Anda di halaman 1dari 21

Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karuniaNyapenulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam senantiasa
kita ucapkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW yang telah membawa agama Islam
sertaAlquran sebagai mukjizat bagi manusia.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan mengenai sejarah ekonomi
indonesia. Makalah ini disusun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diripenulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan
dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Para
Mahasiswa dan Umum Khususnya pada diri penulis dan semua yang membaca teks ini, dan mudahmudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca . Walaupun teks ini
memiliki kelebihan dan kekurangan penulis mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Pekanbaru, Juni 2014
Penulis

Daftar Isi
Halaman Judul
............................................................................
Kata Pengantar
............................................................................
Daftar Isi
........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

1.1
1.2
1.3

Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan

....................................................
....................................................
...................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1
pada masa orde lama
2.2
pada masa orde baru
2.3
pada masa transisi
2.4
pada masa reformasi
2.5
pada masa gotong royong

.........................................
.........................................
.........................................
.........................................
.........................................

1
2
2
3
4
7
9
11

i
ii
iii

2.6

pada masa SBY

DAFTAR PUSTAKA

.....

14

................................................................

23

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi disuatu negara sangat ditentukan
olehbanyak faktor,internal (domestik,maupun eksternal (global). Faktor-faktor internal
diantaranya, adalah kondisi fisik (termasuk iklim) ,lokasi geografi,jumlah dan kualitas SDA dan
SDM yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem politik serta peran
pemerintah didalam ekonomi. Sedangkan,faktor faktor eksternal diantaranya adalah
perkembangan tekhnologi,kondisi perekonomian dan politik dunia,serta keamanan global
Akan tetapi,untuk dapat memahami sepenuhnya sifat proses dan pola pembangunan ekonomi
disuatu negara serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam kurun waktu tertetentu
atau untuk memahami kenapa pengalaman suatu negara dalam membangun ekonominya berbeda
dengan negara lain,maka perlu juga diketahui sejarah ekonomi dari negara itu sendiri. Sering
dikatakan bahwa keadaan perekonomian atau orientasi pembangunan infrastruktur fisik dan
sosial (seperti pendidikan dan kesehatan) yang dilakukan,dan tingkat pembangunan yang telah
dicapai pada masa lampau,yakni pada masa penjajahan (Kolonialisme).
Akan tetapi, pengalaman yang berbeda dalam pembangunan ekonomi di dalam kelompok
LDCs itu sendiri misalnya antara indonesia dan suriname,dua-duany a bukan jajahan
Belanda,dengan Singapura,Malaysia,India,dan Hongkong yang pernah dijajah oleh Inggris dan
sekarang lebih maju atau banyak negara di Afrika bekas jajahan negara prancis yang hingga saat
ini masih sangat terbelakang dan miskin,menimbulkan suatu pertanyaan : apakah struktur
ekonomi,sistem pemetintahan,dan rosem pembangunan ekonomi selama masa kolonialisme
memang merupakan suatu faktor berpengaruh yang dominan terhadap pembangunan ekonomi
selanjutnya pascakolonialisme? Atau apakah Indonesia akan lebih maju dari sekarang atau akan
sehebat Singapura jika Indonesia dulu dijajah oleh Inggris,bukan Belanda ?
Dari pengalaman di Singapura, Malaysia,Hongkong ,mungkin dapat dikatakan bahwa yang
sangat menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi bukan warisan dari negara
penjajah,melainkan orientasi politik,sistem ekonomi serta kebijkaan-kebijakan yang diterapkan
oleh rezim pemetintah yang berkuasa setelah lenyap nya kolonialisme,terutama pada tahun-tahun
pertama setelah merdeka karena tahun-tahun tersebut merupakan periode yang sangat kritis dan
sangat menentukan kelanjutan pembangunan selanjutnya. Pengalaman indonesia sendiri
menunjukkan bahwa pada zaman pemerintahan orde lama,rezim yang berkuasa menerapkan
sistem ekonomi tertutup dan lebih mengutamakan kekuatan militer daripada kekuatan ekonomi
nasional pada masa itu mengalami stagnasi atau pembangunan praktis tidak ada.

1.2 Rumusan Masalah


1.
2.
3.
4.
5.

Sejarah ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan orde lama


Sejarah ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan orde baru
Sejarah ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi
Sejarah ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan reformasi
Sejarah ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan gotong royong

1.3 Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui sejarah ekonomi Indonesia secara garis besar pada lima periode.

BAB II
Pembahasan
1. Pemerintahan pada masa orde lama
Pada tanggal 17 Agustus 1945 ,Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun
demikian, tidak berarti dalam prakteknya Indonesia sudah bebas dari Belanda dan bisa memberi
perhatian sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Pada tahun-tahun pertama setelah
kemerdekaan indonesia keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk,ekonomi nasional boleh
dikatakan mengalami stagflasi[1]. Defisit saldo neraca pembayaran dan defisit keuangan
pemerintah sangat besar,kegiatan produksi disektor pertanian dan sktor industri manufaktur
praktis terhenti. Tingkat inflasi sangat tinggi ,hingga mencapai lebih dari 500% menjelang akhir
periode orde lama. Semua ini disebabkan oleh berbagai macam faktor,yang penting ,dan
diantaranya adalah pendudukan jepang,perang dunia II,perang revolusi,manajemen ekonomi
makro yang sangat jelek.
Pernah dikatakan bahwa indonesia pernah mengalami sistem politik yang sangat
demokratis. Yakni pada periode 1949-1956. Akan tetapi, sejarah Indonesia menunjukkan bahwa
sistem politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan pereknomian
nasional. Akibat terlalu banyaknya pastai politik yang ada dan semuanya ingin
berkuasa,sehingga menimbulkan banyak konflik antar partai. Konfik tersebut berkepanjangan
sehingga tidak memberi sedikitpun kesempatan untuk membentuk suatu kabinet yang solid yang
dapat bertahan hingga pemilihan umum berikutnya. Pada masa politik demokrasi itu,tercatat
dalam sejarah bahwa rata-rata umur kabinet hanya sekitar 2 tahun saja.
Selama periode 1950-an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan kolonialisme.
Sektor formal/modern,seperti pertambangan,distribusi,transportasi,bank,dan pertanian yang
komersi ,yang memiliki konstribusi lebih besar daripada sektor informal/tradisional atau
output nasional atau produk domestik bruto (PDB) di dominasi oleh perusahaan-perusahaan
asing tersebut relatif lebih padat kapital dibanding kegiatan-kegiatan ekonomi yang didominasi
oleh pengusaha pribumi dan beralokasi di kota-kota besar seperti jakarta dan surabaya.
Keadaan ekonomi indonesia,terutama setelah dilakukan nasionalisme terhadap semua
perusahaan asing ditanah air,termasuk perusahaan-perusahaan milik Belanda,ditambah lagi
dengan peningkatan laju inflasi yang sangat tinggi pada dekade 1950-an. Pada masa
pemerintahan Belanda Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dengan
tingkat inflasi yang snagat rendah dan stabil.
Selain kondisi politik didalam negeri yang tidak mendukung , buruknya perekonomian
indonesia pada masa pemerintahan orde lama juga disebabkan oleh keterbatasan faktorfaktor produksi. Seperti orang-orang dengan tingkat kewirausahaan dan kapabilitas manajemen
yang tinggi,tenga kerja dengan pendidikan / keterampilan yang tinggi, dana (khususnya untuk
membangun infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh industri) ,tekhnologi,dan kemampuan
pemerintah sendiri untuk menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik. Menurut
pengamatan higgins sejak kabinet pertama dibentuk setelah merdeka,pemerintah indonesia
memberikan prioritas pertama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi,pembangunan

