Whiskey dibuat dari sereal pati yang telah mengalami proses pemecahan pati
menjadi gula yang bisa digunakan untuk fermentasi melalui proses hidrolitik.
Klasifikasi dari whiskey dapat dibedakan berdasarkan basis dari cereal yang
digunakan, derajat blending, dan asal whiskey (hampir semua whiskey diproduksi di
negara Scotland, Ireland, Canada, dan Amerika). Malt (Scotch) whiskey (hanya
jelainya saja) diproduksi di dataran tinggi Skotlandia. Grain whiskey (terdapat di
dataran rendah Skotlandia) pada dasarnya dibuat dari sereal selain dari jelai. Di
ireland, pembuatan whiskey dengan menggunakan campuran dari malt jelai atau
jelai yang belum dibentuk malt, serta digabung dengan beberapa sereal lain seperti
jagung, gandum hitam, dan gandum. Rye whiskey dibuat di Kanada dengan
bahannya gandum hitam. Bourbon whiskey dibuat di Amerika dengan
menggunakan jagung.
Produksi dari whiskey harus meliputi penumbukan untuk menghasilkan wort (cairan
yang mengandung gula yang nantinya akan difermentasikan), fermentasi, distilasi,
dan pematangan. Hal esensial yang berpengaruh dalam proses pembuatan whiskey
adalah kandungan pati, sekitar 70% pada berat kering.
Proses:
1. Malting dan Kilning (malt whiskey): jelai pertama akan direndam dalam air
dingin dari 2 sampai 3 hari. Setelah air diserap oleh jelainya, jelainya
kemudian di sebar hingga kedalaman atau ketinggian dari 2 sampai 3 kaki
untuk menciptakan kondisi proses untuk germinasi pada suhu 24 oC dengan
waktu 8 sampai 12 hari. Germinasi ini menyebabkan meningkatnya aktivitas
dari enzim -amilase dan -amilase. Dengan kerjasama dari kedua enzim ini,
tujuan akhir dari proses malting adalah untuk menjadikan gula yang bisa
difermentasi yaitu maltosa. Setelah itu akan lanjut ke proses kilning. Jelai
kemudian dipanaskan pada suhu 52oC untuk menghentikan proses germinasi
tetapi tidak mematikan enzimnya. Pada akhir dari dari proses ini
menyebabkan malt memiliki kandungan air sebanyak 5%. Akan adanya
reaksi mailard.
2. Untuk grain whiskey: perlu dipanaskan dahulu pada suhu 120 oC selama 1,5
jam untuk proses gelatinisasi. Lalu hasilnya perlu didinginkan menjadi 6065oC sebelum ditambahkan 10-15% malted barley untuk proses aktivitas
amilase untuk proses hidrollisis
3. Mashing: malt yang sudah dikeringkan, dilakukan milling untuk menjadi girst
(gandum yang dipisahkan dari jelainya). Lalu girst ini dicampur dengan air
dengan suhu 68oC di dalam tong selama 0,5 sampai 1,5 jam. Selama proses
ini, perlu dilakukan pengadukan secara terus menerus dan perlu ada
penambahan air sebanyak 4 kelompok dan semakin lama airnya semakin
panas untuk mendapatkan ekstraksi yang maksimum dari kandungan yang
terlarut dari malt. Proses mashing ini dilihat secara kimiawi dimana adanya
proses hidrolisis oleh enzim amilase untuk menjadi gula yang dapat
difermentasi, yaitu maltosa, dengan sesedikit mungkin kandungan sukrosa,
glukosa, dan fruktosa. Tujuan lainnya juga untuk membawa larutan yang tak
hanya gula tetapi asam amino juga dari aktivitas protease (dari proses
malting), yang menjadi sumber nitrogen untuk bertumbuhan khamir selama
proses fermentasi. Akhirnya, hasilnya disaring, dan residunya untuk dijadikan
makanan ternak.
4. Fermentasi: Lalu wortnya didinginkan hingga 20-25 oC dan diinokulasi dengan
khamir (Saccharomyces cerevisiae). Fermentasi membutuhkan 2-3 hari dan
fermentasinya itu menyebabkan gula wort diubah menjadi etanol. pH dari
medium fermentasi akan berubah dari 5,0-5,5 menjadi 4,2-4,5 karena adanya
produksi dari asam organik, seperti asetat, suksinat, dan asam piruvat. Ada
juga komponen lain, seperti alkohol, asam karboksilat, ester, aldehid, dan
keton, akan terbentuk. Komponen-komponen itu cukup volatil untuk dibawa
ke proses distilasi dan akan mempengaruhi flavor akhir dari whiskey.
Khamirnya juga memiliki kemampuan untuk mengubah asam amino yang
terdapat sulfurnya menjadi komponen flavor dari sulfur seperti dimetil
disulfida. Produk dari fermentasi ini adalah cairan yang mengandung kurang
lebih 10% etanol. Dan karbondioksia yang bisa digunakan untuk pembuatan
soft drink.
