Anda di halaman 1dari 10

PENGEMBANGAN TANAMAN CABAI SUPER PEDAS

Henny Natalya Sari


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
A. Latar Belakang
Tanaman cabai merupakan salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peluang
bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri menjadikan
cabai sebagai komoditas menjanjikan. Permintaan cabai yang tinggi untuk kebutuhan
bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan merupakan potensi untuk
memperoleh keuntungan besar. Tidak heran jika cabai merupakan komoditas
hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia.
Harga cabai yang tinggi memberikan keuntungan yang tinggi pula bagi petani.
Keuntungan yang diperoleh dari budidaya cabai umumnya lebih tinggi dibandingkan
dengan budidaya sayuran lain. Cabai pun kini menjadi komoditas ekspor yang
menjanjikan. Menurut Dermawan (2010), salah satu sifat tanaman cabai yang disukai
oleh petani adalah tidak mengenal musim. Artinya, tanaman cabai dapat ditanam kapan
pun tanpa tergantung musim. Cabai juga mampu tumbuh di rendengan maupun labuhan,
itulah sebabnya cabai dapat ditemukan kapan pun di pasar atau di swalayan.
Dengan berkembangnya ilmu bioteknologi di bidang pemuliaan tanaman, para
breeder berusaha merekayasa gen cabai biasa menjadi cabai unggul. Tipe cabai unggul
yang diinginkan adalah memiliki karakter masa pembungaan dan pembentukan buahnya
cepat, produktivitasnya tinggi, daya adaptasinya luas atau spesifik untuk daerah
marginal tertentu (kering rawa, pantai, gambut/asam), serta tahan terhadap hama
penyakit. Cabai unggul juga ditekankan pada kualitas hasil sesuai preferensi konsumen.
Para konsumen menginginkan karakter cabai dengan tingkat kepedasan sesuai
kebutuhan, penampilan buah yang baik, mulus, dan warna yang terang, serta bebas dari
penyakit seperti antraknosa. Untuk industri pangan, seperti saus dan pasta, sifat- sifat
cabai yang diinginkan adalah mempunyai tingkat kepedasan tinggi, warna merah terang,
dan buahnya harus tersedia sepanjang waktu untuk memenuhi kebutuhan industri
(kontinuitas terjaga). Dengan peningkatan produktivitas tanaman cabai, diharapkan di

lahan yang semakin sempit sekalipun tanaman cabai dapat berproduksi tinggi. Dengan
demikian, para petani yang memiliki lahan sempit (100-200 m 2) dapat menanam cabai
dan memetik hasil yang tinggi. Begitu pula dengan orang-orang yang ingin
memanfaatkan halaman rumahnya untuk berbisnis dengan menanam cabai di dalam pot
dan memanen hasil yang tinggi pula.
B. Aspek Biologi Tanaman Cabai
1.

Sejarah Tanaman Cabai


Tanaman cabai (Capsicum annum L) berasal dari dunia tropika dan subtropika

Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus menyebar ke


Amerika Latin. Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam tapak galian
sejarah Peru dan sisaan biji yang telah berumur lebih dari 5000 tahun SM didalam
gua di Tehuacan, Meksiko. Penyebaran cabai ke seluruh dunia termasuk negaranegara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis
(Dermawan, 2010). Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan
yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai mengandung kapsaisin,
dihidrokapsaisin, vitamin (A, C), damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin,
zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain itu, juga mengandung mineral, seperti zat
besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai
stimulan. Cabai juga mengandung kapsisidin untuk memperlancar sekresi asam
lambung dan mencegah infeksi sistem pencernaan. Unsur lain di dalam cabai
adalah kapsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak
nafas, dan gatal-gatal.
2.

Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Cabai


Klasifikasi tanaman cabai adalah sebagai berikut:

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae


Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Solanales

Famili

: Solanaceae

Genus

: Capsicum

Spesies

: Capsicum annum L

Seperti tanaman yang lainnya, tanaman cabai mempunyai bagian-bagian


tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.
a. Akar
Menurut Harpenas (2010), cabai adalah tanaman berbentuk perdu dengan
perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak menyebar,
panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat
makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman.
b. Batang
Batang utama cabai menurut Hewindati (2006) tegak dan pangkalnya berkayu
dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang percabangan
berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan
mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya
cabang beraturan secara berkesinambungan.
c. Daun
Menurut Hewindati (2006), daun cabai berbentuk memanjang oval dengan
ujung meruncing atau diistilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk
menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas berwarna hijau
tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau terang.
Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai
merupakan Daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar.
Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujung runcing, pangkal
meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm,
berwarna hijau.
d. Bunga
Menurut Hewindati (2006), bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil,
umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai
berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut
berbunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga,
mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut
juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina
dalam satu bunga.

e. Buah dan Biji


Buah cabai merupakan buah buni berbentuk kerucut memanjang, lurus atau
bengkok, meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin
mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas.
Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak menjadi merah cerah. Sedangkan
untuk bijinya biji yang masih muda berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat,
berbentuk pipih, berdiameter sekitar 4 mm. Rasa buahnya yang pedas dapat
mengeluarkan

air

mata

orang

yang

menciumnya,

tetapi

orang

tetap

membutuhkannya untuk menambah nafsu makan.


