lahan yang semakin sempit sekalipun tanaman cabai dapat berproduksi tinggi. Dengan
demikian, para petani yang memiliki lahan sempit (100-200 m 2) dapat menanam cabai
dan memetik hasil yang tinggi. Begitu pula dengan orang-orang yang ingin
memanfaatkan halaman rumahnya untuk berbisnis dengan menanam cabai di dalam pot
dan memanen hasil yang tinggi pula.
B. Aspek Biologi Tanaman Cabai
1.
Divisi
: Spermatophyta
: Dicotyledoneae
Ordo
: Solanales
Famili
: Solanaceae
Genus
: Capsicum
Spesies
: Capsicum annum L
air
mata
orang
yang
menciumnya,
tetapi
orang
tetap
Buah cabai hibrida dapat dikelompokkan kedalam kelompok cabai besar. Cabai
ini diperoleh dari persilangan benih-benih bibit yang diseleksi dengan metode
pemuliaan yang modern. Keunggulan cabai hibrida tampak dari kemampuan
produksi, keseragaman tumbuh, dan ketahanan terhadap gangguan penyakit. Cabai
hibrida yang cukup dikenal tetapi tidak banyak dibudidayakan karena tidak tahan di
lahan terbuka adalah paprika yang umum disebut sweet papper (cabai manis)
dengan bentuk yang agak memendek dan mengembung.
d. Cabai Hias (Capsicum spp)
Sebagian merupakan tanaman penghias halaman atau ruang depan, tanaman
cabai hias ini berbentuk buah menarik. Walaupun menarik, tetapi tidak dikonsumsi
oleh manusia.
4.
berikut :
a. Iklim
Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap
tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-280 C. Pada suhu
tertentu seperti 150 C dan lebih dari 320 C akan menghasilkan buah cabai yang
kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya terlalu
dingin. Tjahjadi (1991) mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada
musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur. Iklim yang
dikehendaki untuk pertumbuhannya antara lain:
1.) Sinar Matahari
Penyinaran yang dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, bila penyinaran
tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal.
2.) Curah Hujan
Walaupun tanaman cabai tumbuh baik di musim kemarau tetapi juga
memerlukan pengairan yang cukup. Adapun curah hujan yang dikehendaki yaitu
800-2000 mm/tahun.
3.) Suhu dan Kelembaban
pedas
tersebut
dapat
dikonsumsi
rumah
tangga
dan
industri.
penyakit. Tidak hanya itu, produksinya pun lebih besar, bahkan CH3 ini diklaim mampu
menghasilkan satu kilogram per pohon. Cabai CH3 sudah bisa panen pada usia tiga
bulan kurang sepuluh hari dan petani bisa memanen hingga delapan kali. Kepala Bagian
Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Prof. Sriani Sujiprihati, menambahkan, CH3 IPB
dikembangkan sejak 2003 dan sudah diberikan SK dari Kementerian Pertanian pada
Oktober 2010 lalu. Saat ini CH3 belum dapat dirilis ke pasaran, karena IPB sedang
mengembangkan bibitnya. Selain karena masih mengembangkan produksi benih CH3,
juga dibutuhkan modal besar dalam mengembangkan penelitian. Untuk itu, diperlukan
kerjasama dengan lembaga atau perusahaan dan kepada pemerintah (Rizal, 2012).
D. Prospek Pengembangan Tanaman Cabai Super Pedas
Tanaman Capsicum (cabai) tidak hanya berguna sebagai bumbu masak, tetapi
pemanfaatannya begitu meluas sesuai dengan melebarnya cakrawala pandangan
masyarakat masa kini. Karena tanaman ini mempunyai keanekaragaman jenis yang
besar, sehingga pemanfaatannya pun dapat beragam pula. Meskipun cabai bukanlah
merupakan tanaman ekonomi utama, tetapi sudah diakui beberapa negara termasuk
Indonesia bahwa tanaman ini merupakan salah satu tanaman rempah-rempah. Akibatnya
pemanfaatan dan pembudidayaan secara lokal pun menjadi besar, sehingga tanaman ini
mempunyai nilai ekonomi yang cukup berarti. Kenyataan ini dapat dilihat dari hasil
pendataan Biro Pusat Statistik Jakarta tahun 1994, yang memperlihatkan bahwa cabai
telah dibudidayakan di seluruh Indonesia dengan areal dan produksi yang cukup
bervariasi. Pulau Jawa ternyata menunjukkan luas panenan dan produksi tertinggi
(87288 ha dan 197614 ton) dibandingkan berturut-turut dengan Sumatra (51581 ha dan
92172 ton), Bali dan Nusa Tenggara (9113 ha dan 10365 ton), Sulawesi (6473 ha dan
8989 ton), Kalimantan (4786 ha dan 5315 ton) dan Maluku dan Papua (1849 ha dan
2460 ton). Manfaat cabai antara lain buahnya yang masih muda bisa digunakan sebagai
penambah vitamin karena kaya akan vitamin A, C dan E; sedangkan yang sudah masak
dapat dipakai sebagai bumbu masak atau bahan pembuatan saus. Pemanfaatan cabai
sebagai bahan obat-obatan tradisional misalnya sebagai perangsang untuk meringankan
penderita kembung perut; sebagai obat luar atau salep pada penderita sakit pinggang,
sakit kepala dan rematik. Selain itu beberapa jenis ada yang bernilai sebagai tanaman
hias (Djarwaningsih, 1984; Pandey dan Chadha, 1996). C. annuum secara ekonomi
merupakan jenis yang paling berpotensi karena paling luas dibudidayakan sehingga
banyak menghasilkan kultivar-kultivar baru yang mempunyai keunggulan tertentu
sesuai dengan keinginan manusia. Kultivar cabai super pedas yang akan dikembangkan
adalah kultivar yang lebih tahan penyakit, buahnya tidak mudah busuk, dan mempunyai
rasa yang sangat pedas. Kultivar ini mempunyai prospek yang sangat bagus karena
selain daur hidupnya yang dapat dipertahankan sepanjang tahun, umumnya ditanam di
dataran rendah, tergolong mahal harganya sebagai bumbu masak serta ketahanannya
terhadap penyakit dan kebusukan. Produk-produk dari C. annuum dalam bentuk ekspor
dapat berupa cabai kering ataupun bubuk cabai (Djarwaningsih, 1984).
E. Inovasi dalam Manajemen Tanaman Cabai Super Pedas
Guinness Book of World Records membukukan Carolina Reaper sebagai predikat
cabai terpedas dunia pada tahun 2013. Menggeser rekor Bhut Jolokia yang disebut
'cabai setan' asal timur laut India yang menjadi juara sejak 2010. Masih ada cabai-cabai
lainnya seperti Trinidad Scorpion Moruga Blend, 7 Pod Douglah, atau Naga Viper.
Tingkat kepedasan cabai diukur dengan parameter SHU (Scoville heat units). Sebagai
perbandingan, tingkat kepedasan cabai rawit adalah 50.000 100.000 SHU, sangat
berbeda jauh dengan Bhut Jolokia yang mencapai 1.041.427 SHU.
Para ilmuwan berhasil mengurutkan genom (sequencing) tanaman cabai, yang
menguak gen yang bertanggung jawab atas tingkat kepedasannya. Genom baru tersebut,
yang dijelaskan secara rinci dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy
of Sciences, diyakini bisa membuka jalan bagi rekayasa ilmiah yang menghasilkan cabai
lebih pedas. Menurut Cheng Qin, peneliti dari Sichuan Agricultural University di China,
seperti dikutip dari situs sains LiveScience, temuan ini akan menyediakan basis
pengembangan lebih lanjut pembuatan molekuler dan memicu riset terkait sifat-sifat
agronomi cabai, juga membantu petani menciptakan jenis baru dengan teknik biologi
molekuler (Kristanti, 2014).
Sequencing Genom
Untuk mempelajari cabai lebih jauh, Qin dan para koleganya mengurutkan genom
cabai yang dibudidayakan di institusi mereka, yang disebut Zunla-1 dan sejumlah cabai
liar lainnya. Peneliti menemukan, cabai menyimpang dari tomat dan kentang sekitar 36
juta tahun yang lalu. Sebagai tambahan, sekitar 81 persen dari tanaman itu terdiri dari
transposon, atau biasa disebut 'gen melompat' yang bisa berpindah ke tempat lain dalam
genom. Gen ini dimasukkan sekitar 300.000 tahun yang lalu.
Selain itu, peneliti mengamati genom dari 18 tanaman cabai yang dibudidayakan,
untuk membandingkan perbedaan antara varietas liar dan budidaya. Peneliti
menemukan, sejumlah gen terkait dengan berapa lama benih tetap aktif, ketahanan
terhadap hama, dan panjang usianya. Peneliti juga mengidentifikasi komponen genetik
di balik rasa pedas. Hasil menunjukkan bahwa gen kunci dapat diduplikasi dalam
jumlah berbeda untuk membuat kandungan capsaicin lebih sedikit atau lebih banyak.
Menurut peneliti, varietas yang lebih hambar mengalami penghapusan gen penghasil
rasa pedas.
Hasil temuan para ilmuwan menyarankan dua cara baru pengembangbiakkan cabai,
yaitu menggunakan cara kawin silang dengan cabai yang mempunyai banyak gen pedas,
atau dengan rekayasa genetika agar cabai lebih banyak mengandung salinan gen
penghasil pedas. Jadi, pengembangbiakkan cabai super pedas dapat dilakukan dengan
cara kawin silang antara cabai varietas Indonesia dengan cabai yang mempunyai banyak
gen pedas seperti Carolina Reaper, Bhut Jolokia, atau Trinidad Scorpion (Kristanti,
2014).
DAFTAR PUSTAKA