Anda di halaman 1dari 64

1

Ittekimasu (aku berangkat)!! seruku pada mama sambil


menggigit sandwich yang masih tergantung di mulutku. Itterashai
(sampai jumpa)! Shikari ne (jaga diri, ya)! balas mama. Kulangkahkan
kakiku dengan cepat menuju sekolahku yang jaraknya tak begitu jauh
dari rumahku.
Hai, aku Takahashi Minakami. Aku sekarang kelas tiga SMP.
Rumahku ada di Tokyo. Yap! Tepat sekali, di ibukota Jepang. Kota yang
sangat ramai bila dibandingkan dengan Osaka. Apalagi Nagoya, kota
tersunyi yang pernah kuakui sepanjang hidup. Udara di sana lembut,
segar dan alami tak terpolusi seperti di sini.
Sudah empat kali aku pindah sekolah dari kota ke kota.
Tentunya, itu semua gara-gara papa yang merupakan seorang pebisnis
jabatan marketing officer di salah satu kantor besar di Kyoto. Gara-gara
sering dipindahtugaskan, aku juga harus ikut terus pindah sekolah dari
kota ke kota. Sekolah yang sekarang ini adalah sekolahku yang keempat
sejak aku pindah dari Osaka menuju Tokyo lima tahun yang lalu.
Tentunya, banyak hal yang harus dilakukan untuk menyesuaikan diri di
kota yang lebih ramai dan padat dibandingkan Osaka.
Sesampainya di sekolah, aku menekan tombol lift yang
segera membawaku melesat menuju lantai enam. Huh, dasar. SMP
dengan tiga jenjang saja harus memiliki delapan lantai. Bayangkan,
lapangan olahraga saja sudah sangat sangat luas, kolam renang juga
sangat besar, dan halaman sekolah dua hektar lebih luasnya ditanami
tumbuhan hijau dan subur, dan tak lupa juga pohon sakura hanya
kebanyakan dibuat tempat untuk berpacaran. Yah juga tak sering
untuk anak-anak nerd yang takut bila nilai ujian mereka tidak
mencapai seratus. Yang lebih parah, bila ia mendapat nilai sembilan
puluh sembilan persen saja sudah merengek-rengek. Keterlaluan! Tak
heran jaman sekarang tak jarang kujumpai anak-anak generasi
kacamata.

Di sekolahku, sekolah internasional ini menarget para murid


untuk selalu mendapatkan nilai tinggi. Tentu saja! Homikaze Japanese
International Junior High School. Murid-murid dibiasakan dan
diharuskan lancar dalam berbahasa Inggris. Saat pelajaran bahasa
Inggris, bila ingin menanyakan sesuatu harus mengangkat tangan
terlebih dahulu, lalu bertanya dengan bahasa Inggris. Kalau kau
bertanya dengan bahasa Jepang, kau takkan pernah mendapat
jawaban.
Kelas dimulai pukul delapan lebih lima belas. Jam pelajaran
pertama adalah kimia. Urgh! Aku sudah muak selama dua tahun hanya
melakukan praktik di laboratorium sebanyak tiga kali. Juga itu gara-gara
setahun yang lalu, ketika aku duduk di kelas dua, terjadi kecelakaan
yang menyebabkan sekolah ini hampir kebakaran. Makanya itu, guruguru membatasi dan kebanyakan kelas teori dibanding praktik. Dua jam
pelajaran aku hanya mendengarkan celoteh profesor Jin yang
menerangkan rumus-rumus kimia yang ribet. Aku hanya memandang
ke arah jendela dan melihat betapa luasnya langit biru itu. Percuma.
Dia bicara apapun aku tak mengerti, karena memang aku payah di
bidang kimia di antara ketiga cabang IPA.
Nee (eh), Mina-chan. Jangan melamun terus, tukang
pecinta laki-laki. bisik salah seorang murid di sampingku sambil
menyundulkan pangkal bolpoinnya untuk membubarkan pikiranku.
Ozaki Megumi. Dia selalu perhatian dan riang. Aku heran mengapa tak
ada satu pelajaran pun yang ia benci. Nah, inilah rumus dasar kimia
nya. Berikutnya saya akan menerangkan langkah selanjutnya. ucap
profesor Jin. Mulutku menganga ketika melihat segunung tulisan yang
telah dicatat di papan akan dihapus. Sh shimatta (mampus)!!
batinku. J Jin-sensei, chotto matte kudasai (tolong tunggu sebentar)!
seruku. Saya sudah memberi kesempatan mencatat, tetapi kenapa
bukumu masih kosong, Takahashi-san? balas Jin-sensei. Semua teman
di kelas pun menertawaiku. Mou (duh)! Nani ga okashii no yo (apanya
yang lucu)?!
3

Jam setelah kimia adalah olahragasama, berlangsung


selama dua jam pelajaran. Hontouni tsukaretta (benar-benar
melelahkan)! seruku. Mou (sudahlah), shikatanai no yo (tak ada jalan
lain). Lagipula kenapa kau dari tadi melamun? balas Megumi. Haah
hontouni kagaku o kirai (aku benar-benar benci kimia). Nee (eh),
Megumi. Boleh aku pinjam catatanmu? ucapku berharap-harap.
Pada istirahat kedua pun aku makan dengan santai tanpa
ada beban. Aku tertawa-tawa sendiri dalam hati. Mattaku (ya ampun),
Mina-chan. Hanya karena kau dapat pinjaman catatan saja sudah
senang. Kau sebenarnya belum mencatat sama sekali sejak masuk kelas
tiga, kan? sahut Kirika. Eh bagaimana harus kukatakan, ya? Kau
benar, sih. Hehehe, semete chotto tasukatta (setidaknya aku
sedikit tertolong)! balasku dengan nada santai. Selesai jam pelajaran
olahraga, para murid pun segera berganti pakaian. Tepat ketika selesai
olahraga adalah saat di mana para murid Homikaze Japanese
International High School beristirahat.
Detta (mereka keluar)! Para kakak-kakak SMA yang keren
itu akhirnya keluar! kataku. Mattaku yo (ya ampun), zenzen
kawaranai na (kau tak berubah sama sekali). Kau selalu memusatkan
perhatianmu pada kakak-kakak SMA itu. ucap Kumiko. Shikatanai no
yo (mau bagaimana lagi)? Aitsura wa hontouni gakkoi dakara sa
(mereka semua keren, sih)! balasku dengan mata berbinar-binar.
Ohohohoho, sejak kapan, sih, aku mengidap penyakit ini? ucapku
lagi. Umaretekita kara ne (sejak kau lahir). Sumanai na (maaf, ya),
demo mou jikan ga nai (kita tak punya waktu lagi). Ikuzo (ayo). balas
Kumiko sambil menyeret tanganku. Aaah, matte yo (tunggu),
Kumiko!! Watashi mada aitsura o mitai yo (aku masih ingin melihat
mereka)! ucapku. Meskipun mengomel, akhirnya Kumiko berhasil
menarikku hingga ke ruang ganti wanita. Mou (duh), anta no se de,
watashi wa ano senpaitachi o mitenai yo (aku tak dapat melihat para
kakak-kakak itu)! ucapku. Sudahlah, kita bisa terlambat masuk. balas
Kumiko.
4

Di satu sisi, aku memang alay, tapi di sisi lainnya, ada sifat yang takkan
pernah kalian duga.
Siang hari itu, matahari bersinar terik tepat di atas kepalaku.
Panasnya seperti kompor yang sedang merebus telur. Untungnya aku
membawa topi, sehingga tidak kepanasan. Jaa ne (sampai jumpa).
Mata ashita (sampai besok). Demikianlah semua anak saling
bersahutan dengan teman yang lain. Tanpa berlama-lamaan lagi, aku
langsung mencari tempat sempit yang tersembunyi, lalu langsung
melepas seragamku. Ya, aku menjalankan misi sebagai Kelelawar
Hitam Jepangbaju ketat ala shinobi Jepang dengan masker hitam
yang menutupi hidung hingga mulutku. Tak seorangpun tahu kalau itu
adalah aku, termasuk keluargaku, temanku, maupun cowok yang
kusukai pun tak tahu. Aku melompat dari gedung ke gedung lalu mulai
bersiap menjalankan misi.
Aku mengambil Contactor dari kantong kecilku kemudian
menyalakannya. Distrik tujuh, aman. Ambil posisi delapan puluh lima
derajat. ucapku di depan Contactor itu. Aman, bagus. Arah jam satu,
kita bertemu di sana. jawab seseorang dari dalam Contactor. Aku pun
melesat ke arah jam satu, di mana markas semua anggota Kelelawar
Hitam berkumpul. Tentu saja, di tengah jalan pasti ada saja banyak
makhluk yang menyerang. Setiap hari, itulah makananku.
Aku segera menarik Raiten Sword yang ada di pinggangku
dan segera menebas kepala mereka. Baik yang berwujud manusia,
hingga yang berwujud yokai. Yah mereka yang berwujud manusia
biasanya penjahat, witch (penyihir), atau bahkan yokai yang menyamar
menjadi manusia. Setelah selesai bertarung dengan mereka, aku harus
membawa kepala mereka di suatu wadah seperti karung dan harus
kuserahkan ke kepala distrik. Merepotkan. Aku tak terbiasa berlumuran
darah yokai, meskipun sudah empat tahun aku melakukan misi-misi ini.
Terkadang mereka muncul mendadak dan menyerang murid sekelas.
Tak ada pilihan lagi, aku harus ikut menyerang, daripada murid sekelas
mati semua, kan? Yah tentu saja terkadang banyak yang menyangka
5

akulah Kelelawar Hitam Jepang (Kuroi Komori). Tapi tetap saja, aku
tidak mau mengaku. Kalau aku mengaku, jabatanku bisa diabut oleh
kepala distrik!
Kru-kru yang telah dicabut jabatannya bila tetap
menjalankan misinya atas kemauannya sendiri dianggap sebagai
musuh kami. Yah, salah satu senpai (senior)ku ada yang seperti itu.
Setelah tiga bulan jabatannya dicabut, ia terus melawan yokai ataupun
musuh yang nampak di lingkungannya. Karena itu, pada akhirnya ia
dibunuh oleh salah seorang anggota dari distrik lain. Kawai sou na
(kasihan). Huh, yah, itu salahnya dia sendiri. Dia hanya ingin pamer
kalau dia itu pahlawan Kelelawar Hitam sehingga membocorkan
identitas aslinya di sekolah. Ia langsung berganti seragam Kelelawar
Hitam di sekolah ketika ada seorang penjahat yang berusaha
menggorok leher wali kelasnya.
Lalu, bagaimana cara menyelamatkan kelas yang diteror
oleh makhluk macam seperti itu? Tentu saja, kau hanya perlu
menelepon polisi. Atau, jangan sekalipun kau keluarkan kekuatan
mistik di kelas. Serang saja dia dengan kekuatan fisik, senjata seperti
pedang juga boleh. Perhatikan pergerakanmu, jangan menunujukkan
kalau kau itu memiliki kekuatan mistik, seperti bergerak secepat kilat
menuju titik buta musuh, padahal harusnya jarakmu dengannya sangat
jauh. Dengan begitu, kau akan tetap dianggap sebagai manusia biasa.
Juga yang paling penting, setelah jabatanmu dicabut, jangan sekali-kali
kau mengenakan seragam ketika menyerang musuhmu. Kepala distrik
pasti akan menyangka kalau kau telah membunuh salah satu kru nya
lalu mencuri seragamnya.
Mereka yang jabatannya telah dicabut akan nampak pada
layar Contactor, tepatnya pada face scanner. Contactor akan
menunjukkan kalau ia musuh dan memiliki kekuatan mistik. Jadi, kalau
kau tidak ingin jabatanmu dicabut, lakukan saja apa kata senpai dan
kepala distrikmu. Jangan beberkan identitas di lingkungan manapun,
bahkan jangan biarkan keluargamu tahu. Karena bahkan orang tua pun
6

tidak bisa menjaga rahasia. Misalnya, ketika mereka bangga padamu


karena kehebatanmu, kau bisa melawan para penjahat, mereka pasti
bisa sombong dan menceritakannya pada teman-teman mereka. Jadi,
meskipun kau katakan, Naisho ni shitekure (tolong rahasiakan ini),
suatu saat mereka pasti akan mengatakannya, baik sengaja maupun
tidak.
Aku menebaskan pedang secepat gerakan kilat dan
memenggal semua kepala musuhku. Semua kepala mereka kuikat
menjadi satu dan kugenggam hanya dengan tangan kananku,
sedangkan tangan kiri mengembalikan pedang. Setelah menempuh
jarak beberapa kilometer melompat dan berlari dari pohon ke pohon,
kutemukan sebuah kuartir yang cukup luas dengan bertingkat dua. Di
sanalah kuartir di mana semua kru kami dari grade satu sampai lima,
dari rank D sampai S. Tugas mereka semua rata-rata sama, tapi yang
sudah termasuk dalam kelompok ranking class, mereka tidak lagi
disebut mata-mata atau spy atau kelelawar hitam, tapi sebutan baru
mereka adalah Secret Agent.
Yah, kelihatannya arti dari keduanya sama saja, apalagi
kalau dilihat dari tugas mereka. Tapi memasuki ranking class akan lebih
berat. Kau harus menjalankan misi dengan sangat-sangat serius dan
rahasia. Sedikit apapun rahasiamu terbongkar, maka nyawamu yang
akan menanggung. Tentu kau akan dipecat, tapi aku yakin nyawamu
akan melayang dahulu sebelum kau dikeluarkan. Seperti, meledakkan
gedung tertentu dengan diam-diam karena diduga ada musuh di dalam,
atau membebaskan para penjahat dari penjara. Tugas yang cukup aneh.
Kalian mungkin heran, mengapa hal itu harus dilakukan
kalau seorang penjahat telah dipenjara. Sebenarnya di balik semua itu,
kami mempunyai tujuan tertentu. Tujuannya adalah untuk
menguasai dunia kejahatan, di mana semuanya langsung musnah.
Kelihatannya tujuan ini kejam, tapi kalau dipikirkan, para penjahat yang
bisa kabur atau sudah keluar dari penjara saja pasti tidak akan jera.
Makanya itu, kenapa tidak langsung mati saja sekalian? Lagipula tidak
7

akan ada lagi yang mau menerima mereka setelah bebas, lalu mereka
akan kembali melakukan kejahatan. Singkatnya begitu, tugas kami.
Terdengar seperti polisi atau tim penyelamat, bukan? Tapi jangan salah
sangka, satu tugas yang tidak kami lakukan adalah menyelamatkan
nyawa orang. Kami memberantas penjahat, tetapi tidak
menyelamatkan nyawa orang. Jadi, jika orang itu harus jadi sandera,
bahkan kru kami sendiri, kami tidak peduli. Yang penting, tugas kami
harus memberantas penjahat yang dimaksud.
Alarm pengingat telah berbunyi. Semua kru dari distrik satu
hingga sembilan, dan dari grade class maupun ranking class, semuanya
melakukan assemble di aula. Aku segera melemparkan hasil
tangkapanku di sebuah gudang di mana kakak pemimpin distrik ku,
Rokudo Orenji-senpai masih ada. Tangkapan lengkap, ucapku. Sou
ka (begitukah)? Bagus. Segeralah berkumpul. Kepala distrik akan
melakukan pengumuman kelulusan. balas Orenji-senpai. Hai (baik),
jawabku singkat.
Setelah semua berbaris dalam beberapa distrik, kepala
distrik, Takeshi Himuro mulai berpidato di depan ribuan kru-kru nya.
Saya tahu kalian sudah bekerjasama selama satu tahun lebih pada
satu grade ini. Dan saya ingin ucapkan terima kasih, meskipun jasa
kalian tidak dapat saya balas dengan apapun. Kelulusan kalian menuju
grade selanjutnya bukanlah menjadi beban lagi bagi kalian, karena
setelah satu tahun lebih kalian telah bekerjasama dengan baik, dan kini
kalian bukan lagi kru Kuroi Komori, tapi kalian satu tim dalam Kuroi
Komori! Kalian telah belajar menghargai diri sendiri di setiap situasi
yang kalian hadapi. Kalian juga telah belajar banyak selama satu tahun
ini. Selamat, atas kelulusan kalian! Domo arigato gozaimashita (terima
kasih banyak)! ucap beliau. Penutupan pun disambung dengan
sorakan dan tepukan tangan para kru.
Takeshi-sama pun mulai memanggil nama kami satu per
satu untuk diberikan seragam baru. Haah sayangnya, aku masih
berada di grade empat. Tidak sabar satu grade sebelum lulus jabatan
8