5. Distilasi
a. Malt Whiskey: Setelah fermentasi, hasilnya dipindahkan ke dalam pot
yang nantinya akan didihkan selama 5-6 jam untuk menghasilkan
destilasi yang mengandung 20-25% etanol. Lalu hasil destilasi (low
wines) ini akan dimasukkan ke pot kedua untuk didestilasi dan
menghasilkan 3 fraksi: foreshot, whiskey (mengandung 63-71%
etanol), dan feints (kurang lebih 25% etanol). Kemudian dilakukan
pemotongan untuk memisahkan whiskey dari foreshot dan feints dan
ini mempengaruhi flavor dari produk akhir. Pemotongan pertama dari
foreshot ke whiskey akan mempengaruhi tingkat aldehid dan rantai
pendek ester. Pemotongan kedua dari whiskey ke feints menentukan
konsentrasi dari alkohol dan asam. Foreshot dan feints akan
dikembalikan untuk didestilasi ulang bersama dengan low wines
lainnya. Kandungan etanolnya menjadi 63,5%.
b. Grain Whiskey: biasanya diproduksi dengan cara destilasi secara terus
menerus. Material yang dimasukkan ke dalam tempatnya ini memiliki
kandungan 10% etanol dan hasilnya akan menjadi 3 fraksi: fraksi yang
rendah titik didihnya (kaya akan aldehid dan ester), raw spirit
(mengandung 95% etanol), dan fraksi titik didih tinggi (mengandung npropanol, n-butanol, isobutanol, n-amyl alcohol, isoamyl alcohol).
Setelah destilasi, spiritnya di larutkan dengan air destilasi. Kandungan
etanolnya menjadi 55%.
6. Pematangan: whiskey yang di ambil dari proses destilasi bersifat tidak
berwarna dan rasanya masih kasar, oleh karena itu perlu ada proses
pematangan. Spirit mentah yang telah didestilasi akan disimpan di dalam
gentong dari oak yang permeabel dengan udara di suhu yang terkontrol
selama 12 sampai 15 tahun, bahkan bisa lebih. Perubahan flavor dapat
terjadi karena adanya reaksi kimia antara gentong kayu dan destilat mentah.
Gentong yang digunakan pada umumnya telah dipanaskan pada suhu lebih
dari 200oC pada bagian dalamnya. Oak itu akan mengandung ekstratif seperti
komponen fenolik, asam lemak, dan laktones yang akan terekstraksi ke
dalam spirit yang mentah selama pematangan karena komponen-komponen
itu mudah larut dalam etanol. Selama pematangan ini, akan ada banyak
sekali reaksi kimia yang berlangsung, seperti oksidasi-reduksi, esterifikasi,
reaksi mailard, polimerisasi, dan polikondensasi. Setelah proses pematangan,
warnanya akan menjadi warna amber (coklat kekuning-kuningan).
7. Blending: pencampuran malt whiskey dengan grain whiskey untuk menaikan
penerimaannya di umum.
8. Pembotolan: spirit yang sudah matang di larutkan menjadi 40-43% etanol.
Jadi komponen utamanya adalah air (kurang lebih 60%). Setelah pembotolan,
proses pematangan akan berhenti karena tidak adanya oksigen.
Kontaminasi:
Kontaminan
BAL
Sumber
Malt, debu
gandum, suplai
khamir
Bakteri asam
asetat
Bakteri enterik
Bahan tumbuhan
dan air
Bahan tumbuhan
dan air
Khamir liar
Malt, debu
gandum, suplai
khamir
Logam
Proses Lokasi
Seluruh proses,
namun pada
umumnya pada
akhir fermentasi
Wort, awal
fermentasi
Wort, awal
fermentasi
Khamir fermentatif
selama proses
fermentasi, khamir
aerobik di awal
Sepanjang proses
Dampak
Penurunan yield,
produksi asam dan
diasetil, off-flavor
Off-flavor yang
asam
Produksi sulfida
dan diasetil, offflavor
Pengurangan yield,
produksi fusel oil
dan diasetil, offflavor
Warna yang gelap
Bakteri enterik yang terdapat pada sereal adalah Bacillus cereus. Dapat
menyebabkan keracunan makanan. Biasanya terjadi karena pemanasannya
yang tidak mencapai suhu di atas 50oC.
Bakteri asam asetat seperti Acetobacter bisa mengkontaminasi whisky. Cara
penanganannya adalah dengan sanitasi.
Waktu Kontaminasi
Sebelum Pemanenan
Selama Penyimpanan
Kontaminan
Aureobasidium pullulans, Fusarium spp.,
Alternaria tenuissima, A. infectoria,
Cladosporium herbarum, C.
cladosporioides, Ecpicoccum nigrum,
Stemphylium spp., Ulocaldium spp.,
Penicillium spp., Aspergillus spp.,
Eurotium spp., Wallemia sebi
Penicillium aurantiogriseum, P. hordei, P.
piceum, P. verrucosum, P. viridicatum,
Aspergillus flavus, A. niger, A. candidus,
A. versicolor, A. nidulans, Eurotium spp.
Paecilomyces variotii, Scopulariopsis
candida, Penicillium roqueforti, Candida
spp., Byssochlamys fulva, Monascus
ruber
Kerusakan yang terjadi pada kefir seringkali hanya dikarenakan fermentasi yang
berlebihan karena penyimpanan yang tidak memadai. Dalam kefir sendiri sudah
memiliki banyak senyawa antimikroba seperti bakteriosin yang dihasilkan oleh
bakteri asam laktat. Selain itu kehadiran asam-asam organic, pH yang rendah
dan keberadaan CO2 turut berperan dalam pencegahan mikroba dalam kefir.
Namun, terkadang Bacillus dan beberapa jenis kapang(menyebabkan warna
yang menyimpang) juga dapat mengkontaminasi kefir.