industri,unfikasi[2],dan rekonstruksi. Akan tetapi, akibat keterbatasan akan faktor-faktor tersebut


diatas dan dipersulit lagi oleh kekacauan politik nasional pada masa itu, akhirnya pembangunan
atau bahkan rekonstruksi ekonomi indonesia setelah perang tidak pernah terlaksana dengan baik.
2. Pada masa pemerintahan orde baru
Tepatnya sejak bulan maret 1966 indonesia memasuki pemerintahan orde baru. Berbeda
dengan pemerinthan orde lama, dalam era orde baru ini ,perhatian pemerintah lebih ditujukan
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial ditanah air.
Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi
pengaruh odeologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota PBB dan lembaga-lmbga
dunia lainnya, seperti bank dunia dana moneter internasioal (IMF).
Sebelum rencana pembangunan lewat repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah
melakukan pemulihan stabilitas ekonomi,sosial,dan politik,serta rehabilitasi ekonomi dalam
negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat
inflasi,mengurangi defisit keuangan pemerintah,dan menghidupkan kembali kegiatan
produksi,termasuk ekspor yng sempat mengalami stagnasi pada masa orde lama. Usaha
pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan 5 tahun (repelita)
secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat dihargai negara-negara barat. Menjelang
akhir tahun 1960-an atas kerja sama dengan bank dunia,IMF,dan ADB ( bank pembangunan
Asia) dibentuk suatu kelompok konsorsium[3]inter-government group on indonesia
( IGGI) Yang terdiri atas sejumlah negara maju,termasuk negara jepang dan belanda,dengan
tujuan membiayai pembangunan ekonomi di Indonesia. Boleh dikatakan bahwa pada saat itu
indonesia sangat beruntung. Dalam waktu yang relatif pendek setelah melakukan sistem
politiknya secara drastis, dari yang pro menjadi anti komunis, indoensia bisa mendapat
bantuan dana dari pihak barat. Pada saat itu memang indonesia merupakan satu-satunya negara
yang sangat anti komunis dan sedang berusaha secara serius melakukan pembangunan
ekonominya yang kelihatan jelas dimata kelompok barat. Pada saat itu belum ada krisi hutang
luar negeri ( ULN) dari kelompok LDCs[4] seperti pada tahun 1980-an,sehingga boleh dikatakan
bahwa perhatian bank dunia pada saat itu dapat diputuskan sepenuhnya kepada indonesia.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di indonesia pada masa orde baru
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses indutrialisasi dalam skala
besar yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang pling tepat dan efektif untuk
menanggulangi masalah-masalah ekonomi,seperti kesempatab kerja dan defisit neraca
pembayarn. Dengan kepercayaan yang penuh bahwa akan ada efek cucuran kebawah ,pada
awalnya pemerintah memusatkan pembangunan di sektor-sektor tertentu yang secara potensial
dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak panjang dan hanya
dipulau jawa, karena pada saat itu fasilitas-fasilitas infrastruktur dan SDM relatif lebih baik
dibandingkan di provinsi-provinsi lainnya diluar pulau jawa. Dengan sumber dana yang terbatas
pada saat itu dirasa sangat sulit untuk memperhatikan pertumbuhan dan pemerataan pada waktu
yang bersamaan.
Pada bulan April 1969 repelita I (rencana pembangunan lima tahun pertama) dimulai
dengan peneknan utama pada pembangunan sektor pertanian dan industri-industri yang terkait,
seperti agroindustri. Strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi pada repelita I terpusatkan
pada pembangunan industri-industri yang dapat menghasilkan devisa lewat ekspor dan subsitusi

impor, industri-industri yang memproses bahan-bahan baku yang tersedia di dalam negeri,
industri-industri yang padat karya, industri-industri yang mendukung pembangunan regional, dan
juga industri-industri dasar seperti pupuk, semen, kimia dasar, pulp, kertas dan tekstil.
Sebelum pembangunan dilanjutkan pada tahap berikutnya, yakni tinggal landas
mengikuti pemikiran Rostow dalam stage of growth-nya, selain stabilisasi, rehabilitasi, dan
pembangunan yang menyeluruh pada tahap dasar, tujuan utama pelaksanaan repelika I adalah
untuk membuat Indonesia menjad swasembada, terutama dalam kebutuhan beras. Hal ini
dianggap sangat penting, mengingat penduduk Indonesia sangat besar, dengan pertumbuhan ratarata per tahun pada saat itu sekitar 2,5% dan stabilitas politik juga sangat tergantumg pada
kemampuan pemerintah menyediakan makanan pokok bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut pemerintah melakukan program penghijauan (revolusi hijau) di sektor pertanian.
Dengan dimulainya penghijauan tersebut, sektor pertanian nasional memasuki era modrenisasi
dengan penerapan teknologi baru, khususnya dalam pengadaan sistem irigasi, pupuk, dan tata
cara menanam.
Dampak repelita I dan repelita-repelita berikutnya terhadap perekonomian Indonesia
cukup mengagumkan, terutama dilihat pada tingkat makro. Proses pembangunan berjalan sangat
cepat dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun cukup tinggi, jauh lebih baik daripada selama
orde lama, dan juga relatif lebih tinggi daripada laju rata-rata pertumbuhan ekonomi dari
kelompok LDCs. Pada awal repelita I (1969), PDB Indonesia tercatat 2,7 triliun rupiah pada
harga berlaku atau 4,8 triliun pada harga konstan. Pada tahun 1990 mnjadi 188,5 triliun rupiah
pada harga berlaku atau 112,4 triliun rupiah pada harga konstan. Selama periode 1969-1990, laju
pertumbuhan PDB pada harga konstan rata-rata per tahun diatas 7 %.
Perubahan ekonomi struktural juga sangat nyata selama masa orde baru bila dilihat dari
perubahan pangsa PDB, terutama dari sektor industri manufaktur meningkat setiap tahun, dari
sekitar 8% (atas dasar harga berlaku) atau 7,5% (atas harga dasar konstan) pada tahun 1960
menjadi 12% lebih ( atas dasar harga berlaku) atau 15% lebih (atas dasar konstan) pada tahun
1983. Meningkatnya kontribusi output dari sektor industri manufaktur terhadap
pembentukan/pertumbuhan PDB selama periode orde baru mencerminkan adanya suatu proses
industrialisasi atau transformasi ekonomi di Indonesia, dari negara agraris ke negara semi
industri.
Ini memang merupakan salah satu perbedaan yang nyata dalam sejarah perekonomian
Indonesia antara rezim orde lama dengan rezim orde baru. Di dalam sektor industri manufaktur
itu sendiri juga terjadi pendalaman struktural. Walaupun prosesnya relatif lambat dibandingkan
dengan di negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand, dan Malaysia tingkat
diversifkasi produksi juga semakin besar dengan dibangunnya berbagai macam industri untuk
kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa orde baru tidak saja
disebabkan oleh kemampuan kabinet-kabinet yang dipimpin oleh presiden Suharto yang jauh
lebih baik / solid dibanding masa orde lama dalam menyusun dan melaksanakan rencana, strategi
dan kebijakan pembangunan ekonomi, tetapi juga berkat penghasilan ekspor yang sangat besar
dari minyak, terutama pada periode krisis atau oil boom pertama pada tahun 1973/1974. Selain
minyak dan pinjaman luar negeri, peranan PMA khususnya sejak pertengahan dekade 1980an
terhadap proses pembangunan ekonomi di Indonesia semakin besar. Boleh dikatakan bahwa

