Anda di halaman 1dari 2

Peran Bahasa Inggris dan Bahasa

Indonesia Dalam Pendidikan Bilingual


Tampaknya sudah menjadi tuntutan abad-21 bahwa kemampuan berbahasa Inggris
seseorang sangat penting. Hal ini membuat orang tua sangat antusias memaksimalkan
kemampuan bahasa Inggris anak sedini mungkin, terutama di sekolah. Ditambah lagi
munculnya berbagai sekolah bilingual yang menawarkan program berbahasa inggris dalam
seluruh pengajarannya.
Fenomena berbahasa Inggris di sekolah ini kemudian membuat Bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu dan bahasa pertama terabaikan, tidak hanya oleh pihak sekolah, tetapi juga oleh
orang tua. Jika demikian, apakah program pendidikan bilingual yang ada saat ini sudah
benar? Apakah Bahasa Inggris lebih penting daripada Bahasa Indonesia?
Subtractive dan Additive Program. Menurut Dr. David Freeman, Professor of Curriculum
and Instruction, dan Dr. Yvonne Freeman, Professor of Bilingual Education dari Amerika
Serikat, ada dua tipe program bilingual, subtractive dan additive program. Substractive
programs adalah program pendidikan di mana semua instruksi disampaikan dalam bahasa
Inggris. Penggunaan bahasa pertama digantikan sepenuhnya oleh Bahasa Inggris.
Kebanyakan sekolah-sekolah bilingual di Indonesia menerapkan program ini.
Sementara pada additive programs, proses pembelajaran dilakukan dalam bahasa pertama
anak maupun bahasa asing. Fokusnya adalah mengembangkan keterampilan berbahasa
akademik anak, baik itu dalam Bahasa Inggris dan juga Bahasa Indonesia. Dengan demikian,
anak bukan hanya didorong untuk menguasai Bahasa Inggris dengan baik, tetapi juga
menguatkan kemampuan berbahasa Indonesia.
Sama Pentingnya. Risiko dari program substractive adalah keterampilan berbahasa pertama
anak menjadi berkurang. Tidak hanya itu, perkembangan akademik anak pun tetap di bawah
standar, meskipun penguasaan Bahasa Inggrisnya bagus. Anak tidak menguasai keterampilan
berbahasa secara akademik dalam bahasa pertamanya.
Padahal menurut Freeman, bahasa pertama penting untuk membentuk konsep, terutama
dalam hal akademik. Jika anak sudah paham konsep, maka anak akan lebih mudah belajar
bahasa asing. Anak tinggal mentransfer konsep tersebut ke dalam bahasa asing.
Freeman juga menjelaskan riset dari Thomas&Collier tahun 1997 terhadap pelajar di
Amerika Serikat. Hasil riset tersebut menunjukkan anak-anak yang belajar dengan program
pendidikan additive memiliki tingkat akademik yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak
lain yang mengikuti program substractive. Tingkat akademik ini pun berjalan seimbang, baik
dengan menggunakan bahasa pertama maupun bahasa asing.
Pada awal pendidikan, anak dengan program substractive memang menunjukkan kemampuan
yang 'lebih', namun ketika anak memasuki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, kemampuan
akademiknya pun menurun. Hal ini dikarenakan konsep akademik yang dimiliki anak dengan

program substractive tidak sekuat anak dengan program additive. Menurut suami-istri
Freeman, anak hanya butuh waktu dua tahun untuk belajar social language atau bahasa
percakapan sehari-hari, sedangkan untuk academic language atau kemampuan bahasa
akademik (kemampuan anak membaca, menulis, berpikir dan memahami sesuatu), anak
membutuhkan waktu 4 9 tahun untuk belajar.

Anda mungkin juga menyukai