Anda di halaman 1dari 68

1

ABSTRAK
Perubahan lingkungan yang amat cepat mulai dari ekonomi, bisnis, dan sosial
pada era globalisasi saat ini menuntut organisasi menjadi lebih peka dan fleksibel
terhadap perubahan. Perubahan ini memaksa organisasi untuk dapat adaptif
sehingga dibutuhkan sebuah strategi dalam bertransformasi. Salah satu perusahaan
yang berhasil melakukan strategi transformasi adalah Toyota Motor Corporation.
Toyota Motor Corporation merupakan organisasi besar di bidang industri otomotif
dan non-otomotif yang memiliki berbagai tantangan baik di lingkungan ekonomi
maupun persaingan bisnis. Toyota Motor Corporation setelah mengalami krisis
keuangan pada tahun 1950 dikenal telah melakukan beberapa kali merger dengan
perusahaan-perusahaan otomotif lain. Perubahan yang terjadi dalam Toyota Motor
Corporation menghasilkan berbagai dinamika, mulai dari kecemasan dan
kegelisahan akan resistensi perubahan di dalam organisasi, serta adanya kelompok
believers dan nonbelievers. Toyota Motor Corporation pun melakukan sebuah
pengukuran, penyesuaian, dan membuat sebuah titik temu yang dapat menampung
berbagai ide dan gagasan agar hal tersebut dapat diatasi. Dalam melakukan
strategi transformasinya pun Toyota sempat mengalami berbagai kendala dan
kegagalan. Meski demikian, tidak menyurutkan semangat akan komitmen tiaptiap elemen yang berada di dalam tubuh Toyota Motor Corporation yang akhirnya
berbuah pada keberhasilannya menjadi perusahaan besar di dunia.
Kata kunci: transformasi, perubahan, tantangan, Toyota Motor Corporation

ABSTRACT
The rapid environmental changes affect the economic, business and social life in
this globalization requires organizations to be more sensitive and flexible to
changes. These changes are forcing organizations to become adaptive, so that
they need strategy of transformation. One company that successfully pursuing a
strategy of transformation is the Toyota Motor Corporation. Toyota Motor
Corporation is a large organization in the field of automotive and non-automotive
which has a good variety of challenges in the economic environment and business
competition. After the financial crisis in 1950, Toyota Motor Corporation is
known to have made several mergers with other automotive companies. Changes
that happened in Toyota Motor Corporation produced a variety of dynamics,
ranging from anxiety and restlessness to resistance changes in the organization,
and problem with group of believers and group of nonbelievers. Toyota Motor
Corporation does a measurement, adjustment, and creates a common ground
which can accommodate a variety of ideas and it can be solved. In conducting its
strategy of transformation, Toyota had experienced a variety of problems and
failures. However, it did not dampen the spirit of the commitment of each elements
in Toyota Motor Corporation which produces a success in being a great company
in the world.
Keywords: transformation, change, challenge, Toyota Motor Corporation

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah dan pokok
permasalahan yang menjadi alasan penulis mengangkat tema mengenai Strategi
Transformasi dalam Toyota Motor Corporation (TMC). Selain latar belakang
masalah dan pokok permasalahan, bab ini juga menjelaskan mengenai identifikasi
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematikan penulisan makalah ini.
1.1

Latar Belakang Masalah


Organisasi saat ini menghadapi perubahan lingkungan yang amat cepat,

seperti perubahan politik, ekonomi, tehnologi, sosial, perubahan bisnis, dan lainlain. Menurut James A. Champe dalam Drucker (2001): perubahan organisasi
dewasa ini adalah sebuah perjalanan, yaitu perjalanan yang tanpa berakhir yang
membuat kita kehabisan nafas. Agar tidak kehabisan nafas dalam perjalanan itu
belajarlah untuk bernafas dengan cara lain dan antisipasilah kemungkinan yang
akan dihadapi. Dalam konteks lingkungan organisasi yang terus berubah, maka
bisa saja terjadi pengetahuan hari ini yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah organisasi saat ini akan usang atau bahkan mungkin bisa menjadi
masalah pada masa mendatang. Hal ini mendorong organisasi untuk dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan
lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif, menuntut setiap
organisasi dan perusahaan untuk bersikap lebih responsif agar sanggup bertahan
dan terus berkembang.

Setiap organisasi dituntut untuk siap menghadapi

perkembangan teknologi, kebutuhan konsumen, dan persaingan yang ketat dengan


organisasi lain. Setiap langkah organisasi untuk mengembangkan diri dapat
dengan mudah ditiru oleh organisasi lain, sehingga tidak mungkin terus menerus
dipertahankan sebagai competitive advantage.
Perubahan organisasi dan pengelolaan perubahan (Organizational Change
and Change Management) merupakan kajian yang menarik. Tidak ada sebuah

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

organisasi yang tidak mengalami perubahan selama masa hidupnya. Organisasi


harus berubah untuk bisa tetap survive dan melakukan perubahan organisasi
bukanlah merupakan pilihan tetapi sudah merupakan keharusan (Yowono dan
Putra, 2005). Dengan demikian, perubahan-perubahan itu menuntut agar
pengelolaan organisasi dilakukan dengan cara-cara yang baru sehingga tujuan
organisasi lebih efektif dalam lingkungan yang terus berubah. Organisasi harus
terus belajar dalam menghadapi perubahan sesuai dengan C.K Prahald dan Gery
Hammel (1994) yang mengemukakan If you dont learn you dont change, If you
dont change, you die.
Cara-cara baru melalui inovasi dan strategi yang selaras dengan perubahan
lingkungan juga dibutuhkan guna menghadapi tuntutan perubahan agar organisasi
tetap sanggup berkompetisi. Inovasi dan perubahan yang dilakukan organisasi
tidak selamanya berhasil sesuai dengan outcomes yang diinginkan organisasi,
yaitu peningkatan kinerja, peningkatan produktivitas, peningkatan motivasi dan
moral anggota organisasi, serta pengurangan biaya yang menjadikan organisasi
lebih kompetitif (Yuwono dan Putra, 2005). Perubahan tidak dapat berjalan
dengan lancar karena berhadapan dengan berbagai tantangan antara lain
penolakan atau resistensi terhadapnya (Winardi, 2008). Resistensi terhadap
perubahan merupakan sikap negatif terhadap suatu perubahan yang dipengaruhi
oleh tiga komponen yaitu komponen behavioral, kognitif, dan afektif. Resistensi
terhadap perubahan dapat bersifat eksplisit, yang dapat diamati, dan implisit, yang
tidak dapat diamati. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan-tantangan yang
ada maka perusahaan yang ingin tetap bertahan harus menghadapi perubahan
dengan strategi masing - masing. Organisasi harus mampu menyusun strategi
yang tepat untuk mengatasi setiap perubahan dan tantangan yang akan terjadi.
Penyusunan dan pelaksanaan strategi yang menjadi perhatian salah satunya
menyangkut strategi transformasi atau strategi organisasi dalam melakukan dan
menghadapi perubahan. Strategi menjadi suatu alternatif organisasi dalam
mengejar dan mencapai dua tujuan utama organisasi, yaitu bertahan hidup
(survive) dan mampu berkompetisi (competitive). Selain itu, strategi juga menjadi
suatu upaya melakukan transformasi untuk menghadapi perubahan dan tantangan.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

Toyota Motor Corporation sebagai suatu organisasi besar di bidang


industri otomotif dan non-otomotif memiliki berbagai tantangan baik di
lingkungan ekonomi maupun persaingan bisnis. Toyota Motor Corporation setelah
mengalami krisis keuangan pada tahun 1950 dikenal telah melakukan beberapa
kali merger dengan perusahaan-perusahaan otomotif lain. Toyota juga dituntut
untuk dapat berinovasi terkait persaingan industri otomotif yang sangat ketat
karena perkembangan permintaan dan kebutuhan manusia atas alat transportasi
yang aman dan nyaman terus meningkat. Selain itu, standarisasi dari spesifikasi
kendaraan di dunia pun terus meningkat cepat dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi dalam produk-produk yang dirilis. Penerapan teknologi dalam produkproduk kendaraan pun menjadi ajang kompetisi dan inovasi mulai dari kendaraan
hemat bahan bakar, kendaraan ramah lingkungan hingga kendaraan dengan sistem
keamanan

otomatis.

Dalam

memperkuat

kondisi

perusahaan

terhadap

kompleksnya perubahan lingkungan, persaingan bisnis dan permintaan sesuai


selera konsumen, Toyota berupaya menyesuaikan diri dan menghadapi tantangan
dimana semua sumber daya termasuk manajemen personalia, informasi,
teknologi, dan modal dikonsolidasikan untuk membangun struktur perusahaan
tangguh serta menekankan efisiensi operasional yang lebih besar dan lebih cepat
pengambilan keputusan (www.toyota-global.com, 2012). Upaya yang dilakukan
Toyota tentu tidak mudah dan mengalami berbagai tantangan untuk tetap mampu
bertahan dalam perubahan hingga akhirnya mampu berkembang. Dalam
menghadapi perubahan lingkungan yang dialami tentu Toyota memiliki strategistrategi transformasi tersendiri yang disusun dan dilaksanakan untuk menghadapi
perubahan dan tantangan tersebut dengan harapan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan memiliki kemampuan dan competitive advantage dalam
dunia persaingan global di bidang industri otomotif dan non-otomotif.
Keberhasilan ataupun kegagalan Toyota dalam industri otomotif dan non-otomotif
tidak dapat dilepaskan dari strategi-strategi transformasi yang diterapkan Toyota
sebagai bentuk pembelajaran organisasi.

1.2

Identifikasi Masalah

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

Berdasarkan latar belakang masalah tesebut, maka dapat diidentifikasikan


masalah sebagai berikut:
1.

Perubahan lingkungan menuntut respons yang cepat dari Toyota Motor


Corporation untuk melakukan perubahan dan penyesuaian diri.

2.

Perubahan lingkungan menuntut Toyota Motor Corporation untuk


berinovasi agar dapat bertahan hidup dan berkembang dalam kompetisi
industri global yang semakin ketat.

3.

Strategi transformasi dibutuhkan oleh Toyota Motor Corporation dalam


melakukan inovasi serta menghadapi perubahan lingkungan dan tantangan.

1.3

Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka tulisan ini memiliki rumusan

masalah: Bagaimana strategi transformasi yang dilakukan oleh Toyota Motor


Corporation?
1.4

Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan di atas maka penulisan

makalah ini bertujuan untuk mengetahui strategi transformasi yang dilakukan oleh
Toyota Motor Corporation, sehingga makalah ini memiliki judul: Analisis
Strategi Transformasi di Toyota Motor Corporation.
1.5

Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan

makalah mengenai Analisis Strategi Transformasi di Toyota Motor Corporation


ini adalah metode kualitatif, yaitu berupa studi pustaka dari berbagai referensi,
seperti buku, jurnal, dan internet.
1.6

Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan, untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian, maka

makalah ini dibagi menjadi 5 bab, yakni:


Bab 1. Bab ini berisi informasi tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab 2. Bab ini menjabarkan informasi mengenai kerangka teori yang relevan
mengenai tema yang penulis angkat dalam penyusunan makalah ini.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

Bab 3. Bab ini mendeskripsikan mengenai gambaran umum kasus yang penulis
analisis dalam makalah ini.
Bab 4. Bab ini menjelasakan mengenai analisis dan pembahasan masalah yang
dikaitkan dengan kerangka teori dalam bab sebelumnya.
Bab 5. Bab ini menggambarkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari
penulis berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dibuat.

BAB 2
KERANGKA TEORI

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

Bab ini berisikan informasi mengenai kerangka teori yang terkait dengan
tema yang penulis angkat, yaitu Strategi Transformasi dalam rangka penyusunan
makalah Analisis Strategi Transformasi di Toyota Motor Corporation ini. Teoriteori yang dijadikan landasan analisis penulis, antara lain the challenges of
sustaining transformation yang terdiri dari fear and anxiety, assessment and
measurement, dan true believers and nonbelievers, serta the challenges of
redesigning and rethinking yang mencakup governance.
2.1

The Challenges of Sustaining Transformation


2.1.1 Fear and Anxiety
Pada masa semakin lama suatu organisasi berdiri pasti menghadapi
kondisi adanya ancaman yang bersifat eksternal sehingga mempengaruhi
perilaku, prioritas, dan pola pikir internal kelompok dalam organisasi. Salah
satu tantangan yang dihadapi dalam lingkup internal organisasi adalah
ketakutan dan kekhawatiran. Ketakutan dan kekhawatiran ini dipicu oleh
keterbukaan dan keterusterangan antara anggota dalam kelompok pemandu.
Terdapat delapan hal yang terkait dengan ketakutan dan kekhawatiran, yaitu:
1.

The Challenges
Ketakutan dan kekhawatiran termasuk ke dalam tantangan dalam
perubahan berkelanjutan. Pemimpin yang efektif akan berupaya
untuk mengenali ketakutan dan kekhawatiran sebagai indikator
dalam menghadapi tantangan. Hal tersebut karena respon takut dan
khawatir atas tantangan merupakan hal alamiah dan paling sering
dihadapi sebagai proses mempelajari situasi. Dasar dinamika
ketakutan dan kekhawatiran adalah kemampuan keterbukaan dan
keterusterangan dalam menghadapi situasi baru. Terdapat rasa tidak
percaya terhadap diri sendiri dan orang lain serta reaksi lingkungan
atas masalah baru yang mucul. Ketakutan dan kekhawatiran akan
mempengaruhi

antusiasme

dan

keinginan

seseorang

untuk

berkomitmen pada inisiatif transformasi. Terdapat beberapa strategi


untuk menghadapi ketakutan dan kekhawatiran, yaitu mulai dari hal
kecil sebelum menghadapi masalah rumit; menciptakan contoh

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

keterbukaan; melihat perbedaan sebagai aset, mengingat kemampuan


diri, dsb.
2.

Gray Stamps
Gray stamps merupakan suatu kondisi mental seseorang yang
seringkali dialami seseorang akibat menumpuknya rasa sakit hati
atas perlakuan rekan kerja/atasan yang dipendam dalam diri.
Kebanyakan kondisi ini bersifat negosiasi, yaitu dapat diatasi melalui
aktivitas yang menyenangkan. Gray stamps tidak sehat untuk
individu, namun benar-benar mematikan dalam tim khususnya dalam
inisiatif perubahan. Oleh karena itu, diperlukan mental yang kuat
dalam mengelola gray stamps tersebut agar justru menjadi dasar
seseorang dalam berperilaku untuk menunjukkan kemampuannya
yang selama ini tidak diperhatikan oleh orang lain.

3.

Unilateral Control
Ketika seseorang merasa takut dan cemas insting pertama mereka
adalah memperoleh kontrol sepihak agar dapat melakukan apapun
yang diperlukan untuk mengambil alih percakapan sehingga
ancaman dapat pergi. Hampir seluruh budaya organisasi mendukung
bentuk-bentuk dari kontrol sepihak sebagai sanksi tidak resmi. Cara
ini didasari dari tidak ditoleransinya kemarahan dan teriakan
sehingga dilakukan cara untuk menghentikannya dengan lebih
terhormat agar arah diskusi tidak menyimpang.

4.

When Good People Do Terrible Things


Kondisi ini dialami dalam kelompok pemimpin, dimana pemimpin
senior berupaya untuk menjalin hubungan dekat dengan kelompok
pemimpin lain. Namun, pemimpin senior tersebut melakukan
intervensi kepada anggota kelompok untuk berperilaku dan
melakukan hal-hal yang diinginkan olehnya. Perilaku ini membuat
ketidaknyamanan

anggota

lain

karena

merasa

ditekan

dan

direndahkan. Perusahaan dengan masalah seperti ini akan sulit untuk


menebusnya, karena (1) perilaku tersebut akan berubah menjadi

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

perilaku yang diterima sebagai kebiasaan; (2) orang-orang tidak bisa


menggambarkan kebebasan dan kreatifitas yang dibutuhkan untuk
perubahan cepat; (3) penyia-nyiaan yang tragis. Elemen paling kritis
adalah komitmen tinggi dari partisipan dan empati serta rasa hormat
dari kelompok penasihat dan rasa menghormati kepada orang-orang
yang bekerja di sana.
5.

A Safe Place for Not Knowing


Terdapat salah satu cara efektif untuk menangani ketakutan dan
kecemasan atas kompetensinya sendiri dalam organisasi. Perasaan
tidak tahu dapat banyak mengurangi kecemasan. Seseorang harus
tahu bagaimana belajar secara efektif melalui ketidaktahuan untuk
mengatasi tekanan sosial. Seseorang harus mengakui berapa banyak
yang ia tidak ketahui. Strategi yang dilakukan melalui perasaan
ketidaktahuan ini dikenal dengan small sacred hour. Small sacred
hour merupakan aktivitas tukar pikiran yang terdiri dari 3- 4 orang
terkait semua permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing
anggota selama satu jam dalam satu minggu terlepas dari seberapa
sibuk kegiatan yang dimiliki. Small sacred hour berguna untuk
saling mempelajari tantangan dan kesulitan yang dihadapi serta
memberi masukan sehingga setiap anggota dapat menambah
pengetahuannya.

6.