kebijakan presiden Suharto yang mengutamakan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik serta
pertumbuhan ekonomi berdasarkan sistem ekonomi terbuka membuat kepercayaan pihak barat
terhadap prospek ekonomi Indonesia sangat besar dibandingkan dengan banyak LDCs lainnya.
Proses pembangunan dan perubahan ekonomi semakin cepat setelah sejak paruh pertama
sekade 1980-1n,pemerintah mengeluarkan berbagai paket deregulasi[5] yang diwali disektor
monneter / perbankan yang dan disektor riil, dengan tujuan utama meningkatkan ekspor
nonmigas indonesia dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta berkelanjutan. Dengan adanya
deregulasi-deregulasi tersebut,sistem perekonomian indonesia secara bertahap mengalami
pergeseran dari yang sangat tersentralisasi (pada periode 1970-an) menuju desentralisasi dan
peranan sektor swasta semakin besar.
Akan tetapi,pada tingkat meso[6] dan mikro,pembangunan selama ini boleh dikatakan
tidak berhasilbahkan dalam banyak aspek semakin buruk. Jumlah kemiskinan baik absolut
maupun relatif masih tinggi dan tingkat kesenjangan ekonomi semakin besar. Bahkan menjelang
khir 1990-an kesenjangan cenderung meningkat. Sebagai reaksi pemerintah terhadap kenyataan
diatas, khususnya pada repelita ke VI,orientasi kebijakan-kebijakannya mengalami perubahan
dari penekanan hanya pada pertumbuhan ke pertumbuhan dengan pemerataan. Untuk
mengurangi tingkat kesenjangan dan kemiskinan,pemerintah menjalankan berbagai macam
program ,terutama di daerah perdesaan seperti Program Impress Desa Tertinggal (IDT),program
keluarga sejahtera,dan program pembinaan usaha kecil.
Sejak masa orde lama hingga berakhirnya masa orde baru dapat dikatakan indonesia telah
mengalami dua orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda,yakni dari ekonomi tertutup yang
berorientasi sosialis pada zaman rezim soekarno ke ekonomi terbuka berorientasi kapitalis pada
masa soeharto. Perubahan orientasi kebijakan ekonomi ini membuat kinerja ekonomi nasional
pada masa orde baru menjadi lebih baik dibandingkan pada masa pemerintahan orde lama.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa ada beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi
terlebih dahulu agar suatu usaha membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik,yaitu sebagai
berikut.
1. Kemauan politik yang kuat
2. Stabilitas politik dan ekonomi
3. SDM yang lebih baik
4. Sistem politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat
5. Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik
Tetapi selain menghasilkan efek-efek positif,pemerintahan orde baru tetap memiliki cacat. Biaya
ekonomi yang tinggi, serta fundamentasl ekonomi yang rapuh. Hal terakhir ini dapat dilihat
antara lain pada buruknya kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya
ketergantungan indonesia terhadap modal asing, termasuk pinjaman dan impor. Ini semua
akhirnya membuat Indonesia dilanda krisis ekonomi besar yang diawali oleh krisis nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan tahun 1997.
3. Pemerintahan Transisi

pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997,nilai tukar baht Thailand terhadap dollar AS mengalami
suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan jual karena ridak
percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut. Sehingga apa yang terjadi di
Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan bebrapa nega Asia lainnya,awal dari krisis
keuangan di Asia. Sejak saat itu,posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil. Menaggapi
perkembangan itu, pada bulan juli 1997 BI melakukan 4 kali intervensi[7] yakni memperlebar
rentang intervensi. Akan tetapi,pengaruhnya tidak banyak. Hari-hari dan bulan selanjutnya kurs
rupiah terus melemah ,walaupun sekali-sekali mengalami penguatan beberapa point.
Sekitar bulan september 1997,nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang
perekonomian nasional. Untuk mencegah agar keadaan tidak tambah buruk, pemerintah orde
baru mengambil bebrapa langkah konkret,diantaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39
triliun dalam upaya mengimbangi ketebatasan angggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi
oleh perubahan nilai rupiah tersebut. Pada awalnya, pemerintah berusaha untuk menangani
masalah krisis rupiah ini dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi setelah menyadari bahwa
merosotnya nilai rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung lagi dengan kekuatan
sendiri,terlebih lagi karena cadangan dolar AS di BI sudah mulai menipis karena terus digunakan
untuk intervensi guna menahan atau mendongkrak kembali nilai tukar rupiah,tanggal 8 oktober
1997 pemerintah indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan
dari IMF[8]. Hal ini juga dilakukan oleh pemerintah thailand,filiphina,dan korea selatan.
Pada akhir bulan oktober 1997,lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket
bantuan keuangannya pada indonesia yang mencapai 40 miliar dollar AS,23 miliar di antaranya
adalah pertahananan lapis pertama (front-line defence). Sehari setelah pengumuman itu,seiring
dengan paket reformasi yang ditentukan IMF, pemerintah indonesia mengumumkan pencabutan
izin usaha 16 bank swasta yng dinilai tidak sehat. Ini merupakan awal dari kehancuran
perekonomian indonesia.
Paket program pemulihan ekonomi yang disyaratkan IMF pertama kali diluncurkan pada
bulan november 1997, bersama pinjaman angsuran pertama senilai 3 miliar dolar AS. Pertama
,diharapkan bahwa dengan disetujuinya paket tersebut oleh pemerintah indonesia, nilai rupiah
akan menguat dan stabil kembali.
Butir-butir dalam kebijaksanaan fiskal selain penegasan tetap menggunakan prinsip
anggaran berimbang ( pengeluaran pemerintah samadengan pendapatannya) , juga meliputi
usaha-usaha pengurangan pemerintah, seperti menghilangkan subsidi bbm dan listrik,
membatalakan sejumlah proyek infrastruktur besar, serta peningkatan pendapatan pemerintah.
Pemerintah Indonesia tidak melakukan reformasai sesuai dengan kesepakatannya dengan IMF.
Akhirnya, pencairan pinjaman angsuran kedua senilai 3 miliar dolar AS yang seharusnya
dilakukan pada bulan maret 1998 terpaksa di undur. Padahal, indonesia tidak ada jalan lain selain
harus bekerja sam sepenuhnya dengan IMF, terutama karena 2 hal berikut (Tambunan,1998).
1. Berbeda dengan kondisi krisis di Thailand, Korea Selatan, Filipina, dan Malaysia, krisis
ekonomi di Indonesia sebenarnya sudah menjelma menjadi krisis kepercayaan.
2. Indonesia sangat membutuhkan dolar AS. Pada awal tahun 1998, kebutuhan itu diperkirakan
sebesar 22,4 miliar dolar AS atau rata-rata 1,9 miliar dolar AS per bulan.
Setelah gagal dalam pelaksanaan kesepakatan pertama itu, dilakukan lagi perundinganperundingan baru antara pemerintahan indonesia dengan IMF pada bulan maret 1998bdan

1.
2.
3.
4.
5.

dicapai lagi suatu kesepakatan baru pada bulan april 1998. Hasil-hasil perundingan dan
kesepakatan dituangkan secara lengkap dalam satu dokumen bernama Memorendum Tambahan
tentang Kebijaksanaan Ekonomi Keuangan
Secara keseluruhan, ada lima memorendum tambahan dalam kesepakatan yang bari ini, yakni
sebagai berikut :
Program stabilitasi, dengan tyjuan utama menstabilkan pasar uang dan mencegah hiperinflasi.
Restrukturisasi[9] perbankan, dengan tujuan utam untuk rangka penyehatan sistem perbankan
nasional.
Reformasi struktural, yang mana disepakati agenda baru yang mencangkup upaya-upaya yang
telah disepakati dalam kesepakatan pertama (15 januari 1998)
Penyelesaian ULN Swasta (Corporate Debt)
Bantuan untuk rakyat kecil
Pertengahan tahun 1998 kesepakatan tentang IMF dibuat lagi memorandum tambahan tentang
kebijaksanaan ekonomi dan keuangan.tetapi, strategi meyeluruh stabilisasi dan reformasi
ekonomi adalah tetap seperti yang tercantum dalam memprandum kebijaksanaan ekonomi dan
keuangan yang ditandatangani pada tanggal 15 januari 1998.
Krisis ekonomi akhirnya juga memunculkan krisis politikm yang diawali dengan penembakan
oleh tentara terhadap 4 mahasiswa Universitas Trisakti kemudian, pada tanggal 14 dan 15 Mei
kota jakarta dilanda suatu kerusuhan yang juga dapat dikatakan paling besar dan paling sadis
yang pernah di alami Indonesia setelah kedua pristiwa tersebut gerakan mahasiswa yang
sebelumya sudah berlangsung semakin gencar.
Pada awalnya pemerintah yang dipimpin oleh Habibi disebut pemerintah reformasi.akan tetapi
setelah setahun berlalu, masyarakat mulai melihat bahwa sebenarnya pemerintah baru ini tidak
berbeda dengan pemerintahan sebelumnya. Mereka juga prang-orang rezim orde baru, dan tidak
ada perubahan-perubahan yang nyata bahkan korupsi dan nepotisme (KKN) semakin menjadijadi, kerusuhan muncul di mana-mana, dan masalh soeharto tidak terselesaikan. Akhirnya,banyak
kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya pemerintahan transisi daripada pemerintahan
reformasi.

4. Pada masa pemerintahan reformasi


Pada pertengahan tahun 1999 dilakukan pemilihan umum,yang akhirnya dimenangi oleh
partai demokrasi Indonesia prjuangan (PDI-P) dan golkar pada posisi kedua. KH Abdurrahman
Wahid terpilih menjadi presiden keempat dan megawati adalah wakilnya. Tanggal 20 Oktober
menjadi akhir dari pemerintahan transisi,dan awal dari pemerintahan Gus Dur yang sering
disebut juga pemerintahan reformasi.
Pada awal pemerintahan reformasi yang dipimpin oleh presiden Gus Dur masyarakat umum
dan kalangan pengusaha serta investor,termasuk investor asing, menaruh harapan besar terhadap
kemampuan dan kesungguhan gus dur untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional
dan menuntaskan semua permaslahan yang ada didalam negeri warisan rezim orde baru, seperti
KKN,supremasi hukum,HAM,penembakan tragedi trisakti,semanggi I dan II,peranan abri
didalam politik dan masalah disintegrasi.
Dalam hal ekonomi, dibanding tahun sebelum nya (1999), kondisi perekonomian indonesia
mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB[10] mulai positif walaupun tidak

jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia juh lebih baik
lagi,dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB laju inflasi dan
tingkat suku bunga (SBI) juga rendah, mencerminkan bahwa kondisi mneter didalam negeri
sudah mulai stabil.
Gus Dur mulai menunjukan sikap dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang kontroversial dan
membingungkan pelaku-pelaku bisnis. Gus Dur cenderung bersifat diktator dan praktek KKN di
lingkungannya semakin intensif, dengan hal itu menimbulkan perseteruan dengan DPR yang
klimaksnya adalah dikeluarkannya peringatan resmi kepada Gus Dur lewat memorandum I dan
II. Dengan itu Gus Dur terancam akan diturunkan jabatannya, jika usulan percepatan sidang
istimewa MPR jadi dilaksanakan pada bulan Agustus 2001.
Selama pemerintahan gusdur, tidak ada satupun masalah di dalam negeri yang terselesaikan
dengan baik. Bergabai kerusuhan sosial terus berlanjut. Belu lagi demonstrasi buruh semakin
genjar yang mencerminkan semakin tidak puasnya mereka terhadap kondisi perekonomian di
dalam negeri, juga pertikaian elite politik juga semakin besar. Selain itu, hubungan pemerintah
dengan IMF tidak baik.
Jika kondisi seperti ini terus berlangsung, tidak mustahil tahun 2002 ekonomi Indonesia
mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya. Gus Dur dan kabinetnya tidak
menunjukkan keinginan politik yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis ekonomi
hingga tuntas dengan prinsi once and for all. Pemerintah Gus Dur cenderung
menyederhanakan krisis ekonomi hanya terbatas pada agenda masalah amandemen UU BI,
masalah desentralisasi fiskal, masalah restrukturisasi hutang, dan masalah divestasi[11] BCA dan
bank Niaga.
Fenomena rumitnya persoalan ekonomi, ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi
misalnya, pergerakan indeks harga saham gabungan atau (IHSG) antara 30 maret 2000 hingga 8
maret 2001 menunjukkan tren ekonomi yang negatif. Indikator kedua, adalah pergerkan nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS. Untuk menahan penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia secara
agresif terus melakukan interfensi pemerintah. Namun, pada 12 maret 2001 ketika Istana
Presiden dikepung para demonstran yang menuntut Gus Dur mundur, nilai tukar rupiah semakin
merosot. Pada bulan april 2001, sempat menyentuh Rp. 12.000/ $ AS yang merupakan kurs
rupiah terendah. Berdampak negatif terhadap roda perekonomian terutama karena dua hal.
Pertama, karena perekonomian Indonesia masih tergantung pada impor, baik untuk barangbarang modal dan pembantu, komponen dan bahan baku, maupun barang-barang konsumsi.
Kedua, ULM Indonesia dalam nilai $ AS, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, sangat
besar. Indikator-indikator lainnya adalah angka inflasi yang di prediksi dapat menembus dua
digit dan cadangan devisa yang padat minggu terakhir maret 2002 menurun dari 29 Milliar $ AS
menjadi 28,875 $ AS
5. Pada masa pemerintahan gotong royong
Setelah presiden Wahid turun, Megawati menjadi presiden yang kelima. Pemerintahan
Megawati mewarisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan
Gus Dur. Keterpurukan kondisi ekonomi yang ditinggal Wahid kian terasa jika dilihat dari,
perkembangan Indikator lainnya, seperti tingkat suku bunga, inflasi, saldo neraca pembayaran,
dan devisit APBN.

Inflasi yang dihadapi kabinet gotong royong juga sangat berat. Pada tahun 2002 kondisi
perekonomian Indonesia sedikit lenih baik daripada tahun 2001, walaupun menjelang akhir 2002
Indonesia digoncang bom Bali. Menurut data BPS yang dikeluarkan pada bulan Februari tahun
2003, pertumbuhan PDB pada tahun 2002 sebesar 3,66%, diatas nilai perkiraan minimum yakni
3,3%, tetapi lebih rendah dari asumsi dalam APBN tahun 2002 yang di revisi menjadi 4% setelah
tragedi Bali.
Remdahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Megawati disebabkan
antara lain, oleh masih kurang berkembangnya investasi swasta, baik dari dalam negeri (PMDN)
maupun luar negeri (PMA). Masih lemahnya investasi terutama disebabkan oleh masih tidak
stabilnya kondisi politik dan sosial dan masih belum adanya kepastian hukum di dalam negeri.
Kondisi seperti ini membuat para investor dalam negeri menunda keinginanya menanam
modalnya di dalam negeri, sementara investor asing mengalihkan modalnya ke negara-negara
tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Cina. Terlebih lagi dengan masuknya Cina
sebagai anggota WTO akan lebih banyak menarik investor asing.
Dilihat secara sektoral, pada tahun 2001 hampir semua sektor ekonomi mengalami laju
pertumbuhan output yang rendah, sedangkan kondisinya pada tahun 2002 berbeda. Menurut
laporan BPS (dikutip dari Kompas, sabtu 16 November 2002) pada triwulan II-2002, hanya satu
sektor yang outputnya mengalami pertumbuhan negatif dibandingkan triwulan I-2002 yakni
pertambangan dan penggalian dengan -2,62%, sedangkan output di sektor-sektor ekonomi
lainnya meningkat dengan laju yang bervariasi: sektor pertanian mencapai 1,62%, sektor listrik,
gas, dan air bersih 3,25%, sektor bangunan 0,98%, sektor perdagangan, hotel, dan restoran
0,78% dan sektor keuangan, penyewaan dan jasa perusahaan tumbuh 0,59%.
Secara kumulatif, secara semester pertama 2002, output di sektor pertanian tmbuh 2,34%,
sektor industri pengolahan 3,12%, sektor listrik, gas, dan air bersih 6,25%, sektor bangunan
2,02% dan output di sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 3,55%. Pada triwulan III
sektor mengalami pertumbuhan positif (tidak ada data untuk pertambangan), dan laporan terakhir
dari BPS (dikeluarkan pada bulan Februari 2003) menunjukkan bahwa sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor listrik, gas dan air
bersih tumbuh cukup besar selama tahun 2002.
Dalam hal ekspor, sejak 2000 nilai ekspor non migas Indonesia terus menurun, dari 62,1
Milliar dollar AS (hingga september). Pertumbuhan ekspor barang dan jasa pada triwulan III2002 hanya sekitar 1,61% dibandingkan triwulan III-2001. Untuk keseluruhan 2002, data
terakhir dari BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekspor barang dan jasa Indonesia sangat
kecil, hanya 1,24%. Selama ini Indonesia memang belum merupakan salah satu negara eksportir
dunia.
Posisi Indonesia dalam perdagangan duniah jauh di bawah, misalnya Cina, Korea selatan,
dan Malaysia. Tahun 2000, pangsa pasar dunia dari ketiga negara tersebut masing-masing 3,9%,
2,7% dan 1,5%, sedangkan ekspor Indonesia hanya menguasai 1,0% pasar dunia. Di pasar Asia,
pangsa Indonesia tahun 1999 sekitar 3,5%, dibandingkan Cina 14,0%, Korea Selatan 10,4%,
Singapura 8,2%, Malaysia 6,1% dan Thailand 4,2%. Tahun 2001 diperkirakan pasar saham
Indonesia tidak mengalami perubahan yang berarti, bahkan merosot.
Melihat indikator lainnya, yakni nilai tukar rupiah, memang kondisi perekonomian Indonesia
pada tahun kedua pemerintahan Megawati lebih baik. Kurs tengah rupiah terhadap dollar AS

