Anda di halaman 1dari 44

A.

HAKIKAT DAN BATASAN ANAK

Tanggal 23 Juli merupakan tanggal yang dipilih sebagai Hari Anak Nasional
(HAN) yang setiap tahun diperingati. Terkadang muncul pemikiran, mengapa
mesti ada peringatan hari anak di Indonesia, bahkan secara internasional?
Mungkin sedikit orang yang mengetahui dengan pasti latar belakang dan
sejarah lahirnya hari anak. Dilihat dari adanya tanggal tertentu yang mesti
diperingati sebagai hari anak; pastilah dibalik kelahirannya terdapat hal-hal
istimewa, bahkan mungkin luar biasa sebagai faktor penyebab kelahirannya.
1. Hakikat Anak : Konsep dan Pengertian
2. Perspektif anak dari fenomenabiologis-psikologis
Sebagai fenomena biologis(dan psikologis), anak di persepsikan sebagai
manusia yang masih berada dalam tahap perkembangan yang belum mencapai
tingkat yang utuh. Kondisi fisik, organ reproduktif, kemampuan motorik,
kemampuan mental dan psiko-sosialnya dianggap masih belum selesai. Untuk
memahami anak dari perspektif biologis (dan psikologis), kategori anak biasa di
sub klasifikasikan ke dalam beberapa tingkat perkembangan seperti masa bayi,
balita, kanak-kana, remaja awal, remaja akhir, dan seterusya.
b) Perspektif anak dari fenomena sosial-legal
Sebagai Fenomena sosial (dan legal), anak, karena tingkat perkembangan
mental dan psikososialnya, dianggap tidak mempunyai kapasitas untuk
melakukan tindak sosial (dan legal) tertentu. Namun sebagai fenomena sosial
(dan legal), sub-klasifikasi seperti itu tidak dikenal. Dalam perspektif legal, anak
merupakan satu fenomena tunggal. Dalam hal ini anak hanya dipertentangkan
dengan orang dewasa yang dianggap sudah sepenuhnya mampu melakukan
tindakan(legal) tertentu. Perbedaan antara anak dan orang dewasa biasanya
dipatok dengan batas umur tertentu. Batas umur tersebut berbeda-beda
bergantung pada jenis tindakan yang dilakukan. Misalnya untuk dianggap
mempunyai kapasitas melakukan suatu tindak kejahatan ditetapkan suatu
batas umur yang mungkin berbeda dengan batas umur yang ditetapkan untuk
melakukan perkawinan, dan seterusnya.
Berdasarkan tinjauan dn perspektif yang telah dikemukakan di atas, lalu
perspektif manakah yang sebaiknya digunakan upaya memenuhi hak-hak
anak? Bagi orang tua, pendidik dan tenaga pendamping anak, baik pendekatan
biologis maupun pendekatan yang berdasarkan pada perspektif sosial (dan
legal)perlu dilakukan secara bersamaan. Namun begitu, perlu diingat bahwa
keduanya harus ditempatkan pada proporsi masing-masing. Untuk kegiatan
pengembangan kapasitas (fisik,mental,sosial,moral,dsb), merupakan suatu
tuntutan mutlak untuk memperhitungkan tingkat-tingkat perkembangan
biologis (dan psikologis) pada tahapan umur yang berbeda, perbedaan karakter
perkembangan pada tingkat umur tertentu. Telah dijelaskan oleh semua ahli
perkembangan ( fisik dan psikososial), menuntut respons yang berbeda karena
kebutuhan yang berbeda. Balita umpamanya, mempunyai kebutuhan menu
(dan perhatian psikologis) anak yang berbeda pada tingkat perkembangan
remaja-awal.
Namun untuk kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan, maka yang
diperlukan ialah pendekatan dengan perspektif sosial (dan legal). Tujuan
penentuan batas umur mengarah pada advokasi/kebijakan karena untuk tujuan
legal tidak menggunakan sub-klasifikasi seperti yang diperlukan untuk
pendekatan biologis(dan psikologis). Jadi untuk kepentingan legal kita hanya
perlu melihat anak sebagai suatu fenomena tunggal saja, yaitu dari batas
umur tertentu ke bawah saja, tanpa perlu memperhitungkan apakah ia seorang
balita atau remaja, dst. Misalnya, batas usia legal anak-anak Indonesia adalah
18 tahun ke bawah.

2. Batasan dan Karakteristik Anak


Pembahasan di atas telah memaparkan bahwa terdapat dua
perspektif untuk melihat anak. Di bawah ini akan diuraikan karakteristik
anak dari dua perspektif tersebut yaitu sbb.
a. Karakteristik Anak Berdasar Fenomena Biologis-Psikologis
Secara umum definisi anak adalah individu yang belum memasuki
masa dewasa. Berdasarkan fenomena biologis-psikologis serta
serta cirinya secara umum dapat dikelompokkan sbb.
1) Masa Pertama: usia 0 samapai 1 tahun
Pada masa ini anak berlatih mengenal dunia lingkungan
dengan berbagai macam gerakan. Pada waktu lahirnya ia
mengalami dunia tersendiri yang tak ada hubungannya
dengan lingkungannya. Perangsang-perangsan luar hanya
sebagian kecil yang dapat disambutnya, sebagian besar
masih ditolaknya. Pada masa ini terdapat dua peristiwa
penting, yaitu belajar berbicara dan berjalan.
2) Masa Kedua: usia 2 sampai 4 tahun
Keadaan luar makin dikuasai dan dikenal anak melalui
bermain, kemajuan bahasa, dan pertumbuhan kemauannya.
Dunia luar dilihat dan dinilainya menurut keadaan dan sifat
batinnya. Semua binatang dan benda mati disamakan
d4engan dirinya. Bila ia berusia 3 tahun ia akan mengalami
krsisi pertama (trotzalter 1)
3) Masa Ketiga: usia 5 sampai 8 tahun
Keinginan bermain anak berkembang menjadi semangat
bekerja. Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan seamakin
tinggi. Pandangan terhadap dunia di sekelilingnya ditinjau
dan diterima secara objektif.
4) Masa Keempat: usia 9 sampai 13 tahun
Keinginan maju dan memahami kenyataan mencapai
puncaknya. Pertumbuhan jasmani anak sangat pesat pada
usia 10 sampai 12 tahun. Kejiwaannya tampak tenang,
seakan-akan ia tampak bersiap-siap untuk menghadapi
perubahan yang akan datang. Ketika anak perempuan
berusia 12 sampai 13 tahun, dan anak laki-laki berusia 13
sampai 14 tahun, mereka mengalami masa krisis dalam
proses perkembangnya. Pada masa ini mulai timbul kritik
terhadap diri sendiri, kesadaran akan kemauan, penuh
pertimbangan, mengutamakan tenaga sendiri, disertai
berbagai pertentangan yang timbul dengan dunia lingkungan
dan sebagainya.
5) Masa Kelima: usia 14 sampai 19 tahun
Pada awal masa pubertas anak kelihatan lebih subjektif.
Kemampuan dan kesadaran dirinya terus meningkat. Hal ini
mempengaruhi sifat-sifat dan tingkahlaku nya. Anak dimasa
pubernya selalu merasa gelisah karena mereka sedang
memngalami sturm and drunk (ingin memberontak, gemar
mengkritik, suka menentang,dsb). Pada masa akhir pubertas,

yaitu sekitar usia 17 tahun, anak mulai memcapai perpaduan


(sintesis) yaitu keseimbangan antara dirinya sendiri
denganpengaruh dunia lingkungan,. Mereka membentuk
pribadi, menerima norma-norma budaya dan kehidupan.bila
terjadi gejala-gejala seperti di atas, menurut kohnstam,
merupakam pertanda bahwa remaja itu mulai memasuki
masa matang.
b. Karakteristik Anak berdasar Fenomena Sosial-Legal
Selanjutnya, khusus masalah definisi anak dalam konteks legislasi
Indonesia dalam hal penetapan batas umur, Indonesia mempunyai tiga
masalah utama, yaitu sbb.
Pertama, penetapan batas umur dalam sistem legislasi nasional
sangat tidak komprehensif. Batas umur hanya ditetapkan untuk
beberapa hal saja. Tidak ada penetapan legal secara eksplisit atas
batasan umur untuk hal-hal seperti: konsumsi alkohol, akses pada
pelayanan medis tanpa didampingi orang tua/ wali, rekrutmen dalam
angkatan bersenjata, kematangan seksual, dst. Akhirnya terjadi
penyimpangan di masyarakat. Tanpa batas umur legal untuk
mengonsumsi alkohol, secara teknis warung penjual minuman keras
boleh melayani pembeli bahkan jika umur 5 atau 6 tahun. Tanpa batas
umur legal untuk akses pelayanan kesehatan tanpa didampingi orang
tua/ wali, secara teknis seorang anak bisa memberi persetujuan atau
ketidaksetujuan sendiri atas tawaran treatmen medis dari seorang
dokter, walaupun umurnya masih 10 atau 11 tahun, dst. Tanpa batas
umur legal bagi rekrutmen ke dalam angkatan bersenjata, secar teknis
seorang anak walaupun umurnya baru 12 tahyn boleh direkrut ke dalam
dinas militer dan disuruh berperang. Tanpa batasan umur legal
kedewasaan seksual, seorang anak bahkan jika umurnya masih 3,5 atau
7 tahun, dianggap bisa melakukan perzinahan atas dasa suka sama
suka. Dengan kata lain, kita tidak bisa memberikan perlindungan legal
secara definitif dan oleh karena itu, sebenarnya kita cukup tidak terpuji.
Kedua, kekacauan standar batasan umur. Batas umur kematangan
seksual misalnya; tanpa ketentuan eksplisit menyangkut batas umur ini,
beberapa ketentuan relevan yang ada sangat bervariasi. Dalam KUHP,
batas umur yang relevan ditetapkan secara ganda antara 12 dan 15
tahun ( yang efektif adalah 12 tahun). Sementara dalam UU perkawinan,
batas yang relevan menunjuk pada umur 16 tahun (perempuan) dan 19
tahun (laki-laki). Dalam variasi seperti ini, jika pun kelak di tetapkan satu
batas eksplisit menyangkut kematangan seksual, potensi terjadinya
kekacauan konseptual masih akan berlanjut. Kekacauan terang-terangan
terdapat pada batas umur legal tentang keterlibatan dalam pekerjaan.
Stbl. 1925 mematok batas umur 12 tahun, UU perburuhan(1951)
mematok umur 14 tahun, permenaker ( jaman manaker Sudomo)
melegalisir buruh anak, dan UU ketanakerjaan (1997) mematok umur 15
tahun. Sementara ketiga peraturan terdahulu masih sama-sama berlaku,
kekacauan baru diciptakan lagi dalam UU 1997, dimana ketentuan
berikutnya (pasal 96).

Ketiga, diskrepansi yang terlalu besar antara batas umur untuk


berbagai tindakan yang berbeda. Sejauh pengetahuan penulis, batas
terendah ditetapkan untuk tanggung jawab kriminal, yakni 8 tahun.
Batas umur kematangan seksual (implisit) menurut KUHP adalah 12
tahun, batas umur legal untuk bekerja(UU 1951) 14 tahun, batas umur
untuk memilih dalam pemilu 17 tahun, dan batas umur untuk bertindak
terdata(BW) 21 tahun. Jadi, batas umur yang disebut anak dalam sistem
hukum di Indonesia bervariasi antara 8 hingga 21 tahun. Jarak definisi ini
terlalu lebar dan karenanya membingungkan.
Karena kekacauan definisi dalam penetapan batas umur sebagai
anak, maka penulis cenderung menggunakan batas umur sebagaimana
ditetapkan oleh Konvensi Hak Anak(KHA), kecuali untuk masalah terentu
dimana batas umur anak telah ditetapkan dalam perundangan nasional,
yakni mereka yang umurnya di bawah 18 tahun.
B. KONSEP DAN BATASAN HAK ASASI MANUSIA
Manusia adalah makhluk paling sempurna. Anak adalah juga
manusia, jadi perlu diperlakukan secara manusiawi dan sempurna. Karena anak
sebagai manusia memiliki hak asasi, maka perlakuan yang paling besar adalah
memperlakukannya sesuai dengan tuntutan hak asasi yang melekat pada
dirinya.
1. Konsep dan Batasan Hak Asasi Manusia

Pembahasan akan dimulaigengan pertanyaan mendasar, apakah


sesungguhnyahak asasi manusia itu? Hak asasi manusia yang sering
disingkat dengan HAM, sesungguhnya merupakan frase yang terbentuk
dari tiga dasar, yaitu: 1)kata hak, 2)kata asasi, 3)kata manusia. Untuk
mendapatkan pengertian yang utuh dan hakiki dari pengertian HAM,
maka sebelumnya akan dipaparkan maksud dari setiap kata yang
terkandung dari akronim HAM tersebut.
Pertama makna kata hak. Pengertian hak sepadan dengan kata
right, yang bermakna kemenangan dasar yang dimiliki atau melekat.
Kedua kata
manusia padanan kata human berarti insan atau
orang/seseorang, atau secara lengkapnya adalah makhluk yang berakal
budi. Atau jika melihatnya dari literatur keagamaan, maka manusia adalah
makhluk yang paling sempurna. Ketiga makna kata asasi. Pengertian kata
asasi sepadan dengan maksud dasar, pokok, pondasi, inti yang dibawa
sejak lahir, bahkan secara kodrati diberikan oleh Tuhan. Karena sangat
asasinya, tiada seorabg pun diperbolehkan untuk merampasnya, kecuali
Tuhan itu sendiri dan peraturan yang mengizinkannya. Itulah yang
membedakan antara hak asasi manusia dengan hak hewan atau hak-hak
makhluk lainnya.
Berdasar makna inti dari kata-kata yang terkandung dari akronim HAM,
maka HAM atau Hak Asasi Manusia dapat diartikan sebagai hak yang
melekat pada diri setiap manusia sejakawal dilahirkan yang berlaku
seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Jadi HAM
adalah seperangkat hak yang merekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah-Nyayang wajib dihormati, dijumjumg tinggi dan dilindungi oleh

negara,hukum, pemerinta dan setiap orang, demi kehormatan serta


perlindungan harkat dan martabat manusia.

2. Konsep dan Batasan

Hak Asasi Manusia

Pembahasan akan dimulaigengan pertanyaan mendasar, apakah


sesungguhnyahak asasi manusia itu? Hak asasi manusia yang sering
disingkat dengan HAM, sesungguhnya merupakan frase yang terbentuk
dari tiga dasar, yaitu: 1)kata hak, 2)kata asasi, 3)kata manusia. Untuk
mendapatkan pengertian yang utuh dan hakiki dari pengertian HAM,
maka sebelumnya akan dipaparkan maksud dari setiap kata yang
terkandung dari akronim HAM tersebut.
Pertama makna kata hak. Pengertian hak sepadan dengan kata
right, yang bermakna kemenangan dasar yang dimiliki atau melekat.
Kedua kata
manusia padanan kata human berarti insan atau
orang/seseorang, atau secara lengkapnya adalah makhluk yang berakal
budi. Atau jika melihatnya dari literatur keagamaan, maka manusia adalah
makhluk yang paling sempurna. Ketiga makna kata asasi. Pengertian kata
asasi sepadan dengan maksud dasar, pokok, pondasi, inti yang dibawa
sejak lahir, bahkan secara kodrati diberikan oleh Tuhan. Karena sangat
asasinya, tiada seorabg pun diperbolehkan untuk merampasnya, kecuali
Tuhan itu sendiri dan peraturan yang mengizinkannya. Itulah yang
membedakan antara hak asasi manusia dengan hak hewan atau hak-hak
makhluk lainnya.
Berdasar makna inti dari kata-kata yang terkandung dari akronim HAM,
maka HAM atau Hak Asasi Manusia dapat diartikan sebagai hak yang
melekat pada diri setiap manusia sejakawal dilahirkan yang berlaku
seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Jadi HAM
adalah seperangkat hak yang merekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah-Nyayang wajib dihormati, dijumjumg tinggi dan dilindungi oleh
negara,hukum, pemerinta dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
a. Hak asasi pribadi/personal rights
Hak-hak asasi yang termasuk hak pribadi yaitu sbb.
1) Hak kebebasan untuk bergerak bepergian dan berpindah-pindah
tempat
2) Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
3) Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan.
4) Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama
dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.
b. Hak asasi polotik/ political rights
Hak-hak asasi yang termasuk hak asasi politik adalah sbb.
1) Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
2) Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintah
3) Hak membuat dan mendirikan
4) Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
c. Hak asasi hukum /legal equality right
Hak-hak asasi yang termasuk hak asasi hukum adalah sbb.
1) Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintah
2) Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil/PNS

3) Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum


d. Hak asasi ekonomi/property right
Hak-hak asasi yang termasuk hak asasi ekonomi adalah sbb.
1) Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
2) Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
3) Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, atau utangpiutang.
4) Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu
5) Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
e. Hak asasi peradilan/procedular rights
Hak-hak asasi yang termasuk hak asasi peradilan adalah sebagai
berikut.
1) Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
2) Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan,
penahanan, dan penyelidikan di mata hukum.
f. Hak asasi sosial budaya/social culture rights
Hak-hak asasi yang termasuk hak asasi sosial budaya adalah sbb.
1) Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan.
2) Hak mendapatkan pengajaran
3) Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat
dan minat.
Sedangkan berdasarkan konstitusi Indonesia, hak asasi manusia mengacu
kepada pancasila, UUD 45 dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998; yang dalam
perumusannya juga mengacu pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB,konvensi
PBB tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang
mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Perumusan tersebut juga disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang
kesimpulannya dirumuskan ke dalam undang-undang dan disahkan menjadi
undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. UU tersebut menyebutkan
bahwa jenis-jenis hak asasi manusia di indonesia meliputi: 1)hak untuk hidup; 2)
hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;3) hak mengembangkan diri; 4)hak
memperoleh keadilan; 5)hak atas kebebasan pribadi; 6)hak atas rasa aman; 7)
hak atas rasa kebebasan; 8) hak turut serta dalam pemerintahan; 9)hak wanita;
serta 10)hak anak.
Setiap jenis hak asasi manusia di Indonesia tersebut dapat dijelaskan sbb.
1. Hak untuk hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup,
meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah atas kehendak yang bebas.
3. Hak mengembangkan diri
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan
dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya.
4. Hak memperoleh keadilan
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan
dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan. Baik

dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili


melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara objektif oleh
hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
5. Hak atas kebebasan pribadi
Setiap orang berhak untuk memilih dan memounyai keyakinan politik,
mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masingmasing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa
diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di
wilayah RI.
6. Hak atas rasa aman
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tentram serta
perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
7. Hak atas kesejahteraan
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersamasama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan
masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan
jaminan sosial yang dibutuhkan ,berhak atas pekerjaan, kehidupan
yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan
memperjuagkan kehidupannya.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan, dengan
langsung atau perantara wakil, yang dipilih secara bebas dan dapat f
Diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintah.
9. Hak wanita
Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan,
profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan
perundand-undangan. Di samping itu wanita berhak mendapatkan
perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaaan atau profesinya
dari hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau
kesehatannya.
10.Hak anak
Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran
dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya
secara melawan hukum.

C. HAK-HAK ASASI ANAK

Pada bagian sebelumnya telah dibahas bahwa anak juga adalah manusia yang
harus diakui hak asasinya secara penuh. Bahkan dalam konstitusi di Indonesia, hak
anak merupakan salah satu jenis hak yang disetarakan dengan jenis hak asasi
manusia lainnya. Pada paparan terdahuku telah dikemukakan bahwa setiap anak
berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta
memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak
dirampas kebebasannya secara melawan hukum. Pada bagian ini akan dipaprkan
hak-hak asasi anak secara lebih khusus.
Hak anak bila dikaitkan dengan konteks hak asasi manusia. Untuk menyelami
tentang hak asasi anak, kajian yang paling lengkap memang dapat dipelajari dalam
Konvensi Hak Anak(KHA). Hal itu dikarenakan beberapa hal, diantaranya sbb.
1. Hak- hak yang tertuang di dalam KHA mencakupi baik hak-hak sipil dan politik
maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

2. Sewaktu dikembangkan(dirumuskan) KHA memang ditujukan untuk merespon


situasi dan kebutuhan anak.
3. KHA dikenal sebagai satu-satunya instrumen HAM internasional yang secara
eksplisit mengakui peran organisasi-organisasi non-pemerintah.
4. Sifat KHA lebih mengedepankan mekanisme kooperatif dan nonkonfrontif,
bahkan dalam kerangka mekanisme internasional.

A. HAK-HAK ANAK USIA DINI DAN IMPLIKASINYA


1.

Anak Usia Dini Berhak Untuk Dilahirkan, Memiliki Nama dan


Kewarganegaraan

Kelahiran adalah pintu pertama seseorang tiba di dunia. Untuk itu tidak seorang
pun boleh dihalangi untuk datang ke dunia secara selamat dan lancar. Beriringan
dengan kelahirannya, banyak kerabat yang ingin menyapanya. Untuk itu seseorang
membutuhkan nama. Nama merupakan hak asasi setiap anak sejak kelahirannya,
seseorang yang baru lahir, juga secara legal membutuhkan pengakuan sebagai
bagian dari warga negara yang baru tiba dari dunia yang berbeda. Untuk itu anak
yang baru lahir berhak mendapatkan kewarganwegaraan sehingga secara hukum ia
memiliki kesetaraan dengan warga negara lainnya.

2.

Anak Usia Dini Berhak untuk Memiliki Keluarga Yang Menyanyangi


dan Mengasihi

mengapa anak usia dini berhak untuk memiliki keluarga yang menyayangi dan
mengasihi? Hal ini karena pada saat usia dini merupakan fase pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat. Agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat
mencapai kematangan optimal, maka anak harus difasilitasi dengan rasa kasih dan
sayang yang setulusnya. Jika anak tumbuh dan berkembang dengan penuh kasih
sayang, di samping ia akan merasa bahagia; ia pun akan menjadi generasi yang
berakhlak dan bermoral lebih baik.

3. Anak Usia Dini Berhak Untuk Hidup Dalam Komunitas yang Aman
Damai dan Lingkungan yang Sehat

Harapan kita terhadap anak usia dini adalah mereka semua diharapkan dapat
berkembang secara optimal. Diantara kondisi yang dapat mengantarkan anak-anak
usia dini dapat berkembang dengan baik adalah tersedianya komunitas yang aman,
damai dan lingkungan yang sehat. Oleh karen itu, kondisi komunitas tersebut
merupakan bagian hak-hak dasar anak usia dini dalam mengembangkan dirinya. Lalu
bagaimanakah kriteria komunitas yang aman, damai dan sehat? Terdapat beberapa
hal yang menjadi ciri-cirinya, diantaranya sbb.
a.
Komunitas dan lingkungan tersebut menerima sepenuhnya keberadaan dan
kondisi anak usia dini, baik secara fisik maupun non-fisik
b.
Komunitas dan lingkungan tersebut bersedia berinteraksi dengan anak usia dini
tanpa kecuali dan tangan terbuka.
c.
Komunitas dan lingkungan tersebut memenuhi unsur-unsur yang mendidik, baik
dari sisi interaksi maupun ketersediaan sarana dan prasarananya.
d.
Komunitas dan lingkungan tersebut menjamin bahwa hak-hak sosial budaya
anak usia dini tidak terabaikan dan dapat terpenuhi secara memadai.
e.
Komunitas dan lingkungan tersebut terbebasdari hal-hak yang akan
membahayakan anak-anak usia dini, baik secara fisik maupun non-fisik.

4.

Anak Usia Dini Berhak untuk Mendapatkan Makanan Yang Cukup


dan Tubuh Yang Sehat dan Aktif

Makanan merupakan kebutuhan mendasar untuk setiap anak usia dini, karena
merupakan faktor yang mendukung terbentuknya badan sehat dan ketersediaan
energi/tenaga untuk beraktivitas. Oleh karena itu kebutuhan makanan mutlak
terpenuhi oleh setiap anak usia dini. Bagaimanakah kriteria pemenuhan makanan
yang sesuai kebutuhan anak usia dini? Terdapat beberapa hal yang perludiperhatikan
diantaranya sbb.
a.
Memenuhi asupan gizi sesuai yang dibutuhkannya
b.
Berupa makanan yang sehat serta terbebas unsur-unsur yang membahayakan
c.
Pemberiannya sesuai dengan tata cara yang layak dan wajar. Tata cara
pemberian makanan kepada anak usia dini jika perlu menjunjung tinggi hak-hak
anak dan bersifat mendidik.

5.

Anak Usia Dini Berhak untuk Mendapatkan Pendidikan yang Baik


dan Mengembangkan Potensinya

Pendidikan dan pengembangan potensi untuk siapapun merupakan hak


mendasar, termasuk pada anak usia dini. Apalagi dengan diyakini bahwa masa usia
dini akan berpengaruh besar pada kehidupan dewasa seseorang, maka hak
pendidikan dan pengembangan potensi bagi anak usia dini menjadi sangat
fundamental dan tidak dapat ditawar lagi. Pendidikan dan pengembangan potensi
yang bagaimanakah yang sebaiknya dipenuhi? Secara umum adalah yang dapat
mengembangkan fitrahnya secara optimal, yaitu yang dapat memfasilitasi seluruh
dimensi kecerdasannya, baik kecerdasan bahasa, kecerdasan logika-matematika,
kecerdasan gerak, kecerdasan seni, kecerdasan alam, dsb.

6.

Anak Usia Dini Berhak Untuk Diberikan Kesempatan Bermain dan


Waktu Santai

Bermain dan waktu santai sebagai bagian dari hak anak usia dini, harus terpenuhi
dengan baik. Mengapa? Bermain dan waktu santai bagi anak, ternyata bukan hanya
sekedar untuk memenuhi kesenangan anak. Tetapi berdasar pengkajian yang
mendalam kegiatan tersebut meruupakan kebutuhan dasar yang dapat membantu,
bahkan memacu percepatan dam pertumbuhan dan perkembangan anak secara
lebuh sehat. Dengan demikian bermain dan waktu santai bagi anak usia dini
hendaklah disediakan secara memadai, dan dipersiapkan sebaik-baiknya
sehinggadampak positif yanf dicapai dapat lebih optimal.
7. Anak Usia Dini Berhak untuk Dilindungi dari Penyiksaan,

Eksploitasi, Penyia-nyiaan, Kekerasan dan dari Mara Bahaya

Perlindungan dari penyiksaan, Eksplotasi, penyia-nyiaan, kekerasan dan dari


mara bahaya yang akan terjadi pada anak masa usia dini sangat penting untuk
diperhatikan. Anak usia dini hedaknya terhindar dari berbagai hal tersebut.
Mengapa? Pertama, karena dari sisi usia dan keadaan fisik, anak usia dini belum
sepenuhnya mampu melindungi dirinya sendiri dengan baik. Sehingga jika orang
dewasa(orang tua, guru dan masyrakat) tidak membantu melindunginya mak anak
usia dini tidak akan terhindar dari kejadian negatif yang mengancam. Kedua,dari
sisi dampaknya; penyiksaan,eksploitasi, penyia-nyiaan,tindak kekerasan dan mara
bahaya yang terjadi pada anak usia dini, akan membekas sangat kuat dan permanen
hingga dewasa (trauma berkepanjangan). Oleh karena itu, jangan sampai hal
tersebut terjadi pada anak usia dini. Hak ini harus didukung penerapannya oleh
seluruh orang tua, pendidik, masyarakat, dan pemerintah dengan sekuat tenaga.

8.

Anak Usia Dini Berhak untuk Dipertahankan dan Diberikan


Bantuan oleh Pemerintah

Keberlangsungan hidup dan perkembangan anak usia dini merupakan tanggung


jawab bersama terurama oleh pemerintah. Bahkan pemerintah harus dapat
mempertahankan hak tersebut agar dapat terwujud dengan baik. Mengapa? Karena
anak usia dini adalah investasi sebagai generasi penerus bangsa, penerus
berlangsungnya pemerintahan yang ada saat ini. Jika tidak dipertahankan, maka kita
kehilangan SDM yang akan meneruskan bangsa ini, atau akan terjadi suatu
fenomena yang disebut lost generation(kehilangan generasi). Jika terjadi kehilangan
generasi, maka kehidupan bangsa ini tidak akan terkendali dan berangsur-angsur
menuju kehancuran. Semoga tidak terjadi.

9.

Anak Usia Dini Berhak Agar Bisa Mengekspresikan Pendapat


Sendiri

Ekspresi adalah wujud dari gambaran isi dan kehendak seseorang. Isi dan
kehendak seseorang sangat penting diketahui dengan baik, sehingga kita dapat
meresponnya dengan baik. Begitu pula ekspresi pada anak usia dini harus diterima
dengan terbuka, sebab dengan mampu menerima ekspresi mereka maka kita akan
mengetahui segala yang diharapkan, dibutuhkan dan dirasakan anak. Dengan
demikian orang tua atau orang dewasa dapat menentukan sifat yang paling tepat
pada anak. Sikap yang paling baik dan bijak untuk merespons ekspresi anak tentulah

dengan memberikan dukungan yang positif serta diikuti dengan pijakan (scaffolding)
atau langkah-langkah yang tepat dalam menindaklanjutinya. Dengan demikian,
semua yang diekspresikan anak menjadi dasar atau bahan bagi pengembangan
anak selanjutnya, yaitu yang dapat mengantarkan anak menjadi SDM yang lebuh
cerdas, berkribadian matang.

A. LATAR BELAKANG LAHIRNYA KONVENSI HAK-HAK ANAK


Sebelum memaparkan lebih jauh tentang kelahiran konvensi hak anak sedunia,
terlebih dahulun Anda akan diajak untuk memahami makna konvensi. Kata konvensi,
sesungguhnya sama dengan kovenan yang setara pengertiannya dengan istilah pakta
(treaty) atau perjanjian diantara beberapa negara. Suatu keputusan pakta, biasanya
mengikat. Karena pakta bersifat mengikat (diantara beberapa negara), maka secara
yuridis, pakta dapat dirujuk (dijadikan) sebagai hukum internasional atau hasil konvensi
menjadi salah satu instrumen internasional atau norma internasional. Selanjutnya,
secara strategis suatu konvensi ditempuh sebagai salah satu upaya untuk membulatkan
tekad dari sekelompok masyarakat(negara) dalam kerangka memecahkan permasalahan
yang ada di dunia, terutama yang dampaknya global/internasional. Seperti halnya
masalah yang berhubungan dengan hak-hak anak di seluruh dunia yang semakin hari
semakin memprihatinkan. Maka perlu diambil langkah serempak di semua negara yang
diawali dengan konvensi. Jadi secara sederhana latar belakang lahirnya Konvensi Hak
Anak adalah merupakan suatu upaya kemanusiaan untuk mewujudkan perlindungan dan
jaminan nyata atas hak-hak anak di seluruh dunia. Walaupun disadari, bahwa dengan
Konvensi Hak Anak, tidak harus berarti bahwa kondisi dan situasi anak akan berubah
dengan sendirinya.
Untuk lebuh jelas dengan kelahiran konvensi hak-hak anak, akan dijelaskan
kronologisnya. Gagasan mengenai hak anak bermula sejak berakhirnya Perang
Dunia 1 sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat dari bencana
peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak. Liga
Bangsa-Bangsa saat itu bergerak karena besarnya jumlah anak yang menjadi
yatim piatu akibat perang. Awal bergeraknya ide hak anak bermula dari gerakan
para aktivis perempuan yang melakukan protes dan meminta perhatian publik
atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seorang diantara para
aktivis tersebut yakni yang bernama Eglantyne jebb (pendiri save the children)
kemudian mengembangkan sepuluh pernyataan tentang hak anak atau
rancangan deklarasi hak anak (Declaration of the rights of the child) yang pada
tahun 1923 diadopsi oleh lembaga save the children fund international union.
Kemudian pada tahun 1924 untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi
secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Deklarasi ini dikenal juga sebagai
deklarasi Genewa. Setelah berakhirnyaperang dunia II, pada tahun 1948 Majelis
Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tanggal 10
Desember. Peristiwa ini kemudian setiap tahunnya diperingati sebagai hari Hak
Asasi Manusia se-dunia. Hal ini menandai perkembangan penting dalam sejarah
HAM. Beberapa hal menyangkut hak khusus bagi anak-anak tercakup dalam
deklarasi ini. Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan

pernyataan mengenai hak anak yang merupakan deklarasi internasional kedua


bagi hak anak. Tahun 1979 saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional,
pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang
meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan
mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak. Tahun 1989,
rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir
tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB tanggal 20
November. Konvenan ini kemudian diratifikasi oleh setiap bangsa kecuali oleh
Somalia dan Amerika Serikat

B. DESKRIPSI NASKAH KONVENSI HAK-HAK ANAK


Beberapahal utama dan penting terkait dengan rumusan isi konvensi hak-hak anak
ini dapat dibahas sbb.
1. Definisi Anak
Pasal 1 Konvensi Hak Anak secara umum mendefinisikan anak sebagai orang yang
belum mencapai usia 18 tahun, namun dalam pasal tersebut juga mengakui
kemungkinan adanya perbedaan atau variasi dalam penentuan batas usia kedewasaan
di dalam perundang-undangan dari tiap-tiap negara peserta. Misalnya: untuk bekerja,
untuk pemilihan umum,untuk mengonsumsi minuman beralkohol, untuk bertanggung
jawab secara pidana atau untuk bisa di jatuhi hukuman mati dsb. Idealnya negara
peserta mempermalukan standar yang ditetapkan dalam Standar Konvensi Hak Anak
sebagai stabdar terendah dan sedikit demi sedikit mulai menyesuaikan batasan umur
anak yang terdapat dalam perundang-undangan nasional agar sesuai dengan standar
Konvensi Hak Anak.
2. Prinsip-prinsip Umum
Ada empat prinsip yang terkandung di dalam Konvensi Hak Anak, yakni sbb.
a. Prinsip non-diskriminasi
Artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak Anak harus
diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini tertuang
dalam pasal 2 Konvensi Hak Anak, yakni negara-negara peserta akan
menghormati dan menjamin hak-hak yang diterapkan dalam konvensi ini bagi
setiap anak yang berada dalam wolayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam
bentuk apapun, tanpa memandang ras,warna kulit, bahasa, agama, pandangan
politik atau pandangan-pandangan lain, asal-asal kebangsaan, etnik ,
atau
sosial,status kepemilikan, cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari
anak sendiri atau dari orang tua atau walinya yang sah.(ayat 1).Negara-negara
peserta akan mengambil semua langkah yang perlu untuk mengatur menjamin
anak-anak dilindungi dari semua bentuk diskriminasi atau hukuman yang
didasarkan pada status, kegiatan pendapat yang dikemukakan atau keyakinan
dari orang tua anak, wanita yang sah atau anggota keluarga (Ayat).
b. Prinsip yang terbaik bagi anak (best interest of the child)
Yaitu semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembagalembaga kesejahtraan sosial pemerintah atau badan legistlatif.Maka dari
itu,kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama (pasal
3 ayat 1).
c. Prinsip atau hak hidup,kelangsungan dan perkembangan (the rights to life,
survival and depeloment).
Yakni negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang
melekat atas kehidupan (pasal 6 ayat 1).Disebutkan juga bahwa negara-negara
peserta akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan
perkembangan anak (pasa 6 ayat 2).

d. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child).
Maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang
mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan
kepetusan.prinsip ini tercantum pada pasal 12 ayat 1 konvensi hak anak, yaitu :
Negara-negara peserta akan menjamin agar anak-anak yang mempunyai
pandangan-pandangannya scara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi
anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan
kematangan anak.
3. Lingkungan Keluarga dan Pengasuh Pengganti
Konvensi hak anak menegaskan pentingnya peranan keluarga dalam upaya
pemenuhan hak anak.Oleh karena itu,maka lingkungan keluarga memperoleh perhatian
khusus dalam konvensi.Bai anak-anak yang hidup dan berkembang di luar keluarga
alami, diberikan ketentuan-ketentuan khusus untuk memberikan kepada mereka
keluarga atau lembaga asuh alternatif, mengingat bahwa anak-anakbergantung pada
orang dewasa.inilah yang dimaksud dengan pengasuh pengganti.Dalam lonteks
konvensi hak anak,anak berhak untuk mendapatkan keluarga atau keluarga pengganti
agar kehidupan dan perkembangannya dapat dipenuhi dengan baik.Keluarga atau
keluarga pengganti bertanggung jawab untuk memenuhi hak-hak dasar anak.Sedangkan
nefara berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah agar hak-hak nak untuk
memperoleh keluarga atau keluarga pengganti dapat dapat terpenuhi, dan agar keluarga
dan keluarga pengganti dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan
maksimal.Secatra umum, ketentuan-ketentuan yang tercakup dalam kelompok
lingkungan keluarga atau pengasuhan pengganti meliputi antara lain:tanggung jawab
keluarga dalam pengasuha anak, penenmpatan bagi anak-anak yang terpish dari
keluarganya, misalnya anak yati piatu, terlantar dan sebagainya (dengan kafalah
sebagaimana yang dikenal dalam hukum islam, adopsi atau panti-panti yang dkelola
oleh negara), serta melindungi anak-anak dari tindak kekerasan oleh orang tua, keluarga
atau keluarga pengganti mereka.
4. Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar
Kesehatan dan kesejahteraan dasar berisi berbagai ketentuan yang pada prinsipnya
memberikan hak kepada anak untuk memperoleh standar kehidupan yang layak agar
mereka dapat berkembang, baik fisik, mental spiritual, moral maupun sosial dengan
baik, termasuk hak anak untuk memperoleh pelayanan kesehatan serta jaminan sosial.
5. Pendidikan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya
Kelompok
ini
memberikan
ketentuan
mengenai
hak-hak
anak
untuk
berkembang.Perlu diingat bahwa pendidikan disini termasuk juga latihan dan bimbingan
kejuruan.Perlu juga diperhatikan bahwa kegiatan waktu luang dan kegiatan budaya
dianggap penting pengaruhnya bagi perkembangan anak.
6. Langkah-langkah Perlindungan Khusus
Langkah perlindungan khusus ini diperlukan karena anak merupakan individu yang
belum matang baik politik yang salah.Selain itu anak merupakan aset utama bagi masa
depan bangsa dan kemanusiaan secara menyeluruh.Namun fakta menunjukan, kondisi
kehidupan anak diseluruh dunia pada saat ini ternyata tidak menjadi lebih baik.Ancaman
terhadap anak pada saat ini baik ancaman fisik,mental maupun sosial ternyata secara
,mental maupun sosial,dan kondisinya rentan terhadap tindak eksplotasi, kekerasan,
penelantaran dan lain-lainnya.Anak juga sangat rawan sebagai korban dari kebijakan
ekonomi makro atau keputusan lebih serius dibandingkan pada waktu-waktu yang
lalu.Secara umum,anak perluperlu dilindungi dari : 1).keadaan darurat atau keadaan
yang membahayakan; 2).Kesewenang-wenangan hukum; 3). Eksploitasi termasuk tindak
kekerasan (abuse) dan penelantaran ; 4). Diskriminasi.Komite Hak anak PBB, dlam

pedoman laporan untuk negara peserta dikategorikan anak-anak yang membutuhkan


upaya
perlindungan
khusus
tersebut,
yakni
sebagai
berikut.
a. Anak yang berada dalam situasi darurat,yakni pengungsi anak dan anak yang berada
dalam situasi konflik
bersenjata.
b. Anak yang mengalami masalah dengan hukum.
c. Anak yang mengalami situasi ekploitasi,meliputi ekploitasi ekonomi, penyalahgunaan
obat dan substan, ekploitasi seksual, penjualan dan perdagangan anak dan mengalami
bentuk-bentuk ekploitasi lainnya.
d. Anak yang berasal dari kelompok mayoritas dan masyarakat adat.
7. Pihak-pihak Terkait dengan Konvensi Hak Anak
Dalam Hak Asasi Manusia , manusia memiliki hak, sedang kewajiban berada di bidang
Hak Asasi Manusia sebagai suatu bentuk perjanjian Intrnasional ialah bahwa negara
yang melakukan ratifikasi konvensi dimaksud saling berjanji untuk berada di dalam
wilayah hukum negara bersangkutan. Dalam konteks tersebut, pihak-pihak yang terkait
dalam konvensi Hak anak pada dasarnya meliputi :
a. Anak sebagai pemegang hak; dan
b. Negara sebagai pihak yang berkewajiban memenuhi hak anak.
Namun, karena Konvensi Hak Anak menempatkan keluarga atau keluarga pengganti
dalam posisi sentral dalam pemenuhan hak Anak, maka orang tua atau keluarga dan
masyarakat pada umumnya mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan hak anak.
Negara berarti pihak yang diberi mandat untuk mewakili negara dalam penyelenggaraan
negara, untuk merumuskan dan menjalankan kebijakan administratif secara mengatur
kehidupan masyarakat. Ini berarti mencakup pihak eksekutif (pemerintah), legislatif dan
yudikatif.Dalam konteks konvensi hak anak, orang tua/keluarga atau keluarga pengganti
serta masyarakat dewasa bertangggung jawab (bukan berkewajiban) memenuhi hak
anak.
8. Langkah-langkah Implementasi Umum
Suatu Negara yang meratifiaksi Konvensi Hak Anak wajib memenuhi semua
ketentuan konvensi Hak Anak, kecuali bila negara tersebut melakukan reservasi
ketentuan dalam Konvensi Hak Anak. Dalam kondisi demikian, maka negara tidak terikat
untuk melaksanakan ketentuan yang direservasinya, namun reservasi dapat ditarik
kapan saja dengan pemberitahuan resmi (Konvensi Hak Anak pasal 51 ayat 3). Pihak
yang berkewajiban mengimplementasikan Konvensi Hak Anak tersebut, dalam hal ini
adalah para penyelenggara negara, walaupun konvensi ini menempatkan peranan
keluarga dan masyarakat pada posisi yang sentral dalam pemenuhan hak anak.
Langkah-langkah implementasi umum tersebut adalah langkah-langkah umum yang
seharusnya diambil oleh negara peserta yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi hak
anak di negara bersangkutan.
Langkah-langkah implementasi umum antara lain meliputi hal-hal berikut.
a. Niat untuk menarik reservasi
b. Upaya menyesuaikan legislasi nasional terhadap prinsip dan ketentuan Konvensi
Hak Anak.
c. Upaya perumusan strategi nasional bagi anak yang secara komprehensif mengacu
pada kerangka Konvensi Hak Anak berikut penetapan tujuan-tujuannya.
d. Penerjemahan Konvensi Hak Anak ke dalam bahasa nasional dan bahasa daerah
serta penyebarluasan Konvensi.
e. Penyebarluasan laporan yang disiapkan oleh pemerintah berikut kesimpulan dan
rekomendasi yang diberikan oleh komite Hak Anak terhadap laporan pemerintah.
f. Dan lain-lain.

9. Pelanggaran Hak Anak


Oleh karena Konvensi Hak Anak mengandung hak-hak sipil politik dan hak-hak
ekonomi sosial budaya sekaligus dalam pasal-pasalnya, maka yang dimaksud sebagai
pelanggaran di dalam konteks Konvensi Hak Anak bisa berarti dua macam. Pertama,
jika negara melakukan tindakan baik tindakan legislatif, administratif atau tindakan
lainnya yang seharusnya tidak dilakukan, misalnya melakukan penyiksaan atau
mengintersepsi hak anak untuk memperoleh informasi. Ini merupakan suatu bentuk
pelanggaran yang nyata. Kedua, Non Compliance, yaitu negara tidak melakukan
tindakan, baik tindakan legislatif, administratif atau tindakan lain yang diisyaratkan oleh
Konvensi Hak Anak bagi pemenuhan Hak Anak, khususnya yang berhubungan dengan
hak ekonomi, sosial dan budaya. Secara umum yang dimaksud dengan pelanggaran
dalam Konvensi Hak Anak diukur dari compliance atau pemenuhan negara terhadap
kewajiban-kewajibannya. Namun, sekLipun Konvensi Hak Anak mengikat secara yuridis
untuk pemberian sanksi bagi negara yang melakukan pelanggaran. Sejauh ini sanksi
yang bisa diberikan kepada negara yang melanggar Konvensi Hak Anak berupa sanksi
moral dan sanksi politis, bisa dalam bentuk embargo bantuan ekonomi, pengucilan,
mempermalukan di tingkat internasional, dll. Jika pelanggaran dilakukan oleh orang tua
atau anggota masyarakat, maka negara berkewajiban menjamin agar anggota
masyarakat tidak melakukan pelanggaran hak anak atau menjamin agar tidak terjadi
pelanggaran seperti itu, maka pelaku harus mempertanggungjawabkan tindaknya dan
korban dibantu pemulihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan menyelaraskan
perundangan dan peraturan nasional sesuai Konvensi Hak Anak.
C. IMPLIKASI KHA DALAM BIDANG PENDIDIKAN, KHUSUSNYA TERHADAP PAUD
1. Himbauan Dunia dalam Penegakan Hak-hak Anak
Sejak dilahirkannya KHA di PBB, langsung diikuti dengan berbagai upaya yang dapat
segera diwujudkan. Upaya pertama adalah dengan membuat himbauan kepada seluruh
negara anggota, terutama yang telah dan hendak meratifikasi KHA dinegaranya. Inti dari
himbauan adalah menggiring agar tindakan negara-negara di dunia dapat selaras
dengan substansi yang diharapkan oleh isi KHA. Hal-hal yang dianjurkan oleh PBB
terhadap negara-negara di dunia, diantaranya sbb.
a. Negara agar menghimbau dan menyebarluaskan isi naskah KHA kepada orang tua,
pria dan wanita secara perorangan, organisasi sukarela, pejabat setempat dan
pemerintah pusat untuk mengakui hak-hak anak sebagaimana yang tercantum
dalam KHA serta untuk turut serta memeperjuangkan pelaksanaannya.
b. Negara agar menghormati dan hak-hak yang ditetapkan dalam KHA dan setiap anak
dalam wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa
memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau
pandangan lain, asal-usul bangsa, asal-usul etnik atau sosial, kekayaan,
ketidakmampuan, kelahiran atau status lain dari anak atau orang tua anak atau
walinya yang sah menurut hukum.
c. Negara dalam melakukan semua tindakan yang menyangkut anak-anak, baik yang
dilakukan olrh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta,
lembaga peradilan, lembaga pemerintahan maupun badan legislatif, menjadikannya
sebagai kepentingan terbaik dan anak-anak harus menjadikannya sebagai
kepentingan terbaik dan anak-anak harus menjadi pertimbangan terbaik.
d. Negara agar berupaya untuk menjamin adanya perlindungan dan perawatan
sedemikian rupa yang diperlukan untuk kesejahteraan anak.
e. Negara hendaklah mengakui setiap anak memiliki hak kodrati atas kehidupan.
f. Negara hendaklah semaksimal mungkin menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak.
g. Negara hendaklah menjamin hak anak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat.
Hak ini mencakup kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi segala macam
informasi dan gagasan yang terlepas dari batas wilayah, baik secara lisan, tertulis

atau cetakan, dalam bentuk karya seni maupun melalui media lain sesuai dengan
pilihan anak yang bersangkutan.
h. Negara hendaklah mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, sosial dan
pendidikan yang layak guna melindungi anak dan semua bentuk kekerasan fisik dan
mental, cedera atau penyalahgunaan, pengabaian atau tindakan penelantaran,
perlakuan salah, atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual, sementara
mereka berada dalam pengasuhan orang tua, wali yang sah atau setiap orang lain
yang merawat anak.
i. Negara hendaklah mengakui bahwa anak-anak yang cacat fisik atau mental
hendaknya menikmati kehidupan penuh dan layak, dalam kondisi-kondisi yang
menjamin martabat, meningkatkan percaya diri dan mempermudah peran serta aktif
anak dalam masyarakat.
j. Negara hendaklah mengakui hak anak atas pendidikan. Untuk mewujudkan hak ini
secara bertahap dan berdasarkan kesempatan yang sama, secara khusus negara
dianjurkan: (1) membuat pendidikan dasar sebagai suatu kewajiban dan tersedia
secara Cuma-Cuma untuk semua anak; (2) mendorong pengembangan bentukbentuk pendidikan menengah yang berbeda, termasuk pendidikan umum dan
kejuruan, menyediakan pendidikan tersebut untuk setiap anak dan mengambil
langkah-langkah yang tepat seperti penerapan pendidikan Cuma-Cuma dan
menawarkan bantuan keuangan bila diperlukan; (3) negara diharapkan mendorong
pendidikan anak yang diarahkan pada: (a) pengembangan kepribadian anak, bakat
dan kemampuan mental dan fisik hingga mencapai potensi mereka sepenuhnya; (b)
pengembangan penghormatan atas hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan hakiki,
sereta terhadap prinsip-prinsip yang diabadikan dalam piagam PBB; (c)
pengembangan rasa hormat kepada orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilainilainya, nilai-nilai kebangsaan dan negara tempat anak tersebut bertempat tinggal,
berasal dan kepada peradaban-peradaban yang berbeda dan peradabannya sendiri;
(d) persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam suatu
masyarakat yang bebas, dalam semangat saling pengertian, perdamaian, toleransi,
persamaan jenis kelamin, dan persahabatan antara sesama, kelompok-kelompok
etnik, bangsa dan agama dan orang-orang pribumi, serta (e) pengembangan rasa
hormat kepada lingkungan alam.
k. Negara dimana terdapat kelompok minoritas suku bangsa, agama atau bahasa atau
orang-orang pribumi, seorang anak dan kalangan minoritas atau pribumi apapun
tidak akan disangkal haknya dalam bermasyarakat dengan anggota-anggota lain dan
kelompoknya, untuk menikmati budayanya sendiri, untuk melaksanakan ajaran
agamanya sendiri, atau menggunakan bahasanya sendiri.
l. Negara agar mengakui hak anak akan dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari
pelaksanaan setiap pekerja yang mungkin berbahaya atau mengganggu pendidik
anak, atau membahayakan kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual,
moral atau sosial anak.
m. Negara agar berusaha untuk melindungi anak dari semua bentuk eksploitasi seksual
dan penyalahgunaan seksual. Untuk tujuan ini, diharapkan negara-negara dapat
mmengambil langkah-langkah nasional, bilateral dan multilateral untuk mencegah:
(a) bujukan atau pemaksaan terhadap anak untuk melakukan kegiatan seksual yang
tidak sah; (b) eksploitasi anak dalam pelacuran atau praktek-praktek seksual lain
yang tidak sah; (c) eksploitasi anak dalam pertunjukan-pertunjukan dan bahanbahan pornografi.
2. Konsekuensi Bagi Indonesia dalam Penegakan Hak-hak Anak
Beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara, antara lain adalah sbb.
a. Mengakui hak-hak anak yang dirumuskan dalam Konvensi

b. Melakukan langkah-langkah legislatif(menyempurnakan peraturan/perundangan agar


sesuai
dengan
prinsip
dan
ketentuan
Konvensi,
atau
membuat
peraturan/perundangan baru yang selaras dengan Konvensi)
c. Melakukan langkah-lanhkah administratif (untuk merealisasikan hak anak)
d. Melakukan langkah-langkah budgetair (untuk mengimplimentasikan hak anak
terutama hak-hak ekonomi, sosial dan budaya)
e. Melakukan langkah-langkah pendidikan (merombak praktek-praktek sosial yang tidak
sejalan dengan prinsip dan ketentuan Konvensi, dan menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi pemenuhan hak anak)
f. Melakukan kerja sama Internasional, bilateral maupun multilateral
g. Melibatkan dan bekerja sama dengan badan-badan PBB, organiasasi-organisasi non
pemerintah baik di tingkat nasional maupun imternasional.
h. Tidak melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan hak-hak yang bersifat
negatif (menahan atau memenjarakan anak secara sewenang-wenang dan
menyalahi prosedur hukum, menimbulkan ketakutan, melakukan penyiksaan,
penghukuman yang keji, tidak manusiawi dan yang merendahkan martabat, dan
tidak mengintersepsi kehidupan pribadi anak)
3. Implikasi KHA dalam Pendidikan Anak Usia Dini
a. Kondisi pemenuhan hak-hak anak di Indonesia
Sudah cukup lama Indonesia meratifikasi KHA dan KHA diberlakukan di Indonesia,
resminya sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden No.36/1990 tanggal 25 Agustus 1990
yang beriso nahwa Indonesia secara formal meratifikasi hasil-hasil Konvensi Hak Anak.
Namun komitmen ratifikasi nampaknya belum membawa dampak yang positif terhadap
keseluruhan penanganan hak asasi anak di Indonesia. Banyak hal, yang menunjukkan
kurang seriusnya negara untuk memenuhi dan mengakui hak-hak anak. Padahal muatan
dari KHA dapat menjadi salah satu upaya dalam mewujudkan cita-cita sebagaimana
yang dituangkan dalam UUD RI 1945, di mana negara menjamin hak-hak dasar anak
tanpa membedakan jenis kelamin, asal- usul etnik atau ras anak.
Pernyataan di atas bukan untuk menyudutkan, tetapi didukung oleh data terpercaya.
Berdasarkan data resmi Komisi Nasional Perlindungan Anak sepanjang tahun 2007,
sebanyak 40,3 juta anak telah dilanggar haknya. Artinya sebanyak itu kebutuhan dasar
anak belum terpenuhi. Pelanggaran tertinggi adalah hak anak menempuh pendidikan
(33,9 juta), hak jaminan kesehatan (3,2 juta), dan eksploitasi anak (3,16 juta). Bahkan,
menurut ketua Komite Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi (2007) sekitar 80-90
persen anak-anak di Indonesia masih belum mendapatkan hak-haknya. Itu berarti hak di
lapangan 15 persen lebih tinggi dari 40,3 juta. Penyebabnya adalah karena banyak data
yang tidak tercatat dikarenakan keterbatasan akses pencatatan dan ketidaktahuan
masyarakat untuk melaporkan kasus pelanggaran.

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN INFORMAL

Mengacu kepada sistem pendidikan anak usia dini di Indonesia, terutama dari
tinjauan jalurnya maka dikenal salah satu jalur, yaitu jalur informal. Apakah yang
dimaksud dengan jalur pendidikan informal itu sesungguhnya? Untuk mendapatkan
pengertian terstandar maka secara formal kita dapat menyimak dari berbagai
rumusan resmi yang dituangkan dalam naskah perundangan maupun peraturan
pemerintah. Salah satu pengertian utama tentang pendidikan informal tertuang
dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada pasal 28 dinyatakan bahwa
pendidikan Informal adalah pendidikan yang diselenggarakan di keluarga dan di
lingkungan.
Apakah makna dari pengertian di atas? Setidaknya terdapat dua makna, pertama,
yaitu adanya pengakuan akan pentingnya pendidikan di keluarga dan lingkungan bagi
anak. Kedua yaitu menyiratkan adanya tuntutan tertentu atas penyelenggaraan
pendidikan di keluarga dan lingkungan yang harus mengikuti standar atau ketentuan
yang sepatutnya. Kedua makna tersebut melekat pada pengertian pendidikan

informal agar jalur pendidikan tersebut dapat terlaksana sesuai dengan yang
diharapkan. Namun demikian, tentulah diperlukan penjelasan dan deskripsi untuk
memahami makna-makna tersebut.
1. Pengakuan Akan Pentingnya Pendidikan Di Keluarga dan Lingkungan
Tentulah sangat wajar pendidikan di keluarga dan lingkungan diakui sebagai salah
satu komponen penting dalam mencerdaskan anak-anak bangsa sebagai generasi
penerus, karena jalur pendidikan ini merupakan model pendidikan tertua yang
pernah ada. Keberadaan jalur pendidikan ini lahir seiring dengan keberadaan
manusia di muka bumi. Jadi hadirnya pendidikan informal mungkin sudah ada sejak
ribuan, bahkan jutaan tahun lalu.
. Setidaknya terdapat beberapa hal yang dapat mengurangi terjadinya dampakdampak negatif dalam menciptakan pendidikan di keluarga, di antaranya sbb.
a. Carilah informasi yang banyak sebagai ilmu untuk membantu anda untuk
merawat dan mendidik anak sebelum memutuskan memiliki keluarga atau
menikah. Misalkan dengan mempelajari buku-buku pendidikan dan perawatan
anak, mengikuti diklat pra nikah, dsb.
b. Sebelum memutuskan untuk memiliki anak calon ibu-bapak hendaknya berlatih
untuk mempersiapkan kehamilan, kelahiran serta bertanya kepada orang tua atau
ahlinya bagaimana tata cara menangani anak, baik terkait dengan perawatannya
maupun dengan memberikan pendidikan untuk anak.
c. Kenalilah fenomena sekecil apapun yang terjadi dan berkaitan dengan anak, baik
saat masih dalam kandungan maupun setelah kelahirannya. Tanganilah dengan
sebaik mungkin jika terjadi hal-hal yang akan mengurangi mutu perawatan dan
pendidikan anak.
d. Penuhilah kebutuhan perawatan dan pendidikan anak, baik secara fisik maupun
non fisik.hal ini penting, agar terjadi kesempurnaan perawatan dan pendidikan
anak.
2.

Tuntutan Akan Standar Penyelenggaraan Pendidikan di Keluarga


Salah satu komponen penting terkait pendidikan di keluarga dan lingkungan
dalam jalir pendidikan anak usia dini adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan
di keluarga dan lingkungan tidak boleh dilaksanakan sembarangan atau asalasalan; melainkan harus memenuhi standar penyelenggaraan yang layak dan
berdampak positif pada anak. Mengapa demikian? Harus disadari bahwa anak
adalah praktisi dan investasi masa depan, dan kaitannya dengan pendidikan di
lingkungan keluarga; maka sikap dan perilaku orang tua dapat menentukan gagal
atau berhasilnya anak. Kedua alasan tersebut dapat dijelaskan sbb.
a. Anak adalah praktisi dan investasi masa depan
Makna dari anak merupakan praktisi masa depan, yaitu anak lah yang akan
mengisi baik atau buruknya hari esok. Keberhasilan membina anak sejak dini,
merupakan kesuksesan bagi masa depan anak. Sebaliknya kegagalan dalam
memberikan pembinaan, pendidikan, pengasuhan dan perlakuan akan menjadi
bencana bagi kehidupan anak di kehidupan kelaknya.
Dapat ditarik pelajaran, bahwa kegagalan anak di tahap awal merupakan
prediktor penting bagin kegagalan berikutnya. Kekelirusn di awal akan menjadi
penghambat bagi proses belajar selanjutnya. Jadi tahun-tahun pertama kehidupan
anak sangat penting, karena menetapkan jalur-jalur yang menjadi dasar semua
pengalaman-pengalaman pelajaran masa depan.
b.

Siikap dan perilaku orang tua dapat menentukan gagal atau berhasinya anak
Dr.Maria Montessori, seorang ahli dari Italia, melalui serangkaian penelitian yang
dilakukannya terhadap anak dan proses pendidikannya di lembaga yang
dikembangkannya yang dikenal dengan casa dei Bambini (childrens house) di Roma,
menyimpulkan bahwa anak sejak usia lahir hingga 6 tahun adalah tahun formatif,

yaitu usia terpenting dalam pembentukan kepribadian individu. Kepribadian tersebut


melembaga ditentukan oleh cara-cara pemecahan konflik antara sumber-sumber
kesenangan awal dengan tuntutan realitas pada usia anak. Dengan demikian
pengalaman awal tidak pernah tergantikan. Di masa ini otak individu masih mudah
untuk dibentuk, karena masih plastis atau dapat dimanipulasi sedemikian rupa. Jika
terhambat perkembangannya atau dihambat secara terus menerus oleh orang tua
atau orang dewasa, maka akan terjadi disorganisasi. Jadi anak harus diberikan
kesempatan yang luas untuk mengamati, bergerak, dan mengeksploitasi dari
lingkungan terdekat hingga ke yang lebih luas. Para peneliti dari University of illionis
di Urbana Champaign, menyimpulkan bahwa pemberian pengalaman yang kaya akan
menghasilakan otak yang kaya pada anak, bahkan dapat menumbuhkan 25% lebih
tinggi dari anak lainnya.
Orang tua harus memahami perkembangan dan cara belajar anak. Sesungguhnya
anak lebih senang belajar, mencari sesuatu yang baru dan menantang untuk
dikerjakan dari pada dihinur dan dimanja semata.
Semakin optimal dsan luas orang tua mengembangkan otak anak akan makin
menantangnya untuk belajar dan mencari pengalaman baru. Dengan demikian sikap
dan perilaku orang tua sangat menentukan perubahan padaperilaku dan sikap anak.
Yang perlu dipegang dari nasihat para ahli, khususnya Montessori tentang cara
belajar anak adalah bahwa anak belajar secara alami dan perlahan dari orang yang
berhubungan dengannya. Janganlah orang tua memaksakan kehendak, lihatlah anak
dari sudut anak; bukan darai sudut orang tua semata. Anak sama halnya dengan
orang dewasa, ia tidak akan berkembang secara leluasa bila berada di bawah tekanan
atau ancaman pihak lain.
Hal ini sebagai pedoman adalah meskipun orang tua diperkenankan intervensi
pada pertumbuhan dan belajar anak tetapi perlu diancam, yaitu jangan pernah
melakukan sesuatu untuk anak, bila dia mampu mengerjakannya sendiri.
Orang tua juga perlu senantiasa memberikan dorongan positif pada anak,
menurut Colin Rose apabila anda menganggap diri anda sebagai seorang pelajar
yang buruk, maka sepanjang hidup anda akan menjadi pelajar yang buruk. Riset di
AS membuktikan bahwa sejak amat dini kebanyakan anak-anak menerima
sekurangnya 6 tanggapan negatif untuk setiap tanggapan positif. Komentar-komentar
seperti jangan berbuat begitu!, atau engkau tidak melakukannya dengan baik!,
sering kali muncul. Komentar-komentar tersebut merupakan awal masalah bagi
perkembangan dan pertumbuhan belajar anak yang akan dibawa hingga dewasa.
Yang mungkin akan berdampakpada studi di sekolahnya kelak. Untuk itu orang tua
hendaknya selalu selektif dalam memilih dan mengembangkan sikap dan perilkau
terhadap anak-anaknya.
B.

PRASYARAT DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INFORMAL


Prasayarat sekaligus prinsip agar penyelenggaraan pendidikan anak usia dini jalur
informal, dalam hal ini adalah yang diselenggarakan dilingkungan keluarga. Agar
pendidikan jalur informal dapat terlaksana dengan baik dan bermutu. Ada dua hal
utama yang harus dipenuhi pertama adalah orang tua harus memahami karakteristik
anak dengan baik dan kedua hendaknya menguasai pola asuh yang tepat sehingga
dapat diterima oleh anak. Kedua prinsip tersebut dapat dipaparkan sbb.
1.
a.

Karakteristi Anak yang Perlu Dipahami Orang Tua


Setiap anak uni dan berbeda dengan yang lain
Tidak ada satupun anak yang sama persisi di dunia ini, sekalipun lahir dalam
suatu keluarga atau bahkan kembar, pastilah terdapat keunikannya. Mengapa? Karena
anak yang lahir ke dunia secara fitrahpastilah membawa kekhasan masing-masing.
Oleh karena itu, jika dalam suatu kumpulan terdapat 10 anak, maka akan diperoleh

setidaknya sepuluh keunikannya. Keunikan yang ditemukan dari anak, hendaklah


menjadi salah satu dasar oertimbangan di dalam memfasilitasi dan merespon
kebutuhan dan hak-haknya. Dengan berpijak pada keunikan anak, maka hak-hak anak
terpenuhi secara tepat.
b. Anak bukan orang dewasa dalam bentuk mini
Sering kali terjadi kekliruan di dalam memandang dan mengenali anak, salah
satunya adalah memandang anak sebagai miniature orang dewasa atau anak
sebagai orang dewasa kecil. Pandangan tersebut sangat keliru, karena anak memiliki
dunianya sendiri. Dunia anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dunia
anak memerlukan respons khusus, baik dari segi pendidikan (layanan pedagogis)
maupun dari segi nonpendidikan (layanan nonpedagogis, seperti perawatan,gizi,dll).
Jadi, fasilitas dan respons yang akan mendukung keberhasilan anak adalah yang
memenuhi kebutuhan dunia anak.
c. Dunia anak adalah dunia bermain
Salah satu bagian dari dunia anak sebagaimana yang dimaksud di poin 2 adalah
dunia bermain. Oleh karena itu, sangat wajar apabila dunia bermain adalah hak
anak. Apakah yang dimaksud dengan dunia bermain itu? Bermain adalah aktifitas
yang membuat senang dan ceria setiap anak. Anak yang sejak kecil ceria dan senang,
berdasar penelitian di banyak negara maka setelah dewasa akan cenderung menjad
orang-orang yang bahagia. Karena itu pendekatan yang bijak membantu tumbuh
kembang anak, khususnya mealui jalur pendidikan formal hendaklah dapat
mengintegrasikan makna dan manfaat bermain ke dalam semua aktifitas dan
layanannya. Secara sederhana orang tua dapat mencerdaskan dan mengembangkan
seluruh potensi anak-anak mereka melalui kegiatan bermain seraya belajar, atau
belajar seraya bermain.
d. Setiap karya anak berharga
Dalam hal ini penulis menekankan kepada setiap orang tua dan calon orang tua,
termasuk para pendidik dan calon pendidik bahwa setiap anak adalah berharga,
secara s[esifik setiap karya anak berharga. Bahasa yang sepadan untuk pernyataan
tersebut adalah semua anak cerdas, atau semua anak jenius; setidaknya yang paling
tepat adalah setaiap anak berpotensi cerdas dan berpotensi jenius. Yang berbeda
diantara mereka adalah hanya dari waktu pencapaiannya saja, ada anak yang lebih
cepat tetapi ada anak relatif lambat. Hal ini merupakan prasyarat pentinng untuk
diperhatikan dalam mengemas kegiatan untuk anak, lebih-lebih jika memunculkan
aktifitas yang bersifat lomba, kompetisi dan sejenisnya hati-hatilah pada saat
persiapan, proses maupun tata cara pemberian penghargaanya.
e. Setiap anak berhak mengekspresikan keinginannya
Apakah ekspresi itu? Ekspresi adalah wujud dari gambaran isi dan kehendak
seseorang. Isi dan kehendak anak penting diketahui dengan baik oleh orang tua,
sehinggga kita dapat meresponnya dengan baik. Sikap yang paling baik dan bijak
untuk merespons ekspresi anak adalah denagn memberikan dukungan yang positif
serta diikuti dengan pijakan(scaffolding) atau langkah-langkah yang tepat dalam
menindaklanjutinya. Dengan demikian, semua yang diekspresikan anak menjadi dasar
atau bahan bagi pengembangan anak selanjutnya, yaitu yang dapat mengantarkan
anak menjadi SDM yng lebih cerdas, berkepribadian dan matang. Jika hal ini dapat
diperhatikan oleh orang tua, maka pendidikan informal di keluarga akan berhasil
dengan baik.
f.
Setiap anak berhak mencoba dan melakukan kesalahan
Karakteristik ini sebetulnya tidak dapat terpisahkan dan karakteristik yang telah
dipaparkan sebelumnya. Oleh karena anak usia dini berada dalam kondisi yang belum
matang, maka setiap anak berhak untuk mencoba dan melakukan kesalahan.
Mencoba dan melakukan kesalahan adalah fitrah anak, karena merupakan bagian dari
proses dan tahapan perkembangan setiap anak.

Bersikaplah bijak kepada setiap anak yang senang mencoba dan kepada anak
yang melakukan kesalahan. Bahkan secara mendasar, dapat disampaikan
berdasarkan kajian perkembangan anak, sebetulnya jika terdapat anak usia dini yang
melakukan satu kesalahan yang sebetulnya lebih dikarenakan anak belum tahu salah
dan benar secara tepat.
g. Setiap anak memiliki naluri sebagai peneliti
Rasa ingin tahu dari seorang akan mendorong orang itu untuk berusaha
menemukan jawabannya dengan berbagai cara, salah satunya dengan cara
meneliti. Rasa ingin dan dorongan mencari jawaban ternyata adalah alamiah dan
merupakan naluri. Bahkan naluri tersebut muncul sangat kuat saat usia dini. Oleh
karena itu, dalam keluarga hendaklah anak-anak mereka diberikan kesempatan
untuk bereksplorasi akan memiliki kecendrungan menjadi anak yang lebih cerdas
dibandingkan anak yang lainnya.
h. Setiap anak memiliki potensi yang tidak bersifat tunggal
Sebagai kesimpulan utama dari karakteristik anak usia dini dan yang dapat
menjadi pedoman bagi orang tua dalam pendidikan jalur informal, dalam hal ini
yang diselenggarakan di lingkungan keluarga adalah penting mengakui dan
memahami bahwa setiap anak memilki potensi yang tidak bersifat tunggal atau
dengan bahsa lain, anak memiliki kecerdasan jamak.

2.

Ragam Pola Asuh yang dapat Diterapkan Orang Tua

Prasyarat berikutnya agar pendidikan di lingkungan keluarga atau jalur informal


dapat berlangsung dengan baik dan optimal dampak-dampak positifnya, maka orang
tua hendaklah memahami ragam pola asuh, diharapkan orang tua dapat memilih pola
asuh yang tepat, dan dapat mengombinasikan dengan berbagai pola asuh yang ada
sehingga ditemukan gaya pengasuhan yang cocok dan diterima oleh anak.
Berkaitan pola pengasuhan di atas, para ahli perkembangan telah lama mencari
cara pengasuhan yang dapat meningkatkan perkembangan anak-anak secara
optimal. Berdasar hal tersebut Diana Baumrind (1971) berpandangan bahwa, yang
meyakini bahwa orang tua tidak boleh menghukum atau mengucilkan anak-anak
mereka, tetapi sebagai gantinya orang tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi
anak-anak dan mencurahkan kasih sayang kepada mereka. Ia menekankan pada
ketiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam
perilaku anak, ketiga pola pengasuhan tersebut adalah:otoriter, otoritatif. Dan laissez
faire (permisif).
Pengasuhan yang otoriter (authoritarian parenting) adalah suatu gay pengasuhan
yang membatasi, dan menghukum serta menuntut anak untuk mengikuti perintahperintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usahanya. Orang tua yang
otoriter menetapkan batasan-batasan yang tegas dan tidak memberi peluang besar
kepada anak-anak untuk berbicara(bermusyawarah).
Pengasuhan yang otoritatif (authoritative parenting), mendorong anak-anak agar
mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian serta tindakantindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orang tua
memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak.
Selanjutnya, pengasuhan yang permissive-indifferent ialah suatu gaya dimana
orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak.
Sedangkan pengasuhan yang permussive-indulgent ialah suatu gaya pengasuhan
dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi
menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka.

C. KEDUDUKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JALUR INFORMAL


1.

Kedudukan Pendidikan Anak Usia Dini Jalur Informal dari Perspektif


Legal-Konstitusional

Makna perspektif legal-formal dapat diartikan sesuatu ditinjau berdasarkan


keabsahannya dari kacamata peraturan resmi(formal) yang bersumber dari undangundang atau keputusan peraturan dalm suatu wilayah (negara). Untuk mendapatkan
informasi resmi tentang pengakuan dan kedudukan pendidikan informal, informalnya
utamanya dapat disimak dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, pasal 28. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa bentuk satuan pendidikan
anak usia dini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu jalur pendidikan Formal, jalur
pendidikan non-Formal, dan jalur pendidikan Informal.
2. Kedudukan Pendidikan Anak Usia Dini Jalur Informal dari Perspektif
Sosio-Kultural
Perspektif sosio-kultural adalah timbangan yang mengacu pada kehidupan sosial
budaya yang secara nyata hidup di masyarakat. Mengacu pada perspektif sosiokultural tersebut, kedudukan pendidikan anak usia dini jalur informal dapat dilihat dari
dua perspektif, yaitu:
a. Pendidikan anak usia dini jalur informal dapat merupakan bagian dari strategi
suatu keluarga dalam mewariskan suatu sistem nilai, pengetahuan dan kecakapan
tertentu dalam mendewasakan anak-anaknya. Nilai atau kecakapan tertentu,
dapat berupa kecakapan khusus yang bersifat khas, misalnya nilai-nilai
keluarga,dsb. Atau juga nilai umum yang memang dibutuhkan ooleh anak usia dini
dan secara substansial materinya dama dengan materi yang diberikan oleh jalur
lain, yaitu jalur formal atau nonformal.
b. Pendidikan anak usia dini jalur informal dapat merupakan alternatif bagi keluarga
yang tidak/belum memungkinkan anaknya masuk pendidikan jalur lainnyha.
Beberapa alasan yang sering dan diduga menghambat orang tua belum/tidak
dapat memasukkan anaknya kejalur lain(formal/informal), misalkan: 1)
permasalahan kesulitan pembiayaan atau pendanaa, 2) tidak atau belum
menemukan jalur pendidikan lain yang nilai-nilainya dianggap cocol/layak, 3)
muncul kekhawatiran terhadap kondisi dan pelayanan pendidikan dari jalur lain, 4)
unsur keengganan orang memasukkan anaknya ke jalur lain.

A.

ANAK SEBAGAI SASARAN PAUD INFORMAL


Pada pembahasan sebelumnya telah dipaparkan tentang pengertian

anak usia dini dan karakteristiknya secara lengkap. Pada bagian ini
ingin ditegaskan tentang anak yang manakah yang menjadi sasaran
PAUD informal di Indonesia? Jawabannya adalah Anak Usia 0-6 tahun
yang karakteristiknya telah tersaji di modul sebelumnya. Lalu sasaran
apa yang hendak dicapai dari anak usia tersebut, hal ini pun telah
disajikan bahwa semuanya untuk mengembangkan segenap potensi anak
atau dengan kata lain mengembangkan seluruh dimensi kecerdasannya
yang meliputi:
1. Kecerdasan
prakteknya
membaca,

linguistik
dapat

(kemampuan

dirangsang

menulis,

di

melalui

berdiskusi,

dan

bidang

bahasa),

berbicara,
bercerita.

dalam

mendengar,
Ajaklah

anak

bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk


berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.
2. Kecerdasan

logika-matematika

bilangan/ angka),
melalui

dalam

(kemampuan

prakteknya

menggunakan

dapat

dirangsang

kegiatan menghitung, membedakan bentuk, dan bermain

dengan benda-benda. Ajaklah


menyusun,

anak

untuk

mengelompokkan,

merangkai, menghitung mainan, bermain angka,

halma, congklak, sempoa, catur, kartu. teka-teki, puzzle, monopoli,


permainan komputer dan Iain-lain.
3. Kecerdasan visual-spasial (kemampuan mempersepsi warna, garis, luas,
ruang), dalam prakteknya dapat dirangsang melalui bermain balok-balok
dan bentuk-bentuk geometri melengkapi puzzle, menggambar, melukis,
menonton film maupun bermain dengan daya khayal (imajinasi). Atau
ajaklah mereka

untuk mengamati

gambar, foto, merangkai dan

membongkar lego, menggunting, melipat, halma,

puzzle, rumah-

rumahan, permainan komputer dan Iain-lain.


4. Kecerdasan musikal (kepekaan terhadap ritme, melodi,bunyi alat musik),
dalam prakteknya dapat dirangsang melalui irama, nada, birama,
berbagai bunyi dan bertepuk tangan, mendengarkan musik, bernyanyi,
memainkan alat musik, dan Iain-lain.
5. Kecerdasan kinestetik tubuh (kemampuan mengekspresikan ide dan
perasaan dalam gerakan tubuh), dalam prakteknya dapat dirangsang
melalui gerakan, tarian, olahraga, dan terutama gerakan tubuh.
6. Kecerdasan naturalis (kemampuan memahami sifat-sifat alam), dalam
prakteknya dapat dirangsang melalui pengamatan lingkungan, bercocok
tanam,

memelihara binatang,

alam seperti hujan, angin,

termasuk

mengamati

fenomena

banjir, siang malam, panas dingin, bulan

mata hari.
7. Kecerdasan interpersonal (kemampuan memahami orang lain), dalam

prakteknya dapat dirangsang melalui bermain bersama teman, bekerja


sama, bermain peran, dan memecahkan masalah serta menyelesaikan
konflik.
8. Kecerdasan intrapersonal (kemampuan memahami potensi diri dan
mengendalikan diri), dapat dirangsang melalui pengembangan konsep
diri, harga diri, mengenal diri sendiri, percaya diri, termasuk kontrol diri
dan disiplin.
9. Kecerdasan spiritual (kemampuan mengenal dan mencintai ciptaan
Tuhan; kemampuan memahami makna dan nilai; pertautan antara hati,
jiwa, agama/keyakinan dengan akal), dirangsang melalui penanaman
nilai-nilai moral dan agama, termasuk nilai-nilai budaya.

B.

KELUARGA DAN ORANG TUA SEBAGAI SASARAN PAUD INFORMAL


Sasaran utama berikutnya adalah keluarga dan orang tua. Mengapa

keluarga dan orang tua menjadi penting dalam PAUD informal? Keluarga
memiliki peran yang penting karena keluarga merupakan lingkungan
utama bagi efektivitas pendidikan jalur ini. Pada jalur pendidikan
informal

lingkungan

keluarga

dapat

diibaratkan

sebagai

kelas,

setidaknya sebagai sentra belajar anak. Dengan demikian lingkungan


keluarga yang kondusif akan berdampak positif pada pencapaian tujuantujuan pendidikan informal, dan sebaliknya jika lingkungan keluarga tidak
kondusif maka pendidikan informal tidak akan berlangsung optimal.
Bagaimanakah ciri lingkungan keluarga yang kondusif dan mendukung
terjadinya pendidikan informal yang efektif? Di antaranya sebagai berikut.
1. Lingkungan

tersebut

kaya

akan

rangsangan

mengembangkan
berbagai dimensi kecerdasan anak.
2. Lingkungan tersebut terbebas dari tekanan dan paksaan.

yang

dapat

3. Lingkungan tersebut mendukung aktivitas anak yang tinggi.


4. Lingkungan tersebut mendukung anak untuk dapat belajar bekerja sama.
5. Lingkungan tersebut dapat memberikan kesempatan kepada anak
untuk
bereksplorasi dan memecahkan masalah.
6. Lingkungan tersebut membolehkan anak mendapatkan pengalaman
berinteraksi dengan berbagai bahan dan alat-alat yang ada di
sekitarnya, terutama berinteraksi dengan ragam alat mainan.
Selanjutnya, di samping lingkungan keluarga yang kondusif dalam
pendidikan informal peranan orang tua juga sangat menentukan. Orang
tua memiliki kemampuan yang dapat meningkatkan efektivitas kegiatan
pengembangan anak di rum ah. Namun sayang, secara formal tidak
ada sekolah untuk menjadi orang tua. Di tangan orang tua, masa depan
anak ditentukan. Baik dalam hal kepribadian, sosialisasi, penyesuaian
dan pengendalian diri, kemampuan berpikir, dan hal-hal lain yang kelak
akan menentukan keberhasilan dan kemandirian anak. Dengan demikian,
untuk menjadi orang tua efektif, seseorang harus terjun langsung dan
belajar dari pengalaman. Meski demikian, sebagai inspirasi setidaknya
terdapat sepuluh, hal yang perlu diperhatikan agar dapat menjadi orang
tua yang efektif dalam rendidikan informal, yaitu sebagai berikut.
1. Orang Tua harus Mengenali Anak dengan Baik
Orang tua harus memperlakukan anak sesuai karakternya. Misalnya
pemalu, periang, dan sebagainya. Jangan paksa anak untuk menjalani
karakter lain. Kenali pula perasaan anak saat ia sedang mengalami
masalah. Hal ini bisa dilakukan dengan berempati pada anak. Selain itu,
orang tua juga harus mengenali perkembangan anak sesuai usia.
2. Hargai perilaku baik anak

Orang tua perlu menerapkan positive parenting, yaitu menghargai


perilaku

baik

sebanyak-banyaknya

dan

menghukum

sesedikit

mungkin. "Jangan menunggu hingga anak melakukan hal yang


spesial. Secara berkala, orang tua hendaknya memberikan sesuatu
yang menyenangkan anak, misalnya memberi sesuatu yang disenangi
anak bila ia melakukan tugasnya dengan baik atau menambah
jangka waktu untuk mengembangkan perilaku baik.
3. Melibatkan anak
Usahakan untuk selalu melibatkan anak dalam kegiatan dan keputusan
keluarga. Contohnya, saat merencanakan liburan bersama. Anak juga
perlu dilibatkan dalam tugas rumah sehari-hari yang disesuaikan
dengan usianya.
4. Selalu mendekatkan diri dengan anak
Gunakan setiap kesempatan untuk mendekatkan diri dengan anak.
Misalkan saja, saat-saat sedang santai di rumah ajaklah anak
berdiskusi tentang berbagai hal. Biasanya anak akan lebih terbuka
dalam situasi seperti itu. Kemudian saat menonton televisi, orang tua
sebaiknya

mendampingi

anak.

Gunakan

kesempatan

itu

untuk

menanamkan nilai-nilai padanya. Penanaman nilai-nilai baik ataupun


buruk, penting atau tidak penting.

5. Sediakan waktu khusus


Sediakan waktu khusus berdua saja dengan anak. Bila anak lebih dari
satu, sediakan waktu khusus secara bergiliran. Lalu, sediakan pula
waktu untuk kegiatan bersama.
6. Tegakkari disiplin

Melakukan positive parenting bukan berarti orang tua mendiamkan


sesuatu yang salah yang dilakukan anak. Anak perlu belajar atas
perilaku yang bisa diterima, sehingga pendisiplinan perlu diterapkan.
Disiplin harus ditegakkan segera setelah perilaku yang tidak baik
dilakukan. Cara pendisiplinan yang disarankan dapat dengan teknik
time out dan grounded, yang bisa efektif bila diterapkan dengan tepat.
Time out bisa diberikan dengan mendiamkan anak atau orang tua tidak
memberi reaksi apa-apa kepada anak. Tindakan ini merupakan respons
orang tua atas perilaku anak yang tidak diinginkan. Biarkan atau
tinggalkan anak sendiri agar dapat berpikir tentang perbuatannya.
Sementara untuk grounded, anak diharuskan menyelesaikan satu
tugas untuk bisa mendapat kesenangannya lagi. Contohnya, bila anak
suka menonton film Sponge Bob dan ia tidak mau mandi, orang tua bisa
melakukan grounded dengan cara melarangnya nonton film tersebut
jika anak belum mandi. Pendisiplinan ini perlu dilakukan secara
konsisten dan harus selalu didasarkan pada perilaku anak. Orang tua
sebaiknya tidak langsung memberikan sanksi apabila anak baru
melakukan perilaku tidak baik pertama kali dan belum pernah
diberitahukan sebelumnya bahwa perilakunya itu buruk.
7. Panutan bagi anak
Anak adalah peniru ulung. Segala gerak-gerik orang tua akan ditirunya.
Anak

belajar

cara

pengamatannya

pada

beraksi
perilaku

terhadap
orang

berbagai
tua.

Agar

hal
anak

melalui
dapat

menerapkan perilaku yang baik, orang tua dapat mencontohkannya


terlebih dulu dalam kehidupan sehari-hari pada anak-anaknya.
8. Say "I love You"
Kasih sayang mestilah diungkapkan. Disarankan pada orang tua untuk
mengungkapkan kasih sayang dengan kata-kata seperti / love you,
belaian, pelukan, ciuman, tulisan "ayah/ibu sayang kamu," atau
gambar bunga atau hati.

9. Komunikasi dengan tepat


Saat berbicara dengan anak, orang tua harus melakukan kontak mata
dengan mereka. Bila ingin memberikan perintah, sampaikan dengan
cara spesifik sehingga anak lebih mudah memahaminya. Hindarkan
pula membentak, mengomel, berteriak, atau berceramah panjang iebar
kepada anak.
10. Selesaikan masalah saat Orang tua "dingin"
Bila ada masalah, hendaknya tidak diselesaikan saat orang tua sedang
niarah. Bila hal ini dilakukan justru akan memperburuk keadaan.
Biasanya, saat marah kontrol diri seseorang cenderung lebih rendah,
sehingga sangat mungkin ia melakukan hal-hal yang tidak baik. Selain
itu, mungkin saja akan terlontar kata-kata yang akan menyakitkan dan
membekas pada anak. Saat sedang marah, sebaiknya orang tua perlu
melakukan time out untuk menenangkan diri.
Memang, tidak ada orang tua yang sempurna. Yang penting untuk
menjadi orang tua efektif adalah apa yang dilakukan sejalan dengan
waktu dan kondisi yang ada. Artinya dalam penerapan hal-hal tersebut
tetap harus luwes dan bersifat kontekstual. Jika penerapannya tepat, itu
pertanda

baik

bahwa

orang

tua

bukan

hanya

berhasil

dalam

penyelenggaraan pendidikan informal, tetapi ia pun dapat dianggap


berhasil dalam menerapkan hak-hak anak dalam pengasuhannya.

C. CARA ATAU MODEL POLA ASUH SEBAGAI SASARAN PAUD


INFORMAL
Hakikat mengasuh anak adalah proses mendidik agar kepribadian anak
dapat berkembang dengan baik, ketika dewasa jadi bertanggung jawab. Pola
asuh yang baik menjadikan anak berkepribadian kuat, tak mudah putus asa,
dan tangguh menghadapi tekanan hidup. Sebaliknya, pola asuh yang salah
menjadikan anak rentan terhadap stres, mudah terjerumus pada hal-hal yang
negatif seperti tawuran, perilaku seks bebas, cemas, dan depresi

1. PAUD Jalur Informal yang Menjunjung Hak Lahir, Hak Nama dan
Hak Kewarganegaraan
Kelahiran adalah pintu pertama seseorang tiba di dunia, Oleh karena itu
tidak seorang pun boleh dihalangi untuk datang ke dunia ini secara
selamat dan lancar. 2. PAUD Jalur Informal yang Menjunjung Kasih
Sayang
Mengapa anak usia dini berhak berada dalam keluarga yang menyayangi
dan mengasihi? Usia dini merupakan fase pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat pesat. Agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat
mencapai kematangan optimal, maka harus difasilitasi dengan rasa kasih
dan sayang yang setulusnya. Sehingga ia akan merasa bahagia; dan akan
menjadi generasi yang berakhlak dan bermoral lebih baik. Cara-cara
menerapkan kasih sayang dalam pendidikan keluarga, di antaranya
dengan cara adalah sebagai berikut.
a. Pendidikan dengan empati
Anak usia dini secara fisik maupun psikis berada pada kondisi yang
lemah. Oleh karena itu, orang tuaiah yang dapat mengatur dan
menentukan bobot dan beban pendidikan pada setiap anaknya.
Pertimbangan yang paling tepat dan menjadi rambu-rambu terhadap
segala stimulasi dan responsnya adalah perasaan empati sesuai
keadaan anak. Hendaklah orang tua dalam menyampaikan sesuatu
pada

anak

sesuai

dengan

kesanggupan

fisik

atau

pikirannya.

Sebaiknya tidak memberikan beban yang melebihi kesanggupan anak,


karena dapat mengakibatkan stres dan trauma berkepanjangan.
b. Pendidikan sentuhan
Sentuhan atau belaian dari seorang ibu atau bapak akan sangat
mendekatkan hubungan anak dengan orang tua. Hal itu bukan hanya
mendekatkan terjadinya stimulus-respons antara anak dengan orang
tua, tetapi akan memperkuat ikatan emosional di antara keduanya,

yang akan berujung pada ikatan kasih sayang antara anak dengan
orang tua.
c. Pendidikan tanpa teriakan
Anak dapat dihantar untuk dapat menjadi pendengar yang baik.
Untuk itu sebetulnya orang tua tidak perlu menggunakan teriakan
saat

berkomunikasi atau berinteraksi dengan anak. Gunakanlah

volume suara yang wajar, sehingga anak akan menerima pesan nilai
dan pengalaman belajar, dan mendapat pengalaman cara komunikasi
yang santun.
d. Pendidikan yang diikuti dengan doa yang tulus
Orang tua hanya berusaha dengan sekuat tenaga dalam mengantarkan
anak-anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Tetapi
penentu akhirnya adalah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena tiada
salahnya setiap orang tua senantiasa mendoakan anaknya agar dapat
tumbuh dan berkembang sesuai harapan-harapannya.
3.

PAUD Jalur Informal yang Mampu Menyediakan Komunitas yang


Aman, Daniai dan Sehat bagi Anak
Semua

orang

berkembang

tua

secara

tentulah
optimal.

berharap
Di

antara

agar

anaknya

kondisi

yang

dapat
dapat

mengantarkan anak-anak usia dini berkembang dengan baik adalah


tersedianya komunitas yang aman, damai dan lingkungan yang sehat.
Kondisi komunitas tersebut merupakan bagian hak-hak dasar anak usia
dini yang harus tersedia pada saat pendidikan

itu

berlangsung.

Bagaiinanakah ciri dan cara mewujudkan lingkungan keluarga dengan


kondisi ideal tersebut? Di antara upayanya dapat dilakukan dengan
tindakan sebagai berikut.

a. Ciptakan

kondisi

yang meyakinkan anak, bahwa

komunitas dan

lingkungan tersebut menerima sepenuhnya keberadaan dan kondisi


anak, baik secara fisik maupun nonfisik.
b. Ciptakan

kondisi

yang

meyakinkan

anak,

bahwa

komunitas

dan
lingkungan tersebut bersedia berinteraksi dengan anak usia dini
tanpa
kecuali dan dengan tangan terbuka.
c. Ciptakan kondisi

yang

meyakinkan

anak,

bahwa

komunitas

dan
lingkungan tersebut memenuhi unsur-unsur yang mendidik, baik dari
sisi
interaksi maupun ketersediaan sarana dan prasarananya.
d. Ciptakan kondisi yang meyakinkan anak, bahwa komunitas dan
lingkungan tersebut menjamin bahwa hak-hak sosial-budaya anak
terpenuhi secara memadai dan tidak terabaikan.
e. Ciptakan kondisi yang meyakinkan anak, bahwa komunitas dan
lingkungan tersebut terbebas dari hal-hal yang akan membahayakan
anak usia dini, baik secara fisik maupun nonfisik.
4. PAUD Jalur Informal yang Mampu Menyediakan Kebutuhan
Penunjang, Terutama Makanan yang Cukup untuk Tubuh dan
Kesehatan serta Aktivitas Anak
Pendidikan yang disediakan untuk anak dalam keluarga akan optimal
jika didukung oleh dukungan makanan yang memadai untuk anak.
Makanan merupakan kebutuhan mendasar untuk setiap anak, karena
merupakan faktor kunci terbentuknya badan sehat dan ketersediaannya
energi/tenaga untuk beraktivitas. Oleh karena itu kebutuhan makanan
mutlak terpenuhi bagi setiap anak usia dini dan merupakan bagian
terpadu

dengan

layanan

pendidikan

anak.

Bagaimanakah

mengintegrasikan kebutuhan pendidikan

dan kebutuhan makanan

secara harmonis dalam pendidikan di keluarga. Terdapat beberapa


tindakan yang dapat dilakukan, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Janganlah melakukan kegiatan pendidikan kepada anak pada saat anak
dalam kondisi lapar atau haus. Jika dipaksakan, maka hasilnya tidak
akan optimal.
b. Periksalah kecukupan makanan sebelum kegiatan pendidikan dimulai.
Segeralah berikan apabila mereka membutuhkannya dan makanan yang
diberikan adalah makanan yang memenuhi asupan gizi sesuai dengan
kebutuhan anak yaitu, makanan yang sehat serta terbebas dari unsurunsur yang membahayakan.
c. Jadikanlah kegiatan memberi makan kepada anak sebagai bagian dari
pendidikan. Pada saat pemberian makanan apapun, lakukanlah dengan
tata cara yang layak dan wajar.
6.

PAUD Jalur Informal yang Mampu memberi Kesempatan


Bermain pada Anak
Bermain sebagai bagian dari hak anak usia dini dan sebaiknya dapat

terpenuhi dengan baik. Mengapa? Bermain bagi anak, ternyata bukan


hanya sekedar untuk memenuhi kesenangan anak semata, tetapi kegiatan
tersebut merupakan kebutuhan mendasar yang dapat membantu,
bahkan memacu percepatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak secara lebih sehat. Secara lebih khusus nilai dan manfaat bermain
dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Bermain membantu anak membangun konsep dan pengetahuan Anakanak ticiak membangun konsep atau pengetahuan dalam kondisi
yang terisolasi,
(Bredekamp

melainkan melalui interaksi dengan orang lain

&Copple,

1997).

Pengetahuan

tentang

lingkungan

misalnya dibangun anak lewat informasi yang didengarnya dari


orang lain (termasuk teman sebaya)

b. Bermain

membantu

anak

mengembangkan

kemampuan

mengorganisasi
dan menyelesaikan masalah.
Anak-anak

yang

bermain

akan

berpikir

tentang

cara

mengorganisasikan materi sesuai dengan tujuan mereka bermain.


Anak-anak yang bermain dokter-dokteran, misalnya harus berpikir di
mana niang dokter, apa yang akan dipergunakan sebagai stetoskop.
Menurut Catron & Allen (1999) anak menemukan pengalaman baru,
memanipulasi benda dan alat-alat, berinteraksi dengan anak lain, dan
mulai menyusun pengetahuannya tentang dunia.
c. Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir
abstrak.
Proses ini terjadi ketika anak bermain peran dan bermain purapura
Vygotsky menjelaskan bahwa anak sebenarnya belum mampu
berpikir
abstrak. Ketika anak bermain telepon-teleponan misalnya, anak
belajar
bagaimana

memahami

perspektif

orang

lain

dan

bagaimana

menemukan
strategi

bermain

dengan

orang

lain,

serta

bagaimana

anak

memecahkan
masalahnya.

Fokus

perkembangan

intelektual

dapat

dilihat

melalui
bahasa dan literasi, serta berpikir logika matematis (Hoorn,et.al.
1999).
d. Bermain mendorong anak untuk beipikir kreatif
Bermain mendukung tumbuhnya pikiran kreatif karena di dalam
bermain anak memilih sendiri kegiatan yang mereka sukai. Dalam
bermain anak terdorong untuk melihat, mempertanyakan sesuatu,

menemukan atau membuat jawaban dan kemudian menguji jawaban


dan pertanyaan yang mereka buat sendiri. Ketika tidak dihalangi untuk
melakukan hal-hal ini. mereka terus melakukannya secara berulangulang untuk mencapai \ ang lebih baik lagi. Kreativitas akan terpupuk
saat demi saat dan tahap demi tahap (Holt, 1991).
e. Eistein, sebagaimana disitir Hudson (1973), memiliki keyakinan
bah^a
"permainan kombinasi" (combinatory play) menjadi bagian penting
dari
pikiran kreatif anak. Lebih lanjut Ofsted (1996) menambahkan bahwa
permainan

membentuk

satu

bagian

dari

enam

wilayah

pembelajaran (yang salah satunya disebut wilayah kreatif).


f. Bermain meningkatkan kompetensi sosial anak.
Menurut Catron & Allen (1999), bermain mendukung perkembangan
sosialisasi dalam hal-hal berikut ini.
1) Interaksi sosial, yakni interaksi dengan teman sebaya, orang
dewasa
dan memecahkan konflik.
2) Kerja sama, yakni interaksi saling membantu, berbagi, dan pola
pergiliran.
3) Menghemat sumber daya, yakni menggunakan dan menjaga
bendabenda dan lingkungan secara tepat.
4) Peduli

pada

orang

lain

seperti

memahami

dan

menerima

perbedaan
individu, memahami masalah mullibudaya.
g. Bermain membantu anak mengekspresikan dan mengurangi rasa
takut

Suatu studi melaporkan adanya reaksi sekelompok anak setelah


mereka
menyaksikan

kecelakaan

di

taman

bermain

dan

mendeskripsikan
bagaimana melampiaskan tekanan itu melalui bermain (Brown, dkk
dalam

Brewer,

1995).

Anak-anak

dalam

kelompok

yang

berbeda
menggambarkan

kecelakaan

itu

ke

dalam

kegiatan

bermain

yang
berbeda, tetapi setiap kelompok mengungkapkan ketakutan mereka
dan
mencoba membebaskannya melalui permainan "rumah sakit-rumah
sakitan"

atau

permainan

lain

yang

menceritakan

orang

yang

kesakitan.
Barnett (dalam Brewer,1995) menemukan bahwa anak-anak yang
ketakutan

akan

terkurangi

rasa

takutnya

setelah

mereka

mengekspresikan
ketakutannya itu dalam kegiatan bermain.
h.

Bermain membantu anak menguasai konflik dan trauma sosial


Bermain membantu perkembangan emosi yang sehat dengan cara
menawarkan kesembuhan dari rasa sakit dan kesedihan (Cass, 1974)
dalam Catron & Allen, 1999). Melalui bermain anak menyerap,
mengekspresikan, dan menguasai perasaan mereka secara positif dan
konstruktif.

i.

Bermain membantu anak mengenali diri mereka sendiri


Bermain memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menjadi diri
sendiri, untuk mengenal diri mereka sendiri, demi membentuk desain
kehidupan yang lebih baik. Anak-anak lebih memahami diri sendiri
dalam hubungannya dengan dunia, karena pengalaman bermain
memungkinkan

mereka

menemukan

jawaban

dari

pertanyaan-

pertanyaan yang muncul dalam hati, seperti. "bagaimana aku dapat


meyakini

keberadaanku?",

"Apakah

maksudnya?"(Bettelheim,

1981

dalam Catron & Allen, 1999). Bermain juga dapat menjadi sebuah alat
terapeutik (penyembuh) dalam kehidupan anak-anak.
j.

Bermain membantu perkembangan gerak motorik anak


Melalui bermain dapat mengontrol gerak motorik kasar dan halus.

k.

Bermain membantu anak meningkatkan kemampuan berkomunikasi


Bermain menyediakan ruang dan waktu bagi anak untuk berinteraksi
dengan orang lain. Mereka saling berbicara, mengeluarkan pendapat,
bernegosiasi dan menemukan jalan tengah bagi setiap persoalan yang
muncul. Bahkan, bermain peran memiliki andil yang besar bagi
perkembangan kognitif, emosi dan sosial anak (Bredekamp & Copple,
1999)

1.

Bermain menyediakan konteks yang aman dan memotivasi anak


belajar bahasa kedua
Bermain juga menyediakan konteks yang aman dan memotivasi anak
untuk belajar bahasa kedua (Heat, 1983 dalam Bredekamp & Copple,
1999) karena pada saat bermain anak-anak mempraktekkan serpihanserpihan bahasa lain, seperti "Hallo, I'am coming (hei, saya datang).
Hal ini sangat membantu perkembangan bahasa anak karena masa-masa
awal perkembangan anak merupakan bahasa waktu yang tepat untuk
memperoleh bahasa kedua (second language)
Begitu banyak manfaat bermain bagi anak, namun bagaimanakah

menerapkannya

dalam pendidikan

di

lingkungan

keluarga.

Terdapat

beberapa cara yang dapat ditempuh oleh orang tua dalam menerapkan
kegiatan bermain anak atau bersama anak, yaitu sebagai berikut.
a. Orang tua dapat berperan dalam memilih tempat, bahan, alat dan
media

main

yang

dianggap

cocok.

aman

dan

sesuai

kebutuhan

perkembangan
anak.
b. Jika orang

tua memiliki keyakinan bahwa lingkungan dan sarana

bermain anak cukup aman, orang tua boleh mengizinkan anak


untuk
bermain sendiri.
c. Orang tua juga menjadi teman bermain anak. Suasana bermain anak
akan
lebih bermakna lebih terjaga keamanannya.
d. Akan

sangat baik jika diberi

kesempatan

bermain

dengan

berbagai
perabot rumah. Tentunya tetap mempertimbangkan aspek manfaat
dan
kelayakannya.
e. Orang tua dapat berperan sebagai pengamat kegiatan main anak
sehingga
kemajuan main dan dampak-dampaknya dapat terdeteksi dengan baik.
7. PAUD

Jalur

Informal

yang

Mampu

Melindungi

Anak

dari

Penyiksaan, Eksploitasi, Penyia-nyiaan, Kekerasan dan dari


Mara
Bahaya
Pelaksanaan pendidikan informal yang dilakukan dalam keluarga, harus
terhindar dari penyiksaan, eksploitasi, penyia-nyiaan, kekerasan dan
dari mara. bahaya. Mengapa? Dampak dari berbagai tindakan tersebut
akan

sangat

membekas

dan

permanen

hingga

dewasa

(trauma

berkepanjangan) dalam diri anak. Untuk menghindari terjadinya hal-hal


tersebut, dapat ditempuh melalui beberapa cara berikut.

a. Saat orang tua terlibat dalam memfasilitasi PAUD di

lingkungan

keluarga hendaklah dalam kondisi emosi yang relatif stabil,.


b. Saat orang tua terlibat dalam memfasilitasi PAUD di

lingkungan

keluarga hendaklah mengedepankan perilaku penuh kasih sayang.


c. Saat orang tua terlibat dalam memfasilitasi PAUD di lingkungan
keluarga harus yakin bahwa di sekitar tempat tidak ada hal-hal
yang
membahayakan
8. Pendidikan

Anak

Usia

Dini

Jalur

Informal

yang

Memberi

Kesempatan Anak untuk Berekspresi


Makna ekspresi adalah wujud dari gambaran isi dan kehendak
seseorang. Isi dan kehendak seseorang sangat penting diketahui dengan
baik sehingga pendidik/orang tua dapat meresponsnya dengan baik.
Begitu pula ekspresi pada anak usia dini harus diterima dengan
terbuka. sebab dengan mampu menerima ekspresi mereka maka
pendidik/'orang tua akan mengetahui segala yang diharapkan, dibutuhkan
dan dirasakan anak. Dengan demikian orang tua atau pendidik dapat
menentukan sikap yang paling tepat pada anak. Sikap yang paling baik
dan bijak untuk tnerespons ekspresi anak tentulah dengan memberikan
dukungan yang positif serta diikuti dengan pijakan (scaffolding) alau
langkah-langkah yang tepat dalam menindaklanjutinya.
Sikap dan cara memberikan dukungan

pada anak di keluarga,

diantaranya sebagai berikut.


a. Hargailah karya anak dengan sepenuh hati
b. Semangatilah anak pada saat dia kurang bersemangat
c. Penuhilah kebutuhan tumbuh dan kembang anak secara optimal
d. Dengarkanlah ungkapan dan segala yang disampaikan anak

e. Berikan penguatan pada ekspresi positif yang ditunjukkan

B.

MEMBANGUN KELUARGA VANG SADAR AKAN HAK-HAK ANAK

Perwujudan keluarga sebagai lembaga pendidikan informal yang mampu


menerapkan nilai-nilai hak anak sangat penting untuk direalisasikan. Hal ini
dikarenakan hak-hak anak merupakan nilai utama yang perlu dijunjung
tinggi. Dan salah satu kunci keberhasilannya adalah dengan membangun
kesadaran keluarga, khususnya kesadaran orang tuanya.
Bentuk-bentuk PAUD Jalur Non-Formal
Secara konstitusional, informasi tentang bentuk-bentuk PAUD jalur
Non-Formal dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 28. Dalam pasal
tersebut dikemukakan bahwa

PAUD jalur non-formal terdiri atas Taman

Penitipan Anak, Kelompok Bermain dan Satuan PAUD Sejenis.


a.

Taman Penitipan Anak


Taman Penitipan Anak sering disingkat dengan sebutan TPA. Bentuk

pendidikan diintervensinya diperuntukkan bagi anak usia 3 bulan


sampai memasuki pendidikan dasar. Lembaga Taman Penitipan Anak
berkedudukan sebagai wahana kesejahteraan anak yang berfungsi
sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak
yang

orang

tuanya

bekerja

atau

memiliki

menjalankan fungsinya, TPA sebetulnya

kesibukan.

Dalam

dapat berfungsi sebagai

layanan PAUD non-formal yang bersifat intensif, karena biasanya


dilakukan setiap hari, dengan lama waktu antara 8 hingga 10 jam
b.

Kelompok Bermain
Kelompok Bermain sering disingkat dengan sebutan KB, yaitu bentuk

pendidikan non-formal yang menyediakan layanan pendidikan bagi anak


usia 2-6 tahun. KB berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke
arah perkembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang

diperlukan

bagi

lingkungannya

anak

dan

dalam

untuk

menyesuaikan

pertumbuhan

serta

diri

dengan

perkembangan

selanjutnya. Dalam menjalankan fungsinya, KB dapat berfungsi


sebagai layanan semi intensif, karena biasanya dilaksanakan 3-6
kali/minggu dengan lama waktu yang digunakan antara 2-3 jam.
c.

Satuan PA UD Sejenis
Satuan PAUD Sejenis sering disingkat dengan sebutan SPS, yaitu
bentuk lain pendidikan jalur nonformal selain Penitipan Anak atau
Kelompok 3ermain, seperti: Tapas (Taman Pendidikan Anak Sholeh),
Taat (Taman A5uh Anak Terpadu), TAAM (Taman Asuh Anak Muslim),
Bambini (Bina Anak Muslim Berbasis Masjid), Bina Anak Prasa, PADU
Terintegrasi

Posyandu,

Terintegrasi

Sekolah

Terintegrasi

Minggu,

dan

BKB

(Bina

Iain-lain.

Keluarga

Dalam

Balita),

menjalankan

fungsinya, SPS dapat merupakan embaga yang dapat memberikan


layanan minimal, karena biasanya hanya ; . .ikukan 1-2 kali/minggu
dengan lama waktu antara 2-3 jam.
2.

Standar Mutu PAUD Jalur Non-Formal


Undang-undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I

Pasal 1 butir 14 tahun 2003 menyebutkan bahwa PAUD mengamanatkan


bahwa upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia

enam tahun dilakukan melalui

pemberian rangsangan

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan


rohani agar anak memiliki persiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut. Selama ini masyarakat telah menunjukkan kepedulian terhadap
masalah pengasuhan dan PAUD dengan berbagai jenis layanan sesuai
dengan kondisi dan kemampuan yang ada. Untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan anak, maka perlu ditentukan
standar kualitas yang seharusnya dicapai.
Sesuai dengan kaidah, bahwa anak tumbuh dan berkembang melalui
tahapan-tahapan perkembangan yang berlangsung secara berurutan dan

berkesinambungan, maka tingkat perkembangan yang dicapai anak usia


dini akan menjadi dasar pencapaian perkembangan pada tahap berikutnya.
Oleh karena itu, standar yang dikembangkan hendaklah mencakup seluruh
aspek yang dibutuhkan untuk pelayanan anak usia dini. Setidaknya
terdapat empat aspek kunci yang mesti dijaga mutunya dalam PAUD jalur
non-formal, yaitu standar yang berhubungan dengan:
1) tingkat pencapaian perkembangan;
2) pendidik dan tenaga kependidikan;
3) program, proses, dan penilaian; serta;
4) sarana prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

Berbagai standar kualitas PAUD jalur non-formal dijelaskan sebagai


berikut.
a. Standar tingkat pencapaian perkembangan pada PAUD jalur nonformal
Tingkat

pencapaian

perkembangan

adalah

deskripsi

tentang
perkembangan yang berhasil dicapai anak pada suatu tahap tertentu.
Terdapat empat kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh para
pendidik

PAUD

nonformal,

yaitu:

1)

Kompetensi

Kepribadian,

2)

Kompetensi Profesional, 3) Kompetensi Pedagogik, serta 4) Kompetensi


sosial. Rincian dari standar kualifikasi pendidik PAUD nonformal tersebut
adalah sebagai berikut.

1) Standar Kualifikasi

Kompetensi

Kepribadian

Pendidik

PAUD Non-

Formal
a) Menyenangi anak secara tulus.
b) Bersikap sabar, tenang, ceria, serta penuh perhatian.
c) Memiliki kepekaan dan humoris dalam memahami perilaku anak.
d) Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan bijaksana.
e) Berpenampilan rapi dan bersih.
f) Berperilaku santun, menghargai, serta melindungi anak.
2) Standar Kualifikasi

Kompetensi

Profesional

Pendidik PAUD Non-

Formal
a) Memahami pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.
b) Memahami konsep PAUD secara umum maupun khusus pada tahaptahap perkembangan dengan karakteristik anak yang spesifik.
c) Memahami konsep dasar sains, bahasa, sosial dan senso-motorik
pada anak usia dini.
d) Terampil menggunakan berbagai alat dan jenis permainan sebagai
sarana stimulasi perkembangan anak.
e) Memiliki kepekaan emosi dan kognisi untuk mengenali perilaku
anak.
f) Tanggap dalam mengamati kondisi kesehatan dan kebutuhan
anak
serta mampu mengambil tindakan tepat.
g) Mampu
yang

melaksanakan

berbagai

metode

pembelajaran

menyenangkan bagi anak.


3) Standar Kualifikasi Kompetensi Pedagogik Pendidik PAUD Non-formal
a) Mampu

mengenali/mengidentifikasi

pencapaian

setiap

aspek

perkembangan.
b) Mampu

memahami

dan

melaksanakan

kegiatan

sesuai

dengan
rancangan program.
c) Memiliki kreativitas untuk memanfaatkan fasilitas yang tersedia
dalam menciptakan suasana bermain yang menyenangkan.
d) Memahami karakter anak secara individual sesuai dengan latar
belakang sosial dan budaya anak.
e) Memiliki kemampuan untuk memberikan umpan balik, penguatan,
dan dorongan secara tepat.
f) Mampu mengeloia
nyaman,

tenang

lingkungan sehingga selalu bersih,

dan

bebas

dari

hal-hal

yang

sehat,

mengganggu

keamanan
dan kenyamanan anak.
4) Standar Kualifikasi Kompetensi Sosial pendidik PAUD Non-Formal
a) Mampu

menjalin

kerja

sama

dengan

semua

pihak

dalam

didik

untuk

melaksanakan kegiatan pengasuhan dan pendidikan.


b) Menjalin

komunikasi

dengan

orang

tua

peserta

kepentingan peserta didik.


c) Melakukan kegiatan sebagai pengasuh dan pendidik anak usia dini
sebagai tugas utamanya.
d) Menjadi panutan sikap dan perilaku bagi peserta didik, di dalam

maupun di luar tempat layanan.


e) Menjalin komunikasi dengan peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai