Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
penggunaan insektisida di lingkungan kehutanan khususnya untuk
mengendalikan hama yang menyerang tanaman di persemaian dan tanaman muda
saat ini masih menimbulkan dilema. Penggunaan insektisida khususnya insektisida
sintetis/kimia memberikan keuntungan secara ekonomis, namun dapat
mendatangkan kerugian diantaranya adalah residu yang tertinggal tidak hanya
pada tanaman, tapi juga air, tanah dan udara dan penggunaan terus-menerus akan
mengakibatkan efek resistensi dari berbagai jenis hama (Djafaruddin, 2001).
Penggunaan insektisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis
hama dan 72 % agens pengendali hayati. Oleh karena itu diperlukan pengganti,
yaitu insektisida yang ramah lingkungan. Satu alternatif pilihan adalah penggunaan
insektisida hayati yang berasal dari tumbuhan. insektisida hayati adalah salah satu
pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Tumbuhan mempunyai
bahan aktif yang berfungsi sebagai alat pertahanan alami terhadap
pengganggunya. Bahan insektisida yang berasal dari tumbuhan dijamin aman bagi
lingkungan karena cepat terurai di tanah dan tidak membahayakan hewan,
manusia atau serangga yang bukan sasaran.
B. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang
INSEKTISIDA dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua.
C. METODE PENULISAN
Metode yang di pakai dalam karya tulis ini adalah :
1. Metode Pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka
yang berhubungan dengan INSEKTISIDA, baik berupa buku maupun informasi di internet.
2. Diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung kepada teman kelompok
dan teman teman yang mengetahui tentang informasi yang berkaitan dengan
INSEKTISIDA.
3. Eksperimen
Yaitu percobaan percobaan yang telah diteliti terlebih dahulu oleh para ahli, yang di
sajikan melalui media-media umum sebelum kami membuat dan menulis makalah
rangkaian ini yang menjelaskan tentang INSEKTISIDA.

~01~
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN INSEKTISIDA
Gambar diambil dari http://www.everythingabout.net/

Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh
serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida dapat membunuh serangga dengan
dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman) dan dengan langsung
meracuni si serangga tersebut. Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai beberapa
hal pokok tentang mekanisme insektisida dalam mengendalikan serangga.
A.) Menurut cara kerja atau distribusinya didalam tanaman dibedakan menjadi tiga
macam sebagai berikut:
a. Insektisida Sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh bagian-bagian tanaman melalui stomata, meristem
akar,lentisel batang dan celah-celah alami. Selanjutnya insektisida akan melewati sel-sel
menuju ke jaringan pengangkut baik xylem maupun floem. Insektisida akan meninggalkan
residunya pada sel-sel yang telah dilewatinya. Melalui pembuluh angkut inilah insektisida
ditranslokasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya baik kearah atas(akropetal) atau ke
bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh. Serangga akan mati apabila
memakan bagian tanaman yang mengandung residu insektisida.
b. Insektisida Non-sistemik
Insektisida non sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya
menempel pada bagian luar tanaman. Lamanya residu insektisida yang menempel
pada permukaan tanaman tergantung jenis bahan aktif (berhubungan dengan
presistensinya),teknologi bahan dan aplikasi. Serangga akan mati

~02~
apabila memakan bagian tanaman yang permukaannya terkena insektisida. Residu
insektisida pada permukaan tanaman akan mudah tercuci oleh hujan dan siraman, oleh
karena itu dalam aplikasinya harus memperhatikan cuaca dan jadwal penyiraman.
c. Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida ini hanya mampu diserap oleh jaringan daun, akan tetapi tidak
dapatditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya (efek translaminar). Insektisida yang jatuh
ke permukaan atas daun akan menembus epidermis atas kemudian masuk ke
jaringan parenkim pada mesofil (daging daun) dan menyebar ke seluruh mefosil daun
(dagingdaun) hingga mampu masuk kedalam sel pada lapisan epidermis daun bagian
bawah(permukaan daun bagian bawah).
B.) Menurut cara masuknya insektisida kedalam tubuh serangga dibedakan menjadi
3kelompok sebagai berikut:
a. Racun Lambung (racun perut)
Racun lambung atau perut adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran
dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektisida akan
masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian
ditranslokasikanke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif
insektisida. Misalkan menuju ke pusat syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi,
meracuni sel-sellambung dan sebagainya. Oleh karena itu, serangga harus memakan
tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang
cukup untuk membunuh.
b. Racun Kontak Racun
kontak adalah insektisida yang masuk kedalam tubuh serangga melalui
kulit,celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung mengenai mulut si
serangga.Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida
tersebut.Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut.
c. Racun Pernafasan
Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui trachea serangga dalam
bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel
mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa
gas,asap, maupun uap dari insektisida cair.Sifat-sifat atau cara kerja insektisida tersebut
mempunyai spesifikasi terhadap cara aplikasinya :

1.Untuk mengendalikan hama yang berada didalam jaringan tanaman (misalnya


hama penggerek batang, penggorok daun) penanganannya dilakukan dengan insektisida
sistemik atau sistemik local, sehingga residu insektisida akan ditranslokasikan ke jaringan di
dalam tanaman. Akibatnya hama yang memakan jaringan didalam tanaman akan
matikeracunan. Hama yang berada didalam tanaman tidak
sesuai bila dikendalikan dengan aplikasi penyemprotan insektisida kontak, karena
hama didalam
Jaringan tanaman tidak akan bersentuhan (kontak) langsung dengan insektisida.

~03~
2. Untuk mengendalikan hama-hama yang mobilitasnya tinggi (belalang, kutu gajah
dll), penggunaan insektisida kontak murni akan kurang efektif, karena saat
penyemprotan berlangsung, banyak hama tersebut yang terbang atau tidak berada di
tempat penyemprotan. Namun, selang beberapa hari setelah penyemprotan, hama tersebut
dapat kembali lagi. Pengendalian paling tepat yaitu dengan menggunakan insektisida yang
memiliki sifat kontak maupun sistemik dengan efek residual yang agak lama.
Dengan demikian apabila hama tersebut kembali untuk memakan daun, maka mereka akan
mati keracunan.

B. SEJARAH PENGGUNAAN INSEKTISIDA


Para pekerja kebun diketahui telah menggunakan sabun untuk mengontrol
pertumbuhan hama serangga sejak awal tahun 1800an. Di awal abad ke 19, sabun yang
terbuat dari minyak ikan paling banyak digunakan. Cara-cara tersebut cukup efektif, meski
harus diberikan berkali-kali dan kadang justru mematikan tanaman. Belakangan diketahui
juga adanya penggunaan campuran bawang putih, bawang merah, dan lada atau berbagai
jenis makanan lainnya, namun tidak cukup efektif membunuh serangga.
Penggunaan insektisida sintetik pertama dimulai di tahun 1930an dan mulai meluas
setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pada tahun 1945 hingga 1965, insektisida
golonganorganoklorin dipakai secara luas baik untuk pertanian maupun kehutanan. Salah
satu produk yang paling terkenal adalah insektisida DDT yang dikomersialkan sejak tahun
1946. Selanjutnya mulai bermunculan golongan insektisida sintetik lain seperti organofosfat,
karbamat, dan pirethroid di tahun 1970an.
Sejak tahun 1995, tanaman transgenik yang membawa gen resistensi terhadap serangga
mulai digunakan.

C. CARA KERJA INSEKTISIDA


Kita telah mengetahui bahwa insektisida adalah bahan racun yang mematikan serangga,
tetapi bagaimana proses insektisida mematikan serangga masih tanda tanya. Umumnya informasi
tentang insektisda untuk pengguna (petani) adalah tentang efikasi, cara penggunaan dan
keamanannya. Proses bagaimana insektisida meracun dan mematikan serangga (mode of action)
hanya disebut secara garis besar seperti racun kontak, racun perut, atau racun pernafasan. Informasi
demikian sudah cukup.
Untuk mengetahui proses mode of action suatu insektisida diperlukan penelitian yang banyak
memerlukan tenaga, waktu, keahlian dan fasilitas yang memadahi. Oleh karena itu tidak semua
insektisida yang beredar diketahui informasi mode of action nya secara detail, belum lagi senyawa-

senyawa insektisida baru yang terus ditemukan. Barangkali tidak semua penemu bahan aktif
insektisida selalu mengadakan penelitian mode of action nya terhadap serangga.
Disamping itu untuk memahami mode of action suatu insektisida cukup sulit, karena
diperlukan pengetahuan dasar lain terutama anatomi dan fisiologi serangga. Oleh karena itu pula
informasi suatu insektisida tidak selalu menyertakan informasi mode of action nya secara detail.
Informasi demikian hanya bermanfaat untuk kalangan tertentu. Saat ini, dari hasil penelitian yang ada,
paling tidak telah diketahui secara garis besar ada lima macam mode of action insektisida, yang telah
diketahui.yaitu:
~04~
1. Insektisida yang mempengaruhi sistem syaraf.
Kebanyakan insektisida seperti organofosfor, karbamat dan piretroid sintetik dan lainnya
bekerja dengan mengganggu sistem syaraf. Untuk dapat lebih memahami cara kerja racun saraf
berikut diuraikan sedikit tentang sistem saraf. Sistem saraf adalah suatu organ yang digunakan untuk
merespon rangsangan baik dari luar maupun dari dalamsehingga serangga dapat hidup dan
berkembang. Sistem saraf terdiri dari banyak sel saraf (neuron) yang saling berhubungan yang
menyebar ke seluruh tubuh. Secara tipikal bentuk neuron di salah satu ujungnya berupa semacam
serabut yang disebut dendrit dan diujung lain memanjang dan ujungnya bercabang-cabang disebut
akson. Antar neuron berhubungan melalui aksonnya. Titik dimana dua neuron berhubungan disebut
sinap. Ujung akson yang berhubungan neuron lainnya disebut pre sinap sedangkan bagian dari
neuron yang berhubungan dengan presinap disebut postsinap. Impul saraf berjalan dari satu neuron
ke neuron berikutnya sepanjang akson melalui sinap. Di daerah sinap impul saraf diteruskan oleh
neurotransmitter yang banyak jenisnya. Berjalannya impul saraf merupakan proses yang sangat
kompleks. Prosses ini dipengaruhi oleh keseimbangan ion-ion K+, Na+, CA++, Cl-, berbagai macam
protein, enzim, neurotransmitter, dan lain-lainnya yang saling mempengaruhi. Gangguan pada salah
satu faktor mengakibatkan impul saraf tidak dapat berjalan secara normal. Sehingga serangga tidak
mampu merespon rangsangan.
Insektisida organofosfor dan karbamat mengikat enzim asetilkolinesterase yang berfungsi
menghidrolisis asetilkolin. Dalam keadaan normal asetilkolin berfungsi menghantar impul saraf,
setelah itu segera mengalami hidrolisis dengan bantuan enzim asetilkolinesterase menjadi kolin dan
asam asetat. Dengan terikatnya enzim asetilkolinesterase terjadi penumpukan asetilkolin, akibatnya
impul saraf akan terstimulasi secara terus menerus menerus menyebabkan gejala tremor/gemetar
dan gerakan tidak terkendali.
Piretroid sintetik adalah sintetik kimia yang menyerupai piretrin. Mulanya, insektisida pyretrin
diperoleh dari ekstrak bunga tanaman Chrysanthemum sp (Compositae), namun sekarang manusia
telah mampu membuat sintetiknya. Piretrin memiliki knock down yang cepat namun tidak stabil,
mudah mengalami degradasi. Sebaliknya, sintetik piretroid memiliki sifat lebih stabil. Sintetik piretroid
juga bekerja mengganggu sistem syaraf dengan mengikat protein voltage-gated sodium channel
yang mengatur denyut impul syaraf. Efeknya sama seperti yang disebabkan oleh organofosfor dan
karbamat, impul saraf akan mengalami stimulasi secara terus menerus dan mengakibatkan serangga
menunjukkan gejala tremor/gemetar, gerakan tak terkendali.
Imidacloprid, insektisida golongan kloronikotinil juga insektisida yang bekerja mengganggu
sistem saraf. Didalam sistem saraf, imidacloprid memiliki sifat menyerupai fungsi asetilkolin. Seperti
telah diterangkan di atas bahwa setelah asetilkolin meneruskan impul saraf pada reseptor akan
segera terhidrolisa. Imidacloprid akan menempati reseptor asetilkolin dan tetap terikat pada reseptor.
Efek selanjutnya mirip dengan organofosfor atau karbamat.

Avermektin, demikian juga abamektin juga bekerja sebagai racun saraf. Avermektin adalah
insektisida antibiotik yang berasal dari suatu jamur, secara kimia digolongkan dalam makrolakton.
Avermektin mengikat suatu protein dalam sel saraf yang yaitu gamma amino butyric acid (GABA)gated chloride channel. Protein ini berfungsi mengatur impul saraf. Avermektin menghambat fungsi
protein ini, akibatnya saraf akan mengalami overeksitasi. Gejala yang ditunjukkan tremor dan gerakan
tak terkendali. Demikian juga fipronil, insektisida dari golongan phenylpyrazole menunjukkan efek
yang mirip menghambat fungsi GABA-gated chloride channel.
~05~
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa sebagian besar insektisida walaupun memiliki struktur kimia
yang berbeda, namun efeknya sama mengganggu sistem saraf jasad sasaran.

2. Insektisida yang menghambat produksi enegi


Dibandingkan dengan insetisida yang bekerja mengganggu racun saraf,
insektisida golongan ini dapat dikatakan sangat sedikit. Namun demikian tidak
menutup kemungkinan akan berkembang pada masa datang. Insektisida jenis ini
yang telah beredar di Indonesia adalah dengan merek dagang Amdro.
Mekanisme kerja insektisida ini mengganggu proses respirasi, suatu
proses yang menghasilkan energi untuk proses metabolisme. Respirasi adalah
suatu proses pemecahan gula atau senyawa lain yang menghasilkan energi.
Energi ini digunakan untuk proses pertumbuhan. Proses respirasi adalah proses
yang kompleks, yang melibatkan banyak reaksi yang memerlukan enzim.
Gangguan-gangguan dalam setiap tahap reaksi ini akan menggaggu perolehan
energi yang diperlukan yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan jasad
akan mati di atas kakinya sendiri karena kehabisan tenaga untuk tumbuh dan
berkembang.
3. Insektisida yang mempengaruhi pertumbuhan serangga hama (IGR,
Insect Growth Regulator)
Insektisida ini dibagi menjadi dua yaitu yang mempengaruhi sistem endokrin dan
yang menghambat sintesis kitin.
Pertumbuhan serangga pada fase muda (larva), dikendalikan oleh hormon
juvenile (juvenile hormon) yang diproduksi di otak. Hormon juvenil mengatur
kapan fase larva berakhir kemudian dilanjutkan dengan molting kemudian
menjadi dewasa. Insektisida berbahan aktin hydroprene, methoprene,
pyriproxypen dan fenoxycarb bekerja menyerupai hormon juvenil, menyebabkan
larva terganggu pertumbuhannya, tetap dalam fase muda, tidak dapat
bekepompong dan akhirnya mati.
yang menghambat pembentukan kitin adalah dari golongan benzoylurea
seperti lufenuron (Program), diflubenzuron (Dimilin), teflubenzuron (Nomolt) dan
hexaflumuron (Sentricon). Kitin adalah komponen utama eksoskeleton serangga.
Tergangguna proses pembentukan kitin larva tidak dapat melanjutkan
pertumbuhannya secara normal dan akhirnya mati.
4. Insektisida yang mempengaruhi keseimbangan air tubuh.
Tubuh serangga dilapisi oleh zat lilin/minyak untuk mencegah hilangnya
air dari tubuhnya. Diatom, silica aerogels dan asam borat adalah bahan yang
dapat menyerap lilin/lemak, sehingga lapisan lilin akan hilang, serangga akan
banyak kehilangan air dan mengalami desikasi dan akhirnya mati.

5. Insektisida yang merusak jaringan pencernaan serangga


Insektisida golongan ini adalah yang berbahan aktif mikroorganisme
Baccilus thuringiensis (Bti). Bti membentuk endotoksin yang bila masuk ke dalam
pencernaan serangga (larva dari golongan lepidoptera) yang bersifat asam akan
terlarut dan merusak sel-sel jaringan pencernaan dan menyebabkan kematian.
Secara ringkas insektisida dapat didifinisikan semua bahan yang dapat
digunakan untuk mengendalikan hama dari golongan serangga. Ada banyak
sekali jenis dan merek insektisida yang beredar di pasaran. Untuk
mempermudah mengenal insektisida, insektisida digolongkan menurut
kriteria/batasan tertentu.

~06~
D. PENGGOLONGAN INSEKTISIDA
1.
1.
2.

Pembagian menurut cara kerjanya


Insektisida kontak
Insektisida racun perut

3.
Insektisida racun pernafasan
4.
Insektisida sistemik
2.
Pembagian menurut asal bahan yang digunakan :
1.
Insektisida kimia sintetik, insektisida yang banyak kita kenal seperti
organofosfor, karbamat, piretroid sintetik.
2.
Insektisida botani (berasal dari ekstrak tumbuhan)

Ekstrak sejenis bunga krisan (Chrisanthemum spCompositae/Asteraceae) (piretrin). Dalam kemajuannya insektisida ini telah
dibuat secara sintetik dan disebut sintetik piretroid (permetrin, sipermetrin ,
sihalotrin dll)

Ekstrak biji nimba (azadirahtin- Nimbo 0,6 AS)

3.

Ekstrak akar tuba (rotenon- Biocin 2 AS)


Insektisida dari mikroorganisme
Beauveria bassiana (Bevaria P, Bassiria AS)

Bacllus thuringigiensis (Bactospeine WP, Thuricide HP, Turex WP).


2
Pembagian yang umum, yang banyak digunakan adalah berdasar batasan golongan
kimia dan cara kerja yang khas yaitu :
1.
Anorganik (tembaga arsenat, boraks, merkuri klorida)
2.
Organochlorine (DDT, aldrin, dieldrin, endosulfan)
3.
Organofosfor (organophosphorus)

Organophosphate (dicrotophos, monocrotophos, naled)

Organothiophosphate (phenthoate, dimethoate, omethoate, poksim,


chlorpyrifos, diazinon, fenitrothion, profenofos, trichlorfon dll)
Phosphoramidate (fenamiphos, mephosfolan, phosfolan)

Phosphoramidothioate (acephat, isofenphos, methamidophos)

Phosphorodiamide (dimefox, mazidox)


Karbamat (carbamate) (carbaryl, bendiocarb)
Benzofuranyl methylcarbamate (carbofuran, carbosulfan, benfuracarb)

4.

Dimethylcarbamate (dimetan, dimetilan, pirimicarb)

5.

6.

Oxime carbamate (methomyl, oxamyl, thiodicarb)


Phenyl methylcarbamate (fenobucarb, isoprocarb, propoxur)
Pyrethroid
Pyrethroid ester (allethrin, cyfluthrin, cyhalothrin,cypermethrin,
deltamethrin, fenpropathrin, fenvalerate, fluvalinate, transfluthrin dll)
Pyrethroid ether (etofenprox, flufenprox)
IGR (insect growth regulator)
Chitin synthesis inhibitor (menghambat sintesis chitin (buprofezin,
cyromazin, diflubenzuron, luvenuron)

~07~

Moulting hormones agonist (menghambat pembentukan kepongpong)

(halofenozide, tebufenozide, a-ecdysone).

Juvenile hormone mimic(mengganggu secara hormonal serangga


tetap dalam fase larva (fenoxycarb, hydroprene,
methoprene).
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Dinitrophenol (dinex, dinoprop, DNOC)


Flourine (barium hexafluorosilicate, sodium hexafluorosilicate)
Formamidine (amitraz, chlordimeform)
Nereistoxin analog (cartap, bensultap, thiosultap)
Nicotinoid (imidacloprid, acetamiprid, thiametoxam)
Pyrazol (fipronil)
Insektisida botani (lihat butir 2.b)
Insektisida antibiotik (abamectin, ivermectin, spinosad)
Insektisida fumigant (chloropicrin, ethylene dibromide, phosphine)

E. INSEKTISIDA DAN AKARISIDA YANG BERASAL DARI ALAM


Yang dimaksud dengan insektisida dan akarsida alami adalah semua bahan aktif
insektisida dan akarisida yang diambil dari alam, bukan merupakan hasil sintesa di
laboratorium. Ketika insektisida alami diproduksi secara komersial, peranan industri terbatas
pada riset dan pengembangan, pemurnian bahan aktif dan formulasi, sehingga senyawa
tersebut dapat digunakan secara praktis di lapangan.
Dalam artikel ini kami membagi insektisida alami kedalam beberapa kategori sebagai
berikut:
1.
Insektisida nabati (insektisida botani), yakni bahan aktif insektisida yang diekstrak
dari tumbuhan, seperti azadiraktin, nikotin, rotenon, dan seterusnya.
2.
Insektisida mikrobiologi (insektisida biologi), adalah mikroorganisme seperti
jamur, virus, nematoda, dan sebagainya, yang umumnya menyebabkan penyakit pada
serangga hama tertentu.
3.
Insektisida alami yang bukan termasuk ke dalam kategori 1, 2 dan 4. Contoh
dari kategori ini adalah tanah diatomeae, bubuk karbon, dan sebagainya.
4.
Insektisida yang berasal dari fermentasi mikroorganisme, seperti antibiotika,
makrolida, dan sebagainya. Alasan mengapa kelompok antibiotika dan/atau makrolida kami
masukkan ke dalam kelompok insektisida alami adalah kenyataan bahwa senyawa kimia ini
tidak dibuat/disintesa di laboratorium, tetapi dihasilkan secara alami dari fermentasi
mikrobiologi.

F. INSEKTISIDA NABATI
Sejak lama diketahui bahwa beberapa ekstrak tumbuhan bersifat racun bagi
serangga tertentu. Penggunaan ekstrak tumbuhan sebagai insektisida telah diketahui sejak
abad 18, di antaranya daun tembakau (1763), bubuk piretrum dari bunga Chrysantemum
(1840), dan akar tuba (Derris eliptica).
Berikut adalah beberapa insektisida nabati yang telah dapat dimurnikan bahan aktifnya, dan
diproduksi secara komersial, meskipun banyak di antaranya yang belum dipasarkan di
Indonesia.

~08~

Berikut adalah beberapa contoh insektisida nabati :


1.Asitrat (citric acid)
Asam sitrat diekstraksi dari buah jeruk, digunakan sebagai insektisida untuk
mengendalikan berbagai jenis serangga, seperti semut, aphids, kumbang, ulat, wereng
daun, kutu dompolan, tungau dan kutu kebul, pada tanaman buah-buahan, sayuran dan
tanaman hias.
2.Azadiraktin (azadirachtin)
Ekstrak biji mimba (Azadirachta indica) sejak lama diketahui mempunyai efek
insektisida. Azadiraktin (AZA) adalah senyawa kimia utama dari ekstraksi atas biji-biji mimba
(neem). Disamping azadiraktin, ekstrak biji mimba juga mengandung senyawa limonoid
lainnya, seperti nimbolid, nimbin dan salanin. Ekstrak biji mimba, atau neememulsion
mengandung 25% (berat/berat) azadiraktin, 30 50% senyawa limonoid lainnya, 25% asam
lemak dan 7% ester gliserol.
Azadiraktin bekerja sebagai antagonis ecdyson (ecdyson adalah hormon yang
bertanggung-jawab atas proses pergantian kulit serangga), sehingga ecdyson tidak bekerja
dengan baik dan serangga hama yang terpapar akan tergganggu proses ganti kulitnya,
sehinnga mati. Oleh karena itu azadiraktin dapat diklasifikasikan sebagai penghambat
pertumbuhan serangga (insect growth regulator : IGR) .
Azadiraktin digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari genus-genus
yang berbeda. Efektif untuk mengendalikan kutu kebul (Bemisia spp.), thrips, pengorok
daun, aphids, larva Lepidoptera (ulat), kutu sisik, kumbang dan kutu dompolan, pada
sayuran (tomat, kubis, kentang), kapas, teh, tembakau, kopi, dan tanaman hias.
LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb. Tidak menyebabkan
iritasi pada kulit, tapi sedikit pada mata (kelinci). Klasifikasi toksisitas EPA (formulasi) kelas
IV.
Azadiraktin dipasarkan di Indonesia dengan nama-nama dagang Natural 9 WSC,
Nimbo 0,6 AS dan Nospoil 8 EC, dan didaftarkan (dalam hal ini Nimbo) untuk
mengendalikan kutu daun Myzus persicae dan ulat grayak Spodoptera litura pada tanaman
cabai (Anonim, 2006).
3.Azadiraktin-dihidro (dihydroazadirachtin)
Insektisida dihidroazadiraktin (DAZA) adalah bentuk terreduksi dari azadiraktin
alami. Sifat-sifatnya mirip dengan azadiraktin, demikian halnya dengan cara kerja (mode of
action) dan hama sasarannya.
LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb.
4.Ekstrak bawang putih
Digunakan sebagai pengusir serangga (insect repellent) dan harus digunakan

sebelum ada serangan serangga hama. Mungkin senyawa mengandung sulfur yang
terdapat dalam ekstrak bawang putihlah yang bertanggung-jawab atas efek repellent-nya.
Beberapa produk berisi ekstrak bawang putih telah diproduksi secara komersial.
Dalam penggunaannya dicampur dengan horticultural oil atau minyak ikan, diencerkan
sesuai dengan rekomendasi produsennya, dan disemprotkan dengan volume tinggi pada
tanaman yang dilindungi. Waktu aplikasikan sebaiknya menjelang sore, dan diulangi setiap
10 hari.

~09~
Ekstrak bawang putih mungkin juga mengusir serangga penyerbuk. Karena itu
jangan digunakan saat tanaman berbunga, apabila kehadiran serangga penyerbuk penting
bagi produksi tanamannya. Ekstrak bawang putih praktis tidak berbahaya (dalam takaran
normal). Ekstrak bawang putih juga dimanfaatkan sebagai suplemen makanan dan dalam
masak-memasak.
5.Eugenol (4-allyl-2-methoxyphenol)
Eugenol (minyak cengkih) diekstrak dari berbagai jenis tanaman, termasuk
cengkih, bersifat sebagai insektisida. Cengkih mengandung antara 14-20% minyak cengkih.
Digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk kutu tanaman
(aphids), ulat grayak, kumbang, ulat tanah, belalang, tungau, dsb., pada tanaman sayuran
dan buah-buahan.
6.Kapsaisin (Capsaicin)
Kapsaisin adalah senyawa kimia yang terdapat pada tanaman Solanaceae dari
genus Capsicum (berbagai macam cabai), dan merupakan senyawa kimia yang
bertanggung-jawab atas rasa pedas pada cabai.
Senyawa ini merupakan pengusir serangga dan tungau, serta mempunyai efek
sebagai insektisida. Juga dikatakan dapat mengurangi transpirasi
tumbuhan.
Produk komersial
dengan nama dagang Armorex mengandung campuran ekstrak cabai (kapsaisin) dengan
mustard oil (allyl isothiocyanate) digunakan dengan cara dikocorkan (soil drench) sebelum
tanam, dan dapat mengendalikan berbagai jenis cendawan tular tanah (termasuk Pythium,
Rhizoctonia, Phytophthora, Pyrenochaeta, Sclerotium, Armillaria dan Plasmodiophora),
serangga tanah seperti ulat potong (Agrotis), lundi (uret, larva kumbang), molluska,
nematoda (Tylenchus, Pratylenchus, Xiphinema, dsb.), serta sejumlah gulma.
Kapsaisin dikatakan dapat mengganggu metabolisme serangga dan bekerja pada susunan
syaraf sentral serangga.

7.Karanjin
Insektisida dan akarisida karanjin diekstrak dari biji tumbuhan Derris indica
(Pongamia pinnata). Bentuk WP didapat dengan menggiling biji hingga menjadi tepung.
Digunakan untuk mengendalikan tungau, kutu sisik, serangga pengunyah dan penusukpengisap, serta beberapa jenis jamur. Terutama efektif untuk mengendalikan kutu kebul
(whiteefly) thrips, pengorok daun, aphids, ulat, kutu sisik dan kutu dompolan pada berbagai
jenis tanaman termasuk sayuran, kapas, teh, tembakau, dan tanaman hias.
Karanjin bekerja dengan berbagai macam cara. Karanjin adalah penghalau
serangga (insect repellent), antifeedant (menghilangkan nafsu makan serangga), menekan
kegiatan hormon ecdyson (hormon yang mengatur pergantian kulit serangga), karenanya

bertindak sebagai insect growth regulator (IGR). Dikatakan pula bahwa karanjin mampu
menghambat sitokrom P450 pada serangga dan tungau yang peka. Digunakan dengan cara
disemprotkan.
Tidak ada bukti adanya efek alergi dan efek negatif lainnya, baik pada produsen, formulator
maupun pengguna.

~10~
8.Minyak kanola (canola oil)
Minyak kanola diekstrak dari biji kanola (iolseed rape plants, Brassica napus dan
Brassica
campestris). Efektif untuk mengendalikan, dengan cara mengusir (insect repellent) berbagai
jenis serangga hama pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, tanaman hias, buahbuahan, jagung, bit gula, kedelai, dan sebagainya. Digunakan dengan cara disemprotkan
atau dialirkan lewat saluran irigasi.

9.Nikotin
Nikotin adalah senyawa bioaktif kimia utama dari tanaman tembakau (Nicotiana
tabacum, N. glauca dan N. rustica) serta beberapa tumbuhan dari familia Lycopodiaceae,
Crassulaceae, Leguminosae, Chenopodiaceae dan Compositae. Nikotin sejak lama
digunakan sebagai insektisida. Rata-rata kandungan nikotin pada N. tabacum dan N. rustica
adalah 2% hingga 6% berat kering. Dahulu nikotin diproduksi dalam bentuk ekstrak dari
daun tembakau, tetapi kini dibuat dan dijual dalam bentuk nikotin teknis atau nikotin sulfat.
Nikotin adalag racun non-sistemik, terutama aktif dalam fase uapnya, tetapi juga
memiliki sedikit efek sebagai racun kontak dan racun perut. Bekerja pada syaraf serangga
dengan memblok reseptor (penerima) kholinergik asetilkholin. Merupakan insektisida yang
sangat toksik, berspektrum sangat luas, digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis
serangga hama, termasuk aphids, thrips dan kutu kebul; pada berbagai tanaman.
LD50 oral pada tikus antara 50-60 mg/kg, LD50 dermal (kelinci) 50 mg/kg. Mudah
diabsorbsi oleh kulit, beracun bagi manusia bila berkontak dengan kulit. Merupakan racun
inhalasi yang sangat toksik.
Klasifikasi toksisitas WHO (bahan aktif) kelas Ib, dan EPA (formulasi) kelas I.
10.Piretrum
Bubuk piretrum, yakni tepung yang diperoleh dari bunga semacam krisan, telah
digunakan sebagai insektisida di berbagai belahan bumi sejak jaman purba. Tanaman ini
mungkin berasal dari Cina, yang selanjutnya menyebar ke barat lewat jalur sutera ke Persia
pada abad pertengahan. Bubuk piretrum kemudian dikenal pula sebagai Persian Insect
Powder. Selanjutnya tanaman ini menyebar ke pesisir laut Adriatik di Dalmatia (bagian dari
Kroasia).
Piretrum diperoleh dari bunga tumbuhan semacam krisan, yakni Chrysantemum
cinerariaefolium (Pyrethrum cinerariaefolium, Tanacetum cinereriaefolium). Ekstrak ini
selanjutnya dimurnikan menggunakan metanol.
Ekstrak piretrum terdiri atas 3 kelompok senyawa, yang keseluruhannya terdiri atas 6
senyawa bioaktif yakni piretrin (piretrin I dan II), jasmolin (jasmolin I dan II) dan sinerin
(sinerin I dan II).

11.Rotenon
Rotenon merupakan senyawa kimia bersifat insektisida yang diekstrak dari
tanaman akar tuba (Derris eliptica & Derris maccensis), Lonchocarpus sp., dan Tephrosia
sp. Sejak lama perasan akar tuba digunakan untuk meracuni ikan.

~11~
Rotenon efektif untuk mengendalikan berbagai serangga hama, termasuk aphids,
thrips, tungau, semut merah, dan sebagainya. Bila diaplikasikan ke air mampu
mengendalikan larva nyamuk. Juga digunakan untuk mengendalikan ekto-parasit ternak
(bidang peternakan) dan di bidang perikanan digunakan untuk mengendalikan ikan buas. Di
bidang pertanian digunakan pada tanaman hias dan sayuran.
Rotenon bekerja sebagai penghambat transport elektron pada respirasi serangga
sasaran (pada lokasi I). Bersifat non-sistemik, racun kontak dan racun lambung.
LD50 oral (tikus putih) 132-1500 mg/kg, mencit putih 350 mg/kg. LD50 dermal
(kelinci) >5000 mg/kg bb. Kelas toksisitas WHO (bahan aktif) kelas II, EPA (formulasi) kelas I
dan III. Perkiraan dosis mematikan untuk manusia antara 300-500 mg/kg. Sangat beracun
bila terhisap dibandingkan dengan bila termakan. Rotenon beracun bagi ikan, dan sangat
beracun bagi babi.
12.Ryania
Ryania diekstrak dari tumbuhan Ryania speciosa, dan digunakan sebagai
insektisida untuk mengendalikan serangga Cydia pomonella, penggerek batang jagung
Ostrinia nubilalis serta thrips pada jeruk. LD50 oral (tikus) 1200 mg/kg bb.
13.Sabadila
Sabadila diekstrak dari biji Schoenocaulon officinale dan mengandung bahan aktif
veratrin yang merupakan campuran 2 : 1 dari sevadin, veratridin dan komponen minor
lainnya. Sabadila merupakan insektisida kontak dan selektif untuk untuk mengendalikan
thrips pada jeruk dan advokat.
14.Sitronela
Sitronela diakstrak dari tanaman sereh wangi, dan telah digunakan sebagai
pengusir (insect repellent) nyamuk, dsb., sejak tahun 1901. Selain mengandung sitronela,
ektrak tanaman ini juga mengandung senyawa-senyawa minor lainnya, seperti alphasitronela, sitronelol dan alpha-sitronelol.
G. PENGGUNAAN INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT
Penggunaan insektisida organofosfat di bidang pertanian maupun non pertanian
adalah sebuah upaya untuk mengontrol hama, namun apabila penggunaannya tidak benar
maka akan masuk dan mengkontaminasi lingkungan. Tujuan dari percobaan ini untuk
mengetahui konsentrasi uji toksisitas akut insektisida klorpirifos dan profenofos pada alga
hijau (Chlorella sp) yang mengakibatkan terjadinya IC-50 (Inhibited Concentration 50%)
terhadap laju pertumbuhannya. Chlorella sp yang diujikan dikulturkan di laboratorium dalam
media Bold Basal Medium dan memiliki pH 6,6. Pencahayaannya menggunakan lampu
neon 30 watt dengan jarak 65 cm kontinyu selama 24 jam. Toksisitas klorpirifos dan
profenofos terhadap Chlorella sp ini dievaluasi dengan sistem bioassay. Pada pengujian uji
toksisitas dari tiap-tiap insektisida terdapat 5 variasi konsentrasi uji dan dibuat 3 seri (triplo)
dari tiap variasi konsentrasi dan kontrol untuk mendapatkan hasil percobaan yang lebih

akurat dengan durasi selama 96 jam. Dari penelitian diperoleh data bahwa konsentrasi yang
menyebabkan IC-50 klorpirifos adalah sebesar 0,068 mg/L, sedangkan konsentrasi yang
menyebabkan IC-50 pada profenofos adalah 0,244 mg/L.

~12~

H. CONTOH GAMBAR INSEKTISIDA

Gambar diambil dari http://www.everythingabout.net/

~13~
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN

1.

2.

3.
4.

Dari rincian di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut
yaitu:
Dari hasil penelitian para Ahli, seperti yang telah kita ketahui dijelaskan bahwa sebaiknya
kita
menggunakan INSEKTISIDA hayati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan agar tidak
merusak
lingkungan.
Pada uji toksisitas akut insektisida klorpirifos diperoleh konsentrasi yang
menyebabkan IC50 (Inhibited Concentration 50%) adalah sebesar 0,068 mg/L.
Sedangkan konsentrasi yang menyebabkan IC50 pada profenofos adalah 0,244
mg/L.
Kategori sifat toksik dari kedua insektisida tersebut adalah sangat toksik karena
menyebabkan IC50 pada konsentrasi zat dibawah 0,5 mg/L.
Insektisida klorpirifos lebih toksik jika dibandingkan dengan insektisida
profenofos dalam menginhibisi laju pertumbuhan chlorella sp.
B.SARAN
Setelah dilakukan kajian pada hasil penelitian, berikut ini beberapa saran untuk
mengembangkan penelitian ini secara lebih lanjut di masa yang akan datang :
1. Perlu adanya penelitian yang sejenis dengan menggunakan insektisida
organopospat lainnya.
2. Perlu adanya penelitian dengan menggunakan campuran insektisida jenis lainnya
karena di lingkungan tertentu terdapat bermacam

Anda mungkin juga menyukai