3.

Jenis-Jenis Tanaman Cabai


Cabai (Capsicum Annum var longum) merupakan salah satu komoditas

hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Menurut


Djarwaningsih (1984), jenis-jenis tanaman cabai antara lain:
a. Cabai Besar (Capsicum annum L)
Buah cabai besar berukuran panjang berkisar 6-10 cm, diameter 0,7-1,3 cm.
Cabai besar di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu cabai merah besar dan
cabai merah keriting. Permukaan buah cabai merah besar halus dan mengkilat serta
mempunyai rasa pedas. Sedangkan cabai merah keriting bentuknya lebih ramping
dengan cita rasa sangat pedas. Cabai besar dapat tumbuh subur di dataran rendah
sampai dataran tinggi. Cabai merah memiliki ciri- ciri antara lain:
- Bentuk buah besar, panjang dan meruncing
- Buah yang muda berwarna hijau, sedangkan buah yang tua berwarna merah
- Kulit buah agak tipis
- Banyak terdapat biji dan rasanya agak pedas
b. Cabai Kecil atau Cabai Rawit (Capsicum frutescens)
Buah cabai rawit berukuran panjang berkisar 2-3,5 cm dengan diameter 0,4-0,7
cm. Cita rasa cabai rawit biasanya sangat pedas, walaupun ada yang tidak pedas.
Variasi warna cabai rawit dari kuning, oranye, dan merah. Tanaman cabai rawit
berbuah sepanjang tahun, tahan hujan dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai
tinggi. Varietas cabai rawit juga dinamakan berdasarkan asal cabai diperoleh.
c. Cabai Hibrida

Buah cabai hibrida dapat dikelompokkan kedalam kelompok cabai besar. Cabai
ini diperoleh dari persilangan benih-benih bibit yang diseleksi dengan metode
pemuliaan yang modern. Keunggulan cabai hibrida tampak dari kemampuan
produksi, keseragaman tumbuh, dan ketahanan terhadap gangguan penyakit. Cabai
hibrida yang cukup dikenal tetapi tidak banyak dibudidayakan karena tidak tahan di
lahan terbuka adalah paprika yang umum disebut sweet papper (cabai manis)
dengan bentuk yang agak memendek dan mengembung.
d. Cabai Hias (Capsicum spp)
Sebagian merupakan tanaman penghias halaman atau ruang depan, tanaman
cabai hias ini berbentuk buah menarik. Walaupun menarik, tetapi tidak dikonsumsi
oleh manusia.
4.

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai


Syarat tumbuh tanaman cabai dalam budi daya tanaman cabai adalah sebagai

berikut :
a. Iklim
Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap
tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-280 C. Pada suhu
tertentu seperti 150 C dan lebih dari 320 C akan menghasilkan buah cabai yang
kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya terlalu
dingin. Tjahjadi (1991) mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada
musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur. Iklim yang
dikehendaki untuk pertumbuhannya antara lain:
1.) Sinar Matahari
Penyinaran yang dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, bila penyinaran
tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal.
2.) Curah Hujan
Walaupun tanaman cabai tumbuh baik di musim kemarau tetapi juga
memerlukan pengairan yang cukup. Adapun curah hujan yang dikehendaki yaitu
800-2000 mm/tahun.
3.) Suhu dan Kelembaban

Tinggi rendahnya suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun


suhu yang cocok untuk pertumbuhannya adalah siang hari 210C-280C, malam
hari 130C-160C, untuk kelembaban tanaman 80%.
4.) Angin
Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi, angin
berfungsi menyediakan gas CO2 yang dibutuhkannya.
b. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah dibawah 1400 m dpl.
Berarti cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1400 m
dpl). Di daerah dataran tinggi tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu
berproduksi secara maksimal
c. Tanah
Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Dapat juga ditanam pada
lereng-lereng gunung atau bukit. Tetapi kelerengan lahan tanah untuk cabai adalah
antara 0-100. Tanaman cabai juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada
berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat (Harpenas, 2010).
Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6-7.
Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik) sangat
disukai (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). Sedangkan menurut (Tjahjadi, 1991)
tanaman cabai dapat tumbuh disegala macam tanah, akan tetapi tanah yang cocok
adalah tanah yang mengandung unsur-unsur pokok yaitu unsur N dan K, tanaman
cabai tidak suka dengan air yang menggenang.
C. Capaian Saat Ini Terkait dengan Pemanfaatan
Saat ini, cabai merah besar super pedas sedang dikembangkan oleh Institut
Pertanian Bogor (IPB),yang diberi nama CH3 IPB. Cabai yang dikembangkan ini,
diharapkan memberikan solusi atas fluktuasi dan tingginya harga cabai dari tahun ke
tahun. Peneliti Utama CH3 Departement of Agronomy and Holticulture IPB,
Muhammad Syukur mengatakan, CH3 dua kali lebih pedas dari cabai merah biasa.
Cabai super

pedas

tersebut

dapat

dikonsumsi

rumah

tangga

dan

industri.

Menurutnya,konsumsi cabai besar sebagian besar diserap untuk industri. Keunggulan


cabai hibrida ini selain lebih pedas, juga memiliki daya tahan yang cukup baik terhadap

penyakit. Tidak hanya itu, produksinya pun lebih besar, bahkan CH3 ini diklaim mampu
menghasilkan satu kilogram per pohon. Cabai CH3 sudah bisa panen pada usia tiga
bulan kurang sepuluh hari dan petani bisa memanen hingga delapan kali. Kepala Bagian
Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Prof. Sriani Sujiprihati, menambahkan, CH3 IPB
dikembangkan sejak 2003 dan sudah diberikan SK dari Kementerian Pertanian pada
Oktober 2010 lalu. Saat ini CH3 belum dapat dirilis ke pasaran, karena IPB sedang
mengembangkan bibitnya. Selain karena masih mengembangkan produksi benih CH3,
juga dibutuhkan modal besar dalam mengembangkan penelitian. Untuk itu, diperlukan
kerjasama dengan lembaga atau perusahaan dan kepada pemerintah (Rizal, 2012).
D. Prospek Pengembangan Tanaman Cabai Super Pedas
Tanaman Capsicum (cabai) tidak hanya berguna sebagai bumbu masak, tetapi
pemanfaatannya begitu meluas sesuai dengan melebarnya cakrawala pandangan
masyarakat masa kini. Karena tanaman ini mempunyai keanekaragaman jenis yang
besar, sehingga pemanfaatannya pun dapat beragam pula. Meskipun cabai bukanlah
merupakan tanaman ekonomi utama, tetapi sudah diakui beberapa negara termasuk
Indonesia bahwa tanaman ini merupakan salah satu tanaman rempah-rempah. Akibatnya
pemanfaatan dan pembudidayaan secara lokal pun menjadi besar, sehingga tanaman ini
mempunyai nilai ekonomi yang cukup berarti. Kenyataan ini dapat dilihat dari hasil
pendataan Biro Pusat Statistik Jakarta tahun 1994, yang memperlihatkan bahwa cabai
telah dibudidayakan di seluruh Indonesia dengan areal dan produksi yang cukup
bervariasi. Pulau Jawa ternyata menunjukkan luas panenan dan produksi tertinggi
(87288 ha dan 197614 ton) dibandingkan berturut-turut dengan Sumatra (51581 ha dan
92172 ton), Bali dan Nusa Tenggara (9113 ha dan 10365 ton), Sulawesi (6473 ha dan
8989 ton), Kalimantan (4786 ha dan 5315 ton) dan Maluku dan Papua (1849 ha dan
2460 ton). Manfaat cabai antara lain buahnya yang masih muda bisa digunakan sebagai
penambah vitamin karena kaya akan vitamin A, C dan E; sedangkan yang sudah masak
dapat dipakai sebagai bumbu masak atau bahan pembuatan saus. Pemanfaatan cabai
sebagai bahan obat-obatan tradisional misalnya sebagai perangsang untuk meringankan
penderita kembung perut; sebagai obat luar atau salep pada penderita sakit pinggang,
sakit kepala dan rematik. Selain itu beberapa jenis ada yang bernilai sebagai tanaman
hias (Djarwaningsih, 1984; Pandey dan Chadha, 1996). C. annuum secara ekonomi

merupakan jenis yang paling berpotensi karena paling luas dibudidayakan sehingga
banyak menghasilkan kultivar-kultivar baru yang mempunyai keunggulan tertentu
sesuai dengan keinginan manusia. Kultivar cabai super pedas yang akan dikembangkan
adalah kultivar yang lebih tahan penyakit, buahnya tidak mudah busuk, dan mempunyai
rasa yang sangat pedas. Kultivar ini mempunyai prospek yang sangat bagus karena
selain daur hidupnya yang dapat dipertahankan sepanjang tahun, umumnya ditanam di
dataran rendah, tergolong mahal harganya sebagai bumbu masak serta ketahanannya
terhadap penyakit dan kebusukan. Produk-produk dari C. annuum dalam bentuk ekspor
dapat berupa cabai kering ataupun bubuk cabai (Djarwaningsih, 1984).
E. Inovasi dalam Manajemen Tanaman Cabai Super Pedas
Guinness Book of World Records membukukan Carolina Reaper sebagai predikat
cabai terpedas dunia pada tahun 2013. Menggeser rekor Bhut Jolokia yang disebut
'cabai setan' asal timur laut India yang menjadi juara sejak 2010. Masih ada cabai-cabai
lainnya seperti Trinidad Scorpion Moruga Blend, 7 Pod Douglah, atau Naga Viper.
Tingkat kepedasan cabai diukur dengan parameter SHU (Scoville heat units). Sebagai
perbandingan, tingkat kepedasan cabai rawit adalah 50.000 100.000 SHU, sangat
berbeda jauh dengan Bhut Jolokia yang mencapai 1.041.427 SHU.
Para ilmuwan berhasil mengurutkan genom (sequencing) tanaman cabai, yang
menguak gen yang bertanggung jawab atas tingkat kepedasannya. Genom baru tersebut,
yang dijelaskan secara rinci dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy
of Sciences, diyakini bisa membuka jalan bagi rekayasa ilmiah yang menghasilkan cabai
lebih pedas. Menurut Cheng Qin, peneliti dari Sichuan Agricultural University di China,
seperti dikutip dari situs sains LiveScience, temuan ini akan menyediakan basis
pengembangan lebih lanjut pembuatan molekuler dan memicu riset terkait sifat-sifat
agronomi cabai, juga membantu petani menciptakan jenis baru dengan teknik biologi
molekuler (Kristanti, 2014).
Sequencing Genom
Untuk mempelajari cabai lebih jauh, Qin dan para koleganya mengurutkan genom
cabai yang dibudidayakan di institusi mereka, yang disebut Zunla-1 dan sejumlah cabai
liar lainnya. Peneliti menemukan, cabai menyimpang dari tomat dan kentang sekitar 36

juta tahun yang lalu. Sebagai tambahan, sekitar 81 persen dari tanaman itu terdiri dari
transposon, atau biasa disebut 'gen melompat' yang bisa berpindah ke tempat lain dalam
genom. Gen ini dimasukkan sekitar 300.000 tahun yang lalu.
Selain itu, peneliti mengamati genom dari 18 tanaman cabai yang dibudidayakan,
untuk membandingkan perbedaan antara varietas liar dan budidaya. Peneliti
menemukan, sejumlah gen terkait dengan berapa lama benih tetap aktif, ketahanan
terhadap hama, dan panjang usianya. Peneliti juga mengidentifikasi komponen genetik
di balik rasa pedas. Hasil menunjukkan bahwa gen kunci dapat diduplikasi dalam
jumlah berbeda untuk membuat kandungan capsaicin lebih sedikit atau lebih banyak.
Menurut peneliti, varietas yang lebih hambar mengalami penghapusan gen penghasil
rasa pedas.
Hasil temuan para ilmuwan menyarankan dua cara baru pengembangbiakkan cabai,
yaitu menggunakan cara kawin silang dengan cabai yang mempunyai banyak gen pedas,
atau dengan rekayasa genetika agar cabai lebih banyak mengandung salinan gen
penghasil pedas. Jadi, pengembangbiakkan cabai super pedas dapat dilakukan dengan
cara kawin silang antara cabai varietas Indonesia dengan cabai yang mempunyai banyak
gen pedas seperti Carolina Reaper, Bhut Jolokia, atau Trinidad Scorpion (Kristanti,
2014).
DAFTAR PUSTAKA

Djarwaningsih, T. (1983). Pemanfaatan Jenis-jenis Cabai (Capsicum spp.) sebagai


Tanaman Hias. Buletin Kebun Raya. 6, (2), 45-52.
Elin, E.Y. (2014). Ilmuwan China Kuak Misteri di Balik Pedasnya Cabai-cabaian.
[Online]. Tersedia: http://news.liputan6.com/read/2018022/ilmuwan-china-kuakmisteri-di-balik-pedasnya-cabai-cabaian [5 Oktober 2014].
Harpenas, Asep & Dermawan, R. (2010). Budidaya Cabai Unggul. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hewindati & Tri, Y. (2006). Hortikultura. Jakarta: Universitas Terbuka.
Pandey, S.N. & Chadha, A. (1996). Economic Botany. New Delhi: Vikas Publishing
House Pvt. Ltd.
Rizal. (2012). IPB Kembangkan Cabai Super Pedas. [Online]. Tersedia: http://
anekatanimandiri.wordpress.com/2012/05/20/ipb-kembangkan-cabai-super-pedas
[5 Oktober 2014].

Sunaryono, H. & Rismunandar. (1984). Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran Penting


Di Indonesia. Bandung: CV. Sinar Baru.
Tjahjadi, N. (1991). Bertanam Cabai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai