahuan yang berguna belum ada, pentuan berapa banyak
pengetahuan yang berguna masih spekulatif dan kadang-kadang
sangat

subjektif.

Hampir

seluruh

kesepakatan

kerja

sama

dilakukan berupaya memastikan bahwa personil kunci telah


diterima

selama

jangka

waktu

kontrak

dengan

sejumlah

pembayaran yang sudah disepakati bersama. Dibalik masalah


pengukuran nilai pengetahuan yang dibeli tersebut, terdapat
masalah yang krusial terutama dalam menentukan dengan tepat
di mana pengetahuan tersebut berada.
Kolaborasi biasanya berlangsung dalam dua tingkatan di
dalam organisasi, yakni antarindividu dan antarorganisasi atau
dengan

jaringan

kerja

samanya.

Kolaborasi

antarindividu
47

membawa masing-masing misalnya gaya kognitifnya, sarana


yang dipilih, latar belakang, pengalaman yang berbeda untuk
menciptakan pengetahuan baru. Hal ini dapat berarti interaksi
yang

terjadi

antarindividu

akan

mempromosikan

aktivitas

pembelajaran. Kolaborasi antarindividu juga berarti berpotensi


menjadi

sarana

antarogranisasi

mensosialisasikan
juga

pengetahuan.

berpotensi

untuk

Kolaborasi

menjadi

sumber

pengetahuan untuk menemukan dan menciptakan pengetahuan.


Kolaborasi dengan organisasi lain penting untuk mengakuisisi
pengetahuan.

Berbagai

macam

teknologi,

menggerakkan

karyawan, dan mengaitkan antara organisasi dan kerja sama


dengan para mitra atau joint venture dengan para mitranya
mampu membantu organisasi mengakumulasi pengetahuan.
Oleh

karena

merupakan

itu,

kemampuan

gambaran

pengetahuan.
Perubahan

mengakuisisi

kapasitas

lingkungan

yang

pengetahuan

organisasi
dihadapi

oleh

menyerap
organisasi

dewasa ini sangat berbeda bila dibandingkan satu dasawarsa


yang lalu. Perubahan dewasa ini sedemikian cepatnya sehingga
tidak satu pun organisasi yang mampu mengontrol dan bahkan
mendominasi seluruh praktik organisasi yang efektif termasuk
penguasaan akan ide-ide cemerlang dalam strategi bisnis. Agar
dapat menjadi pemenang di pasar prosuknya, organisasi harus
mengubah cara pandangnya bahwa pengetahuan dan ide-ide
baru dalam mencapai praktik bisnis terbaik pada dasarnya dapat
diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Cara pandang
organisasi seyogyanya menyatakan bahwa jika tidak ditemukan
di dalam organisasi, dapat diperoleh dari mana saja. Bagi
organisasi yang terpenting adalah bagaimana mendapatkan
informasi

pengetahuan

tersebut

untuk

selanjutnya

dapat

diadaptasi dan dikembangkan lebih lanjut bagi kepentingan


organisasi.
Secara umum cara yang dapat ditempuh oleh organisasi
dalam melakukan akuisisi pengetahuan, yaitu bisa bersumber
48

dari luar organisasi dan bisa juga berasal dari dalam organisasi.
Organisasi dapat memperoleh informasu dan pengetahuan dari
luar melalui beberapa metode antara lain:
1) Patok duga dari organisasi lain
2) Menghadiri kegiatan-kegiatan konferensi
3) Menyewa konsultan
4) Membaca berbagai materi hasil cetakan misalnya, surat
kabar, surat elektronil, dan berbagai terbitan jurnal ilmiah
5) Menonton televisi, video, dan film
6) Pengamatan terhadap berbagai kecenderungan persoalan
ekonomi, sosial, dan teknologi
7) Mengumpulkan data dari para pelanggan, pesaing, dan
sumber-sumber lainnya
8) Menyewa staf baru yang memiliki kualifikasi pengetahuan dan
keterampilan tertentu
9) Berkolaborasi dengan organisasi lain, membangun aliansi, dan
berbagai bentuk kerja sama lainnya.
c. Transfer dan Pengubahan Pengetahuan
Sebuah
organisasi
yang
menjalankan

manajemen

pengetahuan seyogyanya mengembangkan satu kerangka kerja


untuk mengelola dan menyusun pengetahuannya. Tanpa satu
standar umum, serta tidak ada konsistensi dan dialog besrama
dari pengetahuan yang ada, akan membuat aset pengetahuan
sulit untuk dikelola dengan efektif. Pengetahuan tentang subjek
tertetnu bisa saja berada di dalam sistem yang berbeda.
Pengombinasian atau pengintegrasian pengetahuan tersebut
akan mengurangi pengetahuan yang terlalu berlebihan dan tidak
terkoordinasi, meningkatkan gambaran pengetahuan dengan
konsisten, serta akan meningkatkan efisiensi dengan mengurangi
volume

yang

berlebihan.

Proses

ini

juga

memungkinkan

organisasi menggantikan pengetahuan yang telah kadaluwarsa.


Perbedaan

pengetahuan

dari

berbagai

macam

individu

semestinya diintegrasikan untuk memaksimalkan efisiensi. Oleh


karena itu, tugas utama organisasi adalah mengintegrasikan
pengetahuan khusus dari individu-individu yang berbeda.
1) Strategi transfer pengetahuan

49

Transfer pengetahuan baik yang bersifat spontan, terstruktur


maupun tidak terstruktur merupakan hal yang sangat vital
bagi kesuksesan organisasi. Ketika teknologi informasi telah
berkembang

dengan

baik

seperti

email,

chatting,

dan

sebagainya ternyata tatap muka merupakan saluran untuk


mentrasnfer pengetahuan yang paling penting. Alasanya
adalah tacit knowledge maupun ambisi anggota organisasi
sangat susah ditransfer melalui teknologi. Berbagai cara yang
dapat dilakukan untuk mentransfer pengetahuan diantaranya
dengan memberi tugas-tugas baru kepada anggota organisasi
sehingga
melahirkan

diharapkan

dapat

pengetahuan

membantu

baru.

Di

menyerap

perusahaan

dan

Jepang

misalnya teknik rotasi anggota organisasi menjadi hal yang


umum dilakukan sehingga diharapkan dengan cara tersebut
mereka

memahami

secara

keseluruhan

proses

pengembangan dan produksi sebuah produk. Strategi yang


dapat ditempuh oleh organisasi sehingga proses transfer
pengetahuan dapat berlangsung dengan efektif antara lain
dapat dilakukan cara-cara berikut:
a) Mendesain ruang percakapan
Bagi manusia percakapan merupakan bagian penting dari
aktivitas kesehariannya. Oleh karena itu, cara ini dapat
digunakan sebagai salah satu strategi melakukan transfer
pengetahuan. Di dalam organisasi percakapan sering kali
berlangsung di dalam kafetaria, namun alangkah baiknya
bila disediakan satu ruangan khusus bagi karyawan untuk
bertemu secara informal sambil bersantai. Bagi knowledge
worker, percakapan merupakan cara mengungkapkan apa
yang mereka ketahui, berbagi dengan para koleganya, dan
di dalam proses tersebut sering kali tercipta pengetahuan
baru bagi organisasi.
Tranfer pengetahuan melalui pembicaraan antarindividu
dapat

berlangsung

manajemen

tidak

tradisional,

hanya

tetapi

juga

melalui

cara-cara

dapat

dilakukan
50

mengikuti kecenderungan kantor yang sudah bersifat


virtual (virtual offices). Banyak perusahaan saat ini yang
mengadopsi model bekerja secara virtual di mana fungsifungsi yang berorientasi pada pelanggan seperti bagian
penjualan dan pelayanan di dorong untuk bekerja di rumah
saja atau pada tempat di mana pelanggan berada.
Pengaturan seperti ini mampu menimbulkan fleksibilitas
bagi

karyawan

sehingga

waktu

dan

perhatian

yang

diberikan kepada pelanggan bisa lebih banyak serta lebih


memungkinkan terjadi proses transfer pegetahuan dari
pelanggan kepada karyawamn. Karyawan yang bekerja di
luar

kantor

akan

membantu

organisasi

melakukan

penelitian mengenai perilaku pelanggan, dapat membantu


mengembangkan
pelanggan.
Hal yang

produk

penting

berdasarkan

dicata

bahwa

permintaan

metode

transfer

pengetahuan harus disesuaikan dengan kultur organisasi.


Transfer

pengetahuan

yang

berlangsung

di

dalam

organisasi seyogyanya terjadi karena kedua belah pihak


didasari perasaan tulus dan sukarela. Cara yang paling
mudah

untuk

mendorong

karyawan

serius

berbagi

pengetahuan adalah dengan menghilangkan rintangan


mengalirnya pengetahuan kesmua level dalam organisasi.
Ini berarti harus mampu menghilangkan segala aturan dan
prosedur yang menghalangi lahirnya ide-ide baru di dalam
diri karyawan maupun tim. Membangun kultur baru berarti
juga harus mendesain ulang bentuk struktur yang relevan,
menyusun kembali sistem penghargaan bagi anggota dan
tim yang berprestasi.
b) Melakukan pekan pengetahuan atau forum terbuka
Berbagai cara dapat ditempuh oleh organisasi untuk
melakukan transfer pengetahuan lintas departemen atau
unit

organisasi.

Beberapa

diantaranya,

yaitu

dengan

membuat lokasi dan menugaskan kepada karyawan untuk


51

berinteraksi

secara

menyediakan
mengenai

informal.

peluang

hal-hal

Metode

pertukaran

yang

belum

piknik

dapat

antarkaryawan
pernah

mereka

perbincangkan terkait dengan pekerjaan mereka seharihari. Demikian juga peka pengetahuan merupakan forum
yang lebih teratur dengan baik yang mampu mendorong
pertukaran pengetahuan, tetapi masih memungkinkan
terjadi spontanitas. Kegiatan ini akan membawa setiap
orang bersama-sama tanpa prasangka mengenai siapa
yang harus berbicara kepada siapa.
Pekan pengetahuan ini merupakan salah satu metode
transfer

pengetahuan

yang

tidak

terstruktur,

namun

memberikan kepada karyawan untuk bebas berkeluyuran


dan bergaul, dan juga cukup waktu untuk berdiskusi.
Transfer

pengetahuan

merupakan

proses

yang

relatif

sangat sulit dilakukan karena tergantung kepada jenis


pengetahuan yang ingin ditransfer. Pengetahuan yang
bersifat eksplisit mungkin agak mudah ditansfer melalui
prosedur tertentu, atau melalui dokumen dan database.
Akan berbeda bila pengetahuan tersebut berupa tacit
knowledge karena pengetahuan ini memerlukan kontak
yang lebih luas. Transfer misalnya dapat dilakukan melalui
kerja sama, mentoring, atau pemagangan. Perusahaan
yang

berkomitmen

melakukan

pentransferan

tacit

knowledge sering kali harus menyusun program mentoring


di mana karyawan senior diharapkan mau mentransfer
pengetahuannya kepada yang lebih yunior.
Metode transfer tacit knowledge dapat juga dilakukan
dengan menggunakan teknologi elektronik, namun sangat
terbatas kemampuannya. Hal ini dapat dilakukan melalui
jaringan informasi internal dengan teknik wawancara, di
mana database karyawan yang ingin ditemui atau diajak
berbagi informasi sudah tersedia. Jaringan ini khusus
dinamakan

peta

pengetahuan.

Peta

pengetahuan
52

merupakan

bagian

infrastruktur

transfer

pengetahuan

organisasi. Bentuk lainnya adalah dengan menyediakan


satu catatan sejarah dan pengalaman karyawan senior
melalui video atau CD room sebelum mereka meninggalkan
perusahaan.

Memperluas

transfer

pengetahuan

dapat

dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi, tetapi


nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku yang mendasari
kultur

organisasi

secara

prinsipil

sangat

menentukan

kesuksesan transfer pengetahuan.


2) Strategi transfer dan pengubahan pengetahuan
Karyawan pada dasarnya menggunakan kemampuannya
untuk menciptakan nilai dalam dua bentuk, yaitu dengan
melakukan transfer penegtahuan dan ,engubah pengetahuan,
baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar organisasi
untuk dimiliki selanjutnya oleh organisasi. Formulasi strategi
yang dibangun oleh organisasi hendaknya berkonsentrasi
pada upaya bagaimana menghindari rintangan yang akan
mencegah terjadinya berbagi dan menciptakan pengetahuan
baru.

Pentransferan

dan

pengubahan

pengetahuan

merupakan inti aktivitas pengelolaan pengetahuan. Transfer


pengetahuan antardua orang karyawan merupakan proses sua
arah, di mana cenderung mampu memperbaiki kompetensi
baik diri pribadi karyawan maupun tim kerjanya. Transfer
kompetensi tergantung bagaimna mengubah tacit knowledge
ke explicit knowledge dan demikian sebaliknya. Karl Erick
Sveiby (2001) mengusulkan sepuluh strategi yang dapat
dilakukan dalam upaya organisasi mendorong penciptaan nilai
melalui

aktivitas

pentransferan

dan

pengubahan

pengetahuan. Aktivitas ini merupakan dasar strategi yang


bertujuan meningkatkan kapaitas bertindak dari orang-orang
dalam organisasi baik ke dalam maupun ke luar organisasi.

53

Gambar Strategi Pentransferan Pengetahuan


Transfer/konversi pengetahuan antara individu berfokus pada
upaya bagaimana agar memungkinkan terjadi komunikasi
antara

karyawan

lingkungan

di

yang

Transfer/konversi

dalam

organisasi

paling

kondusif

pengetahuan

dari

dan

menetapkan

untuk

individu

ke

kreatif.
struktur

ekternal berfokus pada upaya bagaimana anggota organisasi


mentransfer pengetahuannya ke luar organisasi demikian
seterusnya

di

setiap

komponen

strategi

pentransferan

pengetahuan.
Dalam upaya pentransferan pengetahuan baik antarindividu
ataupun antarorganisasi terdapat hambatan besar dalam
upaya tersebut, yakni adanya kultur penghambat yang
dinamakan dengan pertentangan (friction). Pertentangan akan
memperlambat dan bahkan dapat mencegah berlangsungnya
proses transfer pengetahuan dan kemungkinan mengikis
pengetahuan yang sudah ada. Tabel berikut menjelaskan
beberapa contoh pertentangan dan cara mengatasinya.
Pertentangan
Kurangnya kepercayaan

Kemungkinan Jalan Keluarnya


Membangun
hubungan
kepercayaan

melalui
54

dan

pertemuan

Perbedaan kultur, bahasa, referensi

dan tatap muka


Menciptakan
pemahaman

yang

sama melalui pendidikan, diskusi,


publikasi,
Tiadanya

waktu

dan

pekerjaan
tempat Menetapkan

pertemuan, ide sempit mengenai transfer


bekerja produktif

berkelompok,

ruangan

waktu

dan

rotasi
tempat

pengetahuan:

pekan,

percakapan,

laporan

konferensi
Status dan penghargaan terhadap Evaluasi kinerja dan menyediakan
pemilik pengetahuan

insentif berdasarkan atas berapa

dibagi
Kurangnya kapasitas menyerap dari Mendidik
penerima

karyawan

agar

lebih

fleksibel, menyediakan waktu untuk


belajar, menggaji atas keterbukaan

ide-ide
Kepercayaan bahwa pengetahuan Mendorong pendekatan non hierarki
merupakan

hak-hak

kelompok tertentu

istimewa terhadap pengetahuan; kualifikasi


ide lebih penting daripada status

sumber
Tidak toleran terhadap kesalahan Menerima
atau kebutuhan membantu

dan

menghargai

kesalahan kreatif dan kolaborasi;


tidak kehilangan status karena tidak
mengetahui segalanya

Sumber: Davenport dan Prusak, 2000


Transfer pengetahuan pada dasarnya mencakup dua tindakan,
yaitu transmisi (pengiriman atau memberikan pengetahuan
kepada penerima yang potensial) dan absorpsi (penyerapan)
oleh seseorang atau kelompok. Jika
diserap,

berarti

belum

ditransfer.

pengetahuan tidak
Semata-mata

hanya

membuat pengetahuan tersedia bukanlah transfer. Akses


kepada pengetahuan diperlukan, tetapi tidak berarti cukup
untuk memastikan bahwa pengetahuan akan digunakan.
Meskipun proses transmisi dan penyerapan pengetahuan
berlangsung, tidak akan mempunyai nilai jika pengetahuan
baru yang diserap tersebut tidak diarahkan kepada perubahan
55

perilaku, atau kepada pengembangan ide-ide baru yang


mengarah kepada perilaku baru. Oleh karena itu, tujuan
transfer

pengetahuan

tidak

sekedar

mentransmisi

dan

menyerap pengetahuan dari satu pihak kepada pihak lain,


tetapi

lebih

kepada

terjadinya

peningkatan

kemampuan

organisasi untuk melakukan sesuatu, yang berarti bermuara


pada peningkatan nilai organisasi.
d. Penyimpanan dan Penggunaan Kembali
Penerapan pengatahuan pada dasarnya berorientasi kepada
penggunaan secara nyata dari pengetahuan yang sudah ada.
Menurut

Nonaka

dan

Takeuchi

(1995)

menyatakan

bahwa

kemampuan organisasi menciptakan pengetahuan, otomatis


akan dapat diterapkan dengan efektif. Demikian pula ketika
aktivitas menciptakan pengetahuan dilakukan, di dalamnya juga
termasuk

langkah-langkah

bagaimana

menggunakan

dan

menyimpan pengetahuan yang sudah tercipta tersebut. Hal yang


paling

penting

bagi

organisasi

menurut

banyak

kalangan

terutama para ahli seperti Nonaka (1995) dan kawan-kawan,


yaitu

bagaimana

proses

penciptaan

pengetahuan

dapat

berlangsung dengan efektif. Namun demikian, tidak dapat


diabaikan bahwa banyak kalangan juga beranggapan proses
penerapan pengetahuan biasanya dikaitkan dengan proses
penyimpanan

(storage),

penemuan

(retrieval),

penerapan

(aplication), kontribusi (contribution), dan berbagai (sharing).


1) Penyimpanan pengetahuan
Penyimpanan
dan
mekanisme
penemuan
kembali
pengetahuan yang efektif memungkinkan organisasi dengan
cepat menemukan pengetahuan yang dicari. Supaya tetap
bersaing,

seyogyanya

menangkap,

dan

organisasi

menempatkan

dapat

menciptakan,

pengetahuan

organisasi

dengan cara yang lebih mudah. Selain itu, pengetahuan


organisasi dan pengetahuan para ahli harus juga bisa dibagi
dengan mudah baik antarindividu, tim maupun antarunit yang
ada di dalam organisasi.
56

Pengamanan pengetahuan yang diciptakan hendaknya lebih


beroreintasi kepada proses pengelolaan pengetahuan untuk
dilindungi dari pengguna yang tidak berhak dan tidak tepat.
Langkah yang dapat dilakukan, yaitu dengan memproteksi
aset pengetahuan tersebut dengan mengaitkannya dengan
insentif, menerapkan kode etik kepada karyawan, serta
mengaitkan dengan desain pekerjaan. Selain itu, organisasi
juga dapat mengembangkan teknologi yang mencegah atau
melindungi akses terhadap aset vital pengetahuan.
Terdapat berbagai jenis penyimpanan pengetahuan sehingga
pengetahuan dapat digunakan kembali. Mungkin yang paling
mendasar, yaitu perbedaan antara sistem penyimpanan
dokumen dengan data. Blair (1984) menemukan bahwa
pencarian informasi dalam bentuk dokumen tekstual secara
fundamental berbeda bila dibandingkan dengan pencarian
data. Dilihat dari segi konsekuensinya, strategi mengindeks
dan menyimpan berbagai jenis informasi harus berbeda.
Perbedaan secara mendasar ini mesti diperluas dengan
informasi grafis seperti gambar teknik dan audio, video, dan
dokumen multimedia.
Davenport dan koleganya

(1988)

membedakan

antara

penyimpanan yang bertujuan untuk menyimpan pengetahuan


dari luar seperti data demografi, intelijen persaingan, dengan
struktur

pengetahuan

internal

seperti

transkrip

diskusi

kelompok yang dilakukan melalui sistem pertemuan dengan


menggunakan bantuan internet, konferensi melalui komputer,
surat elektronik. Sementara itu, Alavi dan Leidner (1999)
mengemukakan

beberapa

jenis

sistem

penyimpanan

pengetahuan internal, termasuk corporate yellow pages dan


arsip informasi.
Berbagai jenis
penggunaan

penyimpanan

kembali

yang

pengetahuan

digunakan
antara

lain

dalam
dapat

dibedakan berdasarkan sistem penyimpanan dokumen dan


penyimpanan

data.

Sistem

penyimpanan

lain

juga
57

dikemukakan oleh para ahli dengan melihat dari sisi alat


tersebut. Zack (1999) membedakan pengetahuan umum
misalnya pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan spesifik
seperti pengetahuan dari konteks lokal. Choudhury dan
Sabherwal (2001) membedakan antara pengetahuan teknis
dan pengetahuan kontekstual. Moorman dan Miner (1998)
membedakan antara pengetahuan yang menerangkan seperti
pengetahuan
prosedural,

mengenai
seperti

fakta

dengan

pengetahuan

pengetahuan

mengenai

bagaimana

sesuatu dijalankan. Demikian pula pengetahuan rasional,


yaitu pengetahuan mengenai mengapa sesuatu dilaksanakan,
dengan pengetahuan analitis yaitu pengetahuan berbentuk
kesimpulan yang dicapai dengan menerapkan pengetahuan
yang dinyatakan di dalam domain fakta-fakta tertentu.
2) Peranan
penyimpanan
dalam
penggunaan
kembali
pengetahuan
Perbedaan
tipe

penggunaan

kembali

pengetahuan

memerlukan sistem penyimpanan pengetahuan yang berbeda


pula. Berbagai pekerjaan prosedur dan pekerjaan praktisi
memerlukan pengontekstualisasian pengetahuan. Pencarian
keahlian di dalam sistem penyimpanan bagi orang baru
memerlukan

pengontekstualisasian

kembali

pengetahuan,

memerlukan pengetahuan mengenai informasi konstekstual


apa

yang

bermanfaat,

termasuk

membantt

mereka

mengonseptualisasikan kembali informasi yang unik.


Tujuan dan isi pencatatan di dalam sistem penyimpanan
sering kali berbeda, tergantung kepada apakah penjaga atau
pemelihara catatan tersebut mengetahui dokumen tersebut
hanya untuk mereka sendiri, pendokumentasian tersebut
sama dengan untuk orang lain, atau pendokumentasian
tersebut tidak sama dengan pihak lain.
a) Pendokuemtasian untuk diri sendiri
Kebanyakan pekerja berpengatahuan membuat catatan
untuk

digunakan

sendiri

yang

dimaksudkan

untuk

mengingatkan diri sendiri secara detail apa yang ia


58

butuhkan nanti. Studi yang dilakukan oleh Orlikowski


(1995) menemukan bahwa ada perbedaan antara catatan
yang dibuat untuk keperluan diri sendiri dengan catatan
untuk kepentingan umum. Pengecualian untuk catatan
yang dipertahankan untuk jangka waktu yang lama atau
karena alasan-alasan resmi, di mana bentuk pencatatannya
mungkin lebih formal dan telah disaring sebelumnya. Jika
sebuah kelompok perlu menyimpan informasi untuk jangka
waktu yang lama seperti catatan medis atau karena
permintaan resmi seperti dokter, penyimpanannya akan
lebih

diformalkan.

Catatan

pribadi

sering

kali

berisi

pengetahuan yang cukup detail dan kontekstual, namun


ketika catatan tersebut ingin digunakan kembali oleh pihak
lain masih dalam bentuk terpisah-pisah.
b) Pendokumentasian sama dengan pihak lain
Ketika orang membuat dokumen dan dia mengetahui
bahwa orang lain akan membacanya, mereka dengan
sadar atau tidak sadar membuat catatan-catatannya ke
dalma

bentuk

dokumen

publik.

Ketika

pihak

lain

mengetahui bahwa si pembuat catatan menulis sama


dengan terminologi pengetahuannya, keluasan catatan
yang dibuat bisa relatif kecil karena pembaca diharapkan
lebih akrab dengan catatan tersebut. Apabila sasaran dan
kepentingannya

sama,

umumnya

dipercaya

dapat

digunakan kembali informasi tersebut dengan cara yang


dapat diterima pula. Oleh karena itu, tidak terlalu banyak
usaha yang dibutuhkan untuk membentuk wajah dokumen
yang bersifat publik.
c) Pendokumentasian yang tidak sama dengan pihak lain
Ketika orang mengetahui bahwa dokumen pengetahuan
untuk orang lain berbeda, baik karena bagian yang
berbeda, atau karena orang yang masih baru di area
tersebut., atau pelanggan yang berasal dari luar, ada dua
isu yang tumpang tindih. Pertama, sadar bahwa pengguna
59

akan kekurangan pengetahuan, tidak hanya pengetahuan


yang

bersifat

umum

dan

teknis,

tetapi

juga

kekurangmampuan untuk memahami relevansi (dan tidak


relevansinya) pengetahuan dengan kontekstualnya. Kedua,
kesadaran bahwa pengguna bisa salah menggunakan
pengetahuan eksplisit tersebut.
Pendokumentasian yang dilakukan sering kali mencakup
pemindahan

dokumen

eksplisit

secara

rindi

ke

pengetahuan kontekstual, namun bagi orang baru tidak


mengetahui

cara

penggunaannya

pendokumentasian

pengetahuan bagi orang baru sering kali bermaksud


menuliskan kembali informasi yang tersedia. Pihak yang
mendokumentasikan informasi kepentingan pihak yang
tidak sama mesti berpikir mengenai bagaimana pihak lain
dapat

menggunakan

kemungkinan

pihak

dokumen
lain

akan

tersebut
salah

dan

juga

menggunakan

informasi tersebut. Pendokumentasian bagi pihak lain yang


tidak

dama

berarti

melakukan

usaha

lain

untuk

memastikan bahwa catatan, suara, dan objek dapat


diakses dan dimengerti oleh pengguna.
3) Penggunaan pengetahuan kembali
M. Lynne Markus (2001) membagi penggunaan pengetahuan
dalam

empat

bentuk,

yaitu

menangkap

atau

mendokumentasikan pengetahuan, pengemasan pengetahuan


untuk digunakan, distribusi atau penyebaran pengetahuan
memberikan akses kepada pihak lain, dan penggunaan
kembali pengetahuan. Menurut Markus, menangkap dan
mendokumentasikan pengetahuan dapat berlangsung paling
tidak dalam empat cara. Pertama, pendokumentasian terjadi
seara pasif-produk dari proses kerja, seperti kerika tim virtual
atau komunitas praktik secara otomatis mengasrsipkan hasil
komunikasi informalnya secara elektronik, dan di waktu yang
lain

dapat

komunikasi

dicari

kembali

informal

arsip

tersebut.

tersebut

Kedua,

sebagai

hasil

pendokumentasian
60

pengetahuan yang secara potensial dapat digunakan kembali.


Aktivitas ini dapat berlangsung di dalam struktur yang sudah
disediakan

oleh

brainstorming,

fasilitator
atau

dengan

mungkin

menggunakan

dimediasi

oleh

teknik
sistem

pertemuan yang menggunakan sarana elektronik. Ketiga,


pendokumentasian
pencatatan

dapat

sebelum

berlangsung

terstruktur,

melalui

kegiatan

misalnya

intervensi

pendukung teknis sebagai bagian dari kesenjangan, dan


kegiatan sebelum strategi penggunaan pengetahuan terjadi.
Keempat,

pendokumentasian

memang

sengaja

dapat

dilakukan,

berlangsung

seperti

melalui

karena
kegiatan

penyaringan, mengindeks, mengemas, dan membersihkan


pengetahuan dari unsur-unsur yang tidak diperlukan.
Pengemasan pengetahuan merupakan proses memisahkan,
membersihkan, dan memoles, menyusun, membentuk atau
mengindeks dalam berbagai cara. Aktivitas yang termasuk
mengemas pengetahuan antara lain menulis isi pengetahuan,
menyusun pengetahuan ke dalam objek pengetahuan dengan
menambahkan konteks, mengembangkan pengetahuan lokal
ke dalam objek terbatas dengan tidak mengaitkannya dengan
konteks,

membersihkan

dan

memangkas

serta

mengembangkan skema klasifikasi pengetahuan.


Pendistribusian pengetahuan bisa berlangsung secara pasif
seperti penerbitan laporan berkala, mengkaji ulang hasil-hasil
pertemuan atau menyebarkan pengetahuan melalui bantuan
elektronik kepada mereka yang memerlukannya. Termasuk
dalam kategori kegiatan penyebaran pengetahuan, yaitu
penilaian
membantu
diinginkan

pengetahuan
pengguna
dengan

yang

ingin

menemukan

cara

yang

lebih

digunakan

kembali,

pengetahuan
tepat,

yang

membantu

organisasi mengadopsi pengetahuan, termasuk mengenai


bagaimana cara menyusun dan memfasilitasi pengembangan
komunitas internal dan eksternal.

61

Penggunaan kembali pengetahuan mencakup pemanggilan


kembali informasi yang telah tersimpan apakah dalam skema
berupa tempat, indeks atau klasifikasi, dan pengakuan- bahwa
informasi dapat memenuhi kebutuhan pengguna, dan juga
secara aktual pengetahuan tersebut dapat diterapkan. Hal
yang

sama

bahwa

pemanfaatan

pengalaman

manusia

mencakup pengidentifikasian para ahli dalam hal subjek


pengetahuannya, pemilihan ahli yang paling tepat untuk
keperluan

khusus,

berbagai

tanggapan

dan

hasil

penerapannya. Jenis penggunaan kembali pengetahuan yang


penting mencakup analisis sistematik dari catatan penciptaan
berbagai macam tujuan yang berbeda. Biasanya disebut
dengan data timing. Penggunaan kembali pengetahuan
umumnya terdiri dari empat aktivitas yang berbeda, yaitu
pertama, menentukan pertanyaan untuk mencari. Tahap ini
merupakan tahap yang paling penting bagi keberhasilan
penggunaan kembali pengetahuan. Perlu dicatat bahwa salah
satu ciri pemisahan keahlian orang baru, yaitu apabila para
ahli mengetahui apa pertanyaan yang diajukan. Kedua,
mencari lokasi keahlian atau ahlinya. Ketiga, pemilihan ahli
yang tepat atau ahli yang disarankan dari hasil pencarian.
Keempat, penerapan pengetahuan yang mencakup analisis
prinsip-prinsip umum terhadap situasi khusus, atau proses
yang

sering

pengetahuan

kali
yang

disebut
telah

dengan

rekontekstualisasi

didekontekstualisasi

pada

saat

pengetahuan tersebut ditangkap dan disusun.


Empat tipologi situasi yang berbeda di mana pengetahuan
digunakan yaitu; 1) berbagi prosedur pekerjaan, 2) praktisi
berbagi pekerjaan, 3) keahlian-orang-orang baru, dan 4)
pemilik pengetahuan dari pihak kedua (sekunder).
E. Implementasi Knowledge Management dan Perancangan Organisasi
Perubahan strategi menuntut adanya perubahan struktur
organisasi sebuah perusahaan. Struktur organisasi menggambarkan
62

bagaimana sebuah perusahaan mengalokasikan dan memposisikan


sumber daya yang dimilikinya dan mengatur interaksi antar pekerja,
unit

dan

posisi

sehingga

membentuk

suatu

formasi

dan

pola

permainan yang fit dengan strategi yang ditetapkan serta efektif dan
efisien dalam memenangkan kompetisi.
Strategi pengelolaan knowledge sebagai penjabaran strategi
perusahaan, juga merupakan faktor lainnya yang harus diperhatikan
dalam pengorganisasian KM. Strategi KM sangat menentukan apakah
bentuk pengelolaannya terpusat di mana dalam satu korporasi dikelola
satu unit tersendiri, atau kombinasi terpusat dan terdesentralisasi, di
mana selain pengelola di pusat ada juga organisasi yang mengelola di
divisi (di mana hubungan antar pengelola di pusat dan di divisi bersifat
independen).
Sebagaimana
manahemen

suatu

ditunjukkan
perusahaan

gambar

di bawah ini, ketika


Strategi Organisasi
menerapkanstrategi
KM sebagai

penjabaran dari strategi perusahaan, maka proses bisnis dalam


pengelolaan KM itu harus didefinisikan dan dibangun. Langkah
Strategi KM
selanjutnya adalah mengidentifikasi sumber daya yang akan terlibat
dalam eksekusi proses bisnis tersebut, sehingga dapat ditentukan
proses bisnis tersebut, sehingga dapat ditentukan proses bisnis mana
Proses Bisnis KM
yang dilakukan secara otomatis oleh teknologi atau KM tool dan proses
bisnis mana saja yang harus dilakukan oleh manusia. perancangan dan
penetapan proses bisnis perlu dilakukan sebelum perancangan struktur
Eksekusi Proses
oleh
Eksekusi Proses
untuk meredam dan meminimalisir
kepentingan-kepentingan
politik
Teknologi
Oleh Manusia
yang lumrah terjadi dalam proses perancangan organisasi, misalnya
struktur organisasi sering berubah untuk mengakomodir karyawankaryawan eksisting.

Pendefinisian Pera
Job

Perancangan Struktur

Perancangan Mekanisme Koordinasi dan Komunikasi dengan Struk


63

Implementasi Organisasi dan Evaluasi Performasi Organis

Gambar Mekanisme Perancangan Organisasi


Sesudah proses bisnis yang dieksekusi manusia diidentifikasi, maka
didefinisikan peran dan pekerjaan yang harus dilakukan oleh manusia
untuk mengeksekusi tersebut. pendefinisian peran dapat dilakukan
dengan menetapkan hasil (outcome) dan tanggung jawab untuk setiap
komponen-komponen

organisasi.

Sedangkan

pendefinisian

pekerjaan

dapat dilakukan dengan menyusun job manual, yang berisi deskripsi


pekerjaan, job requirement, job performance standard, dan job within
organization chart.
Proses selanjutnya adalah menyusun struktur organisasi, yang
dilakukan dengan menempatkan peran dan pekerjaan tadi dalam suatu
posisi-posisi yang memiliki otoritas formal dalam organisasi, termasuk
dalam proses ini adalah penentuan di tingkatan mana unit KM akan
dicangkokkan, apakah langsung di BOD, di bawah BOD atau asisten
direktur atau ke level yang lebih rendah lagi. Keputusan tentang hal ini
64

akan menggambarkan tingkat komitmen pimpinan organisasi tentang arti


penting

KM

dalam

perusahaannya.

Struktur

organisasi

KM

akan

menghasilkan identitas yang beorientasi KM seperti specialist, CKO (chief


knowledge officer), senior manager KM, atau asisten direktur/vise
president dan identitas atau nama posisi lainnya yang akan dijelaskan
dalam bab ini.
Sesudah

struktur

ditetapkan,

maka

proses

selanjutnya

adalah

perancangan mekanisme koordinasi dan komunikasi unit KM dengan


komponen

atau

unit-unit

organisasi

eksisting.

Pada

proses

ini

didefinisikan:
a. Unit atau komponen organisasi mana saja yang harus mencatu
informasi ke unit KM,
b. Informasi apa saja yang dibutuhkan oleh unit KM,
c. Unit mana saja yang menerima hasil kerja unit KM dan laporannya,
d. Bagaimana ekspektasi unit lain terhadap unit KM, informasi atau
kualitas laporan seperti apa yang diinginkan unti lain dari unit KM,
e. Proses apa saja yang akan dilakukan oleh unit-unit lainnya terhadap
hasil kerja unit KM dan laporan yang diterima mereka dan bagaimana
feedback terhadap unit KM.
Tahapan
pengukuran

terakhir
serta

adalah

implementasi

pengevaluasian

kinerjanya.

organisasi

baru

Dalam

tahapan

dan
ini

dikumpulkan dan dievaluasi permasalahan yang masih muncul dari


interaksi unit KM dengan unit-unit lainnya, dan diukur serta dievaluasi
kinerja unit-unit KM sesuai dengan job performance standard yang telah
ditetapkan. Hasil evaluasi permasalaan dan kinerja unit KM ini akan
menjadi masukan bagi penyempurnaan proses-proses sebelumnya seperti
strategi KM, proses bisnis dan mekanisme koordinasi.
Pengorganisasian inisiatif KM akan memberi kejelasan tentang fungsifungsi, tugas-tugas, struktur, tanggung jawab dan kualifikasi personil yang
menjalankan aktivitas KM dari hari ke hari. Pengalokasian personil yang
merupakan salah satu wujud komitmen manajemen dalam mengelola
knowledge sebaiknya disesuaikan dengan tahapan implementasi KM di
perusahaan tersebut.

65

Pada tahap implementasi KM yang masih dalam tahap inisiasi dan


sebelum unit KM yang permanen dibentuk, untuk mengurangi risiko,
sebaiknya implementasi KM dilaksanakan oleh tim kecil yang berfungsi
sebagai perencana dan sebagai tim perubahan yang meletakkan fondasi
dan strategi KM serta pengembangan insfrastruktur KM (KM tool).
Selanjutnya, jika fase inisiasi sudah dilewati, maka tahap selanjutnya
adalah tahapan implementasi perubahan. Pada tahapan ini, unit yang
lebih permanen sudah dapat dibetnuk, tujuan utama unit KM ini adalah
mengelola proses-proses KM dan juga melakukan transformasi organisasi
menjadi organisasi yang berbasis penegtahuan. Keberhasilan transformasi
ini ditandai dengan terintegrasinya proses-proses KM dengan proses bisnis
dan aktifitas rutin perusahaan. Proses transformasi dilakukan dengan
mengarahkan, memotivasi dan memobilisasi seluruh manajemen dan
karyawan untuk terlibat dalam prose KM, baik itu dalam proses knowledge
creation, knowledge retention, knowledge transfer/sharing dan juga
bagaimana agar knowledge itu memiliki dampak yang nyata bagi
perusahaan melalui knowledge utilisation.

66

BAB III
IMPELEMNETASI KNOWLEDGE MANAGEMENT (STUDI KASUS)
A. Penerapan Knowledge Management di PT Unilever (ULI)
PT Unilever adalah pemenang KM award tahun 2006, Penerapan KM di
PT ULI adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan Organisasi
a. Komunikasi Pemasaran yang Bersifat One-Voice.
Maksudnya adalah, walaupun elemen komunikasi pemasaran
yang digunakan berbeda-beda dalam meraih konsumen namun
semua itu harus dapat dikoordinasi dengan cara yang tepat oleh
berbagai organisasi dan agensi yang bekerja pada elemenelemen yang berbeda tersebut. Komunikasi disini tidak hanya
bertujuan

untuk

meningkatkan

brand

awareness

atau

pencitraan produk yang baik saja, namun juga harus dapat


menimbulkan hasil penjualan yang baik.
b. Pengembangan SDM
Karyawan merupakan aset berharga bagi ULI, karena itu mereka
membuat

strategi

dan

komprehensif.Beberapa
Performance

hal

Development

sistem

human

capital

yang

dilakukan

Program

(PDP)

antara
yaitu

yang
lain

rencana

pengembangan setiap karyawan sesuai dengan pekerjaan


masing-masing.

setiap

melalui Continuous

pertengahan

Improvement

tahun

Discussion

PDP

dimonitor

(CID)

untuk

membahas hal-hal yang perlu dilakukan untuk pengembangan


karyawan.
c. Budaya Coaching
Budaya coaching disini dilakukan dengan menempatkan senior
manager untuk menjadi coach suatu department. Sebelum
menjadi coach, mereka dibekali dengan pelatihan dan teknik

67

coaching. Untuk budaya coaching ini diberi nama Building


Leaders as Generative Coaches.
d. Budaya Sharing Knowledge
ULI menuntuk senior manager menjadi learning champion yang
dengan sukarela membagi pengetahuan karena mereka adalah
ahli dalam bidangnya. Hal-hal yang dilakukan ULI adalah:
1) Learning award bagi management dan karyawan yang
berkontribusi

aktif

dalam

berbagi

pengetahuan

dan

pengalaman.
2) Retrospect berupa program penulisan tacit yang diperoleh
dari pengalaman para karyawan, dan bagi yang dianggap
baik akan dipublikasikan di situs departemen mereka.
3) SOLAR (Share of Learning and Discussion) ajang dimana
pimpinan luar ULI datang sebagai narasumber
4) Good idea merupakan inisiatif yang memfasilitasi karyawan
(dengan berbagai level) untuk menyampaikan ide sederhana
(dalam bentuk apapun) yang memiliki dampak besar bagi
organisasi.
e. Strategi Teknologi Informasi
PT unilever menjalankan Komunikasi pasar terpadu (Integrated
Marketing Communication/IMC). Strategi ini merupakan upaya
perusahaan untuk memadukan dan mengkoordinasikan semua
saluran komunikasi untuk menyampaikan pesannya secara
jelas, cara untuk mendekatkan diri dengan customer agar
customer lebih mengenal produk dan perusahaan.
f. Fasilitas untuk knowledge sharing
Beberapa fasilitas yang dibangun ULI adalah:
1) Learning Centre di Mega Mendung puncak dengan kelas dan
e-learning.
2) Knowledge Club Online dan Online Library yang berupa
database pengetahuan dan perpusatakaan online

68

3) Intranet yang berisi semua aktivitas dan informasi organisasi


terutama scoreboard yang berisi progres pencapaian kinerja
organisasi.
g. Pengembangan Knowledge Management di PT Unilever
Salah

satu

keunggulan

mengembangkan

Unilever

Knowledge

Indonesia

Management

dalam
maupun

menciptakan Learning Organization adalah kemampuannya


dalam menciptakan berbagai program pembelajaran yang unik
dan menarik. Awalnya program ini ada yang merupakan usulan
karyawan, sebuah ide yang secara tidak sengaja disampaikan
dalam

sebuah

pembicaraan

maupun

hasil

dari

analisa

kebutuhan untuk memanfaatkan berbagai media yang ada.


Program pembelajaran yang dirancang antara lain:
1) Sharing Pengetahuan
Sharing ini bersifat mendalam dengan menghadirkan tokohtokoh di perusahaan.
Knowledge Club adalah sebuah talk show menghadirkan
nara sumber dari top management atau senior manager di
mana mereka berbagi banyak hal mulai dari keahlian
khsusus, pengetahuan teknis dan non teknis, pengalaman
pribadi dan berbagai hal lainnya untuk menjadi sebuah

pembelajaran bagi seluruh karyawan yang mendengarkan.


Retrospect sebuah proses melakukan kilas balik atau
retrospeksi atas apa yang sudah dilakukan di masa lalu.
Topik

yang

dibahas

terutama

project-project

yang

dilakukan perusahaan baik yang berhasil maupun gagal.


Jika berhasil akan menjadi catatan bagi generasi penerus
untuk keberhasilan yang lebih besar di masa mendatang.
Sedangkan dari project yang gagal semua orang belajar
pelajaran apa yang dapat dipetik dari kegagalan tersebut
sehingga dapat dihindari di masa mendatang. Retrospect
dilakukan

lewat

talk

show

dan

kemudian

hasilnya

dirangkum dalam sebuah dokumen learning dengan gaya

69

pembahasan

berupa

artikel

bisnis

sebagai

dokumen

berharga bagi generasi selanjutnya di perusahaan.


2) Sharing Informal

SOLAR (Share of Learning and Result) program ini


dirancang agar siapa saja bisa memberikan sharing
pengetahuan dan pengalaman terutama yang berkaitan
pekerjaan atau mendukung seseorang untuk berkarya
lebih baik lagi. Selain memanfaatkan kontributor dari para
internal trainer di perusahaan juga sesekali mengundang
pembicara tamu.

GLAD (Group Learning and Development) adalah proses


sharing dari karyawan yang lebih senior kepada adikadiknya tentang dunia kerja, pengalaman pribadi, maupun
tips-tips dalam menjalani tantangan di pekerjaan maupun
kehidupan pribadi.

Video Caf sebuah program unik di mana para peserta


menyaksikan program video interaktif tentang berbagai
topik pengembangan diri sambil menikmati kopi hangat
yang membangkitkan selera.

Book Club dirancang agar karyawan yang gemar


membaca mendapat wadah untuk memberikan sharing
kepada karyawan lainnya tentang pelajaran dan ilmu yang
didapat dari buku-buku yang pernah dibacanya.

3) Online Sharing
Agar sebuah aktivitas

pembelajaran

(learning)

dapat

dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja, maka hampir


seluruh kegiatan di atas memiliki catatan baik berupa
dokumentasi video, rekaman suara, laporan pembahasan,
maupun presentasi yang dipakai para kontributor. Seluruh
materi ini disimpan dan ditata dengan rapi dalam situs
internal perusahaan yang diberi nama K-Club yang berarti
Knowledge Club. Kapanpun dan dimanapun karyawan bisa
mengakses

materi

tersebut

untuk

kemudian

dijadikan

70

referensi. Sebagai perusahaan yang mendukung budaya


belajar bagi seluruh karyawannya, tidak lengkap rasanya jika
tidak memiliki sebuah perpustakaan. Untuk itu Unilever
memiliki perpustakaan yang menyediakan berbagai buku
menarik terkait bisnis dan pengembangan pribadi bagi
seluruh karyawan.
Untuk memudahkan dibuat sistem Online Library sehingga
seorang karyawan di manapun dia berada bisa mengakses
dan mencari buku yang dibutuhkan dari meja kerjanya.
Dengan sekali klik maka buku tersebut akan tercatat dan
dikirimkan

ke

lokasi

kerja

karyawan

tersebut.

Koleksi

perpustakaan ini dilengkapi pula dengan koleksi digital


lainnya seperti e-book, ringkasan dari buku-buku bisnis
maupun ditambahkan modul-modul training yang dirancang
dan dibuat sendiri oleh karyawan.
4) Learning Award
Dalam melakukan knowledge management, PT Unilever
Indonesia

melakukan

berbagai

pendekatan

program

pembelajaran (Learning). Proses kegiatan pembelajaran


tersebut secara total company, Unilever Indonesia akhirnya
merumuskan sebuah program yang disebut Learning Award.
Program

ini

mewadahi

hampir

seluruh

kegiatan

pembelajaran di perusahaan baik yang sifatnya formal dan


terstruktur maupun yang informal dan sporadis.
Learning Award adalah suatu sistem untuk memotivasi
orang-orang yang memberikan sharing pengetahuan dan
pengalaman kepada rekan kerja yang lain. Atas kontribusi
tersebut, mereka mendapatkan poin yang dapat ditukarkan
dengan berbagai hadiah sebagai bentuk apresiasi.
Perlu diingat disini, apresiasi tidak harus berbentuk materi
karena apresiasi tertinggi justru dirasakan ketika seseorang
merasa bisa berkontribusi banyak kepada rekan kerjanya
yang

lain

lewat

sharing

berbagai

pengetahuan

dan

pengalaman serta ketika dia dihargai sebagai salah satu


internal trainer di perusahaan. Setiap tahunnya ditentukan
71

karyawan-karyawan

terbaik

yang

berjasa

besar

dalam

program pembelajaran dengan pemberian penghargaan


(award) tertentu seperti:
Learning Champion of The Year
Coach of The Year
The Most Active Contributor
The Most Valued Contributor
Top Scorer Award
Dan secara khusus sebagai pimpinan perusahaan akan
memberikan selamat dan penghargaan yang menciptakan
kebanggaan bagi para kontributor kegiatan pembelajaran
dan membuat mereka semangat untuk lebih berkontribusi
dan lebih baik lagi di tahun-tahun berikutnya. Kegiatan ini
pada akhirnya ditujukan untuk kemajuan perusahaan agar
terus menjadi terbaik.
Salah

satu

keunggulan

mengembangkan

PT

knowledge

Unilever

Indonesia

management

dalam
maupun

menciptakan learning organization adalah kemampuannya


dalam menciptakan berbagai program pembelajaran yang
unik dan menarik
B. Penerapan Knowledge Management di Pendidikan Tinggi
Sebelum knowledge dapat di sharing di dalam suatu organisasi,
langkah pertama harus diidentifikasi terlebih dahulu. Dari pengalaman
melakukan mapping knowledge ke dalam organisasi yang mempunyai
struktur hierarki yang baik dan job deskripsi yang jelas ternyata sangat
sulit. Begitu pula dengan perguruan tinggi yang mempunyai beberapa
fakultas yang akan lebih berkonsentrasi ke dalam fakultasnya masingmasing,

bahkan

mengesampingkan

terkadang
fakultas

mempunyai

lainnya.

Jadi

sangat

kecenderungan
sulit

untuk

mengidentifikasi penghalang/kendala dalam knowledge base dan


diharapkan dapat juga membuang knowledge yang sudah kuno, maka
untuk ini harus melibatkan pendekatan multi-method data collection
dan harus dapat mensupport seluruh fakultas dan administrasi. Pada
gambar di bawah ini diberikan enam tahap proses framework untuk
identifikasi knowledge :
72

Gambar Knowledge Maping di Perguruan Tinggi


1. Tahap 1 :hal yang dilakukan pada tahap ini adalah mencatat secara
garisbesar identifikasi dasar dari knowledge dan skill yang ada di
perguruan tinggi. Pada tahap ini di identifikasi juga curiculum vitae
dari tiap anggota fakultas. Disini mencerminkan pengalaman
industri dulu dan riset yang dipublikasikan, tanggung jawab
mengajar, servis dan aktivitas konsultasi. Dilaksanakan inventory
journal yang telah dipublikasikan dan proceeding konferensi /
seminar yang akan membantu bagi yang berminat di area khusus /
bidang tertentu. Ketika inventory dari
setiap

knowledge yang dimiliki

anggota fakultas, telah dikembangkan maka dilanjutkan

tahap kedua.
2. Tahap 2: interview secara personal untuk menyempurnakan daftar
bidang knowledge dan skill yang ada. Proses data collection dimulai
dengan

menyelenggarakan

semi-structured

interview

secara

personal dari setiap anggota fakultas. Pendekatan knowledge level


untuk seluruh perguruan tinggi kemudian dapat di atur ke setiap
individual.
3. Tahap 3: focus setiap group untuk mengatur bidang knowledge dan
skill ke dalam kategori yang sedang populer.
4. Tahap 4: proses melibatkan pengembangan self-report survey, guna
mencaripengukuran level / tingkatan dari keahlian yang dimiliki
73

masing-masing anggota fakultas untuk kepentingan bidang master


knowledge. Ada dua halvpenting yang dilakukan pada tahap ini.
Pertama setiap individu mendapat kesempatan untuk melaporkan
level knowledge nya dalam konteks bidang new-master dari
knowledge. Kedua adalah berkaitan dengan ke-valid-an data pada
tahap kedua adalah sebaik pada awal tahap ketiga.Jadi pada tahap
ke

empat

ini

menunjukkan

perlunya

validity

check

untuk

meyakinkan bahwa yang telah diukur memang benar telah diukur.


5. Tahap 5: identifikasi knowledge dan skill yang relevan dengan
sumber dari luar. Pada tahap ini dipertimbangkan pohon ilmu atau
body knowledge dan skill yang harus dimiliki mahasiswa ketika
lulus dari pergutuan tinggi. Penting untuk mengetahui sumber
informasi yang datang dari organisasi mana yang banyak merekrut
mahasiswa ketika lulus.
surveys,

alumni

Mempunyai hubungan dengan recuiter

surveys

atau

konsultan,

sehingga

informasi

langsung dari mereka dalam hal perekrutan tenaga kerja menjadi


hal kritis.
6. Tahap 6: menyesuaikan knowledge dan skill yang dibutuhkan
industri dengan dasar knowledge dan skill yang ada. Jadi tahap
terakhir pada proses knowledge

management mendatangkan

keuntungan ke dalam perguruan tinggi tentang bidang dasar


knowledge dan skill yang relevan, bidang apa yang dianggap kuno
dan biang yang dianggap kurang. Keenam tahap yang ada tersebut
dalam proses knowledge management akan banyak membantu
dalam hal knowledge sharing, dari setiap anggota fakultas akan
mengetahui

informasi

yang

berguna,

mulai

siapa

pengajar,

pemimpin penelitian, pemberi servis dan konsultasi di bidang


knowledge yang bervariasi.
Dalam
management
perguruan

paradigm
menurut
tinggi

Perguruan
penulis

Tinggi

adalah

sebuah

mengimplementasikan

eksternalisasi, internalisasi dan kombinasi

definisi

sistem

proses

dalam

knowledge
dimana

sosialisasi,

penyerapan dan

penyebaran ilmu pengetahuan sehingga institusi tersebut kreatif dan


74

inovatif memproduksi ilmu dan sumber daya manusia yang unggul.


Aplikasi manajemen pengetahuan harus tercermin dalam pengelolaan
pengetahuan di Perguruan Tinggi melalui konversi pengetahuan
seperti : sosialisasi,eksternalisasi dan internalisasi yaitu melalui
berbagai pertemuan ilmiah baik berupa rapat rutin, seminar maupun
lokakarya serta mendokumentasiannya

Sedangkan dalam konversi

pengetahuan kombinasi perlu memanfaatkan information technology,


e-learning,

multimedia,

internet

dan

lain

dalam

menyelesaikan

pekerjaannya. Adapaun mekanismenya adalah:


1. Mengelola Knowledge Worker di Perguruan Tinggi
Dalam konteks Perguruan Tinggi, maka knowledge

worker

utamanya adalah Dosen karena mereka adalah ilmuwan yang


melakukan kegiatan pengajaran,penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Witney (2003)
yang mengklasifikasikan pekerja pengetahuan (knowledge worker)
ke dalam 3 kategori yaitu : kategori tinggi (misalnya professor,
ilmuwan dan peneliti),moderat (misalnya manajer dan koordinator)
dan rendah (misalnya pekerja/petugas administrasi). Peter Drucker
adalah orang yang pertama kali mengenalkan istilah knowledge
worker pada tahun 1959 dalam bukunya Landmark of Tomorrow,
dimana

menekankan

pergeseran

dari

model

ekonomi

yang

didasarkan pada pekerjaan manual ke salah satu era dimana


pengetahuan menjadi sumber daya utama. Berdasarkan data yang
dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional (2009) jumlah Dosen
yang telah memiliki NIDN adalah 257.449, dimana dari jumlah
tersebut 58% berpendidikan sarjana/diploma, 35,5% berpendidikan
Magister/Sp-1,dan
menunjukkan

6,5%

bahwa

berpendidikan

tingkat

pendidikan

Doktor/Sp-2.
dosen

masih

Ini
perlu

ditingkatkan lagi terutama yang berpendidikan S1/Diploma yang


jumlah lebih dari 50%, dan yang berpendidikan S3 baru 6,5%.
Adapun dari indikator lain yang bermakna perlu peningkatan
kualitas knowledge worker di Perguruan Tinggi dapat dilihat dari
jabatan

akademik

para

Dosen.

Jumlah

Dosen

yang

belum
75

mempunyai jenjang kepangkatan akademik mencapai separuh


jumlah dosen yang terdaftar di DIKTI yaitu 137.384 orang (53.36%).
Secara nasional mereka yang mempunyai jabatan akademik Guru
Besar relatif sangat sedikit yakni hanya 4.915 (1,91%). Dalam
rangka meningkatkan capaian MP3EI maka peran Perguruan Tinggi
harus

makin

ditingkatkan

dengan

cara

menciptakan

sebuah

ekosistem learning organization yang mampu mendorong para


knowledge worker yaitu para dosen produktif untuk menulis dan
meneliti yang terdiri dari : a) organizational learning yaitu
pembelajaran keorganisasian dari k-worker sesuai dengan levelnya
masing masing

(tingkat pendidikan dan jenjang jabatan

akademiknya), b) learning at work pembelajaran yang dilakukan di


tempat kerja (on the job) dengan memandang pembelajaran dan
pengetahuan sebagai kontek terikat (context-dependent) yang
harus

diterapkan

di

tempat

kerja.

Contohnya

dengan

meningkatkan kualitas belajar mengajar, meningkatkan resource


pembelajaran dan up grade keahlian yang dimiliki para dosen serta
mengaplikasikannya
masyarakat,

di

sebagai

dalam
bentuk

penelitian
kontribusi

dan

pengabdian

k-worker

terhadap

lingkungannya. Selanjutnya c) learning climate yaitu Perguruan


Tinggi memfasilitasi pembelajaran para dosen sehingga mampu
mencreate climate learning dan academic atsmosfere yang tinggi.
Seperti akses internet wifi, akses berlangganan jurnal nasional
maupun

internasional,

laptop,

printer,

teleconference,

memfasilitasi pembuatan buku ajar dan lain-lain. Terakhir adalah


membentuk Learning Structure, menurut Ortenblad (2004) adalah
pembelajaran terus menerus yang dilakukan oleh organisasi sampai
muncul

kepermukaan

bahwa

pembelajaran

tersebut

telah

berkembang dan bertahan secara fleksibel dan menjadi outcome


bagi organisasi. Dari proses ini akan menciptakan ikllim yang baik
bagi k-worker sehingga menjadi dosen-dosen yang handal untuk
mencetak generasi unggul di Indonesia.
2. Aktualisasi Peran Knowledge Leader
76

Kinerja Knowledge Worker tidak terlepas dari kepemimpinan


Knowledge Leader yaitu orang yang membuat dan menggunakan
pengetahuan untuk meningkatkan professional mereka sendiri
maupun efektivitas organisasi yang dipimpinnya.

Selanjutnya

menurut Debowski (2006) pemimpin pengetahuan memiliki peran


memberikan visi strategis, memotivasi orang lain, berkomunikasi
secara efektif, bertindak sebagai agen perubahan, pelatih orang
lain disekitarnya, memberikan model praktik-praktik yang baik dan
melaksanakan agenda pengetahuan. Dalam Perguruan Tinggi yang
menjadi Knowledge Leader mulai dari yang terendah adalah Ketua
Program Studi, Dekan, dan

Para Pembantu Rektor serta Rektor

sebagai Top Leadernya. Para pemimpin pengetahuan di Perguruan


Tinggi perlu memahami fakta bahwa kekuasaan berasal dari
kepemilikan

pengetahuan

khusus

serta

memfasilitasi

dalam

mempengaruhi pekerja pengetahuan (Macneil,2003). Pemimpin


yang

mendorong

rangsangan

intelektual

ditemukan

memiliki

dampak positif pada perolehan pengetahuan (Politis, 2001 dan


2002), berbagi pengetahuan (Chen, 2004). Hal ini lebih didukung
oleh temuan-temuan yang menyatakan hubungan positif antara
kekuasaan pemimpin yang memiliki keahlian. Sharmila et al (2010)
mendefinisikan

Pemimpin

Pengetahuan

yaitu

kemampuan

pemimpin yang harus mampu mempengaruhi dan meyakinkan


manajemen puncak dan pekerja pengetahuan yang pada gilirannya
akan memberikan kontribusi untuk proses dinamis dari penciptaan,
berbagi dan aplikasi pengetahuan.
Adapun kerangka yang dibuat oleh Sharmila (2010) adalah seperti
pada Gambar berikut ini :

77

Gambar . Leadership Behavior For Knowledge Leaders


Sumber : Sharmila et al (2010)
Implementasi knowledge management di lingkungan Perguruan
Tinggi dapat dalam bentuk :
1) Proses mengkoleksi, mengorganisasikan, mengklasifikasi, dan
menyebarkan

informasi/pengetahuan

ke

seluruh

unit

di

organisasi agar informasi/pengetahuan itu berguna bagi siapa


yang memerlukannya;
2) Kebijakan, prosedur dan

teknologi

yang

dipakai

untuk

mengoperasikan pangkalan data yang terhubungkan dalam


jaringan intranet agar tetap up to date;
3) Menggunakan
teknologi
informasi

untuk

menangkap

pengetahuan yang terdapat didalam pikiran para peneliti, dosen


sehingga pengetahuan itu bisa secara mudah dipakai bersama.
KM bertujuan mengumpulkan pengetahuan yang benar-benar
diperlukan oleh peneliti atau dosen di dalam sebuah tempat
penyimpanan terpusat (server besar), dan membuang informasi
atau pengetahuan yang tidak perlu;
4) Memastikan
adanya
lingkungan

yang

lengkap

untuk

mempengaruhi

pekerja

pengembangan penggunaan expert systems;


Dimensi

dari

pengetahuan

knowledge
dalam

leader

mengadopsi

yang

praktek-praktek

manajemen

pengetahuan yaitu :
a. Intelectual Stimulator
78

Bagi

pemimpin

pengetahuan

mempengaruhi

pekerja

pengetahuan memerlukan keahlian khusus untuk memimpin


melalui kekuatan intelektual, keyakinan, persuasi dan dialog
interaktif (Sharmila et.al 2010). Pemimpin yang memiliki keahlian
dapat merangkap peran sebagai trainer atau expert pengetahuan
untuk membantu para pekerja pengetahuan belajar bagaimana
membuat dan memanfaatkan pengetahuan melalui pengalaman
yang dipandu (Ammar, 2002). Pemimpin ahli di perguruan tinggi
dapat menginformasikan pekerja pengetahuan yaitu dosen apa
yang mereka kurang mengerti dan merangsang perdebatan yang
sehat

yang

mengarah

pada

penciptaaan

pengetahuan

di

lingkungannya.
b. People Person
Pada hakekatnya pekerja pengetahuan yang sudah matang dan
independen seperti di perguruan tinggi tidak begitu memerlukan
seorang pemimpin yang selalu mengontrol kegiatan mereka
seperti

pekerja

pemimpin
sekedar

di

mereka

pabrik.
untuk

Sebaliknya,
menjadi

mereka

contoh,

ingin

bukan

para
hanya

memberi contoh. Seperti yang dikatakan oleh Yukl

(2006) people person mengacu pada para pemimpin

yang

berorientasi hubungan, disukai, dihormati dan dianggap layak


untuk ditiru dan diteladani. Kepemimpinan yang efektif dikaitkan
dengan individu sangat

menampilkan

kualitas.

Sehingga

people person di perguruan tinggi bermakna pemimpin yang


menampilkan kualitas kepribadian (memenuhi janji, keterbukaan,
kejujuran,

kebijaksanaan,

konsistensi

dan

integritas)

akan

menjadi pantuan untuk dan dapat ditiru oleh anak buahnya


(dosen

maupun

mempengaruhi

tenaga

adminstrasi)

yang

kemudian

mereka untuk senantiasa aktif menciptakan

pengetahuan ataupun berinovasi dengan pengetahuan baru.


c. Reinforcer
Reinforcer dalah kondisi dimana pemimpin pengetahuan dapat
memberikan

penghargaan

baik

berupa

imbalan

moneter

(misalnya insentif dan bonus) atau yang intangible seperti


79

penghargaan berupa tugas-tuga yang menantang, promosi,


pengakuan social, pujian dan penghargaan yang mempengaruhi
pekerja pengetahuan.
Beberapa studi menunjukkan
sebagai

bahwa

pemberian

hadiah

motivator yang sangat kuat dalam mempengaruhi

perilaku dan komitmen pekerja pengetahuan (Sharmila et al,


2009). Perlu juga dipertimbangkan dalam Perguruan Tinggi yaitu
menjaga keseimbangan kehidupan kerja, diikuti oleh pengakuan
karir, prestasi professional, renumerasi, prospek perkembagan
karir, dan tantangan intelektual, pemanfaatan
hubungan

rekan

kerja dan

pertumbuhan

tenaga

pribadi diprediksi

mampu menguatkan komitmen para Dosen.


d. Disciplinarian Not
Dalam
organisasi
berbasis
pengetahuan,
kekuatan
akan

penggunaan

dan kekuasaan oleh pemimpin dengan cara formal

berdampak

menjadi

kerja,

kurang

efek

negatif sehingga knowledge worker

puas

dan

tidak

berkomitmen

kepada

organisasinya bahkan mereka bisa bersikap apatis.


Sehingga menurut Politis (2005), tindakan mengontrol dan
menegur pekerja dengan penggunaan kekuasaan dan status
formal

dianggap

manajemen

sebagai

pengetahuan

penghalang untuk praktek-praktek


seperti

akusisi

pengetahuan.

Sedangkan menurut Jong & Hartog (2007) akan menghalangi


transfer

pengetahuan

dan

penerapan

pengetahuan.

Pada

akhirnya untuk mempromosikan sebuah ide dan mengawasi


pelaksanaan

pekerjaan, para

pemimpin

pengetahuan

diharapkan mendelegasikan dan mengadopsi langkah-langkah


konsultatif, bukan menggunakan cara-cara yang berlebihan
dalam pemantauan kinerja bawahannya.
e. Flexible Gatekeeper
Dosen membutuhkan informasi tentang

kebutuhan

dan

pengembangan dirinya dalam lingkungan kerja di Perguruan


Tinggi untuk memproses dan menciptakan pengetahuan

yang

berharga serta merangsang penyebaran informasi diantara


mereka sehingga ide-ide kreatif dan kebaharuan akan muncul.
80

Oleh karena itu menurut Sharmila et al (2010) perilaku ini paling


tepat digambarkan sebagai Gatekeeper, mereka memegang
kunci sumber informasi dan mereka memegang kekuasaan untuk
mengendalikan ketersediaan an keakuratan informasi dengan
kata pemegang kekuatan informasi.
Pemimpin pengetahuan bisa menggunakan mekanisme untuk
memfasilitasi kemudahan akses pengetahuan yang dilindungi
seperti penggunaan password untuk memungkinkan akses yang
berwenang. Ini membawa dimensi bahwa Fleksibel Gatekeeper
sebagai orang yang lebih fleksibel atas akses informasi dan
memfasiitasi

penyebaran

informasi

kepada

para

pekerja

pengetahuan.
f. Networker
Para pemimpin pengetahuan harus semakin berfokus pada
organisasi dan membentuk para pekerja pengetahuan untuk
menampilkan perilaku yang berstandar terhadap pencapaian
tujuan organisasi. Sehingga para pemimpin pengetahuan harus
mencari, memenuhi kebutuhan, keinginan tahuan, merangsang
kecerdasan, mengakui prestasi

dan

memasok

para

pekerja

pengetahuan dengan semua sumber daya (misalnya jaringan


dan informasi).
Riset di Perguruan Tinggi adalah bagian dari upaya akademik
untuk

menemukan

solusi

ilmiah

bagi

persoalan-persoalan

manusia atau proses penciptaan pengetahuan baru. Menurut


Setiarso (2006) proses penelitian dan pengembangan suatu ilmu
dan teknologi tidak dapat dilepaskan dari kondisi tiga elemen
dasarnya, yakni (1) komunitas ilmuwan dan teknologi itu sendiri,
(2) sistem ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan kondisi
sosial, politik, ekonomi dan budaya tempat ilmu dan teknologi itu
berkembang, serta (3) organisasi yang menjadi semacam katalis
bagi komunitas untuk tumbuh kembang di dalam sistem yang
lebih luas.

81

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Knowledge Manajemen adalah suatu disiplin yang memperlakukan
modal aset intelektual yang dikelola sebab menurutnya konsep
manajemen nnowledge (knowledge management) pada dasarnya
adalah berkembang dari kenyataan bahwa dimasa sekarang dan
dimasa

depan, aset

utama

sebuah

organisasi

agar

mampu

berkompetisi adalah aset intelektual atau knowledge bukan aset


kapital.

82

2. Proses

knowledge

manajemen

dimulai

dari

penciptaan

pengetahuan, akuisisi pengetahuan, dan transfer pengetahuan


serta penggunaan kembali.
3. Membangun knowledge manajemen untuk membangun inovasi
organisasi dalam proses penciptaan pengetahuan hingga transfer
dan penggunaan kembli diperlukan penyesuaian strategi dalam
organisasi baik perubahan struktur, penguatan sumber daya
manusia, dan penyediaan fasilitas untuk menjadi organisasi yang
unggul.
B. Saran
1. Praktik yang dikembangkan dalam knowledge managemen di bidang
pendidikan masih berupa data dan informasi yang digunakan untuk
mengambil keputusan belum sampai pada pengembangan inovasi
organisasi.
2. Membangun sistem informasi knowledge yang memadai sebagai
modal utama dalam kemudahan akses pengetahuan secara eksplisit.

DAFTAR PUSTAKA

Bargeron, Bryan,

(2003) , Essensial of Knowledge Management, United


state amerika

Hilmi Aulawi, Rajesri Govindaraju, Kadarsah Suryadi, Iman Sudirman ,


(2014) Jurnal hubungan knowledge sharing behavior
dan individual innovation capability , Fakultas
83

Teknologi Industri, Program Studi Teknik Industri,


Institut Teknologi Bandung
Rossi S Wahyuni

, Marti Riastuti, Jurnal : implementasi knowledge


management di perguruan tinggi Proceeding PESAT
(Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil)
Universitas Gunadarma - Depok 20-21 Oktober 2009
Vol.3 Oktober 2009 , ISSN: 1858-2559

Setiarso, Bambang, (2009), Penerapan Knowledge Management Pada


Organisasi, Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu,
Tobing, Paul (2007 ), Knowledge Manajemen, Konsep, Arsitektur dan
Implementasi, Yogyakarta, Penerbit :Graha Ilmu
Sangkala (2007), Knowledge Management: Suatu Pengantar memahami
bagaimana organisasi mengelola pengetahuan
sehingga menjadi orgaisasi yang unggul, Jakarta :
Rajagrafindo Persada
Reniati, SE.,M.Si,

William

R.

(2009) Jurnal praktek knowledge management pada


perguruan tinggi melalui knowledge worker dan
knowledge leader berbasis strategi MP3EI (sebuah
critical
review),
Jurusan
Manajemen-Fakultas
Ekonomi-Universitas Bangka Belitung
King , Journal Knowledge

Management

and

Organizational Learning

84

Anda mungkin juga menyukai