Heroic Modes
Heroic modes menentukan kebiasaan atau cara seseorang dalam
berjuang untuk integrasi dan keutuhan, mengatasi rasa cemas, dan
berusaha untuk mengendalikan orang lain. Moda ini dibagi menjadi
3, yaitu fixer (optimis, inspiratif, memecahkan masalah yang
dianggap tidak mungkin, namun pada kondisi gelap moda ini
bertindak memaksa dan menyakiti orang lain), survivor (mengalah
dan mengikuti kondisi yang ada meskipun tertekan, namun dalam
kondisi gelap moda ini menjadi kaku dan meninggalkan hubungan
emosional dengan situasi), dan protector (membela dan peka
terhadap penderitaan orang di sekitarnya, namun pada kondisi gelap

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

10

mereka menjadi terlalu melankolis). Terdapat dinamika tersembunyi


dari anggota kelompok pada situasi berisiko tinggi. Hal ini terjadi
karena adanya tekanan dari pihak superior sehingga menimbulkan
perilaku acuh dari anggota kelompok lain akibat ketidaksenangan
dengan perilaku tersebut (structural trap). Pada kondisi tersebut,
setiap orang tidak mendapatkan apa yang diinginkan dan kehilangan
potensi inisiatif.
7.

Unraveling the Knots from Your Family of Origin


Konsep dimana perilaku seseorang dalam menjalin relasi dan
menghadapi suatu situasi di tempat kerja sangat dipengaruhi oleh
sejarah hubungannya dalam keluarga ia dibesarkan. Namun, kondisi
ini dapat diperbaiki melalui kesadaran hubungan lainnya dalam
keluarga serta menelusuri jejak pola hubungan keluarga di atasnya
sehingga mampu mengeksplorasi sisi baiknya dan melakukan
perubahan atas identifikasi perilaku dan kondisi keluarga.

8.

Beyond Winners and Losers


Keberagaman

sebagai

fenomena

pembelajaran.

Keberagaman

merupakan salah satu faktor munculnya ketakutan dan kecemasan.


Apakah seseorang akan terhalang atas adanya keberagaman atau
justru menjadikan keberagaman sebagai suatu katalis dalam
menghadapi masalah secara bersama-sama dengan saling terlibat
satu sama lain. Jika seseorang menghadapi keberagaman dengan
integritas, tanggung jawab, dan keinginan untuk bekerja melewati
ketegangan maka akan didapatkan terobosan hebat.
2.1.2

Assessment and Measurement


Penilaian dan ukuran menjadi suatu tantangan dalam melakukan

transformasi organasisasi dimana terjadi kesenjangan antara inisiatif individuindividu dan cara organisasi mengukur hasil. Hal ini memicu munculnya
penilaian-penilaian negatif terhadap perubahan. Kesenjangan hubungan
terjadi antara cara-cara pengukuran keberhasilan yang masih tradisional
terkait pengukuran keberhasilan dan rentang waktu perubahan serta

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

11

pencapaian kelompok inisiator (pilot group). Tantangan yang terjadi dalam


hal ini adalah orang-orang yang menghendaki untuk adanya perubahan sering
kali tidak disukai oleh organisasi yang lebih besar, berarti dilihat dari skala
biasanya inisiator cenderung jauh lebih kecil dibanding orang-orang dalam
organisasi yang jauh lebih besar. Dengan demikian, perubahan pasti diikuti
dengan adanya resistensi. Hal yang memicu hal tersebut, antara lain sebagai
berikut:
1.

Masalah keterlambatan/penundaan hasil.


Sebagian besar hasil yang paling penting baru akan muncul setelah
praktik inovatif menghasilkan hasil-hasil yang inovasi. Sementara itu,
selama proses inovator berada dalam resiko karena inovasi yang
dilakukan terlihat sangat berbeda dari rutinitas bagi lingkungan
dimana orang-orang yang beroperasi di lingkungan cenderung
menginginkan hasil yang lalu.

2.

Inovasi bersifat kompleks.


Banyak hal berubah baik kondisi lingkungan internal maupun
eksternal dan banyak hasil yang berbeda dalam perubahan bahkan
tidak sedikit perusahaan gagal.

3.

Kesenjangan akurasi cara pengukuran terhadap masalah.


Banyak organisasi yang menjalankan analisis pengukuran terbatas
pada cara-cara yang hanya pantas dan tidak adanya upaya untuk
evaluasi cara yang digunakan sehingga dapat diketahui yang
bermasalah adalah perubahan atau cara pengukuran.
Strategi dalam menerima perubahan dimana terdapat pengaruh yang

kuat dari lingkungan dalam hal yang mendasari rentang waktu dan cara
pengukuran perubahan yang tradisional untuk membangun kemampuan
evaluasi tim inovasi sehingga masing-masing bisa mengukur kemajuan dan
kemajuan komunikasi yang lebih baik di luar tim.
1.

Belajar untuk menghargai waktu penundaan/keterlambatan yang


melekat dalam perubahan besar.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

12

2.

Tidak menilai keberhasilan atau kegagalan upaya perubahan pada


hasil awal. Pengembangan kemampuan baru adalah masalah praktek,
alat-alat baru dan metode pelaksanaan.

3.

Membangun kemitraan dengan para pemimpin eksekutif dalam


menilai proses penilaian.

4.

Belajar untuk mengenali dan menghargai kemajuan karena salah satu


tugas yang paling penting dari tim yang terlibat dalam perubahan
adalah bahwa membuat kemajuan sehingga membangun sementara
target jangka pendek diperlukan untuk membantu mengarahkan pada
tujuan perubahan secara bertahap.

5.

Membuat penilaian dan mengembangkan kemampuan baru penilaian


di

antara

para

pendukung

perubahan. Belajar

untuk

menilai

konsekuensi dari inisiatif perubahan yang signifikan.


Upaya membangun kemampuan baru dalam penilaian untuk
mempelajari lingkungan yang kompleks adalah sebagai berikut.
1.

Komunikasi sejak dini tentang kriteria yang menentukan keberhasilan


atau kegagalan baik antar tim inovator maupun para pemimpin yang

2.

mengawasi upaya perubahan.


Meningkatkan kesadaran atas tipe-tipe pengukuran sebagai upaya
menyesuaikannya dengan tujuan kelompok inisiator dan organisasi

3.

secara keseluruhan.
Saling mengingatkan bahwa tidak semua penilaian mengindikasikan

4.

kemajuan.
Mediasi dan menjelaskan perbedaan interpretasi atas pengukuran yang
sama.

2.1.2.1 Pengelolaan Perspektif Terhadap Hasil Penilaian yang


Dilematis
Akuntan sebagai seorang pengelola finansial menjadi hal yang
krusial dalam suatu organisasi terlebih saat adanya inisiatif dalam
perubahan dari kelompok inisiator. Akuntan tradisional cenderung tidak
mempertimbangkan proses kerja. Dengan bergerak upstream, akuntan
akan melihat secara langsung praktek kerja yang menghasilkan banyak

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

13

data. Hal inilah yang harus dipertimbangkan dalam perubahan. Proses


finansial organisasi seharusnya berdasarkan cara organisasi bekerja
sehingga pekerja lebih mudah dalam mengidentifikasi dan melakukan
koreksi atas kesalahan yang terjadi dan organisasi menumpu pada
kemampuan intelegensi pekerjanya untuk memecahkan masalah dalam
membuat kemajuan dan peningkatan. Salah satu pendekatan dikenal
dengan pendekatan Aktivitas Berbasis Biaya (activity-based costing)
dimana adanya
pemanfaatan

pembedaan berbagai aktivitas penggunaan atau

sumber

daya

menjadi

cara

yang

penting

dalam

meningkatkan produksi. Saat ini penilaian terkait organisasi sebagai


pembelajar tentu penilaian dan pengukuran lebih tepat untuk belajar
daripada sekedar laporan belaka. Dalam hal ini penilaian dituntut dapat
menghindarkan dari asumsi-asumsi negatif yang dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
1.

Penilaian pada delta data atau sumber data

2.

Memperhatikan alur aktivitas

3.

Meningkatkan kesadaran dan sensitivitas dalam menilai alur kerja

4.

Memperhatikan cara lingkungan bekerja

5.

Memperhatikan pola sumber daya


Tabel 2.1.2.1.1
Pembedaan Hubungan Sebab-Akibat

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

14

Sumber: The Dance of Change, 1999


Dari tabel di atas, dapat dilihat menjadi (lima) jenis penilaian
didasarkan pada pola hubungan yang menggambarkan cara-cara umum
untuk melakukan tes kemajuan dari aktivitas. Penilaian A merupakan
penilaian hubungan antara proses pembelajaran dan kapabilitas baru.
Penilaian B, yakni mengikuti beberapa inovasi dan aktivitas baru dalam
kelompok inisiator yang dikembangkan oleh orang-orang terlatih.
Penilaian

C,

yakni

mengukur

dampak

perilaku

baru

dengan

memperhatikan indikator-indikator perilaku yang dapat diobservasi.


Penilaian D, bisa memulai mengikuti pengaruh anggota-anggota
kelompok inisiator dalam bekerja di organisasi. Terakhir penilaian E,
yakni bisa menandai poin dari hasil yang terlihat atas setiap upaya yang
dihasilkan. Selain itu, dalam penilaian modern akan ditemui kesulitan
pengukuran terhadap hal-hal yang sulit diukur seperti mengukur
keragaman, kepuasan pegawai, perubahan personel dan mengukur faktor
yang sangat penting dalam memprediksi perubahan organisasi. Upaya
yang dapat dilakukan adalah (1) penyelidikan tentang isu-isu yang sulit,
(2) memperlakukan orang dengan bermartabat dan hormat, (3) advokasi,
penyelidikan dan pembicaraan efektif, dan (5) perhatian terhadap
komunitas pegawai. Dalam penilaian juga hendaknya indikator dirancang
oleh pegawai bukan oleh organisasi pusat dimana jika pegawai yang

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

15

membuat tentu indikator menjadi suatu pembelajaran bagi pegawai


sedangkan jika dari organisasi sebatas menjadi fungsi kontrol.
2.1.3

True Believers and Nonbelievers

2.1.3.1 Definisi
Merupakan individu yang percaya dalam sebuah pilot group
menghadapi non-believers di luar pilot group. Hal ini memiliki
kecenderungan untuk jatuh ke dalam situasi di mana sebuah peningkatan
dalam sebuah organisasi dirasakan sebagai ancaman dan pengepungan
mentalitas. Sebenarnya pilot groups ketika mereka melanjutkan
perubahannya, cenderung merupakan the rest of workforce dan seringkali
mereka tidak sadar akan hal tersebut. Tentunya hal ini menjadi
peningkatan frustrasi dengan perusahaan.yang lebih besar. Paradoks
tantangan belivers dan nonbelievers yakni semakin besar perubahan yang
terjadi di dalam pilot groups, semakin berisiko dinamika yang terjadi
dalam organisasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1.

Menunjukkan perilaku yang mengindikasikan sebuah ancaman


untuk orang lain. Penggunaan jargon dan bahasa yang tidak
dimengerti sehingga hal tersebut seakan mengancam orangorang. Kelompok internal diidentifikasi sebagai bentuk fanatisme

2.

oleh pandangan dari luar organisasi.


Beberapa orang di luar organisasi ingin tahu tentang apa yang
sedang terjadi. Mereka yang terancam di luar organisasi
mengajukan pertanyaan yang menuduh apa penyebab kelompok
tersebut menjadi defensif dan fanatik terhadap pandangannya,
tidak terbuka dengan padangan yang lain sehingga menjadi
bagian dari lingkaran setan. Secara paradoks, semakin sukses
mereka, semakin yakin mereka mereka memiliki jawaban yang
benar dan semakin mereka menanam benih defensif dan
menyerang pandangan dari luar. Kerendahan hati merupakan
kunci untuk mengatasi ini. Tanpa kerendahan hati yang memadai,
kesombongan akan berkembang biak dan berpotensi sebagai
ancaman, seperti yang dijabarkan oleh Eric Hoffer bahwa akar

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

16

fanatisme adalah kepastian di mana setelah kita menjadi fanatik,


kita akan menjadi tertutup pada pandangan yang lain.
Mengembangkan fleksibilitas budaya yang kritis membutuhkan
waktu yang lama. Keterbukaan merupakan kapasitas masyarakat untuk
terus mempertanyakan asumsi milik mereka sendiri karena terkait
perlindungan terhadap kepastian dan arogansi yang ada pada diri mereka.
Sampai sejauh mana, tidak peduli seberapa sukses mereka sebagai
kelompok, mereka harus dapat terus menantang pemikiran mereka
sendiri, sejauh mana mereka mendengar pandangan luar sebagai sumber
untuk pembelajaran mereka sendiri. Sejauh ini mereka skeptis terutama
dengan ide mereka sendiri. Memupuk keterbukaan reflektif merupakan
strategi

penting

bagi

para

pemimpin

yang

berusaha

untuk

menyeimbangkan komitmen penuh untuk sebuah inovasi baru dengan


menghormati budaya. Memang tidak mudah untuk melebarkan pengaruh
di dalam organisasi yang besar.
Beberapa

strategi

untuk

mempertemukan

believers

dan

nonbelievers di antaranya adalah: (a) menjadi bikultural, dengan maksud


memiliki dua budaya, di mana di masing-masing budaya memiliki
kebudayaan berbeda dan harus adaptif ketika tinggal di salah satunya
sehingga tahu bagaimana pandangan pada masing-masing budaya
tersebut; (b) mentoring, kebanyakan para pimpinan lokal yang
bertalenta tidak tahu ke mana arah atau isu pada organisasi tempatnya
bekerja. Ketika jajaran eksekutif dapat berperan sebagai mentor,
setidaknya para pimpinan ini tahu bagaimana iklim kerja yang diinginkan
oleh organisasi; (c) membangun kapabilitas pilot group pada sistem
organisasi secara luas dari awal; (d) membudayakan keterbukaan dalam
organisasi sehingga seluruh elemen organisasi mengetahui ide-ide yang
bermunculan sehingga dipilah yang terbaik; (e) menghargai sifat
ketidakinginan dalam perubahan secara personal, di mana para pilot
group tidak mendesak tiap individu ikut berubah seperti yang diinginkan
melalui kekuasaan mereka. Hal tersebut tentu bisa menjadi bom bagi

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

17

organisasi ketika mereka dipaksa untuk berubah secara personal; (f)


menyebarkan bahasa jargon, dalam hal ini tekait bagaimana para
pekerja di tiap organisasi mendengar jargon sebuah organisasi sehingga
tahu apa makna dan tujuan organisasi tersebut; dan (g) meletakkan dasar
nilai-nilai transeden, dengan kata lain meskipun organisasi memiliki satu
tujuan, di dalamnya terdapat banyaknya gagasan di luar hal tersebut
sehingga organisasi tersebut kaya akan ide.
2.1.3.2 Komitmen dalam Organisasi
Organisasi

yang

menuju

pada

pembelajaran

organisasi

membutuhkan perubahan dalam budaya organisasi dengan memiliki


komitmen

jangka panjang.

Kemampuan

organisasi

untuk

tetap

memperbaharui pengetahuannya melalui proses pembelajaran terasa


lebih penting sekarang agar dapat bersaing organisasi sekarang dan akan
datang diharapkan untuk lebih fleksibel. Kefleksibelan membutuhkan
komitmen jangka panjang dalam membangun dan mengembangkan
sumberdaya strategis. Dalam lingkungan yang serba dinamis, organisasi
harus berorientasi pada konsep pembelajaran organisasi. Komitmen akan
visi yang sama pada organisasi tentu akan berdampak tidak adanya
jurang pemisah antara true believers dan nonbelievers. Dengan
pengelolaan kelompok yang baik, tentu akan lebih mudah menjangkit
sebuah penyakit komitmen pada seluruh elemen organisasi. Hal ini pun
dapat dilakukan dengan cara pelatihan secara masif, pagelaran organisasi
yang masif, di mana nantinya tiap kelompok di dalam organisasi
memiliki perwakilan yang akan menyebar penyakit tersebut.
2.2

The Challenges of Redesigning and Rethinking


2.2.1 Governance
2.2.1.1 The Challenge
Menurut Peter Senge, dkk (1999: 361), dunia bisnis saat ini
dicengkeram oleh lintas arus yang luar biasa mengenai fisolofi dan
praktek tata kelola. Perjuangan tata kelola perusahaan dilatarbelakangi

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

18

oleh semakin pesatnya perubahan teknologi dan geopolitik. Pandangan


kita mengenai perubahan lintas arus ini adalah bahwa seluruh jenis
organisasi ada di antara evolusi fundamental dari sistem tata kelola yang
memperkuat ketergantungan pada otoritas pusat, ke sistem yang
mendorong independensi lebih antara unit-unit lokal, lewat proses tata
kelola

untuk

meningkatkan

interdependensi,

menyeimbangkan

pembuatan keputusan pusat dan lokal.


Namun demikian, menjalankan sistem tata kelola yang dikontrol
secara lokal tidak serta merta mudah. Desentralisasi terkadang
memberikan otoritas pembuatan keputusan melampaui pertimbangan
bisnis mereka. Tidak berarti hierarki juga akan musnah. Menciptakan
sistem tata kelola baru yang dapat diterapkan dapat berarti bahwa
berpikir kembali mengenai hierarki sehingga hierarki tersebut dapat lebih
fungsional dalam dunia yang mengalami peningkatan perubahan dan
interdependensi. Tantangan tata kelola diterima berbeda oleh networkers
dan pemimpin lini lokal di satu sisi, dan pemimpin eksekutif di sisi lain.
Menurut Peter Senge (1999: 366), governance dapat dilihat sebagai
pengenaan dari satu kelompok berada di atas kelompok lain, atau proses
berkelanjutan dari orienting dan adjusting, yang dapat mencakup
pengkonsentrasian kekuasaan yang dibutuhkan dalam situasi tertentu,
dan sebaliknya pembagian kekuasaan dapat diperlukan dalam situasi lain.
2.2.1.2 From Control to Clarity
Menurut Brenneman (dalam Peter Senge, 1999: 388), salah satu
konsep kuat untuk mengendalikan organisasi menuju kinerja yang lebih
tinggi selain dengan pembelajaran dan pemberdayaan yang efektifadalah dengan model Elliott Jaques mengenai hierarki yang akuntabel
yang berfokus kuat pada akuntabilitas dan pelayanan yang menyediakan
pencegah kontrol dan komando yang menyalahgunakan kekuasaan. Saat
kejelasan dari tujuan, peran, dan ekspektasi yang cukup telah terbangun,
termasuk dalam membuat orang-orang jelas akuntabel untuk belajar dan
kinerja dari bawahan mereka, maka belajar menjadi otomatis.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

19

2.2.1.3 Learning Shareholders...


Semakin besarnya peran pemegang saham mendorong banyak
pemegang saham dapat membantu meningkatkan kapabilitas perusahaan
dan pada akhirnya meningkatkan kinerjanya dan meningkatkan
pengembalian pemegang saham itu sendiri. Ini membutuhkan manajemen
yang memandang pemegang saham sebagai bagian dari check and
balances dari struktur organisasi perusahaan. Menurut Minow (dalam
Peter Senge, 1999: 397), terdapat lima tema yang mengilustrasikan
hubungan saling menguntungkan antara pemegang saham dan manajer:
(1) pengaruh pemegang saham lewat pemeriksaan, (2) pemimpin
organisasi: menciptakan warisan sendiri, (3) manajer keuangan:
menyediakan informasi mengenai modal SDM, (4) pemimpin eksekutif:
mengatur contoh dengan investasi sendiri, dan (5) kita semua:
mendorong kepemilikan karyawan.
2.2.1.4 Proses Pembelajaran di Tengah Tindakan
Menurut Maira dan Smith (dalam Senge, 1999: 405), dalam
sebuah perusahaan tidak jarang terdapat tekanan antara dua tujuan yang
berlawanan namun keduanya penting, yang tidak dapat diselesaikan,
hanya dikelola sepanjang waktu sebagai dilema. Hal ini diakari oleh tiga
mental models yang berlaku mengenai tata kelola bisnis. Pertama, hampir
seluruh manajer bisnis disekolahkan untuk menentukan secara tepat
sumber daya untuk maksud dan mengurangi kelebihan sumber daya
untuk mencapai efisiensi. Kedua, hampir seluruh eksekutif percaya
bahwa tata kelola adalah masalah tersendiri yang keras. Ketiga, walaupun
terdapat banyak bentuk saran dari dunia luar yang kesemuanya
menyarankan perhatian dari eksekutif atas, hanya satu dari mereka yang
didahulukan pada satu waktu.
1.

[Type text]

Setting Up a Process for Redesign

[Type text] Universitas Indonesia

20

Langkah pertama adalah untuk mengembangkan kapasitas tim


kepemimpinan atas untuk memetabolisme tekanan secara bersamasama. Ini adalah alat yang kuat untuk mengembangkan kapasitas.
Dibutuhkan juga fasilitator yang terpercaya untuk membantu tim.
2.

Shared Aspirations
Jika setiap orang memiliki tempat, nilai, dan prinsip yang sama
dalam bekerja, aspirasi yang terbagi ini akan dapat menunjukkan
arti untuk meyakinkan dan meluruskan kordinasi. Selain itu juga
dapat memberikan fokus dan orientasi konstan, serta memudahkan
untuk merancang di tengah tindakan karena menyediakan efek
stabil.

3.

Accountabilities for Result


Dalam sebuah organisasi dibutuhkan keleluasaan dan kesadaran
untuk menjadi akuntabel untuk hasil yang spesifik sebagai
individu. Dengan begitu, tujuan dan realita untuk setiap anggota
dari tim perlu terinternalisasi oleh setiap anggota lain.

4.

Resourcing and Decision Making


Dalam kelompok eksekutif, jika keputusan dibuat secara
kolaboratif, kualitas solusi dan keputusan akan semakin tinggi.
Selain itu, dengan membuat keputusan antar batas akan
meningkatkan inovasi.

5.

Competencies and Skills


Untuk melakukan perubahan dibutuh perubahan di dalam diri
karyawan dan tim eksekutif. Manajer dengan demikian dapat
berpikir luas dan mengerti akar masalah dan menemukan aksi-aksi
yang berpengaruh besar untuk mempengaruhi perilaku sistem.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

21

6.

Measures and Incentives


Pengukuran dan insentif dapat berfokus pada pengukuran kinerja
dengan

memandang

bahwa

kesalahan

dalah

bagian

dari

pembelajaran.
7.

Permeable

Boundaries

and

Multiple

Orientations
Kesuksesan untuk menjadi terbuka tergantung dengan fleksibilitas
dari mental model mengenai bisnis. Lebih jauh lagi, banyak tim
eksekutif mencpai tujuan multidimensional dengan memiliki
banyak pengetahuan yang luas.
2.3.

Kepemimpinan
Harefa (2000, 154), menyebutkan bahwa sejumlah kata yang paling

banyak menggambarkan kepemimpinan, beberapa di antaranya adalah relasi,


kontrak, transaksi, dan transformasi. Empat kata yang paling sering digunakan
dalam perbincangan

mengenai

kepemimpinan,

khususnya

yang

bersifat

transaksional dan transformasional, adalah viwi-misi-nilai-strategi.


2.4

Pemimpin Perubahan
2.4.1 Strategi Pemimpin Perubahan
Menurut Peter Senge dan Peter F. Drucker (Hesselbein dan Johnston
dalam Wibowo, 2006: 240), terdapat beberapa strategi yang harus dilakukan
oleh seorang pemimpin perubahan, yaitu: (1) akselerasi perubahan di masa
depan, (2) pemimpin dalam pusaran perubahan, (3) langkah memimpin
perubahan, (4) keseimbangan antara perubahan dan kontinuitas, dan (5)
meningkatkan kepuasan pekerja.
2.4.2 Peran Pemimpin Perubahan
Untuk mencapai hasil yang diharapkan organisasi, mengembangkan
lingkungan yang dihadapi dan sekaligus lebih memperhatikan kepentingan
orang lain, pemimpin sebaiknya mampu melakukan hal-hal: (1) menciptakan

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

22

hubungan kerja yang efektif dengan menghargai bawahannya, menunjukkan


empati, dan bersikap tulus, (2) pergeseran fungsi manajemer untuk memenuhi
kepentingan anak buahnya, (3) memimpin dengan contoh, (4) mempengaruhi
orang lain, (5) mengembangkan team work, (6) melibatkan bawahan dalam
pengambilan keputusan, (7) menjadikan pemberdayaan sebagai way of life,
(8) dan membangun komitmen.
2.4.3 Pelajaran untuk Pemimpin Perubahan
Peter Senge (dalam Wibowo, 2006: 256) mengamati bahwa langkah
pertama dalam berpikir tentang masa depan adalah dengan menyadari bahwa
terdapat sesuatu yang sifatnya sudah given, yaitu apabila sesuatu terjadi maka
akan menyusul kejadian berikutnya. Seorang pemimpin perubahan harus
melakukan: (1) perubahan pola pikir yang terbuka akan kejutan, tidak hanya
memecahkan masalah dan bergairah dengan komitmen, (2) dorongan
kompetitif dan pembelajaran, (3) keterampilan pemimpin perubahan dengan
melakukan inovasi, profesionalisme dan berkolaborasi, dan (4) menjadi
eksekutif abad 21.

BAB 3
GAMBARAN UMUM

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

23

Pada bab ini, penulis menggambarkan secara umum Toyota Motor


Corporation (TMC) yang menjadi organisasi yang dianalisis dalam penyusunan
makalah ini. Selain itu, penulis juga menggambarkan secara umum manajemen
yang diterapkan di Toyota Motor Corporation itu sendiri untuk dianalisis pada bab
selanjutan berdasarkan kerangka teori yang telah dijabarkan pada bab
sebelumnya.
3.1

Gambaran Umum Toyota Motor Corporation


Pendiri Toyota Motor Corporation (TMC) adalah Sakichi Toyoda. Visi

TMC adalah melalui perbaikan tekonologi konvensional, serta upaya perintis


dalam pnerapan teknologi baru, Toyota mengambil langkah-langkah besar untuk
mengembangkan eco-mobil yang akan membantuk kita menjadi masyarakat
rendah karbon. Misi TMC adalah memberikan kemanan kelas dunia untuk
melindungi kehidupan pelanggan; memberikan optimalisasi energy/infrastruktur
untuk masyarakat lokal; menempatkan prioritas tinggi pada keselamatan dan
mempromosikan pengembangan produk dengan tujuan akhir dari sepenuhnya
menghilangkan korban lalu lintas; memberikan mobil yang merangsang dan
menginspirasi pelanggan untuk mendapatkan senyum pelanggan; mengatasi
pendidikan karyawan di bawah genchi genbutsu; saling percaya dengan mitra,
berkontribusi untuk pengembangan teknologi baru dan peningkatan keahlian;
berkontribusi untuk pengembangan ekonomi masyarakat setempat dengan operasi
R & D berfungsi secara efektif di setiap daerah (Toyota-global.com, 2013).
Pada awalnya, Sakichi Toyoda mendirikan perusahaan mesin tekstil yang
kemudian hak patennya dijual kepada Platt Brothers & Co, Ltd di Inggris untuk
memperoleh modal dalam pengembangan Toyoda Automatic Loom Works, Ltd.
Pada tahun 1936 berubah menjadi Toyota Motor Corporation seperti saat ini.
Tahun 1937 merupakan era penting kelahiran Toyota Motor Co, Ltd. yang
menjadi cikal bakal TMC. TMC kemudian menjadi penghasil kendaraan terdepan
pada tahun 1940-an melalui pengembangan permodalan dengan memasukkan
perusahaan di bursa saham di Tokyo, Osaka, dan Nagoya. Setelah perang dunia II
berakhir, TMC kembali melakukan inovasi produk dengan mengeluarkan Land

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

24

Cruiser yang mampu menandingi Jeep Willys produksi barat dengan menembus
pangsa pasar di Indonesia, Amerika Utara, Afrika.
Setelah berhasil dengan Land Cruiser, tahun 1966 TMC meluncurkan
mobil jenis sedan, yaitu Toyota Corolla yang terjual lebih dari 5 juta unit.
Semakin globalnya produk TMC maka dibutuhkan adanya logo yang menjadi jati
diri TMC. Pada tahun 1989 TMC memutuskan untuk membuat logo, yaitu dua
lingkaran oval yang menghasilkan huruf T dan elips ketiga mengisyaratkan The
Spirit of Understanding in Design sekaligus menjadi lambang bahawa TMC
berupaya menjaga dan mempengaruhi sekelilingnya. Pada tahun 1990 Toyota
Camry menjadi mobil paling laris di Amerika Serikat. Upaya yang kembali
ditempuh oleh TMC dalam menghadapi perubahan global adalah dengan
melakukan merger dengan Daihatsu pada tahun 1999. TMC membeli 51,19%
saham Daihatsu. Hal ini dilakukan karena Daihatsu mempunyai kemampuan
dalam riset, skill manajerial, teknologi, produksi, segmen pasar, dan pemasaran
yang sebelumnya sudah terbentuk. Satu hal yang menjadi kelemahan Daihatsu
adalah menembus brand image produk kepada konsumen agar diterima oleh
pasar. Hingga kini luas jangkauan TMC melingkupi seluruh benua dengan 50
perusahaan manufaktur dan 168 distributor (toyota.-global.com, 2013).
3.1.1 Gambaran Umum Manajemen Toyota Motor Corporation
Selain terus menerus melakukan inovasi dalam produk, juga tidak
terlepas dari model manajemen, pemikiran, dan filsafat yang menjadi dasar
perjalanan perusahaan. Sistem manajemen TMC dikenal dengan sebutan
Toyota Ways dan Toyota Production System (TPS) (toyota-global.com,2013).
Keduanya merupakan cara pandang mendasar TMC dalam memandang dunia
dan melakukan bisnis yang menjadi DNA perusahaan dan akan terus
dipertahankan. TPS merupakan konsep memberdayakan anggota tim untuk
mengoptimalkan kualitas dengan terus menerus meningkatkan proses dan
menghilangkan limbah yang tidak dibutuhkan dalam sumber daya alam,
manusia, dan perusahaan. TPS mempercayakan karyawan dengan tanggung
jawab yang jelas dalam setiap langkah produksi dan mendorong setiap
anggota tim untuk berjuang melakukan perbaikan secara menyeluruh. TPS

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

25

terdiri dari prinsip peningkatan produktivitas dan kualitas harus dibangun


seam proses pembuatan. Toyota Ways terdiri dari dua pilar, yaitu
Tabel 3.1.1.1
The Toyota Ways
Respect for People

Continuous Improvement

Respect

Teamwork

Challenge

Kaizen

1. Menghormat
i yang lain
2. Membuat
setiap usaha
dimengerti
setiap orang
3. Bertanggung
jawab
4. Lakukan
yang terbaik
untuk
membangun
kepercayaan

1. Merangsang
perutmbuhan
pribadi dan
profesional
2. Berbagi
peluang untuk
pengembangan
3. Memaksimalk
an kinerja tim
dan individu

Visi jangka
panjang untuk
mempertemuka
n tantangan
dengan
kreativitas dan
keberanian
untuk
mewujudkan
mimpi bersama

Memperbaiki
operasi bisnis
sepanjang
waktu melalui
selalu
mencoba
untuk inovasi
dan evolusi

Genchi
Genbutsu
Pergi ke sumber
daya untuk
mencari fakta
untuk membuat
keputusan yang
tepat dan
membangun
kesepakan dan
kepercayaan

Sumber: Jeffrey, 2004


Terdapat 14 prinsip dalam Toyota Ways yang dibagi ke dalam 4
bagian, yaitu (Liker, 2004: 41-45):
1.

Filosofi jangka panjang. Meliputi prinsip mendasarkan keputusan


manajemen pada filosofi jangka panjang meskipun mengorbankan

2.

tujuan keuangan jangka pendek.


Proses yang benar akan memberikan hasil yang benar. Meliputi
prinsip menciptakan proses kontinyu untuk membawa masalah ke
permukaan; gunakan sistem tarik untuk menghindari produksi
berlebihan; bekerja seperti kura-kura bukan kelinci; membangun
budaya berhenti memperbaiki masalah untuk mendapatkan kualitas
baik saat pertama; standardisasi tugas dan proses merupakan pondasi
untuk kemajuan kontinyu dan memberdayakan pekerja; kontrol visual
agar tidak ada masalah tersembunyi; teknologi handal yang teruji
untuk melayani orang dan proses produksi.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

26

3.

Penambahan nilai pada organisasi melalui pengembangan karyawan.


Meliputi

prinsip

menumbuhkan

pemimpin

yang

benar-benar

memahami kerja, menjiwai fiosofi, dan mengajarkannya kepada orang


lain; mengembangkan orang dan tim yang luar biasa yang mengikuti
filosofi perusahaan; menghormati jaringan mitra dan pemasok dengan
4.

menantang mereka dan membantu mereka untuk maju.


Secara kontinyu memecahkan akar masalah yang mendorong
pembelajaran organisasi. Meliputi prinsip pergi dan lihat sendiri untuk
memahami situasi; buat keputusan perlahan melalui konsensus,
mempertimbangkan semua pilihan, implemetasi keputusan dengan
cepat; menjadi organisasi pembelajar melalui refleksi dan perbaikan
terus-menerus.

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

27

Pada bab ini penulis menjabarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai
Strategi Transformasi di Toyota Motor Corporation dikaitkan dengan kerangka
teori yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk
menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu untuk
memaparkan dan menjelaskan penerapan strategi informasi di Toyota Motor
Corporation.
4.1

Analisis mengenai Ketakutan dan Kekhawatiran di Toyota Motor


Corporation
Toyota Motor Corporation merupakan perusahaan internasional dengan

nilai-nilai tradisional yang menjadi dasar pergerakan tiap individu yang ada dalam
perusahaan. Melalui prinsip-prinsip dalam The Toyota Ways dan Toyota
Production System, perusahaan berupaya untuk melakukan perbaikan terus
menerus dengan memperhatikan rasa kebersamaan dari seluruh orang-orang yang
berada dalam internal perusahaan maupun mitra kerjanya. Pilar The Toyota Ways
yang berupa kemajuan terus menerus serta menghormati orang lain mengandung
arti bahwa menghadapi tantangan dengan sebaik-baiknya merupakan hal penting
sebagai upaya menciptakan suasana pembelajaran dan tidak hanya menerima
kondisi lingkungan tapi juga benar-benar merangkul perubahan tersebut. TMC
memiliki pandangan bahwa untuk mampu mempengaruhi lingkungan maka
dibutuhkan rasa menghormati atas lingkungan itu sendiri, baik internal perusahaan
maupun semua stakeholder terkait.
Pada awal perkembangannya hingga saat ini, TMC membentuk budaya di
mana para manajer dan pimpinan tidak berperan lebih penting selain memotivasi
dan melibatkan para karyawan dan mitra bisnis untuk bekerjasama dan menuju
tujuan yang sama melalui pelibatan tim (partisipasi) untuk menghimpun ide-ide
karyawan sebagai upaya peningkatan kinerja. Hal ini sejalan dengan yang
dikatakan oleh Presiden Toyota Motor Company, Fujio Cho, Kunci untuk Toyota
Ways dan apa yang membuat Toyota menonjol bukanlah karena unsur individu.
Melainkan yang penting adalah memiliki semua elemen bersama-sama sebagai
suatu sistem. Hal ini harus dilakukan setiap hari dalam cara yang konsisten dan
sederhana. Salah satu implementasi dari prinsip ini adalah saat TMC mengalami

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

28

krisis besar-besaran pada tahun 1973 akibat krisis minyak dunia. Pada saat itu,
penjualan menurun sebesar 14%, operasi keuntungan sebesar 83%, dan tingkat
produksi sebesar 80%. Dewan TMC mengumpulkan anggota komite dari berbagai
divisi untuk menyusun suatu strategi dengan memproduksi Toyota Corolla secara
masal dan murah untuk menjawab tantangan perubahan.
Terbukti, tingkat pencapaian tujuan mencapai 128%. Selain itu, TMC
mengadakan program penghargaan pada tahun 1997 melalui Penghargaan
Kualitas Kinerja Toyota bagi seluruh pabrik-pabrik Toyota dan pemasok yang
melakukan perubahan saat krisis sebagai langkah penguatan Toyota Group
(Toyota-global.com, 2013). Tindakan tersebut merupakan penerapan dari prinsip
mendasarkan keputusan manajemen pada filosofi jangka panjang meskipun
mengorbankan tujuan keuangan jangka pendek. Berdasarkan uraian singkat
tersebut dapat dilihat bagaimana Toyota Motor Corporation berupaya untuk
mengatasi ketakutan dan kecemasan yang muncul di dalam tubuh perusahaan
melalui pembelajaran organisasi yang dilakukan. Penulis mengidentifikasi
implementasi pembelajaran organisasi tersebut melalui beberapa elemen yang
terkait dengan kekhawatiran dan kecemasan dari Peter Senge, yaitu
1.

