Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Budidaya perikanan merupakan ujung tombak produksi perikanan masa
depan, dimana dengan budidaya produksi perikanan dapat ditingkatkan dan
berkelanjutan serta terjaga kelestarian populasinya. Besarnya potensi perikanan
budidaya diindonesia dapat berkembang secara optimal. Ketergantungan pada satu
komoditas tertentu merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan budidaya
perikanan. Pemerintah seharusnya memberikan bantuan keada para pembudidaya
untuk bisa mengembangkan potensi budidaya perairan di Indonesia salah satunya
Rajungan.
Rajungan di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas
perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang diekspor terutama ke Amerika,
yaitu mencapai 60 % dari total hasil tangkapan rajungan. Rajungan juga diekspor ke
berbagai negara dalam bentuk segar yaitu ke Singapura dan Jepang, sedangkan yang
dalam bentuk olahan (dalam kaleng) diekspor ke Belanda. Komoditas ini merupakan
komoditas ekspor urutan ketiga tertinggi setelah udang dan ikan. Tingginya
permintaan barang dari luar negeri akan meningkatkan ekspor dan menambah devisa
negara. Untuk itu budidaya perikanan di Indonesia harus lebih dikembangkan lagi
agar bisa bersaing dengan luar negeri serta dapat memenuhi permintaan pasar yang
cukup tinggi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.

Bagaimana klasifikasi Rajungan?


Bagaimana ciri-ciri Rajungan?
Dimana saja habitat Rajungan?
Bagaimana proses reproduksi Rajungan?
Apa saja manfaat Rajungan?

1.3 TUJUAN

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui


1.
2.
3.
4.
5.

Klasifikasi Rajungan
Ciri-ciri rajungan
Habitat rajungan
Proses reproduksi rajungan
Manfaat rajungan

BAB 2
PEMBAHASAN
2

2.1 Klasifikasi Rajungan


Menurut Nia (2014), kalsifikasi rajungan yaitu sebagai berikut:
Kerajaan

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Subfilum

: Crustacea

Kelas

: Malacostraca

Ordo

: Decapoda

Subordo

: Brachyura

Famili

: Portunidae

Genus

: Portunus

Spesies

: Portunus pelagicus

2.2 Morfologi
Secara umum, rajungan mempunyai karapas yang lebar, berbentuk bulat pipih
dengan warna yang sangat menarik. Lebar karapas dapat mencapai ukuran 2 1/3
ukuran panjang. Permukaan karapas mempunyai granula halus dan rapat atau malah
kasar dan jarang. Pada kanan dan kiri karapas terdapat duri besar dengan jumlah
sembilan buah dan empat buah antara kedua matanya serta mempunyai lima pasang
kaki jalan. Kaki jalan yang pertama disebut sebagai capit yang berfungsi memegang
mangsa. Kaki jalan ke-2, ke-3, ke-4 tetap berfungsi sebagai mana biasanya.
Sedangkan kaki jalan yang terakhir mengalami modifikasi pada dua ruas terakhir.
Modifikasi berbentuk pipih dan ada bundar seperti sebuah dayung, berfunsi sebagai
alat renang.

Ciri-ciri

Morfologi
Rajungan

rajungan jantan :

1. Mempunyai ukuran lebih besar dengan capit yang lebih panjang dibanding
betina.
2. Mempunyai warna dasar kebiru-biruan dengan bercak putih terang.
3. Organ kelaminya menempel pada bagian perut berbentu segitiga dan agak
meruncing.

Cir-ciri rajungan betina :


1. Mempunyai ukuran yang lebih kecil dibanding jantan
2. Berwarna kehijau-hijauan dengan warna agak kusam
3. Organ kelamin membulat berbentuk huruf V atau U terbalik.

2.3 Habitat
Pada umumnya Rajungan hidup alami di perairan laut tetapi saat ini rajungan
banyak dibudidayakan dan dikembangkan. Hala ini karena Rajungan dapat hidup
diberbagai habitat, termaksud tambak-tambak ikan diperairan pantai yang
mendapatkan masukan air laut dengan baik. Dengan demikian habitat dari rajungan
bisa ditambak atau juga dilaut.
2.4 Reproduksi
Sistem reproduksi pada rajungan yaitu terpisah antara jantan () dan betina
() (dioceous). Perkawinan rajungan terjadi pada musim panas, dimana yang jantan
terlihat melekatkan diri pada betina, kemudian menghabiskan beberapa waktu
perkawinan dengan berenang (Coleman 1991, dalam Arsal 2014). Setelah
perkawinan kemudian rajungan bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi
untuk menetaskan telurnya. Induk rajungan yang mengandung telur banyak terdapat
pada bulan Maret sampai Mei dan pada bulan Juni sampai Agustus. Panggabean et al.
(1982), menggambarkan secara singkat siklus hidup kepiting sebagai berikut:

Siklus hidup Rajungan

Dalam daur hidupnya, rajungan melalui fase telur, zoea dan pasca burayak
yang telah menyerupai induknya. Telur rajungan menetas sebagai Zoea I yang
berkembang menjadi Zoea II, Zoea III dan Zoea IV. Setelah itu, bermetamorfosa
menjadi megalopa yang merupakan tingkatan akhir perkembangan burayak.
Selanjutnya tingkat perkembangan pasca burayak diawali dengan crab I (rajungan
muda) yang memerlukan moulting (berganti kulit) untuk menjadi besar sampai
dewasa (Juwana 1997 dalam Arsal 2014).
Selanjutnya Nontji (1993) dalam Arsal (2014), menyatakan bahwa dalam
pertumbuhannya, rajungan (dan semua anggota portunidae) sering berganti kulit.
Jika rajungan akan tumbuh lebih besar, maka kulitnya akan retak, pecah dan akan
keluar individu yang lebih besar dengan kulit yang masih lunak. Bahwa setiap kali
terjadi pergantian kulit, tubuh kepiting/rajungan akan bertambah besar sekitar
sepertiga kali ukuran semula.
2.5 Manfaat
Daging rajungan mempunyai nilai gizi tinggi. Rata-rata per 100 gram daging
rajungan mengandung karbohidrat sebesar 14,1 gram, kalsium 210 mg, fosfor 1,1 mg,
zat besi 200 SI, dan vitamin A dan B1 sebesar 0,05 mg/ 100 g. Keunggulan nilai gizi
rajungan adalah kandungan proteinnya yang cukup besar, yaitu sekitar 16-17 g/ 100 g
daging rajungan. Angka tersebut membuktikan bahwa rajungan dapat dimanfaatkan
sebagai sumber protein yang cukup baik dan sangat potensial (Ricky,2011).
Keunggulan lain adalah kandungan lemak rajungan yang sangat rendah. Hal ini
sangat baik bagi seseorang yang memang membatasi konsumsi pangan berlemak

tinggi. Kandungan lemak rendah dapat berarti kandungan lemak jenuh yang rendah
pula, demikian halnya dengan kandungan kolestrol. Untuk nilai proksimat rajungan
dapat dilihat di bawah :
Nilai Proksimat Rajungan menurut BBPMHP (1995), yaitu:

Jenis Komoditi

Protein (%)

Lemak (%)

Air (%)

Abu (%)

Rajungan jantan

16,85

0,10

78,78

2,04

Rajungan betina

16,17

0,35

81,27

1,82

Mutu rajungan ditentukan oleh keadaan fisik dan organoleptik (kenampakan,


bau, dan tekstur) dari rajungan. Keseragaman bentuk atau produk yang akan
digunakan dalam penelitian (jumbo, backfin, special dan claw meat) tidak boleh ada
yang kurang dari ketentuan yang ditetapkan (Ricky,2011).

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rajungan memiliki habitat asli di perairan laut tetapi saat ini banyak yang
membudidayakannya sehingga rajungan saat ini juga merupakan hasil dari budidaya
perikanan. Rajungan memiliki nilai gizi yang tinggi sehingga sangat baik untuk
dikonsumsi.
3.2 Saran
Rajungan memiliki segudang manfaat yang sangat baik tetapi apabila hanya
mengandalkan tangkapan dari laut maka akan kurang bisa memenuhi permintaan
pasar dengan demikian budidaya rajungan seharusnya lebih ditingkatkan dan
dikembangkan

Anda mungkin juga menyukai