Anda di halaman 1dari 12

Minuman Fermentasi Berbahan Baku Serealia

Disusun oleh: Ardy Brian Lizuardi Veni Issani Jian Septian Banu Adi Permana Bernardine Anita W. Luthfan Eka S. Nisa Kyo Umareta Erni Steffi F24090001 F24090024 F24090046 F24090049 F24090072 F24090078 F24090106 F24090137

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2012 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Bir, yang merupakan minuman hasil fermentasi yang memiliki rasa pahit yang unik dan berkadar alkohol rendah, memiliki sejarah penemuan yang cukup tua. Menurut Hornsey (1999), bir pertama kali diciptakan pada tahun 4000 SM oleh bangsa Sumerian di Babilonia dan resep pembuatan bir pertama dan tertua tersebut ditemukan di prasasti tanah liat (clay tablet). Lebih lanjut Hornsey menyebutkan hipotesisnya bahwa bir merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peradaban manusia dari gaya hidup nomaden (berpindah-pindah) menjadi gaya hidup sedentary (menetap). Bahan baku bir yang berupa barley menjadikan manusia pada zaman itu harus menetap dan bercocok tanam untuk menghasilkan tanaman barley tersebut dan melakukan kultivasi untuk menumbuhkan berbagai macam varietas biji. Ketertarikan pada minuman yang disebut bir pada zaman ini dibuktikan pula oleh penemuan endapan berwarna kuning berupa garam oksalat pada tahun 3500-3100 SM di tembikar-tembikar kuno yang ada di Pegunungan Godin Tepe di Iran yang serupa dengan endapan yang terdapat di tangki pembuat bir saat ini. Keberadaan bir memang sangat populer dan digemari banyak orang mengingat bahwa bir adalah minuman beralkohol dengan kadar alkohol sangat rendah (di bawah 0,1% dan tergolong bir non alkohol). Konteks orang meminum bir pada mulanya adalah untuk menyembah dewa-dewa mereka kemudian berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk menghangatkan diri dari udara yang sangat dingin bahkan saat ini bir menjadi salah satu gaya hidup dari banyak negara. Future trend dari bir di Indonesia adalah dengan memberikan variasi rasa dari bir yang ada, misalnya dengan penambahan rempah-rempah asli Indonesia, seperti jahe, kayu manis, cengkeh, dan sebagainya. Penambahan rempah-rempah ini akan memberikan cita rasa lokal yang unik dan segar khas Indonesia. Variasi bir yang lain yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah bir dengan rasa ataupun aroma buah, misalnya lemon, apel, durian, dan buah-buah tropis lainnya yang asli Indonesia. Namun pengembangan produk bir di Indonesia ini tetap masih terbatas mengingat 86,1% masyarakat Indonesia menganut agama Islam sehingga minuman beralkohol merupakan suatu hal yang diharamkan (CIA, 2010).

1.2 Rumusan Masalah Hal-hal yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:

1.
2. 3.

Apa saja tahap-tahap dalam proses pengolahan bir? Apakah tujuan masing-masing tahap dalam proses pengolahan bir? Apa inovasi yang dapat dikembangkan dalam proses pengolahan bir?

1.3 Tujuan Makalah ini bertujuan: 1. Menyajikan tahapan proses pengolahan bir 2. Menjabarkan tujuan tiap tahap pengolahan bir 3. Mengajukan inovasi dalam tahap pengolahan bir untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bir merupakan produk minuman fermentasi alkohol yang melibatkan kamir dan ekstrak malt barley. Malt dan kamir berkontribusi terhadap karakter bir yang diproduksi dan kualitas bir dipengaruhi oleh kadar air dan hop yang digunakan. Barley yang akan digunakan untuk tahap brewing harus memiliki kandungan nitrogen yang rendah (Sivasankar 2004). Pati barley digunakan sebagai sumber gula yang akan diubah menjadi alkohol. Pati dalam barley berada di dalam dinding sel dan ditutupi oleh protein. Selama proses malting, dinding sel dan protein akan dipisahkan dari pati (Institute of Brewing & Distilling 2001). Sel-sel kamir kemudian menyerap nutrien dan menggunakannya untuk pertumbuhan dan menghasilkan metabolit ke luar sel seperti etanol, karbondioksida dan sebagainya. Cairan hasil fermentasi tersebut menghasilkan produk bir yang mengandung etanol, komponen volatil dan non volatil hasil metabolisme sel (Abdurahman 2006). Abdurahman (2006) juga menyatakan bahwa pada umumnya ada dua tipe bir utama yang dihasilkan yaitu tipe lager dan ale. Kedua tipe ini dihasilkan dengan menggunakan kamir Saccharomyce cerevisiae dan Saccharomyces carlsbergensis. Bir lager dihasilkan dengan menggunakan kamir yang mengendap di dasar pada suhu fermentasi 7 0C dan 15 0C artinya pada akhir fermentasi khamir akan mengendap dan mengalami flokulasi di dasar fermenter. Sebaliknya, bir ale dihasilkan dengan menggunakan top fermenting yeasts pada 18 0C dan 22 0C yaitu kamir yang tidak mengalami flokulasi terlalu besar sehingga terbawa dalam permukaan wort.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Proses Pengolahan Bir Menurut Christanti (2011), tahapan dalam proses pengolahan bir meliputi: 1. Malting Proses malting merupakan proses untuk memperoleh malt dari biji barley. Proses ini dilakukan secara alami yaitu dengan mengkondisikan biji barley agar dapat menghasilkan enzim yang dapat mengempukkan biji barley tersebut. Kondisi yang diberikan adalah kelembaban yang tinggi dan suhu yang cukup hangat. Kondisi ini akan memicu biji barley untuk berkecambah. Ketika biji barley mulai memunculkan tunas, proses perkecambahan dihentikan dengan cara pengeringan namun reaksi enzimatis tetap dibiarkan berjalan karena enzim tersebut dibutuhkan untuk melunakkan biji barley. 2. Milling Setelah proses malting dianggap optimal untuk menghasilkan malt yang diinginkan, proses selanjutnya adalah milling, yaitu penghancuran biji barley dengan mesin penggiling (rollers) menjadi tepung kasar agar memiliki luas permukaan lebih kecil sehingga mudah untuk diproses selanjutnya. Penggilingan dari malt sangat penting untuk proses pembuatan bir. Tujuan penggilingan adalah untuk mematahkan jagung malt dan memecah pati malt yang mengandung enzim untuk memungkinkan malt menembus pati lebih efisien selama menumbuk. 3. Mashing Dalam proses ini, biji barley yang sudah berupa tepung barley kasar dicampur dengan air panas untuk membentuk mash. Mash didiamkan selama dua hingga empat jam agar molekul kompleks seperti pati dan protein dapat diubah menjadi molekul lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan dalam proses sebelumnya. Hasil dari proses ini adalah hop (cairan malt) dan ampas-ampas butir barley dengan suhu sekitar 75 oC. 4. Filtrasi/lautering Proses filtrasi ini dilakukan setelah proses mashing untuk memisahkan antara hop dan sisa butir biji barley (spent grains). Proses filtrasi ini dilakukan dengan melewatkan air melalui mash pada suhu 75-80 oC selama dua hingga tiga jam dalam filter press atau lauter tune. 5. Pemasakan cairan hop

6.

7.

8.

9.

Setelah difiltrasi, hop dimasak selama 2 jam pada tekanan 80 psi dan pada tekanan yang dapat dipanaskan sampai suhu 135 C. hal ini supaya hop benar benar steril. Kemudian dilakukan penambahan hop pada waktu-waktu tertentu dengan tujuan yang tertentu pula. Hop digunakan untuk menambah rasa pahit pada bir Penambahan hop satu jam sebelumnya bertujuan untuk memberikan rasa pahit pada hop karena rasa pahit ini membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat terurai, sedangkan penambahan hop 20 menit sebelumnya memiliki tujuan untuk menambahakan rasa (flavour) dari buah hop sendiri karena membutuhkan waktu agak lama untuk terurai dan cukup mudah menguap. Penambahan hop pada lima menit sebelumnya bertujuan untuk memberikan aroma/bau pada hop karena zat ini sangat mudah menguap. Hop yang telah mendidih tadi kemudian dipompa dengan kecepatan tinggi sehingga di dalam tabung terjadi pusaran, pusaran tersebut menyedot ampas-ampas yang ada pada hop dan ampas buah. Pendinginan Hop pahit panas harus didinginkan dari temperatur sekitar 90 C dalam pusaran air di ketel fermentasi. Mesin ini terdiri dari serangkaian lembaran tipis stainless steel dengan sebuah ruang kecil di antara lembar masing-masing. Hop yang lewat di antara lembar alternatif dan air listrik dingin dipompa ke arah yang berlawanan sedemikian rupa sehingga dua cairan yang dipisahkan oleh lapisan tipis dari stainless steel dan panas dipertukarkan dari satu medium ke lainnya. Sebaliknya air dingin dipompa di ujung air panas dari sisi lainnya. Cairan hop didinginkan hingga mencapai 9 oC dalam keadaan terbuka namun steril. Hop didinginkan kemudian dikumpulkan di ketel fermentasi pada suhu yang bervariasi tergantung pada suhu lingkungan dan kekuatan bir yang sedang diproses. Fermentasi Pada tahap ini ragi dimasukkan ke dalam hop. Ragi adalah makhluk hidup, dan seperti semua organisme hidup memerlukan sumber energi untuk proses hidupnya, ragi memperoleh energi ini dengan memecah gula menjadi alkohol dan karbon dioksida. Ragi yang ditambahkan tergantung pada jenis yang hendak digunakan (ale maupun lager). Proses fermentasi berlangsung selama satu minggu dan selama proses ini, ragi akan merubah pati atau gula menjadi alkohol dan CO2. Maturasi Proses ini diperlukan bagi bir jenis lager karena kamir yang digunakan melakukan proses fermentasi secara lambat dan dibutuhkan waktu unutk mematangkan hasil fermentasi tersebut. Selain itu, dalam proses maturasi ini, senyawa volatil yang tidak diinginkan dalam bir seperti tanin akan menguap. Penyimpanan

Ketika fermentasi dinilai akan selesai, yaitu jumlah gula yang benar telah dikonversi menjadi alkohol, hop didinginkan dengan menggunakan air pendingin yang dipompa melalui panel pendingin tenggelam dalam fermentor masing-masing. Setelah didinginkan bahan-bahan bir tadi disimpan di dalam tangki khusus selama sepuluh hari supaya terdapat lebih banyak protein dan tanin. 10. Pengemasan Setelah proses penyimpanan dianggap cukup, tahap selanjutnya adalah pengisian ke botol. Biasanya botol bir ditutup dengan gabus mahkota. Pasteurisasi adalah pemanasan untuk menghilangkan kuman dan bakteri yang ada pada botol dengan memanaskan botol pada suhu sekitar 70 oC, proses ini berlangsung selama satu jam.

3.2 Inovasi dalam Pengolahan Bir Perkembangan teknologi tak berhenti sampai saat ini, begitu pula dengan teknologi pengolahan bir di dunia. Saat ini, paling tidak ada lima bahan utama pada pembuatan bir, yaitu air, kamir, malt, hop, dan karbohidrat tambahan. Komposisi tersebut memberikan kombinasi rasa, aroma, tingkat kemanisan, dan flavor yang berbeda-beda. Kendati pun proses fermentasi telah dikenal dengan baik, optimasi dan efisiensi proses masih belum banyak diketahui dengan baik. Berikut ini merupakan beberapa jenis teknologi fermentasi yang biasa digunakan dalam proses pengolahan bir: a. Teknologi Continous Fermentation (CF) Pada tahun 1950, Morton Coutts of Dominion Brewery (DB), berhasil mengintroduksi dan menghasilkan klaim pada metode fermentasi kontinu dengan melakukan recycle pada fermentasi cairan sebelum menjadi bir (hop) dengan mengatur laju alir proses sampai menjadi bir. Sistem kontinu ini dilengkapi dengan pendinginan hop di 0 oC, sehingga fermentasi dapat berlangsung sempurna pada proses kontinu (sumber : nzic.org.nz).

Gambar 1. Fermentasi Kontinu DB (Bir Heineken)

b. Peningkatan produktivitas dengan pengubahan jalur biokimia Produksi bir sangat dipengaruhi produksi alkohol yang dihasilkan akibat proses fermentasi. Kecukupan jumlah nitrogen pada proses fermentasi menjadi kunci kritis karakteristik akhir bir. Jumlah nitrogen yang kurang akan memicu pembentukan diasetil yang mengakibatkan off-flavor yang tentunya tidak diinginkan pada industri bir (sumber : nzic.org.nz).

Gambar 2. Jalur Biokimia Pembentukan Alkohol

Dulieu et al. (2000) mengenalkan metode penggunaan enzim -Acetolactate Decarboxylase untuk meningkatkan produktivitas pembuatan bir 30-35%, dengan mekanisme seperti gambar di bawah ini Gambar 3. Jalur Normal (kiri) dan Pengubahan Jalur (kanan) (Phiarais et al. 2010) Dengan pengubahan jalur biokimia seperti di atas, menurut Dulie et al. (2000) akan mereduksi pembentukan diasetil seperti gambar kanan dengan mengubah substrat -Acetolactate menjadi asetoin melalui enzim yang diisolasi dalam mikrokapsul, akibatnya jalur pembentukan diasetil terlewati tanpa dibentuk dalam jumlah banyak seperti pada gambar kiri. Metode ini dapat dilakukan pada skala industri dengan skema seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema Proses Aplikasi Industri (Phiarais et al. 2010)

Proses yang digambarkan di atas cukup efektif dan efisien untuk meningkatkan laju produksi atau akselerasi proses karena sistem enzim dan kamir yang digunakan diimobilisasi dan cukup diganti berkala tanpa inokulasi berulang pada sistem kontinu yang dibuat. Oleh karena itu dapat mempercepat proses fermentasi kontinu dan menghasilkan bir dengan karakter yang diinginkan secara seragam dan terkontrol. c. Teknologi yang mungkin diaplikasikan pada masa depan

Pemisahan hydrocyclones dan ultrasonic Hydrocyclones yang sedang dalam tahap pengujian berhasil memisahkan padatan dari cairan dan hal ini dapat diaplikasikan pada industri bir untuk memisahkan cairan bir dari padatannya agar dihasilkan bir yang jernih, sedangkan teknologi ultrasonic sedang dalam pengujian pre-eliminer, namun telah menghasilkan hasil sementara bahwa padatan tersuspensi di cairan teragregasi dan terpisah akibat proses. Sterilisasi bir dengan tekanan ultra tinggi (UHP) Institut Francais des Boissons di Perancis telah mengembangkan teknologi ini. Tekanan ultra tinggi diaplikasikan pada suhu ruang untuk mensterilkan bir, namun teknologi ini tidak bekerja dengan baik pada kemasan kaleng dan botol, namun biaya operasinya relatif rendah, yaitu $0.08 U.S/Liter (Galitsky et al. 2003).

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Bir merupakan produk minuman fermentasi alkohol yang melibatkan kamir dan ekstrak malt barley. Ada dua jenis bir, yaitu tipe lager dan ale. Proses pengolahan bir meliputi tahap malting, milling, mashing, filtrasi, pemasakan cairan hop, pendinginan, fermentasi, maturasi, penyimpanan, dan pengemasan. Proses pengolahan bir dapat diefisienkan dengan mengembangkan berbagai teknologi dalam pengolahannya, seperti teknologi fermentasi kontinu, pengubahan jalur biokimia pembentukan alkohol, teknologi pemisahan hydrocyclones dan ultrasonic, serta sterilisasi bir dengan tekanan ultra tinggi (UHP).

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman D. 2006. Biologi Pertanian. Bandung: Grafindo. Christanti M. 2011. Bir, minuman fermentasi popular dunia. Artikel. Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Ma Chung Malang. CIA. 2010. The World Factbook [terhubung berkala]. https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html (2 Mei 2012).

Dulieu C, Moll M, Boudrant J, Poncelet D. 2000. Improved performances and control of beer fermentation using encapsulated alfa-acetolactate decarboxylase and modeling. Journal of Biotechnology (VI) Vol. 16 pp. 958-965. Galitsky C, Martin N, Worrel E, Lehman B. 2003. Energy efficiency improvement and cost saving opportunities for breweries. USA: Berkeley National Laboratory. Hornsey, I.S. 1999. Brewing . Cambridge CB4 0WF, UK: The Royal Society of Chemistry. Great Britain: Athenaeum Press Ltd. Institute of Brewing & Distilling. 2001. Brewing [terhubung http://www.ibdasiapac.com.au/brewing/ (2 Mei 2012). berkala].

Phiarais BPN, Mauch A, Schehl BD, Zarnkow M, Gastl M, Herrmann M, Zannini E. Arendt EK. 2010. Processing of a top fermented beer brewed from 100% buckwheat malt with sensory and analytical characterization. Journal of The Institute of Brewing (III) Vol. 16 pp. 265-274. Sivasankar B. 2004. Food Processing and Preservation. New York: PHI Learning.

Anda mungkin juga menyukai