hingga Oktober 2002 mengalami sedikit perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun
masih lebih buruk dibandingkan 1998 atau 1999. Memperkuat atau menjaga stabilitas rupiah
pada tingkat yang tepat emamng masih akan merupakan salah satu pekerjaan rumah yang tidak
gampang bagi pemerintah pada tahun 2003 ini.
Indonesia akan terus mengalami kesulitan dalam mempercepat proses pemulihan. Alasannya
sederhana, di satu sisi melemahnya nilai tukar rupiah ternyata tidak terlalu berarti bagi
peningkatan ekspor non migas Indonesia, sedangkan disisi lain, biaya pembangunan (dalam
rupiah) akan semakin mahal yang disebabkan oleh masih tingginya tingkat ketergantungan
kegiatan-kegiatan perekonomian nasional terhadap impor dan ULN.
Akan tetapi, tingkat inflasi tahun 2002 sudah mencapai diatas 10% (dua digit). Akibat
kenaikan hatga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif nelfon serta listrik yang sempat
diberlakukan pada awal tahun 2003, tingkat inflasi pada tahun 2003, terutama pada bulan-bulan
pertama, bisa jauh lebih tinggi dari 10%. Pemerintahan Megawati memang menyadari bahaya
yang akan muncul apabila kenaikan inflasi tidak bisa dicegah. Hal itu juga tercerminkan oleh
kebijakan dari BI yang menetapkan inflation targeting sebagai tujuan utama dari kebijakan
moneternya dalam tahun 2003.
Berbeda dengan pergerakan indeks harga konsumen (HK), tingkat suku bunga tahun 2002
cenderung menurun, walaupun masih tinggi dibandingkan 1999. Memang tidak gampang
menjawab pertanyaan, mana yang lebih baik bagi Indonesia dalam kondisi sekarang ini, tingkat
suku bunga rendah atau tinggi. Jelas, setiap pilihan ada untung-ruginya, dan ada efeknya bisa
jangka pendek atau jangka panjang. Tingkat suku bunga tinggi, di satu pihak memang bisa
menambah jumlah tabungan nasional plus peningkatan arus modal asing masuk Indonesia
(ceteris paribus), namun di sisi lain, bisa menimbulkan efek crowding-out terhadap kegiatan
investasi, pada gilirannya bisa berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
IHSG juga cenderung menurun sejak 1999, yang bisa mencerminkan dua hal. Pertama, bisa
berarti kurang menariknya perekonomian Indonesia bagi investor-investor atau reaksi sementara
terhadap kejadian-kejadian yang cukup membuat para investor ketakutan untuk menanam uang
mereka di pasar modal. Kemungkinan pertama tersebut jelas bersifat jangka panjang, sedangkan
sikap menahan atau melakukan aksi jual di pasar modal karena adanya kejadian-kejadian, seperti
tragedi Bali adalah merupakan suatu gejala jangka pendek (temporary shock).
Kedua, menurun atau rendahnya IHSG juga bisa disebabkan oleh tingginya suku bunga
deposito sehingga menarik lebih banyak modal masyarakat ke sektor perbankan daripada ke
pasar modal. Akan tetapi, data dari BEJ tidak mendukung hipotesis kedua ini, yakni
perkembangan pasar modal di Indonesia masih lemah atau semakin memburuk tahun 2002
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Karena, kenyataannya adalah bahwa penghimpunan dana
publik melaui pasar modal tahun 2002 meningkat cukup signifikan dibanding 2001.
Dalam hal perbankan, dapat dikatakan bahwa sektor perbankan merupakan faktor
penghambat terbesar terhadap proses pemulihan ekonomi Indonesia sejak krisis tahun 1997,
termasuk pada masa pemerintahan Gotong Royong. Berdasarkn survei yang dilakukan oleh
lembaga Political and Economy Consultancy Ltd. (PERC) terhadap perbankan di 14 negara dia
Asia Pasifik tahun 2002 (yang dipublikasikan awal Mei 2002), perbankan Indonesia berada di
urutan terendah dalam hal standar dan kualitas, dengan indeks 2,06 sedangkan teratas adalah AS
dengan indeks 9,3.

Sedangkan menurut lembaga sekuritas Merril Lynch yang juga melakukan survei perbankan
di sejumlah negara di Asia sama (yakni India, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand) pada tahun yang sama, perbankan Indonesia
yang masih buruk, tetapi tidak palingrawan jika dibandingkan peningkatan peningkatan aset
tertimbang menurut jenis resiko, terutama dengan mulai pulihnya aktivitas penyaluran kredit
perbankan di kawasan yang disurvei.
Bagaimana prospek ekonomi Indonesia tahun 2003 di bawah pemerintahan Megawati?
Sudah banyak lembaga-lembaga penelitian, keuangan, dan lainnya, baik di dalam negeri (seperti
BPS, LP3E-Kadin Indonesia, dan BI) maupun di luar negeri (Bank Dunia, IMF, dan ADB) yang
membuat perkiraan ekonomi Indonesia tahun 2003. ADBdalam publikasi ADO 2002 bulan April
2002 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2003 hanya sekitar 3,6%,
sedangkan laju pertumbuhan di negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Kamboja, Laos,
Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam diperkirakan masing-masing 6,1%; 6,1%;
5,8%; 4,5%; 6,5%; 3,0%; dan 6,8%. Namun, dalam publikasi ADO 2002 update bulan
sepetember 2002, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi lebih baik, yakni 4,4%.
Perkiraan yang lebih optimis ini didasarkan pada tanda-tanda membaiknya pasar global
selama pertengah tahun 2002 dan konsumsi dalam negeri (swasta dan pemerintah) yang
cenderung meningkat terus. Dalam laporan yang direvisi ini, ekspor Indonesia pada tahu 2003
diperkirakan akan terus membaik, terutama karena harga minyak di pasar Internasional
diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tentu perkiraan
optimistik ADB ini belum memperhitungkan dampak dari tragedi Bali seeta pasca perang Irak
atau krisis Korea jika memburuk.
Sedangkan menurut perkiraan IMF, pertumbuhan PDB rill Indonesia tahun 2003 cukup
optimis, yakni sebesar 4,5% (naik dari perkiraan sebelumnya pada tahu 2002 sebesar 3,5%).
Namun, dibandingkan negara-negara nlainnya di Asia, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
tidak termasuk yang paling tinggi.
Dari pihak Indonesia, pemerintah sendiri menargetkan 4%, setelah direvisi dari target semula
5% dalam rencana APBN (RAPBN) 2003, setelah bom Bali. Menurut BPS, pada triwulan I dan
II tahun 2003 dampak peledakan bom din Bali masih akan terasa. Namun, kalau pemerintah
melakukan banyak stimulus (termasuk penambahan anggaran pembangunan dalam RAPBN
2003 pasca bom Bali) untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi domestik dan ekspor
ditambah lagi dengan situasi dalam negeri bisa benar-benar kondusif, aman, dan ada kepastian
hukum/ usaha yang membuat iklim investasi baik dan lingkungan eksternal mendukung
sepenuhnya, maka bukan tidak mungkin target disebut bisa tercapai.
BPS sendiri memprediksi perekonomian Indonesia tahun 2003 bisa tumbuh antara 4%-5%.
Sedangkan, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2003 akan sekitar 3,8%
sampai 4,3% dengan memperhitungkan dampak pasca bom Bali, dan IBII (2002) memprediksi
pertumbuhan PDB rill Indonesia tahun 2003 tidak lebih dari 4%, yang terutaama dikarenakan
pertumbuhan konsumsi pemerintah yang diperkirakan paling tinggi diantara komponenkomponen permintaan agregat.
6. Pada masa pemerintahan SBY
7. Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang
sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010, seiring pemulihan

ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Terbukti,
perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial
yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia akan terus bertambah baik, tapi
harus disesuaikan dengan kondisi global yang sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus
berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun sempat terpengaruh krisis, tetapi telah
membuktikan mampu bertahan.
8. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor
eksternal perekonomian Indonesia. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan tersebut. Korupsi dan kemiskinan
tetap menjadi masalah di Indonesia. Namun setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan
nasional yang tidak menentu, SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di
Indonesia.
9. Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan
pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.
Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan
terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap
ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan
masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang
tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih
banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
10. Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia,
atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada
rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau
masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana
pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang
sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk
menyelesaikan kasus Bank Century ini.
11. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6
persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek
ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.
12.
13. Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif
lebih baik dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata pemerintahan Soeharto
(1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%. Tetapi, dibanding kinerja Soeharto
selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja pertumbuhan ekonomi SBYJK masih perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi terjadi pada tahun
1980 dengan angka 9,9%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima
tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati target 6,6%
14.

15. Kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata
berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang
harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena
lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong tingkat inflasi
Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi bulanan selama
tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30, 2005 (YoY).
Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan harga bahan
makanan 18%.Core inflation pun naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank
Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang
mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005 sebesar 8,6%.
Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%, bandingkan dengan
Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%.
16.
17. Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan.
18.
19.
20. Data Harga Bahan Bakar Minyak 2004 vs 2009 (Naik)
2009

Harga

Catatan

2004
Minyak Mentah
Dunia / barel

~ USD 40

~ USD 45

Harga hampir sama

Premium

Rp 1810

Rp 4500

Naik 249%

Minyak Solar

Rp 1890

Rp 4500

Naik 238%

Minyak Tanah

Rp 700

Rp 2500

Naik 370%

21.
22.
23. Dengan kondisi harga minyak yang sudah turun dibawah USD 50 per barel, namun harga jual
premium yang masih Rp 4500 per liter (sedangkan harga ekonomis ~Rp 3800 per liter). Maka
sangat ironis bahwa dalam kemiskinan, para supir angkot harus mensubsidi setiap liter premium
yang dibelinya kepada pemerintah. Sungguh ironis ditengah kelangkaan minyak tanah, para
nelayan turut mensubsidi setiap liter solar yang dibelinya kepada pemerintah. Dalam kesulitan
ekonomi global, pemerintah bahkan memperoleh keuntungan Rp 1 triluin dari penjualan
premium dan solar kepada rakyatnya sendiri. Inilah sejarah yang tidak dapat dilupakan. Selama
lebih 60 tahun merdeka, pemerintah selalu membantu rakyat miskin dengan menjual harga

minyak yang lebih ekonomis (dan rendah), namun sekarang sudah tidak lagi rakyatlah yang
mensubsidi pemerintah.
24.
25. Berdasarkan janji kampanye dan usaha untuk merealisasikan kesejahteraan rakyat, pemerintah
SBY-JK selama 4 tahun belum mampu memenuhi target janjinya yakni pertumbuhan ekonomi
rata-rata di atas 6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya mampu meningkatkan
pertumbuhan rata-rata 5.9% padahal harga barang dan jasa (inflasi) naik di atas 10.3%. Ini
menandakan secara ekonomi makro, pemerintah gagal mensejahterakan rakyat. Tidak ada
prestasi yang patut diiklankan oleh Demokrat di bidang ekonomi.
Pertumbuha
n

Janji
Target

Realisas
i

2004

ND

5.1%

2005

5.5%

5.6%

Tercapai

Keterangan

2006

6.1%

5.5%

Tidak
tercapai

2007

6.7%

6.3%

Tidak
tercapai

6.2%

Tidak
tercapai

~5.0%

Tidak
tercapai *

2008

2009

7.2%

7.6%

26.
27.
28. Tingkat Inflasi 2004-2009 (Naik)
29. Secara umum setiap tahun inflasi akan naik. Namun, pemerintah akan dikatakan berhasil secara
makro ekonomi jika tingkat inflasi dibawah angka pertumbuhan ekonomi. Dan faktanya adalah
inflasi selama 4 tahun 2 kali lebih besar dari pertumbuhan ekonomi.
Tingkat
Inflasi

Janji
Target

Fakta

Catatan

Pencapaian
2004

6.4%

2005

7.0%

17.1%

Gagal

2006

5.5%

6.6%

Gagal

2007

5.0%

6.6%

Gagal

2008

4.0%

11.0%

Gagal

30.
31. Selama 4 tahun pemerintahan, Demokrat yang terus mendukung SBY tidak mampu
mengendalikan harga barang dan jasa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kampanye dan
RPM yakni rata-rata mengalami inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008). Fakta yang
terjadi adalah harga barang dan jasa meroket dengan tingkat inflasi rata-rata 10.3% selama
periode 2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa melebihi 200% dari target semula.
32.
33. Jumlah Penduduk Miskin
34. Sasaran pertama adalah pengurangan kemiskinan dan pengangguran dengan target
berkurangnya
persentase
penduduk
tergolong
miskin
dari 16,6
persen pada
tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 dan berkurangnya pengangguran terbuka dari
9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1 persen pada tahun 2009.
Penduduk
Miskin

Jumlah

Persentase

2004

36.1 juta

16.6%

2005

35.1 juta

16.0%

Februari 2005

2006

39.3 juta

17.8%

Maret 2006

2007

37.2 juta

16.6%

Maret 2007

Catatan

2008
2009

35.0 juta

15.4%

Maret 2008

8.2% ????

35.
36. Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencatat, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla memperbesar utang dalam jumlah sangat besar. Posisi utang tersebut merupakan
utang terbesar sepanjang sejarah RI.
37. Berdasarkan catatan koalisi, utang pemerintah sampai Januari 2009 meningkat 31 persen dalam
lima tahun terakhir. Posisi utang pada Desember 2003 sebesar Rp 1.275 triliun. Adapun posisi
utang Januari 2009 sebesar Rp 1.667 triliun atau naik Rp 392 triliun. Apabila pada tahun 2004,
utang per kapita Indonesia Rp 5,8 juta per kepala, pada Februari 2009 utang per kapita menjadi
Rp 7,7 juta per kepala. Memerhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 20042009, koalisi menilai rezim sekarang ini adalah rezim anti-subsidi. Hal itu dibuktikan dengan
turunnya secara drastis subsidi. Pada tahun 2004 jumah subsidi masih sebesar 6,3 persen dari
produk domestik bruto. Namun, sampai 2009, jumlah subsidi untuk kepentingan rakyat tinggal
0,3 persen dari PDB.
38.
39. Pendidikan merupakan hal mendasar. Pendidikanlah yang menentukan kualitas sumber daya
manusia. Kebijakan dalam bidang pendidikan diterapkan oleh kepemimpinan SBY. Beberapa
diantaranya adalah meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
Meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada
periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan bermutu dengan
memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah, serta penggunaan teknologi informatika
dalam proses pengajaran yang akan menunjang proses belajar dan mengajar agar lebih efektif
dan berkualitas.
40.
41. Pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk memastikan pemantapan
pendidikan gratis dan terjangkau untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap
pada tingkatan pendidikan lanjutan di tingkat SMA. Perbaikan secara fundamental kualitas
kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan
membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung
jawab, dan suka bekerja keras. Meneruskan perbaikan kualitas guru, dosen serta peneliti agar
menjadi pilar pendidikan yang mencerdaskan bangsa, mampu menciptakan lingkungan yang
inovatif, serta mampu menularkan kualitas intelektual yang tinggi, bermutu, dan terus
berkembang kepada anak didiknya.
42.
43. Selain program sertifikasi guru untuk menjaga mutu, juga akan ditingkatkan program pendidikan
dan pelatihan bagi para guru termasuk program pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai

dengan bidang pelajaran yang diajarkan dan semakin bermutu dalam memberikan pengajaran
pada siswa.
44. Memperbaiki remunerasi guru dan melanjutkan upaya perbaikan penghasilan kepada guru,
dosen, dan para peneliti.Memperluas penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) untuk mendukung kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang
pendidikan. Mendorong partisipasi masyarakat (terutama orang tua murid) dalam menciptakan
kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan aspirasi dan
tantangan jaman saat ini dan kedepan.
45. Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga
berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta
pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai
kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.
46.
47.
48. B. Keberhasilan SBY selama memerintah pada bidang Ekonomi
49.
50. Saat membuka Rapat Kerja tentang Pelaksanaan Program Pembangunan 2011 di Jakarta
Convention Center, Senin (10/1/2011), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan
mantap memaparkan 10 capaian (keberhasilan pemerintah pada tahun 2010 tersebut.
51.
52. 1. Ekonomi terus tumbuh dan berkembang dengan fundamental yang semakin kuat pada 2010.
Hal ini, antara lain, tercermin dengan indeks harga saham gabungan Indonesia yang terus
membaik, daya saing Indonesia di tingkat dunia yang tinggi, nilai ekspor, investasi, dan
cadangan devisa yang terus membaik.
53. 2. Sejumlah indikator kesejahteraan rakyat mengalami kemajuan penting. Dunia memberikan
penilaian pada Top Ten Movers, istilahnya prestasi Indonesia dan 9 negara yang lain di bidang
pendidikan, kesehatan, dan peningkatan penghasilan penduduk kita.
54. 3. Stabilitas politik terjaga dan kehidupan demokrasi makin berkembang. Check and balances
antara pemerintah pusat, DPR dan DPRD, berjalan dengan baik. Pelaksanaan pemilu juga
prinsipnya berjalan dengan lancar.
55. 4. Pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, mencatat sejumlah prestasi. Begitu pula
dengan pemberantasan terorisme dan narkoba.
56. 5. Terjaga baiknya keamanan dalam negeri walaupun masih terdapat konflik masyarakat dalam
skala kecil.
57. 6. Proses perbaikan iklim investasi dan pelayanan publik di banyak daerah. Hambatan birokrasi
dan iklim investasi serta pelayanan publik di banyak daerah mengalami kemajuan.
58. 7. Angka kemiskinan dan pengangguran terus ditekan meskipun tetap rawan dengan gejolak
perekonomian Indonesia. Presiden meminta pemerintah tetap cekatan dan memiliki rencana
darurat. Meskipun, dengarkan kata-kata saya, meskipun bisa kita turunkan kemiskinan dan
pengangguran, tetapi tetap rawan terhadap gejolak perekonomian dunia. Jangan terlambat kita
mengantisipasinya, jangan kita tidak punya rencana kontigensi, dan jangan pula kita tidak
cekatan memecahkan masalah bilamana dampak dari krisis global itu terjadi, kata Presiden.

59. 8. Beberapa indikator ekonomi penting Indonesia mencatat rekor baru dalam sejarah, seperti
income perkapita sekarang sudah tembus 3 ribu dolar AS, lima tahun lalu masih 1.186 dolar AS.
Cadangan devisa dulu 36 miliar dolar AS, sekarang 96 miliar hampir 100 miliar dolar AS.
Kenaikan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang tertinggi di dunia, naik 46 perssen.
Pendapatan domestik bruto kita meningkat dan Indonesia kini peringkat 16 ekonomi di dunia.
60. 9. Makin baiknya upaya pengembangan koperasi usaha kecil dan menengah, termasuk
penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)Sedangkan Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan
Kesempatan Kerja Bappenas Rahma Iryanti di Jakarta, Kamis (7/01/2011) mengungkapkan
angka pengangguran 2010 diprediksi turun menjadi 7,6 persen dari kisaran 7,87 persen tahun
lalu. Penurunan tersebut seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian.
61. 10. Indonesia makin berperan dalam hubungan internasional, makin nyata peran kita, baik dalam
mengatasi krisis ekonomi global, dalam hubungan G20, APEC, East Asia Summit, ASEAN, G8
plus, dan pemeliharan perdamaian dunia. Kita aktif sekali dalam menjaga ketertiban dan
perdamaian dunia dan juga kerja sama mengatasi perubahan iklim, tegas Presiden, sebagaimana
dipublikasikan juga di situs resmi Presiden SBY (presidensby.info)
62.
63. Rahma Iryanti mengatakan, kondisi ketenagakerjaan saat ini sudah menunjukkan perbaikan.
Jumlah pengangguran terbuka menurun dari 11,90 juta (11,24 persen) pada 2005 menjadi 8,96
juta (7,87 persen) pada 2009. Sementara kesempatan kerja yang tersedia selama 2005-2009
tumbuh sebesar rata-rata 2,78 persen per tahun atau bertambah 10,91 juta orang. Menurutnya,
bertambahnya jumlah kesempatan kerja di 2010 tidak dapat dilepaskan dari kondisi
perekonomian yang menunjukkan angka pertumbuhan di atas 6 persen pada periode 2007-2008.
Masing-masing sektor ekonomi memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda dalam hal serapan
tenaga kerja. Disebutkan, antara periode 2005-2009 sektor jasa kemasyarakatan memiliki angka
elastisitas yang paling tinggi.
64. Ditegaskan, sektor yang diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja yang besar adalah dari
sektor industri. Karena 60,0 persen tenaga kerja Indonesia berada pada lapangan kerja formal.
Perkembangan sektor pekerja formal dari tahun ke tahun tumbuh dengan baik. Misalnya, pada
2005 pekerja di bidang pertanian mencapai 2,9 juta, industri 7,9 juta, dan jasa 17,8 juta orang.
Sedangkan pada 2009 mengalami perubahan pada sektor pertanian sebesar 3,2 juta, sektor
industri 7,5 juta,dan jasa 21,2 juta. Saya cukup optimistis tahun ini kita bisa mencapai target
pengurangan jumlah pengangguran menjadi 7,6 persen, katanya.

Daftar Pustaka
Tambunan T.H,2003,perekonomian indonesia beberapa masalah penting,jakarta,ghalia Indonesia
Booth anne,McCawley Peter,1990,ekonomi orde baru,petaling jaya selangor Malaysia,lembaga
penelitian pendidikan dan penerangan ekonomi dan sosial
Lindblad J thomas,2002,fondasi historis ekonomi Indonesia,Yogyakarta,pusat studi sosial asia
tenggara UGM
www.wikipedia.com

[1] Stagflasi

:menurunnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran,yang sering

terjadi pada masa resesi (kemerosotan) yang mana terjadi secara bersamaan.
[2] Unfikasi
: penyatuan, hal yang menjadi seragam
[3] Konsorsium
: pembiyaan bersama suatu proyek atau perusahaan yang dilakukan oleh dua atau
lebih bank atau lembaga keuangan.
[4] LDCs
: kelompok-kelompok negara berkembang
[5] Deregulasi
: aturan /sistem (sistem yang mengatur),tindakan atau proses menghilangkan atau
mengurangi segala aturan.
[6] Meso
: kebijakan ekonomi yang ditujukan pada wilayah tertentu.
[7] Intervensi
: campur tangan yang berlebihan dalam urusan politik,ekonomi,sosial,dan budaya.
Sehingga negara yang melakukan intervensi sering dibenci oleh negara-negara lainnya.
[8] IMF
: international monetary fund adalah organisasi internasional yang bertanggung jawab dalam
mengatu sistem finansial global
[9] Restrukturisasi :
[10] PDB
: produk domestik bruto
[11] Divestasi
: pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat
pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai