Anda di halaman 1dari 7

EUTHANASIA

Partogi Hutagalung
Raymond Yudhi Purba
Robert Santosa Siahaan
Sandra Fita Feronika Sembiring

PENGERTIAN
Kata euthanasia berasal dari Bahasa Yunani: . (eu) yang artinya "baik", dan
(thanatos) yang berarti kematian. Secara etimologis, euthanasia dapat diartikan
sebagai mati yang layak atau mati yang baik (good death). Euthanasia di zaman kuno
berarti kematian yang tenang tanpa penderitaan yang hebat. Dalam arti aslinya (Yunani) kata
ini lebih berpusat pada cara seseorang mati yakni dengan hati yang tenang dan damai,
namun bukan pada percepatan kematian.
Euthanasia adalah salah satu masalah dalam bidang kedokteran/kesehatan yang berkaitan
dengan aspek hukum yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu. Masalah ini sudah
ada sejak kalangan kesehatan menghadapi berbagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat. Dalam keadaan demikian,
tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari penderitaannya atau jika pasien sudah
koma, keluarga pasien yang meminta kepada dokter untuk tidak meneruskan pengobatan
atau bila perlu diberi suntikan yang mempercepat kematian.
Pada hakekatnya, euthanasia merupakan pencabutan nyawa seseorang yang menderita
penyakit parah atas dasar permintaan atau kepentingan orang itu sendiri. Dalam pandangan
hukum, moral, budaya dan tradisi keagamaan, hal ini menimbulkan berbagai problema, tidak
terkecuali dalam sudut pandang iman kekristenan.

JENIS - JENIS

Dilihat dari cara dilaksanakannya, euthanasia dapat dibedakan atas 2 bagian yakni:

1. Euthanasia Pasif yaitu perbuatan yang menghentikan atau mencabut segala tindakan
atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan kehidupan manusia. Dalam hal ini,
dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja tidak lagi memberikan pengobatan
demi memperpanjang kehidupan pasien, misalnya: dengan mencabut alat-alat yang
digunakan untuk mempertahankan hidup, keluarga tidak lagi merawat pasien di RS. Hal
ini terjadi untuk pasien yang benar-benar sudah terminal, dalam arti tidak bisa
disembuhkan lagi, dan segala upaya pengobatan sudah tidak berguna pula. Belakangan
tidak lagi dianggap sebagai euthanasia. Umumnya kalangan dokter dan agamawan
setuju, karena pasien meninggal karena penyakitnya, bukan karena usaha-usaha yang
dilakukan manusia.
2. Euthanasia Aktif yaitu perbuatan yang dilakukan secara medis melalui intervensi aktif
oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Euthanasia aktif ini
dibedakan dalam dua bagian:

a. Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannya tindakan medis secara terarah yang
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien dengan
cara misalnya di suntik mati. Jenis euthanasia ini dikenal juga sebagai mercy killing.
b. Euthanasia tidak langsung adalah dimana dokter atau tenaga kesehatan melakukan
tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya
resiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Dokter hanya
membantu pasien, misalnya dengan memberi resep obat yang mematikan dalam dosis
besar. Euthanasia ini biasanya disebut bunuh diri berbantuan atau bunuh diri yang
dibantu dokter (tentu ini tidak berlaku bagi pasien yang untuk bergerak pun tidak bisa).
.

Ditinjau dari segi permintaan, euthanasia dapat dibedakan atas dua kategori:

1. Euthanasia Voluntir atau euthanasia sukarela yaitu euthanasia yang dilakukan atas
permintaan pasien secara sadar dan diminta berulang-ulang.
2. Euthanasia involuntir adalah euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak
sadar, dan biasanya keluarga pasien yang meminta.

DALAM PANDANGAN ALKITAB

Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di dunia
ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Orang
yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang
dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan
dihadapan Tuhan. Demikian juga para dokter yang melakukan euthanasia bisa dikategorikan
melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan, yaitu memperpendek umur.

Salah satu contoh kasus dalam Perjanjian Lama yang hampir menjadi kasus euthanasia
adalah kasus Saul yang meminta kepada pembawa senjatanya untuk menikamnya. Tetapi
pembawa senjatanya tidak mau, karena segan. Kemudian Saul mengambil pedang itu dan
menjatuhkan dirinya ke atasnya (1 Samuel 31:4). Raja Saul berada pada ambang keputusasaan dan merasa sudah tidak ada jalan keluar selain mengakhiri
penderitaannya. Euthanasia diminta atau dilakukan karena alasan tidak tahan menderita,
baik karena penyakit (rasa sakit) maupun oleh penghinaan di medan perang (rasa malu).
Kasus Saul mirip dengan kasus Abimelekh (Hakim 9:54); takut disiksa dan dipermalukan
adalah alasan melakukan euthanasia.

Kasus euthanasia adalah kasus kematian yang dipaksakan, dan hal ini masuk dalam
kategori pembunuhan. Dalam Keluaran 20:13, dengan tegas firman Tuhan berkata: Jangan
membunuh. Dengan demikian tidak ada alasan moral apapun yang mengijinkan
pembunuhan, dan manusia itu sendiri tidak memiliki hak untuk menentukan kematiannya,
karena kematian adalah hak Tuhan (Ulangan 32:39; Ayub 1:21; Ibrani 9:27).

Dalam Alkitab, penderitaan mempunyai fungsi yang positif dan konstruktif dalam hidup
manusia (Yakobus 1:2-4; Roma 5:3-4), penderitaan melahirkan ketekunan dan
pengharapan dan kesempurnaan hidup. Jika pro euthanasia mengatakan bahwa
mengakhiri penderitaan seseorang adalah sikap murah hati, berarti penderitaan dijadikan
sebagai alat pembenaran praktek. Walaupun euthanasia dapat mengakhiri penderitaan,
euthanasia tetaplah suatu pembunuhan. Kalau penderitaan diakhiri dengan euthanasia,
itu sama artinya menghalalkan segala cara untuk tujuan tertentu. Rumus tersebut tidak
bisa diterima secara moral maupun keyakinan Kristen.

Hidup adalah pemberian Tuhan (Kejadian 2:7). Manusia menjadi makhluk hidup setelah
Tuhan Allah menghembuskan napas kehidupan kepadanya (band. Yehezkiel 37:9-10).
Napas kehidupan diberikan TUHAN sehingga manusia memperoleh kehidupan. Tugas
manusia tidak lain kecuali memelihara kehidupan yang diberikan oleh Tuhan (band.
Perumpamaan dalam Efesus 5:29). Bukan hanya kehidupan yang sehat, tetapi juga
hidup yang dirundung oleh penderitaan, hidup yang sakit, harus dipelihara. Maka
penderitaan harus dapat diterima sebagai bagian kehidupan orang percaya (Roma 5:3)
termasuk penderitaan karena sakit.

Manusia lebih berharga daripada materi. Maka materi harus melayani kepentingan
manusia (band. Matius 6, tentang khotbah di Bukit). Maka melakukan euthanasia demi
untuk kepentingan apapun, termasuk penghematan ekonomi tidak dibenarkan secara
moral, terutama moral Kristen.

KESIMPULAN
Dari pembahasan ini, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Euthanasia menjadi sesuatu yang tidak dapat dibenarkan ketika kemudian ada campur
tangan orang lain didalamnya. Hak untuk mematikan dan menghidupi seseorang adalah
hak Tuhan. Jika seseorang melakukan euthanasia, maka ia sudah melanggar kedaulatan
Tuhan.
2. Seseorang yang berada dalam situasi sulit sekalipun harus mencari kehendak Tuhan dan
tugas orang Kristen/orang percaya untuk menghibur dan meyakinnya untuk menghadapi
kematian dengan sukacita.
3. Ibrani 12:2-3 berkata: Marilah kita melakukannya dengan mata tertuju kepada Yesus,
yang memimpin kita ke dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada
kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita
yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah
selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya
dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.

Anda mungkin juga menyukai