Challenges
Kekhawatiran dan kecemasan dala menghadapi tantangan dan perubahan

merupaan suatu kewajaran dan harus dipandang sebagai proses pembelajaran atas
suatu situasi. Oleh karena itu, jangan sampai rasa takut dan cemas menjadi
penghalang komitmen anggota organisasi untuk melakukan transformasi. TMC
sebagai perusahaan internasional dengan produksi 6 unit mobil perdetik bukan
merupakan suatu pencapaian yang serta merta dalam waktu singkat. Masa-masa
krisis dan transisi merupakan pengalaman yang tidak asing bagi TMC. Hal ini
salah satunya terlihat pada masa-masa titik balik dalam pengembangan desain
produk perusahaan tahun 1960, seorang perancang model di Toyota, Kazuo
Morohoshi, merasa bahwa desain mobil-mobil di Jepang tidak memiliki proporsi
yang tepat. Untuk membaca keinginan pasar dan memenuhi genchi genbutsu
(pergi ke sumber daya untuk mencari fakta untuk membuat keputusan yang tepat
dan membangun kesepakatan) maka Morohoshi meninggalkan Jepang dan

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

29

mengeksplorasi masyarakat Amerika selama satu tahun di Illonis Institute of


Technology. Morohoshi mengamati aspek budaya Amerika, cara-cara barat, dan
memperhatikan detail fisik yang ada.
Salah satu yang didapatkannya adalah konsep bahwa orang-orang Amerika
memiliki kaki yang lebih besar dari orang Asia dan membutuhkan ukuran pedal
yang lebih besar. Pengalaman dan wawasan baru dari Amerika kemudian dibagi
kepada perusahaan yang kemudian dicerminkan melalui karyanya. Ia menyadari
bahwa untuk mendapatkan penerimaan dari luar negeri maka perlu adanya
pemahanan unsur-unsur dan kebutuhan pihak luar. Berdasarkan contoh kasus ini,
maka TMC telah membuktikan kemampuannya dalam menghadapi perubahan
lingkungan dengan mempelajari tantangan yang ada dan bersifat tebuka pada
dunia luar. Kini Morohoshi merupakan Penasihat Teknis Eksekutif Divisi Desain,
Toyota Techno Service Corporation. Pada salah satu bentuk transformasi ini,
terlihat bahwa pemimpin TMC mendukung karyawannya, Morohoshi, untuk
melakukan penelitian dan meninggalkan perusahaan sementara waktu untuk
mendapatkan hasil jangka panjang yang lebih besar. TMC mengimplementasikan
pemikiran dalam menghadapi tanatangan yang dikemukakan oleh Peter Senge,
yaitu melihat perbedaan sebagai aset, mulai dari hal kecil sebelum menghadapi
masalah rumit (melalui perubahan ukuran pedal mobil), menciptakan contoh
keterbukaan, serta mengingat kemampuan diri (Toyota-global.com, 2009).
2.

Gray Stamps
Predikat perusahaan otomotif terbesar di dunia, TMC, bukan berarti tidak

pernah mengalami kegagalan. Pada tahun 1957 merupakan salah satu tahun penuh
dengan tantangan dimana TMC berupaya untuk mengembangkan kemampuan
ekspornya keluar Asia, khususnya Amerika. Meskipun produk mobil TMC di
Jepang telah mendapat predikat dengan kinerja, harga, dan kehandalan yang
tinggi, namun memperoleh kegagalan saat melakukan uji kualitas di Amerika
Serikat mendapat kegagalan. The Toyopet Crown dianggap tidak bisa menangani
jarak jauh dengan kondisi mengemudi di Jalan Raya Amerika karena tubuh mobil
terlalu berat dan tidak memiliki stabilitas pada kecepatan tinggi sehingga mobil
yang telah diproduksi ditarik dari pasaran di Amerika Serikat dan menghentikan
ekspor mobil. Namun demikian, TMC tidak serta merta mengganti produk

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

30

tersebut dan menghentikan sama sekali pengembangan Toyopet melainkan


melakukan perbaikan dengan merilis Mobil Corona lima tahun kemudian di
Amerika. Kampanye mobil tersebut dilakukan melalui iklan yang efektif, kinerja
dijalan raya Amerika ang sangat baik, dan fitu baru (salah satunya adalah posisi
setir di sebelah kiri).
Setelah melewati masa-masa gagalan dan penolakan tersebut di pasar
Amerika, pada tahun 1965 Corona diekspor sebanyak 3.800 unit dan 40.700 unit
pada tahun 1967 di Amerika yang kini menjadi pasar ekspor terbesar Toyota. Gray
stamp yang terjadi pada TMC bersifat Gray Stamps kelompok, yaitu adanya
penolakan dari pasar Amerika yang menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan.
Namun demikian, TMC tidak terjebak pada perasaan kegagalan dan sakit hati atas
penolakan yang dialami melainkan melakukan recovery dan perbaikan dalam
jangka waktu 7 tahun untuk menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan
pasar. Hal ini sesuai dengan Toyota Production System, yaitu Just-in-Time
(membuat hanya apa yang dibutuhkan, ketika dibutuhkan, dan dalam jumlah yang
dibutuhkan) untuk mencapai produktivitas.
3.

Unilateral Control
Unilateral control merupakan sanksi tidak resmi sebagai alat kontrol atas

perilaku anggota organisasi yang melakukan penyimpangan atas diskusi suatu isu.
Penulis tidak menemukan adanya suatu ungkapan yang digunakan dalam
menghadapi pihak-pihak yang menggunakan cara menyimpang dalam melakukan
diskusi suatu isu. TMC hanya menerapkan perlakuan saling menghormati dan
mengakui kontribusi atas setiap anggota organisasi sekecil apapun sebagai suatu
sistem yang harus dijaga agar berjalan secara sinergis mencapai tujuan bersama
melalui penciptaan budaya diskusi.
4.

When Good People Do Terrible Things


Tindakan pimpinan yang menjalin hubungan komunikasi dengan pimpinan

lain dan karyawannya namun justru membuat pimpinan lain dan karyawan
tersebut merasa tertekan akibat adanya intervensi dalam komunikasi tersebut.
Pada TMC penulis tidak menemukan kondisi tersebut. Hal ini karena dalam
menjalankan perusahannya, para jajaran top manajemen merupakan pihak yang
paling paham dengan nilai-nilai yang dianut TMC melalui TPS maupun Toyota
Ways, khususnya respect people dimana setiap anggota organisasi harus

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

31

menghormati satu sama lain, merangsang pertumbuhan probadi dan profesional,


serta memaksimalkan kinerja tim dan individu. Penekanan pada proses yang benar
akan memberikan hasil yang benar merupakan hal yang terus dijaga oleh pihak
manajemen TMC.
5.

A Safe Place for Not Knowing


Peter Senge mengungkapkan bahwa seseorang harus mengakui berapa

banyak yang ia tidak ketahui untuk dapat secara efektif mempelajari suatu hal dan
wawasan yang baru. Salah satu strategi yang dilakukan melalui perasaan
ketidaktahuan ini dikenal dengan small sacred hour. Small sacred hour
merupakan aktivitas tukar pikiran yang terdiri dari 3- 4 orang terkait semua
permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing anggota selama satu jam dalam
satu minggu terlepas dari seberapa sibuk kegiatan yang dimiliki. TMC pada
perkembangan perusahaannya, tidak terlepas dari banyaknya inovasi yang
dilakukan untuk melangggengkan kesuksesannya melalui penerimaan pasar atas
produk-produknya. Beberapa inovasi diantaranya adalah personal mobile,
kendaraan berbasis lingkungan, mobil dengan sensor parkir otomatis, program
tanggung jawab sosial, dan sebagainya.
Produk-produk tersebut tidak muncul tanpa adanya kegiatan bertukar
pikiran dan diskusi antara manajemen puncak dan karyawan atas indentifikasi
lingkungan seperti yang diusung oleh Presiden Toyota dimana kesuksesan Toyota
bukan merupakan unsur individu melainkan memiliki elemen bersama-sama
sebagai suatu sistem yang dilakukan tiap hari dalam cara yang konsisten.
Meskipun yang dilakukan TMC tidak sama persis dengan kriteria small sacred
hour yang dikemukakan oleh Peter Senge, namun kegiatan menghimpun ide-ide
dari semua bagian organisasi merupakan hal yang diterapkan dalam proses
perkembangan TMC, baik berasal dari internal maupun mitra kerja TMC. Hal
tersebut karena TMC percaya bahwa terdapat ide-ide dan peluang berkembang
dari pihak-pihak yang loyal dengan perusahaan. Hal ini sejalan dengan prinsip
mengembangkan orang dan tim yang luar biasa yang mengikuti filosofi
perusahaan dan menghormati jaringan mitra dengan menantang mereka dan
membantu mereka untuk maju.
Budaya diskusi ini juga tercermin dalam salah satu kasus yang pernah
dihadapi oleh Toyota Motor Thailand (TMT) pada tahun 1997 akibat krisis di

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

32

Thailand. Pada saat itu, pasar otomotif turun sekitar 75%. Strategi yang diambil
oleh TMT berdasarkan masukan dari TMC adalah mengurangi jumlah hari dan
jam kerja karyawan, menerima suntikan modal dari TMC, mengirim 200 asosiasi
siaga ke Jepang untuk pelatihan. Selain itu, TMT fokus pada peluang ekspor
melalui reformasi bisnis, seperti manajemen online pasokan kendaraan dan
membentuk tim proyek di bidang keuangan dan pemasaran. Pada saat krisis
tersebut, TMT dan TMC berupaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan
kerja karena merasa tidak etis untuk menambah beban pekerja dalam keadaan
negara krisis.
Setelah kondisi ekonomi kembali stabil, TMT melakukan program
tanggung jawab sosial dengan membantu pengembangan produksi beras dalam
negeri. Tindakan tersebut merupakan perwujudan salah satu misi TMC, yaitu
berkontribusi untuk pengembangan ekonomi masyarakat setempat dengan operasi
R & D berfungsi secara efektif di setiap daerah. Sepuluh tahun kemudian,
Presiden TMT, Mitsuhiro Sonoda, melakukan sharing experience dan sharing
knowledge kepada seluruh jajaran TMT untuk dapat menjadi pembelajaran
bersama sebagai sumber motivasi dan inspirasi dalam menghadapi tantangan di
masa depan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip menumbuhkan pemimpin yang
benar-benar memahami kerja, menjiwai fiosofi, dan mengajarkannya kepada
orang lain.
Selain melakukan peningkatan komunikasi melalui diskusi untuk
mencapai konsensus antara manajemen puncak dan semua asosiasi, TMC juga
mengedepankan keterbukaan atas perubahan lingkungan dan pasar seperti yang
dilakukan oleh Kazuo Morohoshi melalui studi di Amerika terkait budaya dan
kebutuhan pasar Amerika yang ditargetkan menjadi pasar ekspor terbesar TMC.
Morohoshi bertindak dengan melepaskan segala egonya dan mengakui
ketidaktahuannya atas budaya Amerika namun sadar akan kemampuannya dalam
memanifestasikan pengetahuan barunya tersebut ke dalam suatu karya yang dapat
menjadi produk unggulan dan diterima di lingkungan baru, yaitu Amerika.
Strategi transformasi yang dilakukan oleh TMC ini sejalan dengan prinsip Toyota
Ways, yaitu membuat keputusan perlahan melalui konsensus, mempertimbangkan
semua pilihan, implemetasi keputusan dengan cepat.
6.

Heroic Modes

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

33

Heroic modes menentukan kebiasaan atau cara seseorang dalam berjuang


untuk integrasi dan keutuhan, mengatasi rasa cemas, dan berusaha untuk
mengendalikan orang lain. Pada TMC, baik pemimpin maupun karyawannya,
berupaya untuk terus melakukan inovasi yang semula dianggap sulit dan tidak
mungkin menjadi sesuatu yang dapat dilaksanakan. Melalui pertimbangan dan
diskusi perlahan TMC berupaya untuk menghasilkan suatu keputusan yang tepat
dan dapat diimplementasikan dengan segera. Hal ini untuk menghindari adanya
revisi atas suatu keputusan yang dianggap menyebabkan kerugian yang lebih
besar. Kondisi ini sesuai dengan prinsip membangun budaya berhenti
memperbaiki masalah untuk mendapatkan kualitas baik saat pertama kali
memutuskan suatu hal. Berdasarkan hal tersebut, para pekerja di TMC tergolong
dalam moda fixer. Misalnya melakukan perluasan kekuasaan di sektor industri
otomotif dunia melalui merger dengan Daihatsu pada tahun 1999. TMC membeli
51,19% saham Daihatsu yang dianggap gagal dalam membentuk brand image dan
menguasai pasar.
Di tengah kepesimisan pihak lain, TMC justru optimis dan melihat sisi lain
dari kelebihan yang dimiliki Daihatsu. Daihatsu tetap difungsikan sebagai bagian
produk pada segmen low atau di bawah Toyota. Daihatsu maupun Toyota tetap
memproduksi produknya masing-masing dan juga produk kolaborasi antara
keduanya dengan nama Daihatsu Toyota, namun dalam satu platform, model, dan
bentuk yang sama. Toyota melihat bahwa Daihatsu memiliki kemampuan dalam
riset, skill manajerial, teknologi, produksi, dan pemasaran yang telah terbentuk
sebelumya. Namun demikian, kelemahan Daihatsu yang menyebabkan ia kalah
bersaing adalah menembus brand image produk kepada konsumen sehingga
kurang dapat diterima di pasaran. Brand image inilah yang akan ditopang oleh
Toyota karena sebenarnya Daihatsu tidak memiliki kompetitor pada segmennya di
masa itu.
Tujuan dari dilakukannya merger tersebut oleh TMC adalah income
benefit dari penjualan Daihatsu dan pembentukan kembali brand image Daihatsu;
menambah produk dari beberapa segmen; bagian ekspansi bisnis perusahaan;
menguasai pangsa pasar pada semua segmen; perkembangan teknologi dari hasil
kerjasama; dan menjaga pangsa pasar dengan para kompetitor. Contoh produk
kolaborasi Toyota Daihatsu adalah SUV middle Daihatsu Taruna dirombak design,

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

34

model, dan bentuknya menjadi Terios-Daihatsu dan Rush-Toyota. Untuk segmen


low MPV Daihatsu Espass diormbak menjadi Xenia-Daihatsu dan Avanza-Toyota.
Pada tahun 2004 produk-produk hasil merger ini mulai dijual dan di pasaran
hingga sekarang (ww.pom.ir, 2004).
7.

Unraveling the Knots from Your Family of Origin


Keberhasilan yang dicapai oleh TMC tidak terlepas dari figur

pemimpinnya, yaitu Sakichi Toyoda, yang nilai-nilai dan pemikirannya melalui


TPS masih menjadi dasar perjalanan dan strategi TMC hingga saat ini. Sakichi
Toyoda berasal dari keluarga miskin dengan ayahnya pembuat mesin tenun kayu
sedangkan ibunya merupakan tukang tenun. Sakichi memperoleh keahlian dari
ayahnya yang bersifat ulet dan pekerja keras dalam melakukan suatu pekerjaan.
Pada tahun 1894 ia mulai membuat mesin tenun manualnya sendiri. Namun,
karena ia merasa kasihan dengan ibunya yang bekerja terlalu keras dengan
menggunakan mesin tenun manual maka ia berusaha untuk membuat mesin tenun
otomatis yang saat itu digerakkan dengan mesin uap. Pada tahun 1929 ia
mengirimkan putranya, Kichiro, untuk merundingkan penjualan hak paten mesin
tenun otomatisnya kepada Platt Brothers Inggris sebesar 100.000 pound Inggris.
Hal ini menunjukkan bahwa Sakichi berupaya untuk memberikan kepercayaan
dan pengalaman kepada anaknya untuk melakukan sesuatu yang berguna. Hal ini
sesuai dengan pesannya kepada Kichiro, yaitu:
Setiap orang harus menangani beberapa proyek besar setidaknya satu
kali dalam hidpnya. Saya mendedikasikan sebagian besar dari hidup saya
untuk menciptakan berbagai macam jenis alat tenun baru. Sekarang
giliran mu. Kamu harus berupaya untuk menyelesaikan sesuatu yang akan
bermanfaat bagi masyarakat.
Sifat Sakichi Toyoda yang terus mencoba, memperbaiki, dan menemukan
sesuatu yang baru sendiri merupakan dasar dari pemikiran TPS dan Toyota Ways,
yaitu genji gebutsu dan jidoka. Selain karena pengaruh dari ayah dan ibunya yang
selalu bekerja keras dalam kesulitan hidup, gaya hidup dan pemikiran Sakichi
Toyoda sangat dipengaruhi oleh buku Karya Samuel Smiles dengan judul selfhelp. Buku ini mengedepankan kebaikan-kebaikan kerja keras, hidup hemat, dan
perbaikan diri yang dilengkapi dengan kisah-kisah inspiratif para penemu terhebat

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

35

di dunia. Sifat ingin berbagi apa yang ia ketahui kepada orang lain mungkin saja
terinspirasi dari buku tersebut. Buku tersebut membentuk pemikiran Sakichi
Toyoda bahwa suatu pencapaian tidak didapatkan berddasarkan bakat alaminya
melainkan hasil kerja keras. Selain itu buku Smiles ini menginspirasi Sakichi
terkait manajemen berdasarkan fakta dan pentingnya bagi orang untuk
memberikan perhatian secara aktif (scribd.com, 2012).
8.

Beyond Winners and Losers


Keberagaman sebagai suatu terobosan dan katalis dalam melakukan

inovasi-inovasi produk dan manajemen perusahaan secara bersama-sama.


Integritas dan loyalitas yang tinggi pada perusahaan akan menciptakan seseorang
untuk bersifat terbuka dengan perubahan lingkungan untuk tetap menciptakan
organisasi pembelajar yang survive. TMC dalam hal ini berupaya menjadi winner
daam menghadapi keberagaman sebagai konsekuensi dari semakin meluasnya
jaringan perusahaan. Pada tahun 2013 dewan penasihat Toyota Motor Corporation
melakukan perubahan manajemen dengan memasukkan orang Amerika ke dalam
dewan penasihat TMC. Berdasarkan keterangan dari Presiden TMC, Akio Toyoda,
yang notabene merupakan cucu dari Sakichi Toyoda melakukan perubahan yang
belum pernah terjadi sejak awal terbentuknya Toyota, yaitu melibatkan orang
diluar perusahaan, yaitu berasal dari Amerika Serikat ke dalam dewan penasihat.
Menurutnya, hal ini harus dilakukan sebagai upaya penyeimbang
pengetahuan dan wawasan barat untuk lebih mampu menguasai pasar dunia.
Selain itu, Akio Toyoda mengatakan bahwa langkah ini ditempuh agar karyawankaryawan merasa semakin dirangkul dan dekat dengan perusahaan. Akio Toyoda
ingin agar semua karyawannya merasa terlibat dalam proses perjalanan
perusahaan. Pada awalnya komite perusahaan dan dewan penasihat tidak
semuanya setuju dengan tindakan ekstrim Akio, namun setelah melakukan
perundingan, dan berbekal pada loyalitas akan nilai-nilai TMC, diperoleh
konsensus atas keputusan Akio. Selain itu, Akio akan membentuk divisi pengawas
yang mengawasi wilayah Amerika Utara, Eropa, dan Jepang. Pada 7 Maret 2013,
Akio mengatakan (beritasatu.com, 2013):
The Toyota menjadi lebih besar, semakin suit untuk menciptakan
kenyamanan untuk setiap pekerja agar ia merasa memainkan peran
langsung dalam mendukung Toyota. Tujuan dari perubahan yang

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

36

diumumkan hari ini adalah untuk membangun sebuah organisasi dimana


orang dapat mengambil kepemilikan mereka dan memasuki fase baru
pertumbuhan penjualan kendaraan.
4.2

Analisis mengenai Penilaian dan Pengukuran di Toyota Motor


Corporation (TMC)
Penilaian merupakan suatu upaya menafsirkan dan interpretasi data-data

atau informasi-informasi terkait dengan pengukuran yang telah dilakukan. Jika


melihat pola penilaian dan pengukuran secara ideal maka dapat dilihat seperti
tabel berikut.

Grafik 4.2.1
Pola Ideal Pengukuran

Sumber: Data Olahan Penulis, 2013


Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat secara pola yang terjadi adalah
pengukuran terhadap data dan informasi baik secara jangka pendek maupun
jangka panjang, kemudian data yang valid diinterpretasikan oleh penilaian
beberapa pihak yang menjadi pihak yang memiliki tugas untuk melakukan

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

37

penilaian beserta para top management. Dalam kegiatan penilaian kerap kali
masih dipengaruhi oleh penilaian-penilaian subjektif terhadap inovasi ataupun
perubahan organisasi yang berbeda-beda. Hasil penilaian menjadi sumber evaluasi
dan fungsi kontrol terhadap perubahan yang ada dalam organisasi. Dalam proses
ini dapat dilihat kegagalan inovasi atau perubahan organisasi pada umumnya
terletak pada kegiatan pengukuran dan penilaian. Inovasi atau perubahan
organisasi merupakan suatu proses yang panjang dan berkelanjutan sehingga pada
dasarnya sangat sulit untuk mengukur dan menilai hasil pada jangka pendek
kemudian menetapkan hasil tersebut sebagai suatu kegagalan. Perubahan haruslah
diukur menggunakan cara yang tepat secara berkala dan berkesinambungan
karena inovasi dan perubahan merupakan proses yang mencapai hasil.
Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Toyota Motor Corporation
dimana pola yang dikembangkan menjadi suatu siklus penilaian yang
berkelanjutan sehingga tidak berakhir pada kegiatan evaluasi dan kontrol. Berikut
ini pola yang dikembangkan oleh Toyota Motor Corporation.
Grafik 4.2.2
Pola Pengukuran Toyota Motor Corporation (TMC)

Learning

Sumber: Data Olahan Penulis, 2013


Pada awalnya dasar atas pengembangan sistem kerja di TMC adalah Five
Main Principles of Toyoda atau lima prinsip utama Toyoda. Prinsip tersebut

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

38

dibudayakan ke dalam diri perusahaan yang kemudian ditularkan ke berbagai unit


sistemik TMC. Prinsip itu terdiri dari:
1.

Always be faithful to your duties, thereby contributing to the company and


to the overall good.

2.

Always be studious and creative, striving to stay ahead of the times.

3.

Always be practical and avoid frivolousness.

4.

Always strive to build a homelike atmosphere at work that is warm and


friendly.

5.

Always have respect for spiritual matters, and remember to be grateful at


all times.
Selain itu, pola penilaian dan pengukuran di TMC juga dipengaruhi

dengan adanya beberapa kepercayaan dipegang teguh yaitu Toyota are people
who believe there is always a better way. (Toyota Global Vision, 2012).
Kepercayaan ini yang kemudian menjadikan TMC sebagai organisasi pembelajar,
yakni belajar dari hasil penilaian dan pengukuran untuk melakukan inovasi dan
transformasi dengan cara tersendiri dan terbaik. Dari sini TMC kemudian dikenal
dengan sistem Kaizen-nya, yakni setiap kemajuan atau peningkatan merupakan
awal dari kemajuan atau peningkatan sehingga Kaizen dimaknai sebagai proses
yang tidak ada akhir. Dari sinilah pola penilaian dan pengukuran TMC juga
terbentuk dimana kegiatan penilaian dan pengukuran juga merupakan proses tidak
ada akhir bukan kegiatan yang sekedar melihat hasil sebagai fungsi kontrol dan
melihat penilaian dan pengukuran sekedar alat untuk mengontrol.
TMC melakukan pengukuran hasil dengan cara tersendiri dimana terdapat
proses pengukuran secara valid yang berupa jangka panjang dan jangka pendek.
Pengukuran jangka panjang dilakukan terhadap master plan dan pengukuran
jangka pendek dilakukan terhadap strategic plan. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh data hasil yang benar-benar valid. Pengukuran ini dilakukan untuk
melihat dua kemungkinan, yakni (1) melihat perubahan signifikan secara
menyeluruh terhadap perusahaan, seperti sistem manajemen, produksi, pemasaran,
distribusi dan sebagainya, (2) melihat perubahan kecil atau dasar dalam rutinitas
kerja perusahaan, seperti kinerja pegawai, budaya kerja, perilaku organisasi dan

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

39

sebagainya. Strategi yang dilakukan TMC dalam penilaian dan pengukuran


cenderung berbasis pada riset (based-research). Penilaian dan pengukuran ini
dilakukan dengan melakukan penilaian data informasi dan penilaian lapangan. Hal
ini dimaksudkan agar adanya sinkronisasi, misalnya penilaian data informasi
dilakukan untuk melihat yang bersifat sistemik seperti Toyota Production System
(TPS), Lean Manufacturing System, Just In Time, Jidoka, dan sebagainya.
Sedangkan penilaian lapangan untuk melihat yang bersifat praktis seperti kinerja
pegawai terkait dengan Jidoka, eksperimen dan Kanban System.
Penilaian dan pengukuran yang dilakukan juga didasarkan pada indikatorindikator baik yang dapat diukur (measureable) maupun tidak dapat diukur
(unmeasureable). Indikator-indikator pengukuran dibentuk oleh organisasi pusat
melalui top executive management yang diperoleh dari hasil belajar yang terkait
dalam pola siklus TMC Assessment. Aktivitas penilaian dan pengukuran yang
dilakukan TMC juga diserta eksperimen atau uji coba untuk mencapai keakuratan
yang diukur dan dinilai. Dalam pembahasan ini akan mengambil salah satu contoh
penilaian dan pengukuran dalam hal sistem keamanan produk TMC sebagai
gambaran dari keberhasilan TMC mengatasi tantangan penilaian dan pengukuran
sehingga mampu melakukan inovasi dan perubahan atau transformasi.
4.2.1 TMCs Learn Safety Assessment and Measurement
Pada 12 Juli 2010 lalu, TMC melakukan pembelajaran penilaian dan
pengukuran terkait review atas kepastian kualitas TMC dan peningkatan
pengukuran karena penilaian dan pengukuran sangat penting untuk mencegah
hilangnya kualitas produk. Dalam pembelajaran tersebut dibahas terkait
usulan pengukuran untuk kualitas dan peningkatan manajemen komunikasi
krisis perusahaan.
1.

Mengukur untuk mencegah kambuhnya isu-isu kualitas.


Evaluasi dilakukan terhadap usulan ukuran TMC untuk perbaikan
kualitas terkait proses kerja dalam urutannya dari pengumpulan
informasi lapangan untuk pertimbangan pengambilan keputusan,
pelayanan purna jual, pembelian, dan pengembangan produk.
Langkah-langkah yang digunakan TMC adalah sebagai berikut:

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

40

a.

Peningkatan kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis


hubungan informasi pelanggan pada aktivitas di luar negeri dan
untuk mengumpulkan informasi yang berguna dari keluhan
pelanggan yang disampaikan ke National Highway Traffic

b.

Administrasi Safety Administration (NHTSA)


Memperluas dan meningkatkan jaringan kantor teknis untuk
merespon lebih cepat dalam melakukan investigasi penukaran
laporan masalah kualitas yang serius. Aktivitas ini disebut Swift

c.

Market Analysis and Response Team (SMART).


Memadukan desain tanggung jawab untuk komponen-komponen
penting, seperti pedal akselerator, dalam divisi tunggal (bukan
menyebar tanggung jawab itu di beberapa divisi, seperti yang
terjadi sebelumnya) dan membentuk divisi otonom untuk
perbaikan ujung tombak dalam kualitas desain, termasuk langkahlangkah untuk mencerminkan masukan pelanggan dalam standar

d.

desain.
Pusat pelatihan Customer First didirikan di lima lokasi di seluruh
dunia untuk menumbuhkan profesional jaminan mutu dan untuk
memastikan

retensi

keterampilan

yang

bersangkutan

dan

teknologi lintas generasi.


Terkait langkah di atas, dengan adanya pembelajaran tersebut
maka peningkatan yang harus dilakukan TMC adalah:
a. Menganalisis setiap kecelakaan serius dan setiap keluhan
pelanggan yang serius secara menyeluruh dan mengiterpretasikan
temuan

analisis

menjadi

langkah-langkah

konkret

untuk

mencegah terulangnya masalah tersebut dan mencegah terjadinya


b.

masalah yang sama.


Kolaborasi antara Divisi Kualitas TMC dan Divisi Hukumnya,
yakni menggunakan informasi dari Divisi Hukum dalam
kombinasi dengan hubungan informasi pelanggan dan informasi

c.

keluhan pelanggan milik NHTSA dalam menganalisis kecelakaan.


Mengembangkan dan menerapkan kriteria untuk mengukur
pencapaian peserta pelatihan di pusat pelatihan Customer First.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

41

d.

Menggelar personil lapangan dan memberikan pelatihan untuk


membekali para petugas lapangan agar berfungsi secara efektif

e.

dari perspektif pelanggan.


Mengembangkan dan menerapkan kriteria untuk mengevaluasi
pemasok dalam hal keahlian manajemen dan risiko implisit, serta

f.

kemampuan teknis.
Melengkapi ukuran TMC untuk memperoleh masukan dari pihak
ketiga/ahli dalam apa yang disebut "ulasan desain berdasarkan
modus kegagalan" dengan ukuran untuk mengamankan masukan
dari

orang-orang

layanan

purna

jual

perusahaan,

yang

berhubungan langsung dengan pelanggan. Mengadopsi ukuran


untuk meningkatkan pengelolaan revisi desain dari sudut pandang
g.

mencegah masalah kualitas.


Meningkatkan pelatihan untuk pemeliharaan dealer dan perbaikan
personil

untuk

mencegah

masalah,

misalnya,

floor

mat

interference dengan akselerator pedal.


2.

Mengukur untuk memastikan dengan efektif komunikasi internal dan


eksternal saat isu kualitas yang serius terjadi.
Ukuran digunakan untuk meningkatkan komunikasi manajemen krisis
perusahaan, baik internal maupun eksternal. Langkah-langkah yang
menjanjikan terutama dalam hal:
a. meningkatkan komunikasi dengan media massa dan dengan
b.

khalayak eksternal lainnya


mobilisasi satuan tugas di bawah pimpinan wakil presiden

c.

eksekutif
mendirikan BR (Business Reform) Communication Kaizen
Department untuk perbaikan ujung tombak dalam komunikasi,

d.

dan
menyiapkan Komite Khusus Kualitas Global dan memperkuat
kemampuan serta kewenangan operasi regional untuk segera
menanggapi kekhawatiran kualitas.

Namun, memastikan perbaikan yang berkelanjutan dalam manajemen


krisis komunikasi akan bergantung pada pengukuran-pengukuran dengan
prosedur kerja dan mekanisme untuk memenuhi tujuan, terutama menekankan

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

42

pada kebutuhan penetapan pedoman untuk mengarahkan kegiatan manajemen


krisis oleh presiden dan anggota lain dari manajemen senior dan untuk
memantau efektivitas pedoman tersebut secara berkelanjutan. Selain itu, juga
menekankan pada kebutuhan untuk menjembatani kesenjangan budaya antara
Jepang dan negara-negara lain dalam kegiatan hubungan masyarakat dan
untuk memperkuat kemampuan berbasis lokal TMC untuk menangani
hubungan dengan media di setiap wilayah utama.
4.2.2 TMCs Safety Measurements
TMC memperhatikan tiga pilar utamanya dalam pengukuran, yaitu
manusia, kendaraan dan lingkungan jalan raya. Hal ini merupakan salah satu
bentuk ukuran yang digunakan untuk mencapai ukuran yang lebih luas lagi
dalam bidang keselamatan, yaitu "zero casualties from traffic accidents".
TMC telah mengimplementasikan ukuran keselamatan dalam menghasilkan
kendaraan yang aman. TMC menganalisis penyebab kecelakaan dan
penumpang

cedera

kecelakaan. Reka

dengan
ulang

menggunakan

kecelakaan

berbagai

disimulasikan

data

investigasi

kembali

untuk

menciptakan rencana teknologi-kontra. Selain itu, percobaan kendaraan skala


penuh dilakukan sebelum meluncurkan kendaraan. Setelah itu, efektivitas
teknologi diperiksa dengan menilai kecelakaan yang mungkin terjadi. TMC
melakukan pembelajaran dari kecelakaan yang sebenarnya untuk terus
memenuhi standar industri yang lebih tinggi dalam keselamatan.
Grafik 4.2.2.1
Sistem Penilaian dan Pengukuran Keselamatan TMC

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

43

Sumber: www.toyota-global.com, 2013


TMC tidak hanya sendiri investigasi kecelakaan asli mereka, tetapi
juga mengumpulkan banyak data kecelakaan domestik dan internasional
untuk membuat mobil yang lebih aman dengan menggunakan simulator
tabrakan, dimana percobaan tabrakan kendaraan nyata dilakukan berulang
kali. Percobaan besar dilakukan di Toyota's Safety Research Institution, yang
memiliki fasilitas sekitar 39.000 meter persegi dan luas lantai total sekitar
44.000 meter persegi. Panjang dan lebar maksimum adalah 280 meter dan
190 meter. Pengujian tabrakan untuk segala cuaca-kondisi dilakukan dengan
jalur tabrakan penghalang dan jalur mobil-versus-mobil. Pada jalur mobilversus-mobil dilakukan percobaan tabrakan hingga 2 ton mobil pada
kecepatan maksimum 140 km. Selain itu, TMC juga melakukan uji coba pada
penumpang. Tentu saja hal ini tidak dilakukan pada manusia, melainkan pada
manusia buatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mengevaluasi
dampak kecelakaan pada penumpang. Percobaan ini tentu untuk memenuhi
penilaian dan pengukuran terhadap keamanan konsumen, keamanan produk,
dan kualitas produk dimana percobaan ini dikenal dengan sebutan Total
Human Model for Safety (THUMS). Pada tahun 2009, THUMS telah
dikembangkan sehingga mampu menganalisis secara detail mengenai dampak
kecelakaan jenis tertentu terhadap diri manusia juga pada organ-organ di
dalam tubuh (internal organs).

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

44

Pengukuran terhadap manusia dan lingkungan juga dilakukan oleh


TMC melalui simulasi mengemudi (driving simulator) dimana hal ini
dilakukan untuk menganalisis teknik mengemudi menggunakan simulator di
pusat penelitian Higashi-Fuji guna membantu mengembangkan teknologi
keselamatan aktif untuk membantu mengurangi jumlah kecelakaan mobil.
4.2.3 Eco-Vehicle Assessment System
Penilaian dan pengukuran terhadap produk juga dilakukan oleh TMC
terkait dengan masalah global,

yaitu lingkungan. Dalam hal ini TMC

melakukan inovasi dengan Eco-Vehicle Assessment System (Eco-VAS).


Inovasi ini dilakukan untuk menganalisi dampak kendaraan pada lingkungan
sehingga dapat menjadi input yang berharga bagi TMC untuk menghasilkan
produk-produk yang dibutuhkan konsumen juga dibutuhkan lingkungan. EcoVAS didasarkan pada konsep Life Cycle Assessment (LCA) untuk
menyajikan nilai-nilai manajemen lingkungan yang menjadi alat ukur
tanggung jawab dalam pengembangan kendaraan.
4.2.4 Pembedaan Hubungan Sebab-Akibat
Penilaian dan pengukuran yang dilakukan oleh TMC dapat jenis
penilaian didasarkan pada pola hubungan yang menggambarkan cara-cara
umum untuk melakukan tes kemajuan dari aktivitas.
Tabel 4.2.4.1
Jenis Penilaian di TMC
Jenis Penilaian

Deskripsi

Penilaian A

Pembelajaran terhadap ukuran Quality Control dengan


beberapa ahli memberikan kemampuan pada TMC
untuk melakukan inovasi sebagai ukuran baik untuk
produk maupun konsumen.

Penilaian B

Inovasi keberlanjutan TMC sebagai bentuk kreativitas


sekaligus sebagai alat ukur dalam penilaian produk dan
dampak produk. (misal: THUMS, Eco-VAS)

Penilaian C

[Type text]

Perilaku TMC yang melakukan produksi berdasarkan

[Type text] Universitas Indonesia

45

keamanan yakni aman untuk konsumen juga aman bagi


lingkungan.
Penilaian D

Budaya pembelajaran TMC untuk menciptakan inovasi


berkelanjutan.

Penilaian E

Tahun 2012: Toyota Motor Corp peringkat ke-2 dari 10


Produsen Mobil Terbesar di Dunia versi Forbes.
Perusahaan ini naik peringkat dari posisi 55 menjadi 25
dari

100

perusahaan.

Forbes

menilai

peringkat

perusahaan ini berdasarkan penjualan, keuntungan, nilai


aset, dan pasar. Tempat kedua diduduki oleh Toyota
Motor Corp, yang naik peringkat dari 55 menjadi 25
pada tahun ini. (www.tempo.co, 2012)
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
4.3

Analisis mengenai True Believers dan Non Believers di Toyota Motor


Corporation
4.3.1 Analisis Kasus Penarikan Mobil di Tahun 2009-2010 Terkait Teori
True Believers dan Non Believers
Dalam setiap organisasi, tentu terdapat bermacam-macam divisi yang
menangani bagian tertentu. Dalam divisi-divisi itu pula sebuah kelompokkelompok yang memiliki sebuah kepercayaan tersendiri di dalam organisasi
tersebut. Kelompok ini memiliki sebuah tujuan untuk mengubah organisasi
karena merasa tidak puas dengan budaya organisasi yang ada di dalamnya.
Ketidakpuasan itu timbul karena adanya perbedaan budaya yang dibawa
mereka, dan mereka tidak terima dengan budaya yang ada di dalam tubuh
organisasi tempat mereka bekerja. Selain perbedaan budaya, mereka juga
memiliki sebuah tujuan untuk membuat organisasi itu optimal dengan
keuntungan. Sayangnya, mereka terlalu skeptis terhadap budaya organisasi
yang sudah ter-set sedemikian rupa. Hal ini tak terkecuali terjadi pada
organisasi skala kecil, tetapi juga terjadi pada skala besar, termasuk pada
Toyota Motor Corporation.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

46

Toyota Motor Corporation yang memiliki perjalanan panjang dalam


sejarah perusahaannya tentu memiliki adanya believers dan nonbelievers
adanya perubahan. Believers percaya bahwa suatu perubahan dapat terjadi
dan sangat menginginkan sebuah panggung perubahan dalam tubuh Toyota
Motor Corporation dari awal berdirinya mesin tekstil sebelum menjadi Toyota
Motor Corporation seperti sekarang ini. Para believers menganggap
perubahan harus segera dilakukan untuk menyelamatkan organisasi ini.
Sayangnya, believers merupakan sebuah pilot group yang tidak memiliki
sebuah wewenang di dalam tubuh organisasi tersebut. Mereka sendiri rupanya
tidak sadar akan peran mereka di dalam organisasi tersebut. Mereka terlalu
fokus di dalam keinginan untuk mengubah, tanpa tahu posisi mereka di dalam
Toyota Motor Corporation.
Seperti pada profil yang ada di dalam Toyota Motor Corporation,
bahwa Toyota Motor Corporation mengalami perubahan manajemen. Hal ini
tentu dipengaruhi beberapa faktor seperti bergabungnya Toyota Motor
Corporation dengan Daihatsuyakni dengan membeli saham Daihatsu
sebesar 51,19%. Perubahan manajemen ini tentu memicu sebuah gejolak
dalam tubuh organisasi Toyota Motor Corporation dengan berubahnya budaya
di dalam organisasi karena terjadi akuisisi perusahaan yang menyebabkan dua
budaya menjadi satu. Hal ini menimbulkan sebuah resistensi.
Biasanya yang mengalami keadaan culture shocked dalam organisasi
termasuk dalam Toyota Motor Corporationadalah para teknisi atau
eksekutor. Mereka sebagai pilot project dan lebih mengenal barang apa yang
mereka produksi biasanya menginginkan penciptaan produk baru yang lebih
mutakhir. Sayangnya hal tersebut tidak sejalan dengan apa yang ada di dalam
pemikiran para jajaran eksekutif atau para petinggi di dalam perusahaan yang
lebih mengacu pada skill manajemen, bukan pada inovasi-inovasi produk
yang dihasilkan dalam perusahaan.
Meskipun kenyataannya Toyota Motor Corporation memiliki dua buah
sistem manajemen yang cukup dikenal di dunia seperti Toyota Ways dan
Toyota Production System (TPS), pada tahan eksekusinya pun perusahaan
besar ini juga mengalami berbagai kendala dengan adanya kontradiksi

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

47

pandangan para believers dan nonbelievers dalam perubahan produk ataupun


perubahan manajemen yang terjadi di dalam Toyota Motor Corporation.
Salah satu contoh kasus di dalam Toyota Motor Corporation terkait
adanya believers dan nonbelievers yakni pada keterpurukan Toyota Motor
Corporation antara tahun 2009 dan tahun 2010 dengan penarikan ribuan
mobil yang disebabkan oleh buruknya kualitas yang dikeluarkan.
Pada 29 Januari 2009, Toyota menarik 1.37 juta mobil terkait
permasalahan dengan sabuk pengaman dan knalpot. Berlanjut pada tahun
yang sama tanggal 24 Agustus, Toyota menarik 688.000 kendaraan di China
karena bermasalah dengan kelistrikannya. Tahun berikutnya, pada 9 Februari
2010, Toyota menarik mobil jenis hibrida Prius yang berjumlah 270.000 unit
(Antariksa, 2012).
Hal ini menjadi sebuah problematika tersendiri bagi Toyota Motor
Corporation. Sebagaimana yang diketahui bahwa kualitas yang diberikan oleh
TMC selalu mumpuni dengan berbagai inovasi yang dilakukan, bahkan hal
tersebutlah yang mendaulat Toyota Motor Corporation menjadi salah satu
produsen mobil nomor satu di dunia (Antariksa, 2012). Namun, hal tersebut
ternyata dapat terjadi dengan buruknya kualitas mobil yang dihasilkan oleh
Toyota.
Dalam hal ini, terjadi dua kubu pandangan di dalam Toyota Motor
Corporation. Believersdi dalam hal ini adalah para teknisi pembuat Toyota
Priusdan nonbelieversyakni para jajaran eksekutif di dalam Toyota
Motor

Corporation.

menginginkan

profit

Sebagaimana
besar,

sebuah

manajemen

perusahaan
Toyota

Motor

swasta

yang

Corporation

menginginkan hal tersebut terkait dengan pertumbuhan bisnis yang terlalu


pesat yang mengakibatkan sistem produksi global Toyota Motor Corporation
gelagapan. Dengan pertumbuhan permintaan tersebut, pihak Toyota Motor
Corporation dengan cepat membangun banyak pabrik mobil di Amerika
Serikat untuk mengimbangi permintaan pasar yang terus tumbuh dengan
pesat (Antariksa, 2012). Namun membangun pabrik dengan terlalu cepat
demi memenuhi permintaan pasar yang terus tumbuh ternyata membuat

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

48

banyak lubang di sana-sini, yang berimbas pada tragedi kegagalan mutu itu
mulai terjadi.
Ketika pertumbuhan permintaan yang meningkat tersebut terjadi,
pihak top management Toyota Motor Corporation sadar bahwa dalam
membangun pabrik baru di Amerika Serikat, tentu memerlukan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang terbaik agar kualitas hasil produk mereka tetap terjaga.
Dengan pemikiran tersebut akhirnya mereka mengirimkan ratusan teknisi
terbaik mereka untuk mengajarkan para pekerja maupun teknisi Amerika
Serikat tentang sistem produksi dan filosofi mutu Toyota yang terkenal itu,
yakni Toyota Ways dan Toyota Production System (Antariksa, 2012).
Salah satu inovator dalam mobil jenis hybrid Toyota Prius adalah
Takehisa Yaegashi. Takehisa Yaegashi dalam perjalanan membentuk mobil
Prius ini sempat mengalami kekhawatiran akan strategi cost efficiency yang
dilakukan Toyota Motor Corporation (Power, 2011). Strategi cost efficiency
ini cenderung agresif. Pihak top manajement Toyota Motor Corporation di
Jepang

mengampanyekan strategi penghematan biaya di semua lini,

termasuk dalam aspek desain dan produksi (Antariksa, 2012). Tentu saja
strategi ini baik agar biaya dapat dikendalikan, dan dapat menghasilkan
keuntungan pada perusahaan. Namun, justru terdapat sebuah bumerang yang
menyerang balik perusahaan dengan strategi ini.
Takehisa Yaegashi sempat melakukan sebuah pertanyaan pada pihak
top managers (Powers, 2011), namun nampaknya suaranya tidak terlalu
didengar oleh mereka. Permintaan pasar membuat mereka seperti harus
memproduksi barang yang cukup sesuai kuantitas yang diinginkan. Namun
Takehisa Yaegashi merasakan bahwa jika cost efficiency akan berpengaruh
pada mutu produk mobil Prius. Takehisa Yaegashi sendiri mengetahui apa
yang diungkapkan oleh sejumlah supplier yang mengeluh karena terpaksa
menurunkan mutu barang pasokannya demi pemenuhan cost efficiency dari
pada petinggi Toyota Motor Corporation di Jepang (Antariksa, 2012).
Selain itu, juga terdapat sebuah masalah yang terjadi dengan pabrikpabrik baru di Amerika Serikat. Seperti yang diketahui bahwa Toyota Ways
dan Toyota Production System yang merupakan jargon terampuh dan terkenal

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

49

di dunia itu bukan hanya perlu dipahami secara teori, melainkan juga secara
implementasi. Pemahaman secara tindakan oleh sistem yang dikenalkan
Toyota Motor Corporation ini pun akhirnya tidak dapat dipelajari secara
sekejap. Hal ini pun sangat kontradiktif dengan tuntutan akan kecepatan pasar
untuk menghasilkan permintaan yang tinggi (Antariksa, 2012). Para teknisi
Amerika Serikat yang belajar langsung dengan teknisi terbaik dari Jepang
sendiri belum mampu menyeimbangi permintaan pasar yang begitu
membludak. Bukan hanya dari segi skill engineering, dari segi manajemen
pun dirasakan cukup berbeda dan sukar untuk menerapkan apa yang sudah
membudaya di Toyota Motor Corporation. Dampaknya pun terasa pada mutu
yang kurang pada produk Toyota Prius tersebut yang keluar pada tahun 2010.
Jika dikaitkan dengan teori believers dan nonbelievers, hal ini tentu
saja terdapat keterkaitan yang cukup jelas. Takehisa Yaegashi merupakan
seorang individu yang mempercayai akan adanya perubahan, dan ia tidak
terlalu nyaman dengan strategi cost efficiency yang diperkenalkan oleh
pihak eksekutif untuk mencapai target pasar. Hal ini cenderung jatuh ke
dalam situasi di mana sebuah peningkatan intelegensi yang dialami oleh
Takehisa Yaegashi dalam sebuah organisasi dirasakan sebagai ancaman dan
pengepungan mentalitas. Sebenarnya pilot groupsdalam hal ini adalah
Takehisaketika mereka mengajukan protes akan strategi yang dilakukan
oleh top managers dan menginginkan adanya perubahan, cenderung
merupakan the rest of workforce dan ada kemungkinan bahwa ia dan
rekannya tidak sadar akan hal tersebut. Tentunya hal ini menjadi peningkatan
frustrasi. Di satu sisi, Toyota Motor Corporation mengingkan sebuah
penghematan dari berbagai segi agar menekan biaya dan mencapai apa yang
diminta pasar. Sedangkan di sisi lain, hal tersebut juga berpengaruh pada
mutu dan kualitas mobil.
Paradoks belivers dan nonbelievers di dalam yakni semakin besar
perubahan yang terjadi di dalam pilot groups, semakin berisiko dinamika
yang terjadi dalam organisasi. Dalam hal ini, dapat diperhatiakan apa yang
terjadi di dalam tubuh Toyota Motor Corporation:

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

50

1.

Perilaku Takehisa Yaegashi mengindikasikan sebuah ancaman untuk


organisasi secara keseluruhan karena tindakannya menyangkut dengan
biaya operasional pembuatan mobil hibrida bernama Prius. Fanatisme
di sini terlihat pada kelompok jajaran atas Toyota Motor Corporation
terhadap keuntungan yang akan diraih dengan permintaan pasar yang
besar. Hal ini disebabkan oleh mutu dan kualitas Toyota Motor
Corporation yang selama ini selalu memberikan sebuah produk yang
bagus dari segi kualitasnya. Namun sayangnya hal ini menjadi sebuah
bumerang karena terlalu terlena dengan pemenuhan permintaan pasar,

2.

terlebih dengan strategi cost efficiency yang terlalu agresif.


Beberapa orang di luar organisasi ingin tahu tentang apa yang sedang
terjadi di dalam tubuh manajerial dari Toyota Motor Corporation itu
sendiri terkait stratergi pemasaran. Mereka yang terancam di luar
organisasi mengajukan pertanyaan yang menuduh apa penyebab
kelompok

tersebut

menjadi

defensif

dan

fanatik

terhadap

pandangannya, tidak terbuka dengan pandangan yang lain sehingga


menjadi bagian dari lingkaran setan yang tak pernah mencapai titik
temu. Seperti yang dijabarkan sebelumnya, secara paradoks, semakin
sukses mereka, semakin yakin mereka mereka memiliki jawaban yang
benar dan semakin mereka menanam benih defensif dan menyerang
pandangan dari luar. Hal ini terlihat pada keberhasilan Toyota Motor
Corporation sebagai produsen mobil terbaik nomor satu selama
beberapa tahun terakhir (Power, 2011). Keberhasilan mereka
menjadikan mereka gelap mata dengan mutu dan kualitas yang
terjadi. Mereka terlalu terburu-buru dengan transformasi yang
dibuatnya yakni menjamurnya pabrik di Amerika Serikat yang tidak
senada dengan kualitas SDM yang mereka miliki meskipun memang
sudah mendatangkan teknisi terbaik dari pabrik asal di Jepang. Jika
saja tidak terlalu buru-buru, perihal penarikan mobil yang dianggap
bermasalah dan memiliki kualitas yang kurang tersebut tentu tidak
akan terjadi. Dapat dikatakan bahwa kerendahan hati untuk menerima
berbagai pandangan di Toyota Motor Corporation merupakan kunci
untuk mengatasi ini hal ini. Padahal, di dalam perusahaan tersebut

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

51

sudah ada sistem manajemen yang cukup baik dengan Toyota Ways
maupun Toyota Production Service.
Salah satu yang perlu dilihat adalah bagaimana kesalahan yang dibuat
oleh Toyota Motor Corporation dalam mengembangkan budaya Toyota Ways
di dalam pabrik-pabrik barunya yang ada di Amerika Serikat. Implementasi
penerapan sistem manajemen yang terburu-buru justru tidak membuahkan
hasil yang sama pada Toyota Motor Corporation. Yang perlu dicermati di sini
adalah, sebagaimana induk perusahaan, tidak ada yang salah pada budaya
Toyota Motor Corporation di Jepang. Hal ini didukung oleh pernyataan Steve
Siler (2012) bahwa terjadi kekeliruan komunikasi pada transformasi
manajemen di Amerika Serikat sehingga Toyota melakukan kesalahan
tersebut. Sedangkan budaya Toyota sebagai induk perusahaan tetap berjalan
sebagaimana mestinya, meski sempat keliru dengan langkah tersebut.
Kesalahan ini pun akhirnya menjadi sebuah pembelajaran yang berarti
oleh Toyota Motor Corporation bahwa kesuksesan mereka harus diimbangi
dengan kestabilan dalam perihal manajemen (Siler, 2012). Pada tahun 2012
pun Toyota membayar lunas kesalahan mereka dengan mengeluarkan Toyota
Hybrid Plug-in yang menjadi salah satu mobil inovatif pada tahun tersebut.
Bahkan di pertengahan 2013 ini, Toyota mampu menjual mobil Toyota
Hybrid menjadi penjualan terbesar dengan angka mencapai lima juta unit
mobil.
4.3.2

Analisis Strategi Mempertemukan Believers dan Non Believers di


Toyota Motor Corporation
Toyota yang membayar lunas kegagalannya tidak serta merta hanya

melihat

kegagalan

sebagai

angin

lalu,

tetapi

menjadikan

sistem

manajemennya diperkuat lagi sehingga kembali mengudara (Antariksa,


2012). Hal ini pun senada dengan teori strategi yang mempertumakan antara
believers dan nonbelievers yang diungkapkan oleh Peter Senge (2005).

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

52

Beberapa strategi yang disebutkan juga dilakukan oleh Toyota Motor


Corporation dalam hal mempertemukan padangan believers dan nonbelievers,
di antaranya adalah:
1.

Menjadi bikultural dengan maksud memiliki dua budaya, di mana di


masing-masing budaya memiliki kebudayaan berbeda, dan tetap
adaptif ketika tinggal di salah satunya sehingga tahu bagaimana
pandangan pada masing-masing budaya tersebut. Hal ini dilihat dari
bagaimana sistem TMC melihat bagaimana pandangan para
pegawainya. Jika memang catatan hitam sebelumnya atas langkah
yang diambil oleh TMC melupakan empat belas prinsip Toyota Ways,
hal itu semata-mata akibat permintaan pasar yang membuat
perusahaan tersebut goyah. Dengan adanya prinsip respect the people
yang mengindikasikan bahwa TMC memenuhi akan strategi
transformasi akan pertemuan adanya pandangan believers dan
nonbelievers. Selain itu, untuk mengetahui pandangan dari Barat,
TMC melakukan sebuah gebrakan dengan Akio Toyoda sebagai
pelopor yakni melibatkan orang di luar perusahaan yakni yang berasal

2.

dari Amerika Serikat untuk mengetahui kebudayaan Barat.


Mentoring. Kebanyakan para ahli di dalam perusahaan tidak tahu ke
mana arah isu pada sebuah organisasi meskipun mereka memiliki skill
yang cukup baik di dalamnya, contohnya pada kasus yang dialami
oleh Takehisa Yaegashi. Peran mentor di sini tentu diperlukan. Meski
dalam kenyataannya, TMC memiliki prinsip ini, yakni dengan adanya
prinsip Toyota Ways yang mengatakan bahwa respek yang baik juga

3.

harus melihat dari kacamata seorang individu.


Membangun kapabilitas pilot group pada sistem organisasi secara luas
dari awal. Hal ini dilakukan oleh TMC terkait dengan adanya prinsip
yang termasuk di dalam respect for people dalam kategori teamwork,
di mana perusahaan menstimulasi bagaimana tim tersebut dapat
bekerja

dan

makin

tumbuh

menjadi

tim

yang

baik,

serta

memaksimalkan performa mereka dengan strategi transformasi di


awal.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

53

4.

Membudayakan keterbukaan di dalam tubuh TMC sesuai dengan


prinsip kaizen, di mana tiap karyawan diminta untuk tetap
berkembang dan membuat inovasi atau gebrakan-gebrakan baru dalam
membuat produk. Keterbukaan di sini tentu akan memicu adanya
inovasi yang diinginkan oleh Toyota dengan adanya shared ideas oleh

5.

perusahaan.
Menghargai sifat ketidakinginan dalam perubahan secara personal.
Perlu dilihat bahwa perusahaan harus menghargai apa yang menjadi
alasan seseorang tidak menginginkan sebuah perusahaan. Hal ini
terkait dengan prinsip genchi genbutsu yang melihat ke arah sumbersumber alasan bagaimana perushaan tersebut akhirnya melakukan
sebuah keputusan yang akhirnya akan menimbulkan sebuah trust di

6.

dalam tubuh TMC (Liker, 2009).


Menyebarkan bahasa jargon di dalam perusahaan TMC. Hal ini
tekait bagaimana para pekerja di TMC mendengar jargon yang
dimiliki TMC sehingga tahu apa makna dan tujuan TMC. Hal ini pun
kerap kali dilakukan oleh TMC. Toyota Ways menjadi sebuah prinsip
yang sangat familier di dalam perusahaan sehingga tiap karyawan

7.

atau pegawai mengetahui apa tujuan dan visi yang dituju oleh TMC.
Meletakkan dasar nilai-nilai transeden, dengan kata lain meskipun
TMC memiliki satu tujuan, di dalamnya terdapat banyaknya gagasan
di luar hal tersebut sehingga organisasi tersebut kaya akan ide. Tentu
saja hal ini masih senada dengan prinsip Toyota Ways akan sharing
ideas akan pandangan-pandangan mana yang ada di dalam TMC itu
sendiri. Dengan mengetahui berbagai pandangan, tentu perusahaan
kaya akan gagasan baru sehingga dapat menciptakan sebuah inovasiinovasi yang baik.

4.3.3

Analisis Komitmen di Toyota Motor Corporation


Adanya keberhasilan tentu tidak lepas dari apa yang dinamakan oleh

komitmen, sebagaimana sebuah keberhasilan strategi transformasi yang


dilakukan oleh berbagai perusahaan, termasuk Toyota. Komitmen haruslah
dimiliki secara jangka panjang agar dapat bersaing dengan zaman sekarang
yang sangat fleksibel. Komitmen Toyota Motor Corporation adalah menjadi

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

54

perusahaan kelas dunia dengan falsafah manufaktur kelas tinggi dengan


menunjukkan kualitas mobil yang mumpuni (Toyota Global, 2013).
Landasan sistem pengendalian kualitas di Toyota melihat bagaimana
peran anggota tim dalam proses produksi, di mana pada proses tersebut
ditanamkan sebuah komitmen para pegawai Toyota Motor Corporation.
Prinsip-prinsip yang Toyota dirikan melibatkan anggota tim di antaranya
adalah:
1.
2.
3.

Mendorong peran aktif dalam kontrol kualitas;


Memanfaatkan ide dan pendapat karyawan dalam proses produksi;
Berlatih kaizenberjuang untuk perbaikan secara terus-menerus.
Anggota tim Toyota memperlakukan orang berikutnya pada lini

produksi sebagai pelanggan mereka dan tidak akan melewati bagian yang
rusak kepada pelanggan tersebut (Toyota Global, 2013). Hal ini
mengindikasikan komitmen TMC pada tujuan dan visinya sebagai perusahaan
kelas dunia yang menghasilkan produk bermuti tinggi.
Dalam pelaksanaannya, jika seorang anggota tim menemukan masalah
dalam bagian melakukan sebuah proses produksi, anggota tim akan
menghentikan pekerjaannya dan memperbaiki masalah sebelum akhirnya
produk tersebut pergi menuju bagian yang lebih lanjut lagi. Hal ini pun
memperlihatkan bahwa TMC sangat melihat kualitas. Bahkan ia tidak mau
melihat produknya cacat meskipun di dalam proses produksi.
4.4

Analisis mengenai Tantangan dalam Merancang dan Berpikir


Kembali terkait dengan Tata Kelola dan Pemimpin Perubahan di
Toyota Motor Corporation
4.4.1 The Challenge
Sebagai sebuah perusahaan yang beroperasi dan berkompetisi dengan
dunia luar, maka Toyota Motor Corporation (TMC), yang sejak tahun 1982
merupakan sebuah gabungan atau merger dari Toyota Motor Co. Ltd dan
Toyota Motor Sales Co. Ltd, memiliki tujuan untuk secara terus-menerus
meningkatkan nilai perusahaannya dalam waktu jangka panjang. Hal ini yang
dijadikan prioritas oleh para manajemen atas TMC karena dapat dikatakan

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

55

sebagai suatu tantangan untuk menghadapi perubahan yang terjadi. Untuk


mencapainya, TMC membangun hubungan yang baik dengan seluruh
stakeholders, termasuk pemegang saham, pelanggan, partner bisnis,
komunitas lokal dan karyawannya. Menurut TMC, merupakan suatu
keharusan untuk menyediakan produk yang secara penuh melayani kebutuhan
pelanggannya karena penting untuk mencapai stabilitas dan pertumbuhan
jangka panjang. TMC mencari cara untuk memperkuat tata kelola perusahaan
lewat beragam kebijakan untuk meningkatkan kemampuannya berkompetisi
sebagai sebuah perusahaan global.
Hal ini menunjukkan bahwa sesuai dengan pandangan Peter Senge,
dkk (1999: 361) bahwa perusahaan-perusahaan besar dan global sudah
mengimplementasikan
(corporate

cara-cara

governance),

untuk

termasuk

menyesuaikan

TMC.

Hal

ini

tata
salah

kelolanya
satunya

dilatarbelakangi oleh pesatnya perubahan teknologi. Bagi TMC, penyesuaian


tata kelola perusahaan yang dilakukannya adalah untuk berkompetisi sebagai
sebuah perusahaan global yang harus selalu menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi untuk dapat bertahan terus menerus di dunia global
yang semakin mengalami kemajuan agar tidak mengalami ketertinggalan.
Sejak tahun 1982, di mana TMC terbentuk dari gabungan dua
perusahaan toyota, terbentuk pula tujuan yang hendak dicapai, yaitu
memaksimalisasi manfaat dari penggabungan tersebut, di mana seluruh
sumber daya manajemen, termasuk karyawan, informasi, teknologi, dan
modal dikonsolidasikan untuk membangun struktur perusahaan yang lebih
elastis dan menerbitkan Toyota baru yang dapat memanfaatkan keseluruhan
sumber daya tersebut dengan cara terbaik. TMC yang dibentuk ini ditekankan
untuk efisiensi operasional yang lebih baik dan pembuatan keputusan yang
lebih cepat.
Dalam tubuh Toyota baru atau TMC pada tahun 1982 tersebut,
terdapat 8 (delapan) kelompok fungsional yang berguna untuk pembagian
kekuasaan dan mengatur fungsinya masing-masing. Hal ini sesuai dengan
pandangan Peter Senge, dkk (1999:361) bahwa proses tata kelola penting
untuk menyeimbangkan pembuatan keputusan antar unit lokal dan pusat.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

56

Sebagai contoh, terdapat Customer Relations Department yang dibangun


dalam tubuh TMC untuk merealisasikan prinsip TMC itu sendiri menjadi
prinsip yang nyata dan terealisasi, yaitu Customer First.
Pada tahun 1989, untuk merespon perubahan yang semakin cepat,
terjadi lagi perubahan tata kelola dalam tubuh TMC. Hal ini dilatarbelakangi
dengan adanya permasalahan yang sering dialami oleh bisnis besar seperti
TMC, di antaranya kurangnya fleksibilitas dan organisasi yang membengkak.
Untuk melawan masalah-masalah ini, TMC mengimplementasikan banyak
reformasi untuk sistem kepegawaian dan perkembangan organisasinya.
Sampai saat itu, TMC memiliki organisasi berbentuk piramida yang berbasis
pada divisi, seksi, dan subseksi. Namun demikian, subseksi yang ada
leburkan dan seksi-seksi yang ada dibuat lebih umum untuk membentuk
organisasi dua tingkat yang lebih sederhana. Kepala organisasi ditempati oleh
posisi manajer satu orang. Hasil yang didapat, jumlah organisasi di tingkat
seksi menurun dari 758 menjadi 633, dan jumlah posisi manajer berkurang
dari 1.800 menjadi 900, dengan sisa 900 terletak di posisi staff (Toyota
Global, 2012). Hal ini menghasilkan organisasi yang lebih terbuka, lebih
cepat membuat keputusan, dan pendelegasian otoritas.
Hasil yang telah dicapai tersebut membuktikan bahwa TMC tidak
menekankan otoritas di pusat tetapi juga adanya pendelegasian otoritas untuk
lebih cepat mengambil keputusan. Keuntungan tersebut juga diperoleh dari
perampingan yang dilakukan pada tahun 1989 dari bentuk struktur organisasi
sebelumnya yang lebih bengkak. Dengan adanya pendelegasian otoritas,
menunjukkan bahwa hierarki tetap ada di tubuh TMC, namun desentralisasi
juga dibutuhkan. Hal ini membuktikan bahwa tata kelola merupakan suatu
proses orienting dan adjusting, di mana pengkonsentrasian kekuasaan
dibutuhkan dalam situasi tertentu, dan pembagian kekuasaan juga dibutuhkan
dalam situasi lainnya sesuai dengan pendapat Peter Senge, dkk (1999: 366).
4.4.2

From Control to Clarity


TMC

merupakan

perusahaan

yang

memperkenalkan

sistem

manajemen yang unik dengan berfokus pada pembuatan keputusan yang

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

57

cepat dan tepat untuk mengembangkan strategi global dan mempercepat


operasi. Untuk itu, menyikapi perubahan besar yang terjadi dalam lingkungan
manajemen sejak tahun 2000, yang mencakup perluasan bisnis global yang
cepat, diversifikasi sumber daya manusia, dan perubahan dalam gaya bekerja,
TMC

menetapkan

tahun

2001

sebagai

tahun

pertama

pelatihan

kepegawaian dan melakukan kajian pelatihan terhadap keseluruhan


perusahaan.
Pada

bulan

Juli

tahun

2003,

terjadi

perubahan-perubahan

organisasional pada tingkat kelompok untuk memembangun organisasi yang


lebih ramping, memperjelas peran, untuk memperluas organisasi secara
global, tujuan untuk memperkenalkan sistem manajemen baru, dan untuk
memperjelas penempatan dari fungsi-fungsi kelompok manajemen dalam
Global Toyota. Ditambah lagi, jumlah direktur telah dikurangi dengan hanya
menunjuk mereka yang berada di tingkat senior managing officer dan tingkat
yang lebih tinggi, dan pembentukan posisi managing officer yang
bertanggung jawab akan operasional dari setiap divisi. Pada tingkatan
pembuatan keputusan, divisi operasional berakhir di tingkat senior managing
officer atau lebih rendah, dan senior managing officers bertanggung jawab
untuk pembuatan keputusan yang berfokus pada operasional terkait dengan
tempat kerja saat berpatiripasi dalam manajemen yang mencakup seluruh
perusahaan sebagai chief executive officers untuk divisi mereka. Dengan
demikian, kecepatan pembuatan keputusan dapat meningkat. Dengan adanya
reorganisasi, divisi yang ada menjadi 212 yang sebelumnya berjumlah 209
(Toyota Global, 2012).
Pada

tahun

2006,

telah

diorganisasikan

kembali

organisasi

kepegawaian setelah dirampingkan, telah dikaji sistem kerja dasar, telah


diinvestigasi tujuan dari pelatihan pegawai, dan sistem kepegawaian telah
diubah. Satu sistem kerja adalah bentuk dari kelompok-kelompok kecil yang
tersentralisasi pada kelompok manajer untuk menciptakan ikatan kuat antara
karyawan yang kurang berpengalaman dan yang telah lama bekerja untuk
membangun kembali lingkungan kerja di mana setiap orang dapat mengajar
dan belajar.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

58

Dengan demikian, kinerja yang lebih berkualitas dapat dicapai oleh


TMC dengan adanya peningkatan kecepatan pembuatan keputusan. Hal itu
dilakukan tidak hanya dengan pembelajaran dan pemberdayaan seperti yang
dijelaskan sebelumnya dengan adanya kelompok manajer untuk menciptakan
ikatan kuat antar karyawan, tetapi juga dengan adanya pembagian kekuasaan
untuk pembuatan keputusan sesuai dengan hierarki yang ada sehingga setiap
karyawan mengetahui peran masing-masing dan dapat secara akuntabel
bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya.
4.4.3

Learning Shareholders...
TMC memiliki jarak antara tanggung jawab dewan-dewan dan komite

untuk memonitor dan mendiskusikan aktivitas manajemen dan perusahaan


dari sudut pandang banyak stakeholders untuk meyakinkan transparansi yang
tinggi dan pengisian obligasi sosial. TMC memiliki budaya perusahaan yang
unik yang menekankan pada pemecahan dan pengukuran pencegahan
masalah. Pendekatan TMC adalah dengan membangun kualitas lewat proses
manufaktur, peningkatan kualitas operasional harian dan secara konsekuen
memperkuat tata kelola perusahaan. Tim manajemen TMC dan karyawan
mengadakan operasi dan memembuat keputusan dengan sistem check and
balances dengan standar etik yang tinggi. TMC bekerja untuk meyakinkan
transparansi dan keadilan dalam tata kelola perusahaan dengan menekankan
operasi garis depan dan multidirectional monitoring.
Gambar 4.4.3.1
Corporate Governance di Toyota Motor Corporation

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

59

Sumber: Toyota-Global, 2012


Berdasarkan gambar dan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa
peran stakeholders dalam

TMC cukup besar, khususnya para pemegang

saham. Hal ini dapat dilihat dari gambar di atas bahwa pertemuan
shareholders atau pemegang saham berada pada tingkat puncak dari
pengambilan keputusan dalam tata kelola perusahaan TMC. Pemeriksaan dan
monitor dari TMC untuk meningkatkan transparansi dan keharusan sosial
sangat dijunjung tinggi dengan memasukkan peran pemegang saham untuk
lebih terbuka dan menciptakan mekanisme check and balances antara
pemegang saham dan manajemen TMC. Dengan demikian, pemegang saham
bukan hanya pihak luar yang menerima keuntungan, tetapi juga terlibat dalam
pemeriksaan dan transparansi TMC. Dengan begitu, terciptalah keadilan
dalam tata kelola perusahaan TMC.
4.4.4

Proses Pembelajaran di tengah Tindakan


TMC sebagai perusahaan global yang bertujuan untuk mencapai

transformasi yang baik sesuai dengan kemajuan dan perubahan pesat yang
terjadi dan kompetisi yang ketat dengan dunia luar, TMC telah melakukan
pembelajaran secara terus-menerus. Peningkatan kapasitas tim pemimpin
dalam rangka mengatur proses perancangan kembali telah dilakukan, yaitu
dengan memfasilitasi karyawan untuk masuk ke dalam kelompok manajer
untuk membangun ikatan yang kuat dan saling belajar sehingga setiap
karyawan dapat sama-sama meningkatkan kapasitasnya, terutama para
pemimpinnya.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

60

Dalam TMC, terdapat prinsip yang sama yang dianut setiap


karyawannya, yaitu Customer First, di mana pelanggan merupakan satu
pihak yang terpenting dan dijadikan nomor satu oleh TMC sehingga setiap
kegiatan

TMC akan

berorientasi

kepada

kepuasan

pelanggan

dan

terpenuhinya kebutuhan pelanggannya, seperti yang telah dijelaskan


sebelumnya bahwa TMC menyadari bahwa memenuhi kebutuhan pelanggan
adalah salah satu cara penting untuk dapat mempertahankan eksistensinya
sebagai suatu perusahaan global dalam jangka waktu yang panjang dan tetap
dapat memelihara kestabilan dan pertumbuhannya. Selain itu terdapat juga
prinsip Toyota Way dan Toyota Production System yang juga menjadi dasar
visi dalam tubuh TMC yang ditanam dalam diri setiap karyawannya.
Akuntabilitas telah terbangun dalam diri setiap karyawan di TMC
dengan. Dengan adanya perubahan pada tata kelola perusahaan yang lebih
ramping, sistem kerja dasar yang telah dikaji ulang, dan sistem kepegawaian
yang telah diubah dapat dikatakan bahwa setiap karyawan dituntut untuk
lebih akuntabel dalam bekerja karena pemeriksaan atau monitoring yang
dilakukan menjadi lebih mudah dan pengambilan keputusan menjadi lebih
cepat. Untuk itu, para karyawan dituntut untuk lebih berfokus pada tanggung
jawabnya masing-masing.
Peningkatan kompetensi dan keahlian karyawan TMC dalam rangka
perubahan menuju organisasi TMC lebih baik sendiri dilakukan dengan cara
pelatihan kepegawaian yang dilakukan secara menyeluruh di setiap
perusahaan TMC dan adanya kelompok manajer yang telah berpengalaman
siap untuk saling belajar dengan para karyawan serta penempatan para
karyawan sesuai dengan keahliannya. Hal ini menjadikan para karyawan
lebih terbuka akan perubahan dan terlatih untuk lebih inovatif dan transparan
dalam bekerja.
TMC yang pernah mengalami kemunduran mutu akibat tidak sedikit
jumlah mobil yang ditarik kembali karena ada kekurangan pada pedal gasnya.
Hal ini merupakan akibat dari kelengahan TMC pada saat itu. Namun
perusahaan otomotif terbesar di dunia ini tidak berlarut-larut begitu saja
dalam permasalahan tersebut dan tetap bangkit dengan menganggap bahwa

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

61

kesalahan tersebut dapat dijadikan sebagai pembelajaran berharga bagi TMC.


Pengukuran dan insentif yang diterapkan dengan demikian sesuaid engan
kinerja yang telah dicapainya.
Check and balances yang diterapkan dalam tubuh TMC menjadi salah
satu cara bagi TMC untuk menjadi terbuka pada dunia luar dan tidak secara
tertutup hanya berdasarkan pada organisasi internal. Pemeriksaan yang
berasal dari luar atau multidirection monitoring dapat menjadi salah satu cara
untuk secara terbuka menerima masukan dan menjadi fleksibel untuk
meningkatkan pengetahuan yang luas. Selain itu, keterbukaannya akan
kemajuan dunia luar juga dapat menjadi salah satu ciri luasnya pengetahuan
TMC.
4.4.5

Kepemimpinan dalam Perubahan


Transformasi atau perubahan ke arah yang lebih baik bagi suatu

organisasi merupakan salah satu tugas pemimpin dalam organisasi untuk


menjadi pihak yang mengarahkan organisasi untuk mencapainya. Sakhici
Toyoda merupakan seorang penemu dan tukang yang memiliki jiwa pantang
menyerah yang terus-menerus mencoba, memperbaiki dan menemukan
sesuatu yang baru untuk memperbaiki kehidupan keluarganya, pada akhirnya
berhasil menciptakan mesin tenun otomatis yang canggih. Selama hidupnya
Sakichi Toyoda dikenal sebagai insinyur hebat dan dianggap sebagai Raja
Penemu Jepang. Hal ini membuatnya berkomitmen untuk mengajarkan
kepada anaknya, Kiichiro Toyoda, untuk menjadi seorang pemimpin
perubahan:
Setiap orang harus menangani beberapa proyek besar
setidaknya satu kali dalam hidupnya. Saya mendedikasikan
sebagian besar dari hidup saya untuk menciptakan berbagai
macam jenis alat tenun baru. Sekarang giliranmu. Kamu
harus berupaya untuk menyelesaikan sesuatu yang akan
bermanfaat bagi masyarakat. (Reingold, 1999 dalam
scribd.com, -)

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

62

Pada akhirnya Kiichiro Toyoda dapat mendirikan TMC dengan upaya


keras. TMC akhirnya dapat dikatakan menjadi perusahaan keluarga yang
memiliki filosofi serupa karena keluarga Toyoda dibesarkan dengan
pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang baru yang berguna bagi
masyarakat. Hal ini turun temurun sehingga akhirnya ditanami langsung di
dalam tubuh TMC dan diimplementasikan kepada pemimpin-pemimpinnya di
setiap

perusahaannya

untuk

menjawab

tantangan-tantangan

dan

permasalahan-permasalahan yang muncul sejaland engan operasional TMC


hingga kini.
Hal tersebut menunjukkan bahwa TMC, dengan Presiden saat ini yaitu
Akio Toyoda, masih terus memiliki jiwa penemu dan filosofi sesuai dengan
ajaran keluarga Toyoda. Pemimpin TMC dengan demikian merupakan
pemimpin perubahan. Selain itu, TMC yang selalu menyesuaikan diri dengan
kemajuan dan perubahan dunia terus melakukan perubahan-perubahan dalam
tata kelolanya agar tetap dapat berkompetisi secara global. Ditambah lagi,
TMC merupakan perusahaan yang inovatif dengan menjadikan perubahan
sebagai tantangan untuk belajar dan memberikan hal yang berguna bagi
masyarakat. Perubahan yang dilakukan juga tidak berhenti pada titik
kepuasan tertentu tetapi terus diturunkan kepada bawahan dan keluarganya
sehingga terus-menerus dapat diimplementasikan.
Pemimpin TMC dengan penjelasan-penjelasan sebelumnya terbukti
mnunjukkan hubungan kerja yang efektif, peduli terhadap kebutuhan anak
buahnya dengan terus melakukan pelatihan dan mengadakan mekanisme
belajar bersama dengan para manajer yang lebih berpengalaman. Selain itu,
keluarga Toyoda pendiri TMC sejak lama menurunkan filosofi keluarganya
dan mempengaruhi keturunannya untuk terus berusaha memimpin perubahan
yang bermanfaat. Dengan adanya hierarki, team work dan pengambilan
keputusan yang melibatkan bawahan akan dengan mudah terealisasi dalam
TMC. Komitmen untuk terus mengasah pengetahuan pun tertanam dalam diri
pemimpin TMC.
TMC yang merupakan suatu perusahaan dengan pembagian
kekuasaan atau delegasi kekuasaan menjadikan para karyawannya bekerja

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

63

secara berkolaborasi dan terus saling belajar dan berkomitmen untuk


menghadapi tantangan dan tetap bertahan di dunia persaingan global. Selain
itu, pola pikir yang terbuka akan pengetahuan yang luas dan tidak tertutup
sebagi organisasi mendorong pemimpin TMC menanamkan nilai keterbukaan
dan menjadikan para karyawannya lebih inovatif dan bekerja dan
memecahkan masalah, seperti menciptakan teknologi lingkungan, teknologi
keamanan, sistem transportasi pintar, dan lain-lain (Toyota Global, 2013).

BAB 5
PENUTUP
Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan
kasus dikaitkan dengan kerangka teori yang telah dibahas pada bab sebelumnya,
yaitu mengenai Strategi Transformasi di Toyota Motor Corporation. Pada bab ini
juga dijelaskan mengenai beberapa rekomendasi dari penulis yang dapat
digunakan untuk penyelesaian permasalahan mengenai strategi transformasi
tersebut.
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan

penjabaran

pada

bab

sebelumnya,

maka

penulis

menyimpulkan bahwa transformasi yang dilakukan TMC dengan strategistrateginya masih mengalami banyak tantangan, namun TMC terus belajar dari
kesalahan dan bangkit untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Dari segi
kekhawatiran dan ketakutan, rasa tersebut dapat diminimalisisr dengan adanya
hubungan baik manajemen atas dengan para karyawannya. TMC menjalankan
strategi penilaian dan ukuran dengan metode pembelajaran yang kemudian
dijadikan suatu bentuk inovasi dalam melakukan transformasi. Hasil penilaian
bukan hanya sekedar fungsi kontrol tetapi juga sebagai input pengembangan
kemampuan baru dan pembentukan indikator/ukuran. TMC sudah menerapkan

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

64

strategi mempertemukan believers dan nonbelievers dalam tubuh organisasinya


melalui Toyota Ways dan Toyota Production System dan terus belajar dari
kegagalan yang pernah dialaminya. Dalam hal tata kelola, TMC telah berupaya
untuk terus-menerus menyesuaikan tata kelola yang tepat dalam rangka
melakukan transformasi. Jiwa kepemimpinan yang ditanamkan sejak didirikan
menjadi suatu kelebihan tersendiri bagi TMC dalam melakukan transformasi
sesuai pesatnya kompetisi global.
5.2

Rekomendasi
Berdasarkan

kesimpulan

di

atas,

penulis

mengajukan

beberapa

rekomendasi, yaitu:
1.

TMC harus dapat terus-menerus menyesuaikan strategi transformasinya


agar dapat bertahan dalam persaingan global.

2.

Tantangan berat bagi TMC untuk terus dapat menanamkan nilai tradisional
yang diyakininya, maka TMC harus dapat memilih orang-orang yang mau
menerima dan menanamkan nilai-nilainya sebagai penerus dan penggerak
TMC.

3.

Pemimpin TMC harus dapat menggerakkan dan mengarahkan transformasi


agar terus-menerus sesuaid engan perkembangan dunia global.

4.

TMC harus dapat mempertahankan

check and balances

antara

stakeholders dan manajemen internal yang diterapkan agar transparansi


dari penyelenggaraan perusahaannya tetap terjaga.
5.

Untuk tetap dapat mempertahankan keterbukaan akan pengetahuan yang


lauas dan inovatif, TMC harus dapat mempertahankan budaya diskusi
dengan karyawan dan pihak lain yang dapat memberikan input-input baru
bagi pengembangan dan transformasi organisasi ke arah yang lebih baik.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

65

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Harefa, Andrias. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: Kompas.
Hesselbein, Frances; Marshal Golsmid, Richard Beckhard. The Drukcer
Foundation. 2001. The Organisastion Of The Future, Organisasi Masa
Depan,

ed.

Alih Bahasa Achmad Kemal. Hak Cipta Terjemahan

Indonesia. Jakarta: Jpress.


Liker, Jeffrey K. 2004. The Toyota Way: 14 Management Principles from the
World's Greatest Manufacturer. US: McGraw-Hill.
Senge, Peter M., et. al. 1999. The Dance of Change: The Challenges of Sustaining
Momentum in Learning Organization. New York: Doubleday.
Union of Japanese Scientists and Engineers. 2010. Quality Assurance at Toyota
Motor Corporation: Study Findings by a Panel of Independent Experts.
Toyota City: Union of Japanese Scientists and Engineers.
Wibowo. 2006. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Winardi. 2005. Manajemen Perubahan, (Management of Change), cetakan ketiga,
Jakarta: Kencana.
Jurnal

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

66

Prahalad, C.K. & Hamel, Gary. (1994). Strategy as A Field of Study: Why Search
For A New Paradigm? dalam Strategic Management Journal, Vol.15.
John Wiley & Sons, Ltd.
Yuwono, C.D.Ino dan Putra, MG Bagus Ani 2005.Faktor Emosi dalam Proses
Perubahan Organisasi.INSAN Vol 7 No 3 Desember 2005.
Situs
______. Tanpa tahun. Bagaimana Toyota Menjadi Perusahaan Manufaktur Terbaik
Dunia: Cerita Tentang Keluarga Toyoda dan Toyota production System.
Diakses

dari

http://www.scribd.com/doc/33776365/tentang-keluarga-

Toyoda, pada 24 Mei 2013, pukul 16.55 WIB.


Antariksa, Yodhia. 2012. Ketika Sang Toyota Terkapar Penuh Luka. Diakses dari
http://www.hrcentro.com/artikel/Strategi_Manajemen_Pelajaran_dari_Toy
ota_100306.html (2013, May 24).
Berita Satu. 2013. Toyota Umumkan Perubahan Manajemen. Diakses dari
http://www.beritasatu.com/dunia/100645-toyota-umumkan-perubahanmanajemen-perusahaan.html, pada 24 Mei 2013, pukul 22.24 WIB.
Power, Brad. 2011. How Toyota Pulls Improvement from the Front Line. Diakses
dari

http://hbr.org/cs/2011/06/how_toyota_pulls_improvement_f.html

(2013, May 24).


Siler, Steve. 2012. 2012 Toyota Prius. Diakses dari http://www.caranddriver.com/
reviews/toyota-prius-2012-toyota-prius-plug-in-hybrid-review (2013, May
24).
Toyota. Tanpa Tahun. Toyota Production System. Diakses dari http://www.toyotaforklifts.eu/SiteCollectionDocuments/PDF%20files/Toyota%20Production
%20System%20Brochure.pdf, pada 24 Mei 2013. pukul 23.45 WIB.
Toyota

Global.

2009.

Challenges.

Diakses

dari

http://www.toyota-

global.com/company/toyota_traditions/challenges/, pada 23 Mei 2013,


pukul 18.45 WIB.
Toyota Gobal. 2012. August 1989: Organizational Flattening (Organizations
Flattened to Respond Promptly to Rapid Changes). Diakses dari
http://www.toyota-

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

67

global.com/company/history_of_toyota/75years/data/company_informatio
n/management_and_finances/management/organizational/organizational_c
hanges09.html, pada 24 Mei 2013, pukul 22:27 WIB.
Toyota Global. 2012. January 2007: Post-Flattening Personnel Organization
Reforms

(Strengthening

Communication).

of

Human

Diakses

Resources
dari

Development

and

http://www.toyota-

global.com/company/history_of_toyota/75years/data/company_informatio
n/management_and_finances/management/organizational/organizational_c
hanges14.html, pada 24 Mei 2013, pukul 22:09 WIB.
Toyota Global. 2012. July 2003: Changes on the Group Level (Establishment of
Robust and Efficient Global Structures). Diakses dari http://www.toyotaglobal.com/company/history_of_toyota/75years/data/company_informatio
n/management_and_finances/management/organizational/organizational_c
hanges13.html, pada 24 Mei 2013, pukul 22:34 WIB.
Toyota Global. 2012. July 1982: Following the Merger of Toyota Motor Co., Ltd.
and Toyota Motor Sales Co., Ltd. (Launch of the New Toyota Motor
Corporation).

Diakses

pada

http://www.toyota-

global.com/company/history_of_toyota/75years/data/company_informatio
n/management_and_finances/management/organizational/organizational_c
hanges08.html, pada 24 Mei 2013, pukul 22:56 WIB.
Toyota Global. 2013. Corporate Governance. Diakses dari http://www.toyotaglobal.com/sustainability/csr_initiatives/corporate_governance.html, pada
tanggal 24 Mei 23:01 WIB.
Toyota

Global.

2013.

Executives.

Diakses

dari

http://www.toyota-

global.com/company/profile/executives/, pada tanggal 24 Mei 23:14 WIB.


Toyota

Global.

2013.

Innovation.

Diakses

dari

http://www.toyota-

global.com/company/profile/, pada 24 Mei 2013, pukul 23:02 WIB.


Toyota Global. 2013. Missions for Technology. Diakses dari http://www.toyotaglobal.com/innovation/vision/mission.html, pada 24 Mei 2013, pukul
21.50 WIB.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

68

Toyota Global. 2013. Vision Philosophy. Diakses dari http://www.toyotaglobal.com/company/vision_philosophy/toyota_production_system/, pada


24 Mei 2013, pukul 21.50 WIB.

[Type text]

[Type text] Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai