Anda di halaman 1dari 10

Pengelolaan Lingkungan oleh

Penduduk pada Sistem


Perladangan Berpindah
Sistem pertanian dengan membuka lahan hutan, sisa

tebangan dikeringkan dan dibakar, serta ditanam pada


dan atau aneka ragam tanaman semusim lainnya
setahun atau dua tahun berturut, kemudian tanah
tersebut diistirahatkan (diberakan) dengan waktu
bervariasi, 5-20 tahun sebelum dapat digarap kembali.
Istilah perladangan berpindah:

Shifting cultivation
Slash and burn cultivation
Slash and burn horticulture
Cut and burn cultivation
Land ratotation agriculture, long-term fallow agriculture
Swidden agriculture

Istilah perladangan
berpindah
Masole (Zaire)
Tavy (Malagasy)
Chitemene (Tanzania)
Roca (Brazil)
Taungya (Myanmar) Karen (Jepang, Korea)
Chena (Srilanka)
Hanumo (Philippina)
Tam-ray (Thailand)
Ray (Vietnam)
Ladang (Malaysia)
Huma (sunda)
Juma (sumatera)
Umai (Dayak Kanu)
Umah (Dayak Kenyah)

Karakteristik perladangan
berpindah
Sistem pertanian yang paling sederhana
Tahapan peradaban dari sistem berburu dan meramu
Bersifat mengumpulkan bahan pangan dari alam (food

gathering) berubah menjadi bercocok tanam atau


menghasilkan pangan (food production)
Masih banyak dipraktekkan di Afrika, Amerika Tengah,
Amerika Selatan, Asia Tenggara, dan Oceania
Di Indonesia masih banyka dipraktekkan di Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan Papua
Di Jawa dilakukan hanya oleh beberapa komunitas
adat, seperti di Banten (suku Baduy), di Gunung
Halimun

Jenis Perladangan berpindah


1. Sistem perladangan berpindah non-adat yang

menekankan pada keuntungan ekonomi (partial systems)

Perladangan yang dipraktekkan oleh masyarakat


transmigrasi di Barambai, Kalsel.
Lahan sawah yang diberikan pemerintah cenderung terus
menurun produksinya
Transmigran berpindah menjadi peladang dengan membuka
hutan primer
Alasan utama adalah pertimbangan ekonomi yang
oportunistik tidak berpengetahuan ekosistem lokal
Berbeda dengan penduduk asli yang memiliki pengetahuan
mendalam tentang ekosistem sehingga mereka sangat
berhati-hati dan dilandasi adat yang kuat

2. Perladangan berpindah tradisional yang dipraktekkan oleh

landasan budaya yang kuat (integral systems).


Dilakukan oleh komunitas adat tertentu secara turun temurun
Dilandasi dengan adat yang kuat
Dilandasi pengetahuan lokal (indigenous knowledge) dan

kearifan lokal (local wisdoms) dalam melakukan tahapan


perladangan
Komunitas adat memiliki pengetahuan luas tentang
ekosistemnya sehingga lebih berhati-hati untuk tidak merusak
lingkungan
Merupakan proses adaptasi ekologis yang didasarkan pada
pertimbangan rasional lokal
Sering dianggap salah ; sebagai perambah hutan

Sistem perladangan berpindah


masyarakat Baduy
Masyarakat adat yang bermukim di Desa

Kanekes, Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak,


Banten Selatan.
Mendiami kawasan desa seluas 5.101,85 Ha
Berdasarkan adat, masyarakat Baduy dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok utama:
Masyarakat Baduy Dalam yang memiliki adat

lebih kuat bermukim di tiga kampung


Masyarakat Baduy Luar yang memiliki adat
agak longgar bermukim di 70 kampung

Orang Baduy pantang menanam padi sawah

Berladang berpindah; menanam padi gogo di

lahan hutan (ngahuma) diwajibkan oleh


agama mereka yang disebut agama wiwitan.
Berladang bagi masyarakat Baduy bukan
semata pertimbangan ekonomi, tetapi sebuah
kewajiban agama
Pola perladangan berpindah mereka masuk ke
dalam kategori integral system
Pola perladangan benar-benar didasarkan
pertimbangan adat sehingga tahapan-tahapa
yang dilakukan merunut pada aturan adat

Sistem penguasaan lahan


Mereka bermukim menetap, dan tidak berkelana dari satu tempat

ke tempat lain
Mereka tinggal permanen di suatu kampung atau desa
Lahan perladangan berpindah-pindah tempat di lokasi teritori
mereka.
Penguasaan lahan ladang berpindah dimulai dengan menebang
hutan primer, sisa tebangannya dikeringkan, kemudian dibakar,
dan ditanami padi gogo serta tanaman semusim lainnya.
Bekas lahan tersebut ditinggalkan (diberakan) selama 3-5 tahun
hingga mengalami suksesi hutan sekunder
Bekas lahan perladangan tersebut kemudian dikuasai dan dapat
diwariskan kepada keturunannya.
Keluarga lain yang ingin menguasai lahan tersebut harus minta
ijin kepada keluarga yang pertama menguasainya.

Pengelolaan ladang
1. Menetapkan lahan garapan
Keluarga membicarakan dengan kepala adat tentang rencana membuka lahan kebun
Dilakukan pada bulan Juli-Agustus
Baduy luar biasanya menyewa lahan, bagi hasil, atau upahan dari tetangga desanya
2. Menyiapkan lahan garapan
Satu keluarga dibolehkan membuka lahan 0,5-1,5 Ha
Melakukan upacara ritual
Menabang semak belukar
Menabang kayu dan memangkas ranting
Membakar sisa tebangan
3. Menanam padi
4. Masa pemeliharaan tanaman
Membersihkan rumpunt pertama
Memberishkan rumputkedua
5. Panen
6. Menyimpan hasil padi
7. Mengistirahatkan lahan bekas ladang

Keuntungan sistem perladangan


berpindah
1. Sifat generalisasi ekosistem dengan memiliki indeks

keanekaragaman jenis dan variaetas tanaman yang sangat


tinggi
Ditumbuhi aneka jenis variaetas tanaman
Penyebaran jumlah individu tanaman cukup tinggi
Menguntungkan secara ekologis dan ekonomi

2. Rasio jumlah unsur hara yang tersimpan pada bentuk vegetasi

lebih tinggi daripada yang tersimpan dalam tanah


Menebang dan membakar untuk memperoleh biomassa unsur

hara makro dan mikro

3. Arsitektur umum di hutan tropis petak ladang merupakan

struktur yang tertutup


Permukaan tanah ditutupi hutan sekunder sehingga mengurangi

erosi dan kehilangan humus tanah

Anda mungkin juga menyukai