Anda di halaman 1dari 22

Kebudayaan Aceh

Kelompok 9
Dedi Rahmayadi
Prasetyo Gusdianto
Sendi Nurdarmawan
Tommy Pujianto

Latar Belakang

Acehyang sebelumnya pernah disebut dengan namaDaerah Istimewa Aceh(1959-2001)


danNanggroe Aceh Darussalam(2001-2009) adalah provinsi paling barat diIndonesia. Aceh
memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di
Indonesia, karena alasan sejarah.Daerah ini berbatasan denganTeluk Benggaladi sebelah
utara,Samudra Hindiadi sebelah barat,Selat Malakadi sebelah timur, dan Sumatera
Utaradi sebelah tenggara dan selatan. Ibu kota Aceh ialahBanda Aceh. Pelabuhannya
adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue,Sabang,LhokseumawedanLangsa. Sebagian
besar penduduk di Aceh menganut agamaIslam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh
hanyasuku Niasyang tidak semuanya memeluk agama Islam. Agama lain yang dianut oleh
penduduk di Aceh adalah agamaKristenyang dianut oleh pendatang sukuBatakdan
sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersukuHakka. Sedangkan sebagian lainnya
tetap menganut agama Konghucu. Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan
dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi iniSyariat Islamdiberlakukan
kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam. Sejarah dan perkembangan
suku bangsa Aceh juga menarik perhatian para antropolog seperti Snouck Hurgronje.

Pembahasan

A. Identifikasi Geografi

Nanggroe Aceh Darussalam, provinsi paling barat Indonesia, diapit oleh Samudera Hindia dan Selat
Malaka, merupakan batas akhir Indonesia. Letaknya amat strategis sebagai pintu masuk ke
Nusantara dan sebagian negara Asia lainnya. Meliputi daratan seluas 55.390 m2 termasuk ratusan
pulau-pulau lepas pantai sepanjang pantai barat. Di tengah-tengahnya terdapat pengunungan Bukit
Barisan yang dikelilingi oleh hutan hujan yang padat dan puncak Geureudong (2.595 m), Peuet Sago
(2.780 in), Bumi Telong (2.566 m), Ucop Molu (3.187 m), Abong-abong (3.015 m), Leuser (3.466 m),
Seulawah Agam (1.782 m) dan Seulawah Inong (866 m).

Aceh memiliki wilayah seluas 57.365,57 km2, yang terdiri atas kawasan hutan lindung 26.440,81
km2, kawasan hutan budidaya 30.924,76 km2 dan ekosistem Gunung Leuser seluas 17.900 km2,
dengan puncak tertinggi pada 4.446 m diatas permukaan laut. Adapun batas batas nya yaitu :
Sebelah utara dengan Laut Andaman, sebelah timur dengan Selat Melaka, sebelah selatan dengan
Provinsi Sumatera Utara, sebelah barat dengan Samudra Hindia. Daerah Melingkupi : 119 Pulau, 35
Gunung, 73 Sungai, terdiri dari 21 Kabupaten, 228 Kecamatan, 642 Mukim, 111 Kelurahan, dan 5947
Gampong atau Desa.

Bahasa

Diantara bahasa-bahasa daerah yang terdapat di provinsi NAD, bahasa Aceh


merupakan bahasa daerah terbesar dan yang paling banyak penuturnya, yakni
sekitar 70 % dari total penduduk provinsi NAD. Penutur bahasa Aceh tersebar
di wilayah pantai Timur dan Barat provinsi NAD. Penutur asli bahasa Aceh
adalah mereka yang mendiami kabupaten Aceh Besar, kota Banda Aceh,
kabupaten Pidie, kabupaten Aceh Jeumpa, kabupaten Aceh Utara, kabupaten
Aceh Timur, kabupaten Aceh Barat dan kota Sabang. Penutur bahasa Aceh juga
terdapat di beberapa wilayah dalam kabupaten Aceh Selatan, terutama di
wilayah Kuala Batee, Blang Pidie, Manggeng, Sawang, Tangan-Tangan, Meukek,
Trumon dan Bakongan.

Sistem Religi

Aceh termasuk salah satu daerah yang paling awal menerima agama Islam. Oleh
sebab itu propinsi ini dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah", maksudnya "pintu
gerbang" yang paling dekat antara Indonesia dengan tempat dari mana agama
tersebut berasal. Meskipun demikian kebudayaan asli Aceh tidak hilang begitu
saja, sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat mendapat pengaruh dan
berbaur dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian kebudayaan hasil akulturasi
tersebut melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh yang khas. Di dalam
kebudayaan tersebut masih terdapat sisa-sisa kepercayaan animisme dan
dinamisme.

Sistem Mata Pencaharian

Setiap orang yang hidup memerlukan makanan untuk menyambung hidupnya.


Dalam suku Aceh, untuk mendapatkan makanan sebagian besar dari mereka
bekerja sebagai petani dan beternak. Namun, masyarakat yang bermukim di
sepanjang pantai pada umumnya menjadi nelayan, dan tidak sedikit juga yang
berdagang.

Mata pencaharian pokok suku aceh adalah bertani di sawah dan ladang
dengan tanaman pokok berupa padi, cengkeh, lada, pala, kelapa dan lainlain. Disamping bertani, masyarakat suku aceh juga ada yang beternak kuda,
kerbau, sapi dan kambing yang kemudian untuk dipekerjakan di sawah atau di
jual.

E.Organisasi Sosial

1. Sistem Kekeraatan

Dalam sistem kekerbatan, bentuk kekerabatan yang terpenting adalah keluarga inti
dengan prinsip keturunan bilateral. Adat menetap sesudah menikah bersifat
matrilokal, yaitu tinggal di rumah orangtua istri selama beberapa waktu. Sedangkan
anak merupakan tanggung jawab ayah sepenuhnya.Dalam sitem kekerabatan
tampaknya terdapat kombinasi antara budaya Minangkabau dan Aceh. Garis keturunan
diperhitungkan berdasarkan prinsip bilateral, sedangkan adat menetap sesudah nikah
adalah uxorilikal (tinggal dalam lingkungan keluarga pihak wanita). Kerabat pihak
ayah mempunyai kedudukan yang kuat dalam hal pewarisan dan perwalian, sedangkan
ninik mamak berasal dari kerabat pihak ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil
adalah keluarga inti yang disebut rumah tangga. Ayah berperan sebagai kepala
keluarga yang mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan keluarganya. Tanggung
jawab seorang ibu yang utama adalah mengasuh anak dan mengatur rumah tangga.

2.Sistem Pelapisan Sosial

Pada masa lalu masyarakat Aceh mengenal beberapa lapisan sosial. Di


antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu golongan Keluarga Sultan,
Golongan Uleebalang, Golongan Ulama, dan Golongan Rakyat Biasa. Golongan
keluarga sultan merupakan keturunan bekas sultan-sultan yang pernah
berkuasa. Panggilan yang lazim untuk keturunan sultan ini adalah ampon
untuk laki-laki, dan cut untuk perempuan. Golongan uleebalang adalah orangorang keturunan bawahan para sultan yang menguasai daerah-daerah kecil di
bawah kerajaan. Biasanya mereka bergelar Teuku. Sedangkan para ulama atau
pemuka agama lazim disebut Teungku atau Tengku.

3.Sistem Kemasyarakatan

Bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung


atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap
gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum
meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin
oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan.
Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemukapemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku
bile, dan tuha peut (penasehat adat).

F.Sistem Perkawinan

Pengantin laki-laki (Linto baro) maupun pengantin perempuan (Dara Baro),


keduanya sama-sama menggunakan baju, celana panjang dan sarung songket.
Bahan dasar pakaian pengantin ini dahulu ditenun dengan benang sutera.
Pada masa sekarang bahan pakaian banyak yang terbuat dari kain katun,
nilon, planel dan sebagainya. Bagi pengantin laki-laki baju dan celana
berwarna hitam, sedangkan pengantin perempuan baju berwarna merah atau
kuning dengan celana panjang hitam

1. Keureusang

Keureusang (Kerosang/Kerongsang/Bros) adalah perhiasan yang memiliki


ukuran panjang 10 Cm dan lebar 7,5 Cm. Perhiasan dada yang disematkan di
baju wanita (sejenis bros) yang terbuat dari emas bertatahkan intan dan
berlian. Bentuk keseluruhannya seperti hati yang dihiasi dengan permata
intan dan berlian sejumlah 102 butir. Keureusang ini digunakan sebagai
penyemat baju (seperti peneti) dibagian dada. Perhiasan ini merupakan
barang mewah dan yang memakainya adalah orang-orang tertentu saja
sebagai perhiasan pakaian harian.

2.Patam Dhoe

Patam Dhoe adalah salah satu perhiasan dahi wanita Aceh. Biasanya dibuat
dari emas ataupun dari perak yang disepuh emas. Bentuknya seperti mahkota.
Patam Dhoeterbuat dari perak sepuh emas.

Terbagi atas tiga bagian yang satu sama lainnya dihubungkan dengan engsel.
Di bagian tengah terdapat ukuran kaligrafi dengan tulisan-tulisan Allah dan di
tengahnya terdapat tulisan Muhammad-motif ini disebut Bungong Kalimahyang dilingkari ukiran bermotif bulatan-bulatan kecil dan bunga.

3.Simplah

Simplah merupakan suatu perhiasan dada untuk wanita. Terbuat dari perak
sepuh emas. Terdiri dari 24 buah lempengan segi enam dan dua buah
lempengan segi delapan. Setiap lempengan dihiasi dengan ukiran motif bunga
dan daun serta permata merah di bagian tengah. Lempengan-lempengan
tersebut dihubungkan dengan dua untai rantaiSimplah mempunayi ukuran
Panjang sebesar 51 Cm dan Lebar sebesar 51 Cm.

4.Peneuniti

Seuntai Peneuniti yang terbuat dari emas terdiri dari tiga buah hiasan motif
pinto aceh. Motif Pinto Aceh dibuat dengan piligran yang dija;in dengan motif
bentuk pucuk pakis dan bunga .

5.Subang Aceh

Subang Aceh memiliki Diameter dengan ukuran 6 Cm. Sepasang Subang yang
terbuat dari emas dan permata. Bentuknya seperti bunga matahari dengan
ujung kelopaknya yang runcing-runcing. Bagian atas berupa lempengan yang
berbentuk bunga Matahari disebut "Sigeudo Subang". Subang ini disebut juga
subang bungong mata uro.

6.Taloe Jeueum

Seuntai tali jam yang terbuat dari perak sepuh emas . Terdiri dari rangkaian
cincin kecil berbentuk rantai dengan hiasan berbentuk ikan

G.Sistem Pengetahuan

Suku Aceh memiliki sistem pengetahuan yang mencangkup tentang fauna,


flora, bagian tubuh manusia, gejala alam, dan waktu. Mereka mengetahui dan
memiliki pengetahuan itu dari dukun dan orang tua adat. Pengetahuan yang
terdapat dalam suku aceh, yaitu tentang tradisi bahasa tulisan yang ditulis
dalam huruf Arab-Melayu yang disebut bahasa Jawi atau Jawoe, Bahasa Jawi
ditulis dengan huruf Arab ejaan Melayu (gambar terlampir).

Gambar kaligrafi arab


.

penduduk asli yang mendiami Provinsi Nanggroe Aceh


Darusssalam. Di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam sekarang
terdapat 20 daerah tingkat II yang didiami oleh delapan
kelompok etnis, yaitu etnis Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk
Jamee,
Kluet,Adat
Simeulue,
dan Singkil. Semua etnis ini adalah
. Seni Pahat : Memahat
Rumah
dan Nisan
penduduk asli yang dalam istilah Belanda disebut inlander
(penduduk pribumi) Setiap suku tersebut memiliki kekhasan
tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian, tarian, musik dan
adat istiadat.
Etnis Aceh dibagi ke dalam empat kawom (kaum) atau sukee
(suku). Pembagian ini mulai dilakukan pada masa pemerintahan
Sultan Alaaidin Al-Kahar (1530-1552). Adat Aceh sebagai

Gambar seni music rapai geleng

4. Gambar tari saman

KESIMPULAN

Nanggroe Aceh Darussalam, provinsi paling barat Indonesia, diapit oleh Samudera Hindia dan Selat
Malaka, merupakan batas akhir Indonesia. Letaknya amat strategis sebagai pintu masuk ke Nusantara
dan sebagian negara Asia lainnya. Meliputi daratan seluas 55.390 m2 termasuk ratusan pulau-pulau lepas
pantai sepanjang pantai barat. Selain sebagai nama daerah, Aceh juga merupakan nama salah satu suku
bangsa atau etnis sebagai penduduk asli yang mendiami Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam. Di Provinsi
Naggroe Aceh Darussalam sekarang terdapat 20 daerah tingkat II yang didiami oleh delapan kelompok
etnis, yaitu etnis Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk Jamee, Kluet, Simeulue, dan Singkil. Semua etnis ini
adalah penduduk asli yang dalam istilah Belanda disebut inlander (penduduk pribumi) Setiap suku
tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian, tarian, musik dan adat istiadat.

Etnis Aceh dibagi ke dalam empat kawom (kaum) atau sukee (suku). Pembagian ini mulai dilakukan pada
masa pemerintahan Sultan Alaaidin Al-Kahar (1530-1552). Adat Aceh sebagai aspek budaya, tidak identik
dalam pemahaman budaya pada umumnya, karena segmen-segmen integritas bangunan adat juga
bersumber dari nilai-nilai agama (syariat) yang menjiwai kreasi budayanya. Berdasarkan pendekatan
historis, lapisan masyarakat Aceh yang paling menonjol dapat dikelompokkan pada dua golongan, yaitu
golongan Umara dan golongan Ulama. Pola kehidupan masyarakat Aceh diatur oleh hukum adat yang
berdasarkan kaidah kaidah hokum agama Islam.

Anda mungkin juga menyukai