spy ku. Aku sama sekali tidak membenci tugas-tugasku sebagai matamata. Meskipun terkadang terasa membosankan, aku suka
menjalankan misi ini setiap hari. Lumayan juga, sih, untuk uang jajanku!
Hehehe! Yah bisa dibilang aku ini anak aneh. Di satu sisi, aku tampak
alay karena selalu kegirangan sendiri ketika melihat para kakak-kakak
SMA keluar. Ohohohoho, bukan cuma aku saja yang berpendapat
mereka tampan, tapi ada juga beberapa sahabatku seperti Megumi.
Tapi, ia hanya sebatas berkata, tidak separah diriku yang sampai
tertawa-tawa sendiri, bahkan ketika pelajaran pun aku bisa tertawatawa sendiri.
Ketika baru melangkahkan kaki keluar dari gerbang kuartir,
Orenji-senpai mengejarku dari belakang seperti perlu membutuhkan
sesuatu denganku. Oi, Minakami! serunya. Doukashimashita (ada
apa), senpai (senior)? tanyaku. Chotto de ii (ada waktu sebentar)?
balasnya. Eh? Un. jawabku. Orenji-senpai langsung membawaku
masuk kembali ke dalam kuartir. Ia membawaku ke ruangan para
pemimpin distrik. Ia memasukkan koin ke dalam vending machine lalu
mengambil dua kaleng soda jeruk. Satu ia lemparkan padaku, dan satu
lagi untuknya. Arigato (terima kasih). ucapku.
Orenji-senpai mulai membuka kaleng dan meneguknya.
Te (jadi), nani ga atta ka (apa yang terjadi)? tanyaku. Orenji-senpai
mengeluarkan Contactor nya lalu menunjukkanku gambar seorang spy.
Dare sore (siapa itu)? tanyaku. Teki da (musuh). jawabnya singkat.
T teki (musuh)?! Sore wa Kuroi Komori no kimono desho (itu
seragam Kelelawar Hitam kan)? sahutku. Jangan salah sangka. Lihat
dulu. Itu bukan simbol pasukan kita. Itu simbol gagak hitam, dan huruf
yang tercantum di belakangnya adalah huruf R, Raven. ucap Orenjisenpai. Te koto wa ano hito wa watashitachi no teki (maksudnya dia
adalah musuh kita)?! seruku. Dari tadi aku sudah mengatakan itu.
ucap Orenji-senpai. Aku pun tertawa kecil.
Oretachi wa mada yatsura no koto o wakaranai (kami
masih belum mengerti tentang mereka). ucap Orenji-senpai. Te (jadi),
9

dou suru (apa yang harus kulakukan)? Shirabete miyo ka (mencari tahu
tentang dia)? tanyaku. Sou da (itu benar). Anggota Black Raven
adalah mata-mata seperti kita. Tujuannya hampir sama, hanya saja
mereka menyelamatkan nyawa manusia, tidak seperti kita. Tujuh puluh
tahun yang lalu, ketika ayahku menjadi anggota Kelelawar Hitam, ia
bilang ia pernah bertempur dengan musuh yang berjumlah besar.
Bicara soal jumlah, kita kalah. Tapi kita berhasil menang dengan
kekuatan. Sisa para pejuang itu pun membawa kabur jasad anggota
mereka. Kami mengira, semuanya telah berakhir. Kami mengira,
semuanya telah terselesaikan di saat perang itu. Tapi, itu hanya
perkiraan, tanpa bukti nyata. kata Orenji-senpai.
Aku pun tertegun. Tapi dua puluh tahun kemudian, mulai
muncul rumor kalau seseorang yang berasal dari tim itu kembali
memunculkan diri. Salah satunya, Kurosuke Misao, dan ayahku
mengingat dengan betul ia adalah musuh lamanya. Meskipun mereka
tim penyelamat, tapi mereka adalah musuh kita. Jumlah mereka
terpencar-pencar. Markas mereka tidak hanya satu, jadi kami kesulitan
mencarinya. Para senpai rank S sudah mencoba melacaknya, tapi
akhirnya yang kami temukan hanyalah kepala mereka yang sudah
terpenggal. Mereka pasti telah memasang perangkap ataupun kamera
pelacak. lanjutnya.
Aku pun menelan air ludah, mulai merasa takut. Beberapa
anggota mulai bermunculan lagi akhir-akhir ini. Salah satunya, orang ini.
Beberapa pemimpin distrik sudah mencoba melacaknya, bahkan
pernah mengepungnya, tapi tak satu informasi pun kami ketahui.
Hanya satu, kami hanya mengetahui kesamaan senjata yang mereka
pakai, dan mereka adalah pengendali air dan angin.
Jangan merasa takut hanya karena kita pengendali api. Para spesialis
api kita jauh lebih hebat dari mereka. Aku ingin, bila kau bertemu
dengannya, kau habisi dia, dan kalau bisa, carilah informasi apapun
yang kau ketahui. Tujuan mereka pasti adalah membalas dendam,
menguasai dunia kejahatan ini. Aku tahu ini bukanlah misi yang tepat
10

untukmu, tapi sebagai pemimpin distrik, aku tahu kaulah yang tepat
untuk distrik tujuh. Aku percaya kepadamu, Minakami, lanjutnya,
Soshite kono tatakai ga owattara ore wa (lalu setelah pertempuran ini
berakhir aku akan) Orenji-senpai tersenyum.
Senpai (senior)? Kono tatakai ga owattara (kalau
pertempuran ini telah selesai), dou suru (apa yang kau lakukan)?
tanyaku. Maa (sudahlah), lupakan saja. Yoroshiku tanomu zo (aku
mengandalkanmu), Minakami. Iiya (tidak), Takahashi-san. jawab
Orenji-senpai. Un! Ganbarimasu (aku akan berjuang)! balasku. Mou
kaere (cepat pulanglah). Kau ingin pulang dari tadi, kan? ucapnya lagi.
Pipiku pun memerah. Eh sore wa (itu). J jaa (kalau begitu),
watashi wa kaerimasu (aku pulang). balasku sambil membawa soda
jeruk dan segera meninggalkan ruangan.
Setelah Minakami meninggalkan ruangan, seorang
pemimpin distrik lima, Yuzuru Takemaru masuk ke ruangan rapat
pemimpin distrik. Ano ko ni shinjite ii no ka (apakah tidak apa-apa
memercayainya)? tanyanya. Atarimae da (tentu saja). Dialah yang
paling bisa kupercaya. jawab Orenji-senpai. Huh, kau ini. Hanya
karena kau berjanji untuk membahagiakannya dan karena kau
mencintainya, kan? Kau sengaja mengandalkannya supaya kau bisa
terus melindunginya, kan? lanjut Takemaru. Yah, hingga saat itu,
apapun yang terjadi, aku akan selalu melindunginya. Pasti. lanjut
Orenji-senpai. Takemaru tertegun. Ia tersenyum. Huh, hanya karena
ia sepupuku lanjutnya.
-Minakamis NoteAku pulang dengan wajah lelah. Tadaima (aku pulang)!
seruku. Okaeri (selamat datang), Mina-chan! balas mama dari dapur.
Aku langsung melepas sepatu dan melemparkan tasku di meja belajar.
Tak lama kemudian, kuambrukkan tubuhku yang beratnya tak
mencapai empat puluh itu ke atas kasurku yang empuk. Haah, tak
ada istana selain rumah. ucapku. Aku pun menyalakan Contactor ku
11

dan melihat data musuh itu. Aku telah mengirimkan beberapa data
dirinya. Kalau kau perlu sesuatu, hubungi saja password ku, begitulah
kata Orenji-senpai. Teki ka (musuh ya)? Seandainya musuh itu adalah
temanku. apakah aku harus membunuhnya, atau haruskah aku
membiarkannya? batinku.
Keesokan harinya, aku berangkat sekolah seperti biasa.
Ittekimasu (aku berangkat)! seruku. Itterashai (sampai jumpa)!
sahut mama. Membosankan! Setiap hari aku hanya melakukan
kegiatan yang sama, di tempat yang sama, di saat yang sama, dengan
pemandangan yang sama, perkataan yang sama. Tak ada satupun yang
berubah yang dapat membuatku senang. Aku ingin membolos saja hari
ini. Tapi sayang sekali, hari ini adalah hari latihan pertandingan voli
untuk lomba di London bulan depan. Haduh, kenapa harus aku yang
diberi banyak tugas? Semua orang mengandalkanku. Aku tahu itu hal
bagus, sih. Tapi kenapa harus aku yang harus menanggungnya?
Mattaku (yaampun)! Dare mo watashi o tasukenai no ka (tidakkah ada
seseorang yang mau menolongku)?
Jam ketiga, tepat ketika jam menunjukkan pukul sepuluh,
aku dipanggil bersama para tim voli lainnya. Cukup menyenangkan
karena jam ketiga ini adalah jam pelajaran kimia. Kesempatan kabur!
Hohohoho! Di lapangan, lima belas orang termasuk diriku berkumpul
membentuk lingkaran mengelilingi Shinichiro Matsu-san, sang coach
(pelatih). Ohayo (selamat pagi), minna (semuanya). Aku
mengumpulkan kalian semua di sini tentunya bukan untuk buangbuang waktu. Tanggal duapuluh sembilan. Kita punya waktu tiga
minggu untuk dimanfaatkan. Harap kalian jangan menyia-nyiakan
waktu yang ada. Mulai besok, kita akan berlatih di stadion Komazawa.
Kepala sekolah sudah menyetujuinya, jadi, jangan buat alasan apa-apa
lagi! ucap Shinichiro-san.
Kami pun tercengang. Sensei (guru), demo sore wa (tapi
itu, kan) Artinya kita harus meninggalkan pelajaran selama
beberapa jam, kan? sahut murid satu dan yang lain. Sou da (itu
12

benar). jawab Shinichiro-san. Kalau begitu Tak ada alasan! Sudah


kubilang kepala sekolah sudah menyetujuinya. Kita tak boleh kalah.
Setelah semua kemenangan kita raih dari Asia maupun Eropa, aku tidak
mau kita dipermalukan hanya karena kita kalah tahun ini! Ada yang
tidak kalian mengerti? ucap Shinichiro-san lagi. Semua murid pun
menggeleng. Bagus. Kalau begitu, kita bisa mulai latihan sekarang.
Mulai besok pagi, sopir sekolah akan menjemput di rumah kalian pukul
tujuh, satu per satu. lanjutnya.
Kami berlatih hingga selesai pada pukul empat sore.
Mattaku (yaampun)! Aku tak menyangka aku akan tertinggal pelajaran
dari jam ketiga hingga jam terakhir. Aku kira aku hanya akan
meninggalkan jam kimia, tapi kenapa juga harus mengorbankan
pelajaran yang lain? Haah, habislah aku. Aku pasti harus mencatat
semua yang belum kucatat! Tak lama setelah aku membereskan bola
voli yang berserakan, Yukari dan Megumi menghampiriku. Yo (hei),
Mina! Renshu wa dou datta (bagaimana latihan tadi)? tanya Yukari.
Saiaku da (sungguh buruk) ucapku dengan lemas. Saiaku (buruk)?!
Doukashimashita (ada apa)? tanyanya lagi. Haah, jangan bicara di
sini. Kita jalan sambil bicara saja. balasku, masih dengan nada lemas.
Setelah berganti baju dan keluar dari sekolah, kami berjalan
pulang. Di sanalah aku mulai bercerita. Sou ka (begitukah)? Kawai sou
na anta wa (kasihan kau ini). ucap Yukari. Jangan hanya bilang begitu.
Lakukan sesuatu. balasku. Maa (nah), shikatanai na (tak ada pilihan).
Hora yo (ini dia). Aku sudah meng-copy semua catatan ketika kau tidak
di kelas. lanjut Megumi. Mataku pun berbinar-binar sambil menerima
copy-an catatan Megumi. Domo arigato (terima kasih banyak),
Megumi!! Arigatooo (terima kasih)! ucapku. Tadashi (tapi), sono
kawari ni (sebagai gantinya) sahut Megumi. Sono kawari (sebagai
gantinya)? tanyaku. Kau harus mentraktir kami makan siang di
WcDonald! lanjut Yukari. Eh?! Sonna (tak mungkin)! sahutku.
Kalau begitu, kembalikan itu! lanjut Yukari. Eh? Eh? Demo (tapi)
uh! Baiklah, akan kutraktir! ucapku. Keduanya pun tertawa.
13

Keesokan harinya, aku harus bangun lebih pagi. Aku


menyiapkan sarapan sendiri, peralatan sendiri. Semuanya dengan
terburu-buru dan lebih cepat dari biasanya. Ugh! Hanya gara-gara
lomba voli, setiap hari harus jadi beban! Bangun lebih pagi itu bukan
hobiku, dan aku tak terbiasa bangun pagi. Huuh malas sekali rasanya
melangkahkan kakiku. Rasanya seperti menyeret satu ton bola. Ketika
mobil jemputan sudah datang, aku langsung mengambil tempat duduk
di tengah. Di dalam tentunya, sudah ada sopir sekolah, Shinichiro-san,
dan dua pemain voli lainnya. Cih! Ternyata aku jemputan ketiga, ya?
Kenapa tidak jadi yang terakhir saja? batinku.
Rumah selanjutnya. Cukup besar, tak kusangka pemiliknya
memiliki sebuah Jaguar dan sebuah Bugatti. Dua sepeda motor yang
sedang trend trend nya sekarang. Aku tak mungkin tahu apa profesi
pemilik rumah itu. Lagipula, apa tujuanku tahu? Yang ada hanya
keterkejutanku melihat benda-benda mewah itu. Kurasa keluarganya
suka memboroskan uang untuk membeli barang-barang seperti itu.
Lima menit sudah kami tunggu, tapi ia masih belum keluar juga. Huh,
tampaknya anak ini benci bangun pagi juga. Bagus! Kalau terus begini,
Shinichiro-san pasti akan melakukan toleransi dengan mengundurkan
waktu penjemputan! Yoi zo (bagus), yoi zo (bagus)!
Tak lama kemudian, Shinichiro-san mulai mengomel. Di saat
itu juga, pintu rumah pun terbuka. Awalnya kukira ia akan keluar, tapi
ternyata seorang pemuda bertubuh tinggi tegap, dengan gaya
rambut yang keren dan wajahnya yang tampan bersama adik lakilakinya keluar. Ia langsung menuju ke arah sepeda motornya dan mulai
menghidupkan mesin. Tak kusangka, setelah kulihat simbol sekolahnya,
ia adalah siswa Homikaze Japanese International High School.
Uwaah!!! Hontouni gakkoi yo (benar-benar keren)!! Selama ini tak
pernah kulihat seorang siswa tampan seperti dirinya! Anak-anak yang
lain pun kurasa tidak ada yang lebih keren darinya!
Setelah pemuda itu pergi, sopir sekolah mulai
membunyikan klaksonnya. Shinichiro-san pun mulai kesal. Anak ini
14

sudah lima menit lebih kita tunggu kenapa tidak keluar juga? omelnya.
Tak lama kemudian, seorang wanita dengan seragam sekolahnya pun
keluar. Rambut kuningnya yang curly ala orang perancis dan bawaan
tasnya yang tak terlihat berat Watanabe Okazawa. Gila!!! Ini tak
mungkin!!! Kakaknya dengan pembawaannya yang keren dan datar itu,
kenapa adiknya bisa narsis dan sok gaya begitu?! Tak dapat kupercaya!
Kitto machigai yo (ini pasti salah)! Tapi tak ada tanda-tanda kesalahan.
Jelas-jelas pemuda itu keluar dari rumah Okazawa! Tuhan dunia ini
begitu tidak adil! batinku.
Mobil pun segera melesat membawa kami ke Komazawa
Volley Court. Di sana pada awalnya kami hanya diberi pengantar, tapi
lama kelamaan menjadi seperti ceramah. Man, this is such a pain! I
cant believe the coach would lecture us for almost an hour! Such a
waste of time. ucap Cathrine, membawa budaya Inggrisnya ke Jepang.
Mama dan papa nya lah yang berasal dari Inggris. I think I should kick
his ass out of my sight! ucapnya dengan kasar, tapi perlahan.
Cathrine-chan, sonna ni okoranaide (jangan marah sampai begitu).
ucap salah seorang temannya. Sudah empat tahun aku sekelas
dengannya sejak SD, dan sudah empat tahun pula ia datang dari Inggris
ketika berumur sebelas tahun. Ia mendapat beasiswa ke Jepang,
London, dan Amerika. Tetapi ia lebih memilih untuk ke Jepang. Katanya,
sih, ia ingin tahu Asia. Ia sampai belajar Bahasa Jepang.
Latihan pun berlangsung selama kurang lebih dua jam.
Setelah itu kami mendapat free istirahat selama setengah jam, supaya
tidak pingsan. Cukup puas juga rasanya sudah berhasil melakukan spike
sebanyak tiga kali berturut-turut. Hohohoho! Tentu saja! Aku kapten
tim, jadi harus mendapat reputasi bagus, kan? Ketika istirahat, semua
anak berhamburan. Kegiatan mereka tak dapat ditebak dari awal. Ada
yang melanjutkan latihan, ada yang ke food court, ada juga yang tetap
menggosip di dalam. Haah, aku tak mendapat teman, sejak aku satusatunya murid kelas 3-3. Meskipun mereka teman-teman lama dari SD,
tapi ketika SMP sudah pasti mereka mendapat teman-teman baru dari
15

kelas yang berbeda, kan? Itulah sebabnya haah, samishii


(sepinya)...!
Tanpa kusadari aku pun melamun. Menatap ke arah
Okazawa terus. Kenapa rasanya aku ingin berkenalan? Ah, tidak
mungkin. Aku tidak begitu dekat dengannya, jadi aneh kalau tiba-tiba
berkenalan dengan kakaknya. Tak kusangka, ya. Padahal adiknya
senarsis itu. Apa tidak ada gen ya? batinku. Aku terus merasa ingin
tahu dan menanya pada diriku sendiri. Haah akirameru hoga ii yo
(lebih baik menyerah). batinku. Tak lama kemudian, latihan pun
kembali dimulai. Lagi-lagi aku berhasil melakukan spike sebanyak tiga
kali. Hohoho, sungguh suatu kebanggaan. Tapi entah kenapa rasanya
aku seperti melampiaskan perasaan. Huh!
Ketika kami sudah berganti pakaian dan bersiap pulang,
Okazawa menghampiriku. Yo! sahutnya. Okazawa! balasku.
Tsugoi yo anta wa (kau hebat)! ucapnya. Eh he he, nande mo
nai yo (itu bukan apa-apa). balasku. Tiba-tiba saja dalam hati seperti
ada alarm pengingat. Apakah ini kesempatan? Apakah aku bisa
menanyakan nama kakaknya? Tapi aku tak berani. Iiya (tidak)! Aku
harus mencoba. Ikke (ayo)!! Haah muri da (tak ada gunanya). Aku tak
mungkin tiba-tiba bertanya seperti itu pada orang yang tak begitu
kukenal. Seperti orang aneh saja. Lebih baik jangan. Nanti juga mungkin
akan kuketahui sendiri. Tapi kenapa aku ingin tahu? Ah, aku merasa
tidak sopan kalau bertanya-tanya. Teman-temanku juga bukan tipe
yang seperti Okazawa. Kami tidak segaul dia. Haah, aho da wa
watashi (aku sungguh bodoh). batinku. Aku pun langsung berjalan
keluar dari tempat latihan.
Di depan sudah tampak Megumi dan Yukari yang
menungguku. Yo (hei)! Renshu wa dou datta (bagaimana latihannya)?
tanya Yukari. Yah seperti biasa. jawabku singkat. Ikou ze (ayo
pergi). Kau bilang ingin makan di WcDonald, kan? Ayo. lanjutku.
Hehehe keduanya tampak senang. Itadakimasu (selamat makan)!
seru semuanya serempak. Kami bertiga pun memulai mengigit cheese
16

burger yang sudah terhidang tepat di atas meja. Yukari dan Megumi
langsung menyeruput soda mereka dengan sedotan. Te (nah), renshu
wa saiaku datta no ka (apakah latihannya buruk)? tanya Yukari. Aku
pun mengangguk dengan lemas. Mattaku (yaampun), shikata nai no
sa (tak ada pilihan kan)? Anta wa seisha no taijou desho (kau pemimpin
tim voli kan)? Ganbatte yo (berjuanglah), minna no tame ni (demi
semua orang). sahut Megumi. Aku pun menghela napas.
Tak lama kemudian, aku pun memberanikan diri untuk
bertanya soal Okazawa. Nee (eh), Yukari, Megumi. Antatachi Okazawa
o shite desho (kalian tahu Okazawa kan)? sahutku. Hm? Bagaimana
tidak? Apakah jangan-jangan kau tidak mengenalnya? Kita sempat
sekelas dengannya, kan? balas Megumi, kembali menyeruput soda.
Sou ja nai wa (bukan begitu). Kalian dekat dengannya, kan? lanjutku.
Sore wa sou dakedo (itu benar sih). Memang ada apa dengannya? Dia
menghancurkan timmu? balas Megumi. I iiya (tidak)! Kenapa
begitu? Hm ano sa (itu), anta (kau) Okazawa no oniichantachi o
shiteru (kau tahu tentang kakak-kakak Okazawa)? tanyaku, sambil
menelan ludah dan membuang mata ke arah lain.
Yukari dan Megumi mulai sedikit heran. Nande sonna koto
o (kenapa bertanya soal hal itu)? tanya Megumi, Maa (nah), kalau kau
sekarang bertanya seperti itu, akan coba kupikirkan. Eeto Okazawa
pernah menyebutkannya, tashika (kurasa) Megumi berusaha
mengingat kembali. Dalam hati aku merasa berdebar-debar. Iiya
(tidak)! Kenapa aku jadi sangat ingin tahu? Kenapa dadaku berdebar
begitu kencang? Tenanglah, tenanglah! batinku. Nee (eh), Yukari,
oboeteru (kau ingat)? tanya Megumi lagi. Yukari menggelengkan
kepalanya. Ia tak pernah memberitahuku. jawabnya.
Megumi kembali berpikir. Sesaat kemudian, ia tiba-tiba
mengangkat jari telunjuknya. Sou da (benar juga)! Hm kakaknya
yang paling tua bernama Watanabe Yusuke, dia kelas dua SMA. Dan
yang masih kelas satu SMA adalah Watanabe Nozoki ja nai (bukan),
Nozomu? Ah, aku hanya ingat Nozo bla bla bla. Wasureta (aku
17

lupa)! jawabnya. Sou ka (begitukah)? Domo arigato (terima kasih


banyak), Megumi! sahutku dengan mata yang berbinar-binar. Megumi
mengangkat alisnya, menandakan ia bingung. Nande sonna koto o
(kenapa kau tanya itu)? Ah! Sou da (benar juga)! Moshikashite anta
Okazawa no oniichantachi o suki na no (apa jangan-jangan kau
menyukai kakak Okazawa)? sahut Megumi.
Wajahku pun memerah. Eh?!! Sonna wa ke nai desho
(bukan seperti itu)! Mengenalnya saja tidak! seruku. Hora (lihat),
hora (lihat), anta no kao ga hontouni akai yo (wajahmu benar-benar
memerah)! Itu tandanya kau malu mengakuinya, kan? balas Megumi.
Sonna (tidak)! ucapku. Haah, dou suru wa iinda yo (apa yang
harusnya kulakukan)? Hm Okazawa ni oshietearu ka (bagaimana
kalau aku akan memberitahu Okazawa)? lanjut Megumi. Dame yo
(jangan), sore wa (itu)! Aku tak ingin mulai pertengkaran. ucapku,
sedikit melemas. Melihat wajahku yang lemas dan serius itu, Megumi
langsung bereaksi. Ii wa yo (baiklah). Daremo oshietenainda (takkan
kuberitahu siapa pun). sahutnya. Hontouni (benarkah)?! seruku.
Megumi dan Yukari mengangguk. Un. Zettai naisho ni shitearu yo
(akan kujaga rahasia ini), watashitachi wa o-tomodachi dakara (karena
kita teman). jawab Megumi. Domo arigato (terima kasih banyak)!
seruku.

Aku langsung menjilid semua fotokopi catatan pelajaran


yang tidak kuikuti. Dekita (selesai)! Saa te to (nah), sorosoro benkyou
no jikan da (sudah saatnya belajar)! ucapku. Minggu depan kami ada
ujian tengah semester. Aku membuka jendela kamarku agar udara
segar di malam hari dapat masuk. Ketika baru mulai membaca buku,
aku terhenti dan terpikir sesuatu. Orenji-senpai to minna wa ima nani
shiteru no ka na (kira-kira apa yang Orenji-senpai dan yang lainnya
sedang lakukan, ya? batinku.

18

Setelah tiga jam baru selesai belajar, aku langsung


menyalakan Contactor ku. Setelah log in password, segera kumasukkan
password Orenji-senpai lalu menghubunginya dengan detector. Yo
(hei), Minakami. Doushita no (ada apa)? Tumben sekali kau
menghubungiku malam begini. ucap Orenji-senpai yang sudah tampak
memakai baju tidur di video call. Aku menggeleng. Nande mo nai yo
(bukan apa-apa). Tokorode (ngomong-ngomong), ima minna wa nani
shiteiru no (apa yang sedang dilakukan yang lain)? tanyaku. Hm
shugyo da (latihan). jawab senpai. Sh shugyo (latihan)? Konna yoru
ni (di malam seperti ini)?! sahutku dengan terkejut. Un. Ada juga yang
belajar untuk ujian sepertimu, ujian tengah semester SMP. Juga
tentunya ada yang akan tidur sepertiku. lanjut senpai.
Aku tertawa kecil. Sou iu ba (oh ya), mata ano renshu wa
iru no (apa masih ada latihan itu)? Sono seisha no renshu (latihan voli
itu)? tanya senpai. Un. Mada tsuzuketeiru (masih terus berlanjut).
jawabku. Sou ka (begitukah)? Dulu aku juga masuk tim sepak bola
ketika SMA, dan aku ingat aku cedera untuk yang pertama kalinya.
Kukira aku akan keluar dari Kuroi Komori. Tapi Takeshi-sama begitu
pengertian dan aku tetap menjalankan misiku, tapi tidak seberat yang
dulu. Berkat itu pun aku dapat membiayai operasi lenganku. Huh,
nanka natsukashi (terdengar nostalgis). Takeshi-sama selalu pengertian,
dan tidak seenaknya sendiri sebagai kepala. lanjut senpai. Aku hanya
membalas dengan tawa kecil. Sou da ne (benar juga). Aku ingat ketika
aku tersesat di hutan gara-gara mantanku, aku menangis seperti orang
gila. Lalu tak lama kemudian, kau membawaku ke markas. Dan aku
bertemu dengan Takeshi-sama. Orenji-senpai hanya membalasku
dengan tertawa kecil.
Tak lama kemudian, dari telepon terdengar suara seseorang
memanggil senpai. Kelihatannya mereka membutuhkanmu. ucapku.
Aa (ya), sou mitai da ne (sepertinya begitu). Jaa (nah), mata na (sampai
jumpa), Minakami. balas senpai. Un. Jaa nee (sampai bertemu lagi),
senpai. balasku. Aku pun langsung mengunci lagi Contactor dan
19

menyimpannya.
Seminggu tak terasa telah berlalu. Rasanya
seperti musim gugur yang berlalu begitu cepat. Ujian pun datang.
Seratus duapuluh menit, ujian tengah semester mata pelajaran
geometri. Dua orang guru pengawas masuk, semua murid memberi
salam dan guru memberi salam. Hoo seperti biasanya. Ujian pun
dimulai setelah selesai membagikan naskah soal dan lembar jawaban
komputer. Baru dua menit dimulai, kemudian ledakan terjadi di
lapangan parkir lantai satu. Semua murid di kelas panik, kecuali aku,
yang telah terbiasa dengan yang seperti itu. Sang pengawas pun keluar
dari ruangan untuk memeriksa apa yang terjadi. Tapi tiba-tiba dua
orang penjahat langsung membobol masuk kelas kami, melempar
kunai pada lembar jawaban komputer milik beberapa siswa. Dengan
sikap tenang aku terus mengerjakan soal ujian.
Berdiri dan segera menyingkir di sana! Serahkan segala
kepunyakanmu! seru salah seorang. Semuanya pun berdiri, termasuk
guru-guru pengawas, dan langsung memojok. Hanya aku saja yang
terus mengerjakan ujian. Kalau kalian berani melawan, bergeraklah
satu inci, maka kupatahkan leher kalian! ucap penjahat yang lainnya.
Bos, ada seorang anak, di pojok sana. sahut temannya sambil
menunjuk ke arah bangkuku duduk dan bekerja dengan tenang. Nak,
segera ke sini. Ancaman ini bukan main-main! sahut salah seorang
guru. Aku tidak menghiraukan apa yang orang-orang katakan. Just stay
cool and do my test as best as I can. Itulah yang kulakukan.
Kedua guru pengawas dan para murid yang lain tampak
panik berdiri di pojok ruangan. Sekali lagi, salah seorang penjahat
berseru sambil menodongkan pistol, Kuperingatkan sekali lagi,
berdirilah dan biarkan kami mengemasi barang-barangmu sebelum
kuledakkan kepalamu itu! Aku pun menghela napas, lalu mulai berdiri.
Apa yang kau inginkan dariku? Aku tak punya barang berharga!
ucapku. Huh, kau kira kau bisa membohongi kami? Kalau memang
begitu, biarkan kami membongkar seisi tasmu! serunya lagi.
Membongkar tasku? Huh, maaf, ya. Ada benda pribadi yang tak boleh
20

kalian lacak. balasku. Maka dari itu setiap benda berharga di


dalamnya akan kami ambil! lanjutnya lagi.
Aku tetap hanya menatapnya dengan tatapan dingin yang
tajam. Tak lama kemudian, malah dia sendiri yang ketakutan dan mulai
gemetar. Jangan main-main!!! Kami serius!! Cepat pergilah ke pojok
sini!! serunya. Takahashi-san, onegai (kumohon), kotchi e (datanglah
ke sini)! sahut Shion, salah seorang temanku. Haah, hurusai na
(sungguh menyebalkan). Kalian sungguh menggangguku mengerjakan
ujian, ucapku sambil mempertajam mata, Bagaimana kalau kalian
berdua saja pergi dari sini dan memojok di kota?! Salah seorang
penjahat yang sudah sangat ketakutan itu langsung maju selangkah ke
arahku.
Aku tak bercanda! Kurae (terima ini)! seru salah seorang
penjahat itu sambil meluncurkan satu butir peluru. Semua anak dan
guru yang sangat panik itu malah menutup mata, dan ketika mereka
membuka mata, sebutir peluru itu telah tersangkut di antara jari
telunjuk dan jari tengahku. Sekali lagi, penjahat itu meluncurkan
pelurunya. Kedua kali, ketiga kali, keempat kali. Peluru-peluru itu
berhasil kutangkap. Akhirnya, seorang penjahat yang lainnya pun turut
meluncurkan peluru. Dengan santai aku menghindari semua peluru itu.
Ketika salah seorang kehabisan peluru, yang satu tetap menembak. Aku
tetap menangkap peluru-peluru itu di sela-sela jemariku. Ketika akan
menembak satu butir peluru lagi, Aku melemparkan peluru-peluru
yang tersangkut di jari-jariku ke arahnya, sehingga menempis peluru
yang ia tembakkan. Kebetulan saja, ternyata pelurunya sudah habis dan
ia tak membawa cadangan. Ia pun rubuh dan ketakutan melihatku
berjalan mendekatinya.
Tasuketekure (tolong bebaskan aku)!! Yurushite (maaf)!!
serunya. Huh, oroka na ningen da (manusia bodoh). Kalau kau hanya
datang ke sini untuk berbuat kasar lalu minta maaf, lakukan hal itu di
depan polisi. Huh, apa yang harus kulakukan, ya? Memanggil polisi?
Tidak, aku tak tertarik. balasku. Aku pun mengeluarkan pisau kunai lalu
21

menodongkannya ke wajahnya. Bagaimana kalau kupenggal saja


kepala kalian? lanjutku. Yamero (hentikan)! Yamero (hentikan)!!!
serunya. Tidak ada kesempatan kedua!! seruku, langsung
mengaktifkan tipuan mata dan membuat mereka terlelap.
Para guru dan murid hanya memerhatikanku dengan takut
dan tak mengerti apa yang terjadi. Tanpa berlama-lamaan lagi aku
langsung mengangkut kedua penjahat itu. Maaf, aku harus pergi
sebentar. Aku akan segera kembali. Shitsureishimasu (permisi).
ucapku. Aku pun langsung keluar dari sekolah, melompat dari satu atap
ke atap yang lainnya dan segera melesat ke kuartir.
Ketika sampai, aku langsung masuk ke gudang lalu
melemparkan kedua kepala penjahat itu. Eh? Minakami? seru Orenjisenpai sambil berjalan mendekatiku. Doushita no (ada apa)?
Bukannya kau harusnya ada di sekolah? tanyanya. Ia pun melihat
kedua penjahat yang kubawa. Koitsura wa (mereka) Nanka ayashii
n desu (sungguh mencurigakan). Tidak pernah sekalipun ada penjahat
membobol sekolahku. ucapku. Mungkin satpam mu teledor? balas
senpai. Iiya (bukan), sou ja nai (bukan itu maksudku). Mungkin mereka
berhasil membunuh satpam, tapi apa yang mereka inginkan sampai
membobol ke sekolahku? Penjahat tak pernah memasuki sekolahku.
Pasti ada sesuatu. Ada seseorang yang memerintahkan mereka.
lanjutku. Senpai hanya terdiam melihatku. Niat mereka masih
mencurigakan. Apa jangan-jangan mereka mengincar kita? lanjutku.
Sou omottakedo (kupikir begitu, tapi)... tak dapat dibuktikan dengan
logis untuk apa mereka mengincar kita. Tonikaku (yang penting), otagai
kiotsukimasho (kita harus sama-sama berhati-hati). jawab senpai. Un
(ya). jawabku. Aku pun memalingkan badan dan langsung pergi.
Ketika sampai di sekolah, aku langsung berlari masuk,
berharap tidak terlambat. Tapi ketika aku sampai di sekolah, para murid
terlihat berhamburan di halaman depan. Aku memanggil salah seorang
di antara mereka. Hei, apa yang terjadi? Bukannya kita masih ujian?
Bukannya kita tidak seharusnya pulang jam segini? tanyaku. Benar.
22

Tapi kudengar tadi dari Kepala Sekolah, terjadi kekerasan di sekolah ini.
Maka beliau memutuskan untuk menunda ujian bulan depan, sebelum
ujian akhir. jawabnya seraya meninggalkanku. NANI (APA)?!!
Menunda???!!! seruku dengan kesal.
Aku berjalan pulang dengan wajah lemas. Tadaima (aku
pulang) ucapku dengan nada yang rendah. Okaeri (selamat datang).
Kenapa sudah pulang? Apa ada masalah? Kenapa wajahmu lemas? Apa
ujiannya sulit? tanya mama dalam sekejap. Shiranai wa (aku tak
tahu)! Aku tak mau memikirkannya lagi! jawabku. Aku langsung masuk
ke kamar dan membaringkan badan. Haah semuanya menumpuk!
Minggu depan ulangan harian, seminggu setelah itu ada lomba,
sebulan lagi setelah itu ada ujian tengah semester lagi! Ah!!! kataku
mengomel-ngomel sendiri di kamar.
Ketika sore hari itu aku berendam di kamar mandi sambil
meletakkan batu hangat berbungkus handuk putih di atas kepalaku.
Setelah kupikir semuanya akan segera berakhir, kenapa malah
semuanya menumpuk di minggu-minggu berikutnya? ucapku. Setelah
selesai berendam, aku langsung berpakaian dan mengambil hot pot
yang sudah terhidang di meja makan untuk makan malamku. Ketika
barusan akan makan, kudengar seseorang mengetuk-ketuk pagar.
Kitto papa da yo (itu pasti ayah). ucap Yukata, adikku. Aku langsung
membuka tirai untuk melihat siapa yang datang. Papa ja nai yo (itu
bukan ayah). sahutku. Aku tak yakin siapa mereka. Karena itu, aku pun
langsung keluar dan melihat lebih dekat. Ternyata, mereka Yukari dan
Megumi. Kon ban wa (selamat sore), Mina-chan. sapa mereka.
Yukari! Megumi! seruku. Aku langsung berlari dan membukakan
pintu, kemudian mempersilahkan mereka masuk.
Doushita no (ada apa), Yukari, Megumi? tanyaku ketika
berada di ruang tamu. Kau meninggalkan ini tadi di kelas. jawab
Megumi sambil menunjukkan tasku yang tertinggal selama ujian tadi.
Wa watashi no bakku da (ini tasku)! ucapku, Arigato (terima kasih),
Yukari, Megumi! Mereka tersenyum manis. Demo ne (tapi), anta wa
23

tsugoi yo ne (kau hebat)! Tak pernah ada seorang murid pun dalam
sejarah yang dapat mengalahkan seorang penjahat! sahut Yukari. Eh?
He he. he balasku hanya dengan tawa kecil. Jaa (nah),
watashitachi wa iku ne (kami akan pergi). Kami hanya perlu mengantar
tasmu. sahut Megumi. Aku pun mengangguk.
Ketika Yukari dan Megumi sudah pulang, aku langsung
melahap habis makanan di meja makan. Setelah itu aku langsung
menyalakan iMac ku. Aku membuka internet dan mengetikkan Raven
Black Secret Agent di search box. Di layar telah ditampilkan beberapa
situs tentang artikel-artikel dan gambar-gambar mereka beserta
seragam. Mataku tertuju pada situs bertuliskan Search for members
and details pada website www.kuroikarasu.rb.co.jp. Tanpa berbasabasi lagi, aku langsung membuka situs itu. Membutuhkan beberapa
saat untuk processing. Ketika selesai, yang muncul di layar hanyalah
tulisan besar yang bunyinya, Processing Error! Enter password to
continue. Wah, aku tak tahu password nya. Mattaku (yaampun)!
Aku masih bukan secret agent di Kuroi Komori. Aku masih belum
diajarkan cara merusak password. Lagipula mereka pasti punya firewall
atau mungkin double protection. Agen-agen seperti itu sangat ketat!
ucapku.
Lama waktu berjalan dan tak terasa jam sudah berputar di
angka sembilan. Wajahku mulai mengantuk dan aku pun lelah.
Mattaku (yaampun), sudah tiga jam aku berada di depan iMac. Haah,
besok Selasa hingga Rabu depan ada ulangan harian, minggu depannya
lagi ada lomba voli, lalu bulan depannya masih lagi ada ujian tengah
semester ucapku. Aku tak bisa berhenti mengucapkan kata-kata itu.
Tak lama setelah mengomel aku pun terlelap dalam tidur. Keesokan
paginya aku dijemput pada waktu yang sama, sangat pagi. Aku terus
memasang wajah malasku dan hanya memandang langit.
Suatu waktu ketika mobil berhenti di depan rumah dengan
mobil Jaguar dan Bugatti nya. Mataku pun melirik. Laki-laki itu kembali
keluar. Dengan gayanya yang keren dan mengenakan jaket, sambil
24

mendengarkan musik yang keluar dari iPod nya melalui kedua


earphone nya Watanabe Yusuke. Mataku mulai terbelalak. Wajahku
memerah. Tatapan malasku sekarang menjadi berbinar-binar. Ah,
benar juga, Minakami. Hidupmu tidak sesulit yang kau bayangkan.
Setiap hari kau bisa melihat laki-laki tampan yang ada di sana itu,
selama kau berangkat latihan voli. ucapku dalam hati. Aku mulai
mencermati cermin diriku dari dua sisi yang berbeda.
Ketika sampai di stadion, kami mulai latihan. Seperti
biasanya, latihan berlangsung tiga jam dengan istirahat setengah jam.
Pelatih mulai memberikan teori dan konsep dasar teknik yang harus
kami gunakan pada saat lomba nanti. Teori yang sudah dipakai para
kakak-kakak sebelum generasi kami. Dengan itu kami bisa merebut
kemenangan tanpa ragu.
Sore hari tepat pukul empat sore latihan bubar. Semua anak
langsung keluar dan menelepon orang tua, saudara, ataupun
penjemput mereka. Aku juga menunggu di luar karena di dalam cukup
pengap. Tak lama kemudian, anak-anak lenyap satu per satu, pulang ke
rumah mereka masing-masing. Dan, ketika tinggal tersisa aku dan
Okazawa, laki-laki itu datang. Jantungku pun berdegup kencang. Iiya
(tidak)! Nande konna ni doki doki suru no yo (kenapa aku jadi berdebardebar begini)? batinku sambil terus merasakan dadaku yang
berdenyut kencang. Aku berusaha mengalihkan pandangan dan
berusaha untuk tidak melihat ke arahnya, tapi tidak bisa. Kelihatannya
mataku memang sudah terpaku padanya.
Aku melihat Okazawa memasang helm nya. Sou ka (begitu,
ya)? Kelihatannya ia pulang diantar Yusuke-san. batinku. Ketika
Okazawa sudah memakai helm nya, mereka siap berangkat. Sudah
akan berangkat, ya? Haah, padahal aku masih ingin melihatnya. Eh?
I iiya (tidak)! Aku tak boleh berpikiran seperti itu! batinku lagi. Oi,
soko no omae (kau yang di sebelah sana)! Terdengar suara yang gentle,
tapi lembut. Aku pun menoleh. Siapa sangka kalau yang menyahutku
adalah Yusuke-san. Omae (kau) aku pernah melihatmu sebelumnya.
25

Kau teman satu mobil dengan adikku, kan? ucapnya. S sou desu
(benar). Kami satu klub. jawabku dengan suara terputus-putus
saking gugupnya. Kami terdiam selama beberapa detik. Nee (eh),
Minakami. Kau mau ikut dengan kami? Niichan akan membantu
mengantarmu pulang. Ada aku juga. sahut Okazawa. Debaran
jantungku bertambah cepat dan semakin cepat, dan sebentar lagi akan
copot. I iiya (tidak). Aku akan pulang sendiri. Sebentar lagi orang
tuaku akan menjemput. balasku. Sou ka (begitukah)? Jaa watashi iku
ne (aku pergi duluan). Kiotsukete (hati-hati). lanjut Okazawa. U un.
Arigato (terima kasih), Okazawa-san. balasku. Un! lanjut Okazawa.
Tak lama kemudian, Yusuke-san dan Okazawa pergi
meninggalkanku. Mataku terbelalak lebar. Dadaku masih berdegup
kencang dan aku masih mengepalkan kedua tanganku di atas dada.
Nan nanda (apa ini)? Kenapa kebetulan sekali ia berbicara padaku?
Padahal ia tak mengenalku! Yabaiinda yo kore wa (ini bahaya).
batinku. Yo, Mina-chan! sahutan seseorang itu membuyarkan
kegugupanku. Saat aku menoleh ke belakang, terlihat Megumi dan
Yukari berjalan menghampiriku. Megumi! Yukari! Kon ban wa
(selamat sore)! ucapku. Kon ban wa (selamat sore). Udara di sini
dingin sekali! Aku tak betah berlama-lamaan dengan hawa dingin.
Ikimasho (ayo pergi). lanjut Megumi.
Karena tak tahan dingin, kami akhirnya pergi ke tempat lain
dan di sanalah kami makan snack. Kami berhenti di suatu restoran kecil
yang menjual berbagai snack hangat. Kami memesan omanjuu dengan
ocha. Oishii (enak)! Aku tak pernah merasakan omanjuu seenak ini!
ucap Yukari. Maa (yah), karena tak ada restoran lain yang buka dan
lebih dekat, kita lebih baik berhenti di sini. lanjut Megumi. Nee (eh),
Megumi. Ano (anu) sore (itu) Yusuke-san wa nan nen nan kumi ni
(Yusuke kelas berapa)? tanyaku, masih sedikit gugup. Hm eeto Ni
nen go kumi ni (kelas 2-5). Dia wakil ketua OSIS SMA, dan dia kenal
dengan Yuzuru-senpai, kakak sepupumu. jawab Megumi Eh?!!
Takemaru niichan (kak Takemaru)?! Hon hontouni (benarkah)?!!
26

seruku. Ehehehe Mina-chan tampak perhatian pada Yusuke-senpai.


Sonna ni gakkoi no ka (apakah dia terlalu tampan)? balas Megumi.
Uun. Aku baru tahu ada laki-laki yang lebih tampan dari biasanya,
sih. Wajahku tertunduk malu dan memerah.
Megumi terus tersenyum melihatiku. N nani o (ada apa)?
Kenapa kau melihatiku terus? tanyaku. Maa (nah), maa (nah)! Ada
yang sedang jatuh cinta nih. ucap Megumi. M Megumi! sahutku.
Maa (nah), aku belum lihat, lho, reaksi gelagapanmu ini. Itu
tandanya cinta! Sore wa koi da yo (itulah cinta)! lanjut Yukari. Yu
Yukari! Ah, mou (duh)! Kenapa kalian malah mem-bully aku? balasku.
Shikatanai ja nai (mau bagaimana lagi)? Temanku ada yang sedang
jatuh cinta, sih! lanjut Megumi. Karena tak dapat menghentikan
mereka, aku pun mengalah.
Megumi tersenyum tiba-tiba. Tapi kalau memang dibilang,
sih, orangnya lumayan. Kau benar. Dia memang cukup tampan.
ucapnya. Kau pernah lihat wajahnya? tanyaku. Mochiro (tentu)! Sou
desho (benar kan), Yukari? balas Megumi lagi. Sou (benar), sou
(benar)! Memang kalau dilihat dia tampan juga. balas Yukari. Sou
desho (benar kan)? Aku sudah bilang, kan? Bukan hanya cukup tampan,
tapi sangat tampan! Benar-benar ini pertama kalinya aku melihat kakak
SMA keren sepertinya! Ah, berapapun kakak SMA yang sudah sering
kulihat, dialah yang pertama yang menggetarkanku! Wajahku pun
tambah memerah. Sesaat kemudian aku memalingkan wajah. Mina,
kau sepertinya sedang demam cinta. kata Megumi tanpa kurespon.
Setiap hari bisa melihatnya. Keuntunganku sebagai pemain voli!
batinku.
.
Jaa (nah), bye bye, Megumi, Yukari. ucapku sambil
melambaikan tangan. Bye bye! balas Megumi dan Yukari. Aku segera
berjalan masuk ke rumahku karena di luar sangat dingin. Tadaima (aku
pulang)! seruku. Tak ada seorangpun yang menjawab. Haha ue (ibu)?
27

lanjutku. Ketika berjalan menuju dapur, mataku tertuju pada secarik


kertas yang ditempelkan di pintu kulkas, bunyinya, Mengantar Yukata
lomba piano. Jangan menyalakan kompor! Tanpa bertanya-tanya aku
sudah tahu kalau itu mama. Sou iu koto ka (begitu ya)? ucapku, Maa
(yah), sudahlah! Setidaknya tak ada orang di rumah, aku merasa bebas!
Aku langsung berganti pakaian dan berguling di kasur.
Aku menyalakan Contactor dan log in, kemudian
memasukkan password Takemaru-niichan untuk menghubunginya. Tak
lama setelah tiga kali nada dering bunyi, wajahnya tampak di screen.
Nanda yo (ada apa)? Tumben sekali menghubungi. ucapnya. Mou
(yaampun)! Kau tega! Tidakkah kau senang adikmu menelepon?
balasku. Senang? Cih, senang apanya? Untuk apa aku harus senang?
Biasa saja. Aku juga sering melihat wajahmu sampai bosan, imouto yo
(adikku)! lanjut niichan. Aku mengkerutkan bibirku. Untuk apa kau
menelepon? sahutnya lagi. Aku ingin bertanya. jawabku.
Aku pun mulai bertanya soal Yusuke-san pada niichan. Nee
(eh), niichan (kakak). Eeto Yusuke-san o shiteru (kau tahu Yusukesan)? tanyaku. Yusuke? Dare (siapa)? Okunaga Yusuke? Soretomo
Watanabe Yusuke (atau Watanabe Yusuke)? tanya niichan.
Watanabe Yusuke. jawabku. Shiranai wa ke nai daro (tak mungkin
aku tak tahu). Soitsu wa fuku kaichou da (dia wakil ketua OSIS). balas
niichan. Sono hito wa dou datta (bagaimana orangnya)? tanyaku lagi.
Wajahku mulai memerah sedikit. Hah? Dia, sih, terkadang pendiam.
Tapi kalau sudah ketemu gerombolannya, ia sama saja seperti anakanak yang lain. jawab niichan lagi. Kanojo ga iru no (apa dia punya
pacar)? tanyaku. Kurasa tidak. Nande (kenapa)? Soitsu no koto suki
no ka (apa kau suka dengannya)? balasnya. Chi chigau yo (bukan)!
seruku. Huh, hora (lihat), hora (lihat)! Wajahmu terlihat kesal.
Tandanya aku benar, kan? balas niichan.
Aku pun mengkerutkan bibirku lagi. Mou (duh), niichan
hontouni urusai na (kau benar-benar menyebalkan)! ucapku. Kalau
begitu kenapa kau menelepon? Kau yang perlu sesuatu denganku, kan?
28

Sekarang kau malah marah-marah denganku. balas niichan, Tonikaku


omae Yusuke o suki desho (yang penting kau suka dengan Yusuke kan)?
Huh, kau adalah imouto yang paling mudah ditebak. Kalau kau suka
pada seseorang, kau biasanya suka bertanya-tanya tentangnya, kan?
Chigau n desu yo (bukan), niichan! balasku. Maa (baiklah), kau
belajarlah sana. SMP sebentar lagi ulangan akhir, kan? lanjut niichan.
Bukan sebentar lagi, tapi besok sudah dimulai. sahutku. Maa
(baiklah), terserah. Aku masih ada tugas. Jaa na (sampai jumpa). Akan
kusampaikan pesanmu pada Yusuke. kata niichan. C chotto (tunggu
dulu), niichan! Ia langsung memutus sambungan telepon. Mou
(duh), mattaku yo (yaampun)! ucapku dengan kesal.
Aku beranjak dari kasur dan pergi menuju dapur. Ketika
akan memasak, aku telah melihat sekotak bento di meja makan. Ketika
kubuka, isi makanan yang membuatku berbinar-binar itu langsung
kusantap. Oishii (enak)!! seruku. Tak kusangka mama telah
menyiapkan makan siang. Tak heran aku tak boleh memasak.
Sore harinya, mama dan Yukata masih belum kembali. Karena itu,
aku langsung mengambil buku dan belajar. Besok sudah mulai ulangan
akhir. Selama seminggu aku harus melupakan waktu istirahat, terapi,
berendam, dan bermain. Yah, termasuk misi ku juga. Menyebalkan!
Belum lagi minggu depannya ada lomba voli di London. Aku harus cepat
packing paling lambat tiga hari sebelumnya. Aku membuka jendela
agar udara dapat masuk dan segera belajar.
Hari yang dinanti pun tiba. Esok hari aku berangkat ke
sekolah dengan tas yang ringan. Hanya ada alat tulis, selembar kertas
kosong, dan kartu peserta. Sesampainya di sekolah, aku gunakan waktu
sempit dua puluh menit untuk kembali me-refresh mata pelajaran
ulangan. Ketika waktu habis, para murid dengan tergesa-gesa
membereskan buku-buku mereka dan langsung meletakkannya ke
dalam tas. Tas itu kemudian dikumpulkan di depan, di bawah papan
tulis. Ujian dimulai. Matematika. Seratus duapuluh menit itu tidak

29

terasa ketika kau mengerjakan ulangan hitungan. Aku menelan air


ludah, berharap bisa mengerjakan semua soal dengan baik.
Ketika ada beberapa nomor yang tidak dapat kumengerti,
aku membentuk simbol tangan. Aku menggunakan telinga kelelawar
ku sehingga aku dapat mendengar gesekan tulisan teman depanku dari
belakang dengan mudah. Setelah mendapatkan jawabannya, aku
segera menyalinnya di lembar jawaban komputer. Mitsuketa
(kutemukan)! ucapku dalam hati. Ulangan pun berjalan dengan lancar.
Aku beruntung karena teman depanku pandai hitungan. Yah biasa,
anak nerd. Meskipun perempuan, dia nerd juga. Bela-belain belajar
hanya demi nilai. Cih, maaf. Aku tak seperti itu. Untuk apa susah-susah
bela-belain mata rusak hanya demi belajar?
Aku paling tak suka pelajaran hitungan, entah itu
matematika, fisika, kimia, ataupun geografi dan sosiologi. Pengecualian,
ekonomi. Yah kalau masalah hitung-hitungan uang, rabat,
keuntungan, bunga, pinjaman, aku selalu tak pernah luput. Karena
kalau sampai luput, aku bisa rugi. Tapi aku suka hukum. Nanti aku
berencana menjadi jaksa di Inggris. Waktu pengerjaan ulangan selesai.
Semua anak bergerombol mengambil tas mereka dan mencocokkan
jawaban. Aku dengan santai hanya memakan sandwich yang sudah
susah payah kubuat sendiri kemarin malam. Karena kesempatan tak
ada yang mendekatiku, aku mengeluarkan Contactor. Setelah
memasukkan password, tak kusangka aku mendapat lima panggilan tak
terjawab. Tiga dari niichan, dan dua dari Orenji-senpai. Karena tak
mungkin menelepon dengan Contactor di tempat seperti ini, aku pun
mengabaikan semua panggilan tak terjawab.
Aku sudah tahu mereka memanggilku pasti karena ada
kasus di beberapa lokasi. Aku pun membuka aplikasi peta. Ternyata
benar. Di beberapa lokasi terdapat titik-titik merah. Untung saja jumlah
mereka tak menyebar begitu banyak. Tiba-tiba Yukari, Megumi, dan
Kumiko muncul di sampingku. Yo (hei), Mina-chan! sahut mereka.
Uaa!! seruku saking kagetnya. Aku pun langsung mematikan
30

Contactor dan memasukkannya ke dalam saku. N nanda yo ikinari


(ada apa tiba-tiba sekali)?! seruku lagi. Hm? Apa, sih, yang sebetulnya
kau sembunyikan? tanya Kumiko. Sou da (itu benar)! Dari dulu kau
suka menyembunyikan benda kecil seperti iPod berwarna oranye.
Katakanlah. Kami takkan memberitahu siapapun. kata Megumi.
Aku pun tertangkap basah. S sou ne (benar). IIiya
(tidak) kore wa (ini) hontouni watashi no aipodu da yo (benar-benar
iPod ku). Eh hehehe! jawabku terputus-putus. Hontouni
(benarkah)? Jaa misetekure yo (kalau begitu perlihatkan dong). Jangan
sembunyi-sembunyi seperti itu! lanjut Yukari. I iie (tidak), kore wa
(ini) ada privasi di setiap gadget. Masa sampai segitunya kalian ingin
tahu? jawabku. He okashii na (itu aneh). Keluargamu ternyata
punya banyak privasi juga, ya? Padahal papa mu kelihatan tidak punya
privasi. sahut Megumi. Sonnan ja nai (bukan seperti itu). jawabku.
Maa (sudahlah)! Setiap orang punya privasi. Boleh juga kuakui itu.
lanjut Megumi. Ehehehe tawaku. Aku kembali menggigit sandwich
ku hingga habis.
Setelah istirahat selesai, mulailah ujian kedua. Ujian
berlangsung karena malas berpikir, aku menyontek. Sama seperti
biasa. Huh! Aku beruntung menjadi seorang mata-mata Kuroi Komori.
Tak kusangka aku dapat melakukan kekuatan mistik dari dalam jiwaku
sendiri. Ketika waktu ujian selesai, aku langsung mengumpulkannya di
meja pengawas dengan wajah santai.
Aku berjalan keluar meninggalkan sekolah. Tiba-tiba saja,
dunia rasanya berputar seratus delapan puluh derajat, tepat ketika aku
melihat ke arah hutan di belakang sekolahku. Waktu menarikku
mundur hingga empat tahun yang lalu. Aku teringat ketika aku tersesat
di hutan itu. Ketika Akahira Hayato, mantan pacarku meninggal karena
kecelakaan. Ia naik sepeda motor membonceng adiknya. Lalu ada
seseorang mabuk mengendarai truk dan tanpa sengaja membelokkan
setir dan menabraknya beserta adiknya hingga jatuh ke jurang.
31

-FlashbackAku berlari tanpa tahu arah dan tak sadar akan diriku yang
telah menyusuri hutan lebat. Hayato no baka (Hayato bodoh)! Kenapa
harus berakhir seperti itu?! ucapku dalam hati sambil menbekap
mulutku dan menangis-nangis di bawah rerimbuhan pohon yang
kulalui. Tak lama kemudian matahari sudah tampak terbenam. Aku
baru menemukan diriku tersesat di antara pepohonan lebat. Aku pun
bersandar pada salah satu pohon dan menunggu adanya keajaiban.
Dare ka (seseorang) tasukete (tolong aku). rintihku di sela-sela
tangisanku. Tak lama kemudian seseorang berjalan mendekatiku
sambil membawa senter. Daijoubu desuka (apa kau baik-baik saja)?
Itulah yang pertama kali ia ucapkan padaku.
Karena tak bisa menghentikan tangisanku, aku tak bisa
menjawabnya. Tanpa banyak bertanya, ia mengeluarkan sapu
tangannya lalu menghapus air mataku yang mengalir dengan deras di
wajahku. Kenapa kau datang ke sini? tanyanya lagi. Aku pun
menjawab, Aku aku tersesat. Beberapa detik setelah itu, aku tak
sadarkan diri. Tetapi aku ingat. Aku berada di dalam tidur yang nyenyak
dan hangat. Ya, orang asing itu menggendongku sambil berjalan
menyusuri rerimbuhan pohon.
Me ga sameta ka (kau sudah sadarkan diri)? ucapnya
dengan perlahan. Anta (kau) dare (siapa)? tanyaku. Boku wa
Rokudo Orenji desu (aku Rokudo Orenji). Kimi wa (kalau kau)? kata
pria itu. Aku pun terdiam selama beberapa saat. Kalau kau tak ingin
menjawab, tak apa. Aku tahu kau sedang sakit hati, kan? lanjutnya.
Air mataku pun kembali mencair dan mengalir di kedua sisi pipiku.
Takahashi Minakami desu (aku Takahashi Minakami). ucapku lirih.
Pria itu tersenyum. Sou ka (begitukah)?, katanya, Apa yang
membawamu kemari? Aku menjawab, Taisetsu na hito ga (orang
yang berharga bagiku) shinda n desu (telah meninggal). Tak heran
kau sampai berlari ke sini. lanjutnya. Apa maksudmu?! Apa kau tak
32

pernah merasakan sakitnya kehilangan seseorang yang penting


bagimu?!! seruku dengan sedikit kesal.
Pria itu terdiam. Beberapa saat kemudian, ia berucap,
Ketika kecil, orang tuaku harus pergi ke suatu tempat jauh dari Tokyo.
Aku harus menjaga rumah, sendirian. Tak lama setelah hari itu, aku
mendengar mereka meninggal dalam kecelakaan pesawat. Lalu yang
kedua, teman dekatku harus meninggal karena diteror oleh seoarng
penjahat. Aku tak mampu melindunginya, ia tersenyum, Cukup
mengesankan, ya? Dua kali mengalami rasa sakit yang dalam. Air
mataku langsung membeku. Tak kusangka orang yang menolongku
juga sama sepertiku. Aku pun terdiam. Hatiku yang beku kini serasa
telah diberi kalor sehingga mencair.
Tak lama kemudian, kami sampai di sebuah rumah besar.
Awalnya kukira itu adalah sebuah rumah. Herannya, kenapa bisa
sebesar itu? Juga bagaimana bisa mereka membangun rumah di
tempat tersembunyi seperti ini? Setelah kulihat lebih dekat lagi,
ternyata itu adalah sebuah kuartir. Bangunannya seperti sekolah,
dengan sebuah asrama di sebelahnya. Pria itu menggendongku hingga
masuk ke dalam kuartir itu. Ketika masuk, betapa terkejutnya aku
melihat banyak sekali manusia di dalamnya. Koko wa ittai (tempat apa
ini)? tanyaku. Aku pun mulai menurunkan kakiku dan berdiri.
Aku pun menoleh ke sekelilingku untuk kembali mengamati
orang-orang di sana. Nanda yo (apa ini)? Kau membawa tamu lagi?
sahut salah seorang teman pria yang menolongku. Ia tersesat.
Tidakkah kita memberinya secangkir minuman hangat? balas pria
yang menolongku itu. Ia membawaku ke sebuah ruangan untuk
bertemu seseorang sekaligus menghangatkanku.
Sesampainya di ruangan itu, aku hanya bertemu dengan
seorang pemuda yang tampak paling tua di gedung itu. Usianya kirakira tigapuluh tahun. Sou ka (begitukah)? Kau tersesat di hutan ini,
karena rasa sakitmu akan kehilangan seseorang itu? ucapnya setelah
33

mendengar pengenalan diri dan ceritaku. Aku hanya mengangguk


sambil berkata, Hai (ya). Beliau pun melanjutkan, Kalau begitu, kau
ingin bergabung dengan kami? Aku langsung menengadahkan
kepalaku. Bergabung? tanyaku. Kau warga Jepang. Kau pasti tahu
kelompok Kuroi Komori (Kelelawar Hitam), kan? lanjut beliau. Aku pun
mengangguk. Ee (ya), sou desu (benar). jawabku. Beliau berdiri dan
mengulurkan tangannya sambil berkata, Watashi no namae wa
Takeshi Himuro (nama saya Takeshi Himuro). Akulah pemimpin
Kelelawar Hitam. Kau sedang berada di dalam markas Kelelawar
Hitam.
Aku tercengang dan menganga. Aku tak mengerti apa yang
kujalani saat itu adalah mimpi atau bukan. Sumimasen (maaf). Saya
tak mengerti. ucapku. Kutanya sekali lagi. Apakah kau ingin
bergabung dengan anggota Kelelawar Hitam? lanjut Takeshi-sama,
Kau bisa melindungi hal yang berharga dengan kekuatan yang kau
punya. Kau takkan kehilangan apapun lagi. Kini kau tak perlu takut
untuk kehilangan seseorang maupun sesuatu yang sangat berharga
bagimu. Pria yang menolongku itu langsung menyahut, Chotto matte
kudasai (tolong tunggu sebentar). Dia masih kelas lima Saya
menerimanya! kataku. Eh? Pria yang menolongku itu tampak
kebingungan. Kalau memang saya bisa melindungi apa yang saya
cintai, maka semuanya tak masalah. Saya akan menerima, lalu
melindungi dan melakukan apa yang harus dilakukan. lanjutku sambil
menjabat erat tangan Takeshi-sama.
Takeshi-sama tersenyum. Ia menyodorkanku sebuah
Contactor padaku. Gunakan ini ketika kau dalam bahaya. Yoroshiku
tanomimasu (kami menyambut dan mengandalkanmu dengan senang
hati), Takahashi-san. ucapnya. Aku menerimanya dengan tanpa ragu.
Mulai sekarang, Rokudo Orenji-san akan menjadi pemimpin distrikmu,
distrik tujuh. Kau dapat berkomunikasi sering dengannya. Selain itu,
kami juga punya pemimpin distrik satu, Okuyama Shizuku. lanjut
Takeshi-sama. Dozo yoroshiku (mohon bantuannya), ucap
34

perempuan yang bernama Shizuku itu. Distrik dua, Hazamaki


Kobayashi, Yoroshiku onegaishimasu (senang menyambutmu),
Distrik tiga, Oosawa Torune. Hajimemashite (perkenalkan), Distrik
empat,
Hasayaka
Ryuuji,
Yoroshiku
tanomuzo
(kami
mengandalkanmu)! ucap pria yang merupakan teman Rokudo Orenji
itu.
Distrik lima, Hizashi Kirihiko. Kirihiko-senpai hanya
membungkuk. Distrik enam, Takigawa Mikami, Hajimemashite
(perkenalkan), Distrik delapan, Makoto Yozoru, Yoroshiku (senang
berkenalan), Dan yang terakhir, distrik sembilan Takeshi-sama
berhenti bicara karena pemimpin distrik sembilan tidak ada. Tak lama
kemudian, seorang pemuda berlari menuju ruangan dan masuk dengan
lancang. Hai (ya), koko ni imasu (ada di sini)! ucapnya. Yuzuru
Takemaru. lanjut Takeshi-sama. Saking terkejutnya aku langsung
berdiri. Eh?!!! N niichan (kakak)?!!! seruku. Huh! Nanda yo (apaapaan), omae ka (ternyata kau), Minakami? balas Takemaru-niichan.
Nande koko ni (kenapa kau di sini)?! sergahku. Tak bisakah kau
lihat? Huh, aku pemimpin distrik sembilan jawabnya dengan lagak
bicara yang sok. Sulit dipercaya kau bisa jadi pemimpin distrik.
balasku. Nanda to (apa katamu)?! seru niichan dengan kesal.
Takeshi-sama tertawa. Tak kusangka. Ternyata kalian
bersaudara, ya? Baiklah, kalau begitu, Rokudo-san, kau bisa
mengajaknya berkeliling kuartir ini. Ia masih perlu belajar beberapa hal.
ucap beliau. Wakarimashita (saya mengerti). jawab Orenji-senpai.
Pria yang bernama Orenji itu pun mengiringku ke berbagai
tempat di kuartir itu. Aku hanya bisa menganga tak percaya kuartir itu
besar sekali dan mempunyai banyak ruangan dan fasilitas. Mulai dari
tempat latihan, sport field, asrama, ada juga ruang rahasia, ruang
bawah tanah, bahkan penjara pun ada. Mereka mengurung para
penjahat yang telah mereka habisi. Aku baru mengerti tujuan kelompok
itu sekarang. Meskipun mereka kelihatan menyelamatkan dunia,
35

mereka tidak memberi pengampunan bagi musuh mereka.

Ketika sampai di rumah aku langsung berganti pakaian dan


berbaring di kasur. Sudah empat tahun, ya. Tak terasa tugasku sudah
selama itu. batinku. Tak lama kemudian aku melelapkan diri. Sore
harinya setelah mandi aku langsung belajar seperti biasa. Sebenarnya
malas, sih, tapi mau bagaimana lagi? Kalau menyontek teman, belum
tentu semua jawabannya benar. Sulit juga, kan? Haah, hanya tinggal
delapan hari lagi. Ganbatte (semangat)! Aku berusaha menyemangati
diriku sendiri.
Waktu berlalu dan terus berlalu. Tiap mata ujian kulalui satu
per satu. Yah meskipun ada beberapa yang hasilnya kurang
memuaskan, yang penting ujian telah selesai. Yang tersisa hanyalah
lomba minggu depan dan ujian tengah semester. Ketika ujian selesai,
semua hasil telah dipasang di mading, mulai dari siswa-siswi kelas satu,
hingga siswa-siswi kelas tiga. Namaku tidak tercantum dalam daftar
siswa yang harus mengulang. Hohoho, keuntungan menyontek
teman depan! Nai wa (tidak ada)! Ah, watashi mo nai yo (aku juga
tidak ada)! ucap Kumiko dan Megumi bergantian. Yukari wa (kalau
Yukari)? tanyaku. Watashi mo nai wa (aku juga tidak ada). jawab
Yukari. Yoshi (baiklah)! Mari kita rayakan ini restoran Takigawa! seru
Megumi. Sou (benar), sou (benar)! Kita bisa mengajak Fujineko dan
Ryota-kun! lanjut Yukari. Soshite Shizuke to Youya-kun mo (dan juga
Shizuke dan Youya-kun). sahut Kumiko. Itsu (kapan)? tanyaku.
Gakkou no atou de (sepulang sekolah)! jawab Megumi.
Aku teringat aku mendapatkan lima panggilan tak terjawab
dari Takemaru-niichan dan Orenji-senpai. Aku tahu pasti ada masalah,
jadi pasti aku takkan ikut sepulang sekolah. Eh? Tapi aku masih ada
urusan lain sepulang sekolah. kataku. Sou ka (begitukah)? Bagaimana
kalau nanti sore? Pukul enam! balas Yukari. Un. Nanti akan
36

kupastikan kalau aku bisa ikut. Jaa (nah), mata ne (sampai jumpa)!
sahutku. Un. Jaa (nah), bye-bye. balas ketiga anak itu.
Aku langsung meninggalkan sekolah dan begitu keluar, aku
langsung mengganti bajuku dengan seragam Kuroi Komoridi tempat
tersembunyi tentunya. Aku langsung membuka Contactor,
memasukkan password, dan segera membaca peta. Musuh masih
nampak di area kuartir dan tampaknya mereka sudah menyebar
beberapa. Yabaii (ini bahaya)! Osoin da yo (aku terlambat)! ucapku.
Aku langsung bergegas menuju tempat berkumpulnya para musuh itu.
Ketika mendekat, mereka menyemprotku dengan asap racun untuk
melarikan diri. Aku pun memasang pelindung di sekitarku sehingga
tetap bersih terjaga dari racun.
Tanpa berpikir panjang lagi, aku menarik Raiten Sword lalu
menebaskannya ke arah mereka. Anehnya, seranganku seperti
menembus tubuh mereka. Sou ka (begitu ya)? Koitsura wa yokai ja nai
(mereka bukan yokai). Akuryo da (mereka roh)! Cih! Perbuatan siapa
membangkitkan roh orang mati?! Yurusanai (tak termaafkan)! batinku.
Aku mengeluarkan dua lembar kertas kecil kosong. Kemudian aku
menyayat jariku sendiri dan menorehkan darahku ke kertas kosong itu
membentuk kanji sembari membentuk simbol tangan dan
melemparkan kedua kertas kosong itu ke arah mereka. Ya, benar. Aku
melakukan pengusiran setan. Ketika pasir roh mereka akan menghilang,
aku langsung menadahkannya pada secarik kertas kecil. Aku pun
langsung menuju tempat penyebaran akuryo yang lain. Tak disangka!
Tempat penyebaran mereka cukup jauh. Aku kesulitan mencari yang
lain. Keberadaan akuryo sulit ditemukan bila tak punya kekuatan miko
(maiden).
Menjelang senja tepat pada pukul setengah lima, semua
akuryo berhasil kuhabisi. Aku pun segera kembali ke kuartir. Aku
kembali dalam keadaan tak karuan. Beberapa bagian tubuhku terluka
dan ada yang bengkak. Minakami?! Doushita no (ada apa)?! tanya
Orenji-senpai dengan cukup khawatir. Daijoubu desu (aku tak apa37

apa). Ehehehe..., aku hanya sedikit memaksakan diri, jawabku. Tak


lama kemudian, aku terjatuh. Minakami! Kau butuh istirahat.
Setidaknya kau bisa istirahat di asrama. kata Orenji-senpai. Daijoubu
desu yo (aku tak apa-apa). Aku hanya akan istirahat sebentar saja.
lanjutku, Sore to (dan juga) kore (ini). Kore wa suna no seirei desu
(ini adalah pasir roh). Akuryo ga (roh jahat telah) arawareta n desu
(bermunculan). Ikiru tame ni (untuk hidup), soitsura suna no seirei o
tsukau (mereka menggunakan pasir roh). Yahari (sudah kuduga).
Memang ada yang memakai pasir roh. Sudahlah, aku yang akan
mengatasinya. Kau cepatlah istirahat. balas Orenji-senpai.
Aku langsung pergi ke kamar asramaku untuk bilas. Akuryo
ka (roh jahat ya)? batinku. Setelah selesai bilas, aku membaringkan
diri di atas kasur. Tanpa sadar, mataku tertuju pada jam digital di atas
meja kecil di samping tempat tidurku. Jam menunjukkan pukul
setengah enam. Aku pun teringat akan janji dengan teman-teman yang
lain. Seketika itu juga aku langsung berganti pakaian yang kusimpan di
lemari kamar asrama dan bergegas kembali keluar dari hutan.
Tak lama kemudian, ponselku berbunyi. Ternyata Kumiko
meneleponku. Moshimoshi (halo), Kumiko. sahutku. Mina-chan?
Ima doko na no (sekarang kau di mana)? tanyanya. Aku masih di
rumah. Ima sugu ni iku yo (aku akan segera berangkat). Matte te
(tunggu ya). jawabku seraya menutup telepon. Setelah menutup
telepon, kini aku menelepon mama. Moshimoshi (halo), haha ue
(ibu)? Kelihatannya aku tak bisa pulang malam ini. Aku akan menginap
di rumah Yukari. Ada beberapa tugas yang harus kukerjakan sekarang
juga. kataku. Sou ka (begitukah)? Kiotsukete ne (hati-hati ya). balas
mama. Un. Jaa ne (sampai jumpa), haha ue (ibu). lanjutku.
Osoin da yo (ia terlambat). Benarkah ia akan datang? kata
Megumi. Hontou da yo (itu benar). Ia barusan memberitahuku. jawab
Kumiko. Udara di luar sangat dingin. Kumiko dan yang lainnya mulai tak
tahan. Lebih baik kita masuk dulu. Udara di luar dingin. Nanti akan
kuberitahu tempat duduk kita pada Mina-chan. Ketika akan masuk,
38

Minakami berlari menuju arah mereka. Minna (semuanya)!! serunya


sambil melambaikan tangan. Mina-chan! Syukurlah kau datang. Kami
kira kau tidak jadi. Ayo masuk. Udara di luar dingin! kata Megumi. Un!
jawab Minakami, masih dengan napas yang terengah-engah.
-Minakamis NoteItadakimasu (selamat makan)! seru kami serempak. Baru
pertama kali ini kami berkumpul dalam jumlah banyak. Selain ada
Kumiko, Yukari, dan Megumi, ada juga Fujineko-kun, Ryota-kun, Youyakun, dan Shizuke-kun. Itu semua ide Yukari dan Kumiko untuk mengajak
mereka. Ryota-kun adalah wakil ketua kelas kami. Rumah Yukari dan
Ryota bersebelahan. Mereka sudah bersama sejak kecil seperti saudara
sendiri. Oishii sou ne (enak)! Kau memang tahu tempat bagus,
Kumiko! sahut Megumi. Atarimae desho (tentu saja)! balas Kumiko.
Semuanya pun tertawa.
Kini saatnya hidangan kedua. Bento. Tak disangka udang
tempura nya sangat besar. Tsugoi (hebat)! Tak heran makanan di sini
mahal! kata Ryota. Saa (nah), tabemasho (ayo makan)! balas
Megumi. Hidangan pertama hingga keempat telah disajikan. Belumbelum kami sudah kekenyangan, padahal masih ada dua sesi hidangan
lagi. Youya sudah sempat ke toilet dua kali, begitu juga dengan Shizuke.
Yukari dan Kumiko diet, jadi mereka tak terlalu banyak makan. A aku
tak kuat makan lagi. ucap Megumi. Hontou da (benar)! Kita masih
punya dua sesi hidangan lagi. Yang keenam adalah pastry, yang terakhir
adalah dessert nya. balas Yukari. Chotto kawaya ni iku (aku mau ke
toilet sebentar). kataku sambil memegangi perut. Doushita no (ada
apa), Mina-chan? tanya Kumiko. Perutku sedikit sakit. Aku kenyang.
jawabku. Baiklah. Kalau kenyang jangan dipaksakan. balas Kumiko.
Aku membersihkan mulutku yang sedikit cemot di wastafel.
Ketika aku mengambil Contactor, ternyata ada email dari Orenji-senpai.
Apa kau tidak apa-apa kalau keluar malam ini? tulisnya. Aku pun
langsung membalas emailnya. Daijoubu desu (aku tak apa-apa),
39

tulisku. Aku kembali memasukkan Contactor ke dalam saku dan segera


kembali. Ketika kembali, betapa terkejutnya ketika aku melihat niichan
ada di sana, sedang berbicara dengan teman-temanku.
Secepat kilat aku mendatanginya sambil berseru, N-n-n
niichan?! Nande koko ni (kenapa kau di sini)?! Niichan menoleh ke
arahku. Are (eh)? Kau di sini juga? balas niichan. J justru itu yang
ingin kutanyakan! Sejak kapan kau ada di sini? lanjutku. Aku barusan
masuk. Kemudian Megumi memanggilku. jawab niichan. Aku
mengkerutkan bibirku karena kesal. Huh! Terserah! Kau bisa duduk.
kataku. Kau selalu berubah pikiran, seperti biasanya. bisik niichan
di telingaku. N nani o (apaan sih)? balasku juga dengan suara pelan.
Kau ingin makan? tanyaku. Aku datang ke sini untuk memesan
makanan. Memang apa tujuan lainku ke sini? balasnya. Kalau kau
lapar, kau tak perlu memesan makanan lain. Kami sudah memesan.
Kebetulan ada sisa, dan yang lain sudah kenyang. Kau mau? kataku
dengan suara pelan. Jozu da (bagus). jawab niichan.
Aku pun mengambil beberapa ciduk sup kemudian
menuangkannya pada mangkuk niichan. Juga hidangan-hidangan
lainnya yang masih ada di meja. Dengan perlahan, Takemaru-niichan
melahapnya satu per satu. Ketika kami sedang menyantap makanan,
Contactor ku bergetar. Hanya aku dan niichan yang menyadarinya,
karena getarannya pelan sekali. Apa Orenji memanggil? bisik niichan.
Aku menggeleng. Saa (mana kutahu)? balasku. Aku pun mengambil
Contactor dari sakuku kemudian menyalakannya. Ternyata benar,
Orenji-senpai yang menghubungiku. Aku pun mengirimnya email, Ada
apa, senpai? Kalau kau ada perlu denganku, kau bisa email. Doushio
(apa yang harus kulakukan)? Aku tak enak padanya batinku.
Takemaru-niichan melirik ke arahku. Apa yang kau katakan
padanya? tanyanya. Ehhehehe aku menyuruhnya untuk email
saja. jawabku. Sou ka (begitukah)? balas niichan singkat. Daijoubu
ka na (apa akan baik-baik saja)? kataku. Saa (mana kutahu)? balas
niichan lagi. Kami pun kembali menyantap hidangan. Akhirnya
40

hidangan terakhir pun tiba. Beberapa di antara kami masih dapat


bertahan makan, dan tentunya Takemaru-niichan. Kau masih belum
kenyang? tanyaku pada niichan. Belum. Kenapa harus kenyang? Aku
barusan makan. jawab niichan.
Nee (eh), Takemaru-senpai! sahut Megumi ketika kami
sedang menyantap makanan. Hai (ya)? balas niichan. Kau tahu
Yusuke-senpai, kan? tanya Megumi. Jantungku berdebar kencang
sekali. Mou (duh)! Kenapa dia bertanya soal itu sekarang? batinku.
Atarimae da (tentu saja). jawab niichan, Sepertinya adik sepupuku
menyukainya. Na nani (apa)?! seruku. Are (eh)? Aku tak
bermaksud mengejekmu. Aku hanya bilang kalau sepupuku yang
menyukainya. Sepupuku bukan hanya kau, kan? Ienaga dan Kenji juga
sepupuku, kan? balas niichan. Seketika itu wajahku pun memerah.
Kono yaro (sialan)!! seruku.
Semuanya hanya memerhatikanku sambil tertawa. Donna
hito desuka (seperti apa orangnya dia itu)? Oshiete kudasai (tolong
ceritakan). kata Megumi lagi. Hm aku, sih, memang OSIS sama
seperti dia. Tapi dia wakil ketua OSIS, jadi dia sibuk dan banyak
melakukan tugas di luar sekolah dan aku jarang bertemu dengannya.
Yah tentunya membantu ketua OSIS, Shimatsu Kejoro. Ia lebih
banyak ikut kegiatan dibanding denganku. jawab niichan. Apa dia
pandai? tanya Yukari. Aku langsung tersambar. Mou (duh)!! Kenapa
tanya yang begitu, sih? batinku. Atarimae da (tentu saja). Kalau ia
tidak pandai, tak mungkin dia menjadi wakil ketua OSIS. Yah cukup
hebat juga, meskipun ia menjadi kakak dari dua orang adik ia terus
dapat bertanggung jawab. Kudengar nama adiknya Nozomu dan
Okazawa. Okazawa satu klub voli denganmu, kan, Mina? kata niichan.
E ee (ya). jawabku singkat.
Takemaru-niichan meneguk anggur di gelasnya. Terkadang
orangnya sulit ditebak, tapi ia enak diajak bicara. Dan terkadang ia
menyebalkan juga. lanjutnya. Semuanya pun tertawa kecil. Ini
merupakan tahun pertama aku berkenalan dengannya. Menurut
41

pengakuan banyak orang Yusuke memang tampak misterius. Tapi kalau


sudah berteman dengannya, lama kelamaan kau akan terbiasa juga.
lanjut niichan lagi. Aku hanya mendengarkan pertanyaan-pertanyaan
orang-orang mengenai Yusuke-san dengan tatapan berbinar-binar.
Entah dari mana rasa ingin tahu ini muncul. Dan yang terakhir yang
paling kutahu ia belum punya pacar. Kalau masalah pacaran, ia
tampaknya tidak main-main. Kelihatannya ia orang yang setia. kata
niichan lagi. Wajahku pun kembali memerah.
Megumi, Yukari, dan Kumiko menatapku sambil tersenyumsenyum. N nani o (apaan sih)? ucapku. Maa (sudahlah), maa
(sudahlah). Kita kembali makan! sahut Yukari. Jujur saja ia cukup
menolongku menghentikan pembicaraan Yusuke-san. Segunung es
krim yang masih ada di atas meja itu pun lama kelamaan habis. Wah,
aku kenyang! seru Yukari. Sou ie ba (ngomong-ngomong), aku baru
teringat. Kau adik Sakamata Erin, kan? sahut Takemaru-niichan pada
Shizuke. Hai (ya). Dia adalah bendahara OSIS, jawab Shizuke. Sou da
(benar), bisik niichan, Maka kakakmu juga tahu soal Yusuke, kan?
Mataku langsung melirik niichan dengan tajam ketika aku
mendengarnya. Aku pun mencubit kakinya. Ittai (sakit)!!! Nan nan da
yo (apaan sih)?! serunya. Nande mo nai (bukan apa-apa). Shitai koto
o suru dake da (aku hanya melakukan hal yang ingin kulakukan).
jawabku. Semuanya pun tertawa.
Malam itu perut kami benar-benar kenyang. Tak terasa dari
pukul enam sore kini sudah pukul sembilan malam. Jaa (nah),
watashitachi iku ne (kami pergi dulu). Bye bye, Mina-chan. kata
Megumi. Un. Bye bye. balasku. Anak-anak yang lain pulang dengan
mobil travel yang mereka sewa, meninggalkanku berdua dengan
niichan. Saa te (nah), kau mau ke mana sekarang? tanya niichan.
Kembali ke kuartir. jawabku. Jaa (nah), ikuzo (ayo pergi). balas
niichan.
Takemaru-niichan denganku pergi kembali ke kuartir.
Hontouni ii no ka (apa tak apa-apa)? Apa obasan takkan cemas?
42

tanya niichan. Aku menggeleng. Un. Daijoubu da (tak apa-apa). Mama


ni tsutaeteta (aku sudah menyampaikan pada ibu). jawabku. Sou ka
(begitukah)? balas niichan singkat.
Sesampainya di asrama kuartir aku berpisah dari niichan
dan langsung masuk ke kamar. Aku kenyang. Besok aku akan
kembali latihan voli. Apa aku akan pulang, ya? Haah, aku ingin tidak
masuk besok. Tapi mama pasti takkan mau membuat surat izin kalau
hanya membolos. kataku. Aku pun berubah pikiran. Kebetulan tas dan
barang-barang bawaanku ke sekolah masih berantakan di kamar. Aku
pun segera memasukkannya ke dalam tas dan pulang. Ah,
bagaimana ini? Aku sudah terlanjur bilang aku tak bisa pulang. Kenapa
sekarang aku malah berubah pikiran? kataku. Tanpa pertimbangan
lagi, aku pun langsung keluar dari asrama dan pulang.
Aku melompat dari pohon ke pohon, keluar melewati hutan
lebat itu. Beberapa menit lamanya aku pun sampai di rumah. Kulihat
ada mobil Lamborgini hitam terparkir di depan halaman rumahku. Ya,
papa sudah pulang. Malam ini ia pulang dari kantornya. Karena sudah
mendekati musim dingin, kerjaannya ditekan supaya dapat selesai
ketika libur musim dingin dimulai. Tak kusangka ia akan pulang malam
ini. Aku pun membuka pagar dan segera masuk. Pintu rumah terkunci.
Aku mengetuk beberapa kali hingga terdengar hentakan kaki yang
hendak datang dan membukakan pintu. Ia mama. Mama mengintip
dari balik tirai, dan segera membukakan pintu setelah tahu kalau itu
aku. Okaeri (selamat datang), Mina-chan. Kau bilang hari ini kau tak
bisa pulang. Anta daijoubu (kau baik-baik saja)? sahutnya. Aku pun
mengangguk. Un. Daijoubu yo (aku tak apa-apa), mama. Shinpaishinai
de (jangan khawatir). jawabku. Aku pun segera masuk ke dalam
karena udara di luar dingin. Di dalam tampak papa sedang makan
malam. Okaeri (selamat datang, Minakami. Bagaimana hasil
ulanganmu? sahut papa. Hai (ya), semuanya bagus. jawabku. Sou
ka (begitukah)? Yokata ze (baguslah). balas papa.

43

Aku meletakkan tasku di atas sofa ruang tamu dan aku pun
segera berganti pakaian. Kemudian aku langsung menata buku untuk
besok dan pergi tidur. Keesokan harinya, seperti biasa aku dijemput
untuk latihan voli. Kali ini penjemputan sedikit lebih awal dari biasanya
karena ada satu anak yang tidak masuk. Perjalanan beberapa lama dan
akhirnya aku hampir sampai di kompleks perumahan Okazawa. Ketika
sedang asyik mendengarkan musik dari iPod, tiba-tiba aku melihat
sesuatu aneh di depan. Sesuatu seperti patung cokelat berwujud
setan tapi ia bergerak.
Nanda are ya (apa itu)? kata sopir. Lama kelamaan seiring
berjalannya mobil aku pun sadar kalau itu akuryo. Aku kesulitan
melemparkan jimat pengusiran setan dari mobil karena jaraknya terlalu
jauh. Aku pun mengambil cutter lalu menyayat sedikit ujung jari tengah
kiriku. Aku menorehkan darah itu pada mulutku. Shinseika no hi (api
penyucian)! batinku. Aku pun menyemburkan api itu dari dalam mobil
menuju para akuryo di depan sana. Mereka semua pun lenyap. Saki
wa ittai nanda te (apa yang barusan itu)?! ucap Cathrine ketakutan.
Kkukira aku akan menabrak mereka. kata sopir. Chikuso (sialan)!
Kalau mereka terus bermunculan di saat begini, aku takkan bisa
menghabisi mereka satu per satu terus menerus!
Karena para akuryo telah lenyap, tanpa basa basi lagi sang
sopir pun kembali menjalankan mobil, khawatir akan terlambat. Dalam
waktu beberapa menit kami pun sampai di rumah Okazawa. Kami
datang tepat ketika Yusuke-san dan Nozomu-senpai sudah mulai
berjalan dengan sepeda motor. Wajahku langsung memerah darah.
Dadaku berdebar-debar sekali. Kebetulan sekali kebetulan sekali!
Kenapa ia bisa keluar bertepatan dengan kami?! Bahaya! Aku terus
berdebar-debar! batinku. Sulit sekali rasanya menghentikan debaran
keras jantungku. Shizumare (diamlah)! Kitto Dare ka kikoeru
(seseorang pasti dengar). batinku. Nee (eh), Mina-chan. sahutan
itu mengejutkanku. N nani (apa)?!!! A Uu..., hari ini ada latihan,
kan? Wow, aku sudah tak sabar! Aku takut hari ini akan gagal latihan!
44

Ehe...hehehehe.... seruku. Ketika menoleh, ternyata itu Cathrine yang


memanggilku.
Cathrine melongo melihat reaksiku yang sungguh
mengejutkan. Y yabaii (bahaya)! Aku terlalu berlebihan! batinku.
Cathrine pun tertawa terbahak-bahak. Ada apa denganmu? Sampai
sebegitunyakah kau terkejut? katanya. Wajahku pun mendadak
memerah. Ehm..., ehm.... Im alright. Dont worry! ucapku sok
berbahasa Inggris. Tak lama kemudian Cathrine berhenti tertawa.
Sudahlah. Aku hanya ingin mengatakan kau hebat. Bagaimana kau
lakukan pengusiran setan itu? tanyanya. Eh e eeto aku belajar.
Keluarga kami bisa melakukan mengusiran setan dengan api, atau juga
dengan jimat. jawabku. Eh? Sou na no ka (begitukah)? balas
Cathrine. Uun. jawabku masih dengan kepala tertunduk.
Syukurlah ia tak tahu. batinku.
Kami sampai di rumah Okazawa hanya dalam beberapa
menit. Kali ini ia langsung keluar dari rumahnya. Entah mungkin ia telah
terbiasa dengan jam jemputan. Tak kusangka ia akan mengambil
tempat duduk di tengah, di sebelahku. Aku diapit oleh Cathrine dan
Okazawa. Debaran jantung yang kencang itu masih belum dapat
kuhentikan. Yabaii (bahaya)! Bagaimana kalau Okazawa dengar?
batinku.
Latihan voli dimulai ketika kami sampai di Komazawa Volley
Court, dan lima hari pun rasanya cepat sekali. Setelah mendapat izin
dari mama dan papa, aku langsung packing segala kebutuhanku untuk
nanti ke London selama empat hari. Ichi (satu) ni (dua) san (tiga)
shi (empat). Kore de yoshi (dengan begini selesailah sudah). kataku
sambil menghitung benda-benda keseluruhan yang kubawa. Daijoubu
desuka (apa kau akan baik-baik saja), neechan (cece)? tanya Yukata.
Daijoubu (tak apa), daijoubu (tak apa). Kau kira anak kelas sembilan
tak bisa menjaga diri di luar negeri? Mama dulu juga beasiswa ketika
kelas tujuh selama tiga tahun di Australia. jawabku.
45

Dua hari kemudian, aku bangun lebih awal dari biasanya.


Tentunya penjemput menjemput lebih awal juga dari biasanya. Aku
bangun dengan bundaran hitam di sekitar mataku gara-gara kurang
tidur. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau kami tak segera berangkat, kami
bisa ketinggalan pesawat. Setelah bangun, mandi, ganti pakaian dan
sarapan, aku mengecek kembali barang bawaanku.
Tak lama setelah aku selesai, mobil jemputan pun datang.
Aku mengambil bolpoin dan secarik kertas kecil, kemudian menuliskan;
Aku berangkat, papa, mama. Genki de ne (baik-baiklah saja). Aishiteru
(aku sayang kalian). Ittekimasu (aku berangkat)! Minakami. Aku pun
bergegas masuk ke dalam mobil. Semua koper diletakkan di bagasi
belakang. Kami pun pergi menjemput yang lainnya. Dan tentunya,
rumah Okazawa yang menjadi rumah penjemputan terakhir. Ia
langsung keluar ketika klakson dibunyikan. Aku menunggu-nunggu.
Kenapa orang itu tak keluar? batinku. Tak lama kemudian mobil
dijalankan melesat meninggalkan rumah Okazawa. Aku pun berpikir
kembali. Sou yo ne (benar juga). Yusuke-san tidak berangkat seawal
ini. Tak heran ia masih belum keluar. batinku.
Perjalanan dari Tokyo menuju London memakan waktu
yang sangat lama, sejak kami terbang pukul tujuh pagi. Beberapa di
antara kami tertidur di pesawat. Ada juga yang makan siang, dan ada
pula yang mendengarkan musik. Aku hanya duduk santai dan
menunggu hingga aku tiba. Hanya tersisa aku, Okazawa, Honjou, dan
Urike yang masih belum tidur. Kebetulan sekali tempat dudukku
bersebelahan dengan Okazawa. Ah, aku ingin ngobrol dengannya,
mengenai Yusuke-san. Tapi aku sungkan!
Di tengah perjalanan, aku mual. Biasa. Alergi guncangan
pesawat. Aku pun mengambil tas bekalku dan meraba apakah ada
permen karet yang kusimpan. Ketika kuraba, permen karet itu tak ada.
Eh? Nai (tak ada)!! Aduh!!! Bahaya! Aku tak mungkin muntah di dekat
Okazawa, kan? Aku juga tak mungkin bisa menahan rasa mual! batinku,
Yabaii (bahaya). Di saat panik seperti itu seseorang menyodorkan
46

satu pack kecil permen karet. Ketika aku menoleh, ia Okazawa. Aku
terkejut bukan main. OOkazawa?! seruku. Hai (ya)? Aku hanya
memberimu permen. Apa itu mengejutkanmu? balasnya.
Chchchigau yo (bukan begitu). Apa tak apa memberikan permen
karetmu untukku? Seharusnya kau yang memakannya, kan? Apalagi
kau memberiku satu pack kecil. lanjutku. Okazawa menggeleng. Un.
Daijoubu da (tak apa). Aku masih punya dua pack lagi. katanya.
Aku pun mengambil permen karet itu. Arigato (terima
kasih), Okazawa. ucapku. Okazawa pun mengangguk. Aku segera
membuka permen karet itu dan langsung memakannya. Sisanya
kusimpan sebagai cadangan di tas. Di saat ia baik begini, apa aku ada
kesempatan untuk bertanya dengannya? Saat ini tak ada teman yang
mengelilinginya. Biasanya ia narsis ketika diajak berfoto dengan temantemannya. Apa aku ada kesempatan? Aku ingin bertanya soal Yusukesan. Aku harus melakukannya. Ikke (ayo)!! batinku. Okaza Do you
want to buy some accessories? We are on sale this month. potong
seorang pramugari. Aku pun menunduk lemas. No, thank you. jawab
Okazawa. Pramugari itu pun meninggalkan kami.
Padahal hampir saja aku bertanya soal dia, kenapa ada
saja yang mengganggu? rintihku dalam hati. Gome (maaf). Kau ingin
bicara apa? sahut Okazawa. Aku langsung mengangkat kepala. Iiie
(tidak), iie (tidak). jawabku. Hontouni (benarkah)? Katakanlah saja.
Tak apa. lanjutnya. Iie (tidak). Aku hanya ingin bertanya apa kau akan
beli aksesoris pesawat. Sore dake da yo (hanya itu saja). jawabku
sambil cengar-cengir saja. Sou ka (begitukah)? balasnya. Ia pun
kembali menyandarkan kepalanya di bangku. Dadaku kembali berdetak
kencang. Mou (duh), aku pengecut!! Lagian, kenapa dari tadi aku
berdebar-debar?! batinku.
Tujuh jam lebih perjalanan kami ke sana. Aku sempat
tertidur selama tiga jam. Ketika sampai di bandara, kami semua
langsung mengambil barang bawaan tanpa terlewati satu pun. Good
morning, London! It has been a while!! seru Cathrine. Nostalgis sekali
47

rasanya untuk pulang kembali ke tempat ia dibesarkan. Setelah


semuanya siap, kami naik shuttle bus untuk lanjut ke hotel tempat kami
akan menginap. Perjalanan menghabiskan waktu satu jam dengan bus
dan seperempat jam dengan berjalan kaki. Sesampainya kami di sana
kami langsung check in sesuai kamar yang telah dipesan. Ada limabelas
anak. Ada enam kamar yang telah dipesan Shinichiro-san. Lima untuk
para pemain dan satu untuk Shinichiro-san dan satu lagi guru voli,
Fukie-san.
Hari pertama itu terasa seperti hanya beristirahat di dalam
hotel. Hari ini biasa kami sebut hari tenang, sehari sebelum
melaksanakan ujian ataupun lomba. Kami diberi waktu untuk
refreshing untuk menghilangkan stress ataupun ketegangan selama
satu hari itu. Ada yang hanya bersantai di kamar sambil menonton TV
atau SMS dengan teman-teman mereka di Jepang, ada yang
menghabiskan waktu di cafeteria sambil menonton sepak bola, dan ada
yang jalan-jalan di sekitar halaman. Aku hanya menghabiskan waktu di
kamar dengan Takemaru-niichan lewat Contactor. Ho sekarang kau
satu kamar dengan Watanabe Okazawa? Bukankah itu bagus? Kau
ingin bertanya-tanya soal Yusuke, kan? kata niichan. Yah
sebenarnya, sih, begitu. Tapi tiap kali ada saja gangguan ketika akan
bertanya. jawabku dengan wajah yang memerah.
Takemaru-niichan tersenyum. Kalau begitu kau bisa tanya
denganku. lanjutnya. Tapi kau berjanji, kan, takkan memberitahu
siapapun? Yah termasuk Yusuke-san juga. balasku. Wakatta yo (aku
mengerti)! Apa yang ingin kautanyakan? lanjut niichan. E eeto
masuk klub apa dia sekarang? tanyaku. Hm kurasa bahasa Inggris.
Ia sempat juara satu memenangkan lomba debat ilmiah tingkat
nasional. Tapi kelas satu ia masuk klub gitar. jawab niichan. Sou ka
(begitukah)? Apa dia sepantaran denganmu? Atau lebih tua? tanyaku
lagi. Astaga. Haruskah kau tanya sampai ke situ? Ia lebih tua satu
tahun dariku. Hm..., kalau tidak salah dia tanggal empat Agustus 1996,
jawab niichan. Gome (maaf), aku suka bertanya aneh-aneh. lanjutku.
48

Takemaru-niichan menghela napas. Baru sadar, ya, kalau


pertanyaanmu itu aneh? Maa (sudahlah), daijoubu da (tak apa-apa).
Karena kau adikku. ucapnya. Arigato (terima kasih), niichan. Kalau
begitu, ketika istirahat apa yang ia lakukan? tanyaku lagi. Hm
kadang aku berjalan dengannya, bersama dengan Leo atau orang yang
biasa dipanggil Kejoro itu, sang ketua OSIS. Terkadang ia menyendiri di
bawah ring basket, atau kadang ia hanya berjalan-jalan. Ia juga sempat
tidak istirahat gara-gara rapat OSIS. Saat itu di balik layar aku memakimaki Kepala Sekolah saat itu gara-gara durasi rapat terlalu lama. jawab
niichan.
Aku pun tertawa kecil. Nani ga okashii no yo (apanya yang
lucu)? Huh! Wali kelas sialan! Kenapa aku harus terpilih menjadi salah
seorang anggota OSIS? Aku sudah mengatakan aku tak sanggup dan
aku tak berminat, tapi ia berlagak sok mengandalkanku! Cih, kusso
sensei (guru sialan)! lanjut niichan. Maa (sudahlah), maa (sudahlah).
Kenapa kau marah-marah pada wali kelasmu? Mungkin karena kau
murid pilihannya, makanya ia memilihmu. balasku. Murid pilihan?
Kenapa aku harus menjadi murid pilihan? tanya niichan. Karena kau
cerdas. Mungkin itu alasannya. Kau dianggap pandai. Sepertiku yang
dipilih menjadi ketua kelas dan murid teladan. jawabku. Cih! Aku
pintar karena curang. Kalau ulangan, aku hanya belajar separuh bab.
Sisanya aku menyontek dengan indera. balas niichan.
Aku pun tertawa kecil. Jaa watashitachi wa onaji da (kalau
begitu kita sama). Aku juga sering seperti itu. kataku. Huh, dasar.
Memang menyenangkan seperti itu! lanjut niichan, Lalu apa lagi yang
ingin kau tanyakan tentang Yusuke? Apa dia pendiam? tanyaku.
Hm tidak juga. Ia enak diajak bercanda, tapi ketika saatnya serius ia
serius. Yusuke bukan orang yang suka membuat gang seperti kita. He
enjoys making friends. jawab niichan. Sou ka (begitukah)? Jaa saigo
wa (kalau begitu yang terakhir) Tok tok tok! Suara ketukan pintu itu
mengejutkanku.

49

Minakami? Iru no (kau di sana)? Aku ingin masuk, buka


pintunya. sahut seseorang dari luar. Dare (siapa)? tanyaku. Watashi
da yo (ini aku), Okazawa. jawabnya. Aku langsung terkejut. J jaa ne
(sampai jumpa), niichan. Tampaknya Okazawa sudah kembali. ucapku
dengan pelan. Aa (ya), aa (ya). balas niichan. Aku pun menutup
telepon dan segera memasukkan Contactor ke dalam tas kecilku. Aku
segera berjalan dan membukakan pintu. Kulihat Okazawa datang
kemari sambil membawa tasnya. Kau akan tidur di sini? tanyaku. Un.
Teman-temanku sudah ada semua di beberapa kamar. Kau tidak
keberatan? balas Okazawa. I iie (tidak), iie (tidak). Masuklah.
jawabku. Arigato (terima kasih). balas Okazawa. Ia pun masuk dan
meletakkan tas besarnya di dekat tasku selagi aku mengunci pintu.
Kau sendirian di sini? tanya Okazawa. Tidak. Ada Terumi.
jawabku. Sou ka (begitukah)? Tada futari dake (hanya berdua)? tanya
Okazawa. Aku pun mengangguk. Okazawa naik ke kasur dan
menyalakan iPhone nya. Tampaknya ia akan membuka Instagram dan
mulai narsis. Aku tak mempedulikan apa yang ia lakukan. Aku hanya
mendengarkan musik dari iPod ku.
Matahari mulai terbenam dan mulai tampak malam. Kini
saatnya untuk makan malam. Anak-anak keluar untuk makan malam di
sebuah restoran depan. Aku tidak makan malam, jadi aku tetap tinggal
di dalam kamar. Okazawa terlihat meraba tasnya dan hendak
mengambil dompetnya. Nee (eh), Mina-chan. Kau tidak lapar?
tanyanya. Eh? Iiya (tidak). Aku akan tetap tinggal di sini. jawabku.
Hontouni (benarkah)? Hm. Ayolah, kau ikut denganku. Kalau tak
bawa uang, akan kutraktir. lanjut Okazawa. Eh? Iiiiya (tidak). Kau
tak perlu mentraktirku. Sudahlah, yang penting kau ikut! sahut
Okazawa lagi sambil menarik tanganku. Eh? Eh? Chotto (tunggu)!
ucapku. Pada akhirnya aku pun keluar juga dari hotel. Sama seperti
beberapa anak yang lain, kami makan di restoran depan hotel.
Ketika duduk, dua buku menu sudah siap di atas meja.
Okazawa pun mulai membukanya. Aku yang masih merasa sungkan itu
50

pun masih belum membuka menu sama sekali. Tiba-tiba Okazawa


menoleh ke arahku. Aku pun terkejut. Eh? A aku ucapku terputusputus sambil langsung menggayuh buku menu. Aku pun membaca
buku menu itu. Zenbu takainda (semuanya mahal). batinku, Mana
mungkin aku akan makan dengan harga segini? Aku akan beli minum
saja! Aku pun membuka halaman minuman dan langsung memesan.
Aku beli jus tomat! sahutku. He kau tak makan? tanya Okazawa.
Iie (tidak). Aku tak lapar. jawabku. Ia pun langsung memanggil
pelayan dan menyerahkan catatan pesanan padanya. Selama beberapa
menit kami menunggu dan tak lama kemudian pesanan pun datang.
Aku masih menatap ragu apakah aku akan meminumnya. Tapi ketika
berpikir kembali, aku harus meminumnya. Aku sudah memesannya.
Akhirnya aku pun mulai menyeruput jus tomat yang telah
kupesan itu. Oishii (enak)! Belum pernah kurasakan jus tomat
seenak ini. Tak heran harganya mahal. batinku. Tanpa sengaja
mataku tertuju pada Okazawa yang sedang memakan spaghetti
seharga 50. Aku pun berkata dalam hati, Ketika dia baik seperti saat
ini apa aku bisa bertanya, ya? Aku merasa tak enak. Aku, kan, tak
kenal dengan Yusuke-san. batinku. Tak lama kemudian mulutku pun
tergerak untuk bertanya. Nee (eh), Okazawa. Yusuke-san adalah
kakakmu, bukan? tanyaku. Hm? Kau tahu nama kakakku? balas
Okazawa. E ee (ya). Aku punya sepupu kelas dua juga, makanya aku
tahu. Yusuke-san dan kakakku sama-sama OSIS. Yusuke-san wakil ketua
OSIS, kan? lanjutku. Sou da (benar). jawab Okazawa. Sou ka (begitu
ya). balasku. Kenapa tanya soal Yusuke-niichan? lanjut Okazawa.
IIiie (tidak). Ia, kan, teman Takemaru-niichan. Sore dake da (hanya
itu). jawabku. Sou ka (begitukah)? balas Okazawa. Ia pun kembali
melahap spaghetti nya.
Ketika kami sudah menghabiskan makanan maupun
minuman yang kami pesan, kami pun segera kembali ke kamar hotel.
Ah, aku kenyang! kata Okazawa. Habis makan dari mana saja kau,
Okazawa? tanya Terumi. Hm? Aku hanya ke restoran depan untuk
51

beli spaghetti. jawab Okazawa. Okazawa, arigato (terima kasih).


ucapku. Un. Kinisuruna (jangan khawatir). balas Okazawa. Pukul
sepuluh tepat semua anak langsung diarahkan untuk tidur karena
besok adalah hari pertandingan.
Hari itu kami bangun sangat awal. Setengah empat kami
sudah dibangunkan dan Shinichiro-san langsung meminjam aula untuk
senam pagi bersama. Ttaku (ampun), kusso sensei (guru sialan)!
Setiap hari ia sok sehat memeragakan senam pagi, ya? ucap Terumi.
Aku hanya tertawa kecil mendengarnya. Semua anak juga tampak
malas melakukan gerakan. Pada akhirnya, Shinichiro-san pun meminta
untuk mengulangnya dari awal. Shit. There will be no end of this. Jigoku
e ochiro yo (jatuhlah ke neraka), kusso sensei (guru sialan). ucap
Cathrine.
Mau bagaimana lagi? Kami hanya murid. Kami tak bisa
membantah, apalagi pada Shinichiro-san. Ia dikenal sebagai guru
tergalak di sekolahku. Kalau kami membantah sepatah kata pun, ia
akan menyuruh kami untuk push up seratus kali. Kalau terlalu lamban,
ia akan mengambil rotan dan memukul kaki kami. Pada akhirnya
setelah selesai senam pagi kami kembali ke hotel untuk mandi.
Hontouni (benar-benar)! Aku kurang tidur. Apa kita akan menang,
ya? ucap anak-anak. Kitto daijoubu yo (pasti tak apa-apa). Jangan
merasa tak yakin. sahutku.
Pukul sepuluh pagi. Pertandingan dimulai. Pemain dari
London sama terdiri dari limabelas orang. Mereka terlihat hebat dan
kelihatannya telah berlatih lebih dari setahun. Nee (eh), Mina-chan.
Hontouni yareru ka yo (apa kita benar-benar akan berhasil)? tanya
Terumi. Jangan ragu. Ketika kau ragu, kau bisa lengah. Aku pun
mengumpulkan anak-anak yang lain. Mina-chan? sahut Cathrine.
Dame (jangan). Akirameru te yuuna (jangan katakan menyerah). Oke,
oke. Kuakui memang mereka terlihat lebih kuat dari kita. Tapi kita tak
kalah dari mereka, oke? Jangan percaya hanya karena penampilan
luarnya. Berjanjilah. Kalau sampai kalian lengah, akan kubuat kita
52

bertanding dengan mata tertutup supaya kau hanya akan fokus pada
permainannya. Kita bisa. balasku. Aku pun membubarkan mereka.
Permainan dimulai setelah hitungan mundur selama tiga
detik. Lemparan bola pertama berhasil kami lakukan dengan passing
atas. Murid-murid dari London itu membalasnya dengan passing
bawah. Aku memasang telinga kelelawar untuk mendengar gema bola
yang datang. Tanpa banyak berpikir lagi aku pun langsung maju dan
melakukan spike. Sial! Spike ku berhasil mereka oper kembali. Kusso
(sial). Dengan begini mereka sudah tahu kelemahan kami. Kalau aku
terus yang melakukan spike sampai kapanpun kita takkan berhasil.
batinku. Cathrine! sahutku. Yes? balasnya. Ia tak tampak sibuk
melakukan passing bola. Kini giliranmu melakukan spike. Mereka telah
menemukan titik kelemahan kita padaku. Kau bisa? kataku. Hai (ya)!
jawab Cathrine.
Aku tetap menggunakan bahasa Jepang ketika mengatur
strategi. Kurasa anak-anak London tak bisa bahasa Jepang. Pada
akhirnya, mereka melakukan spike pertama. Aku berhasil
mengopernya dengan passing atas. Ima da (sekarang)! seruku.
Cathrine melangkah maju lalu segera melakukan spike. Kami berhasil
mencetak goal. Wajah-wajah murid-murid London itu tampak terkejut
ketika peran kami berubah.
Babak kedua pun dimulai. Kami sudah mulai kelelahan dan
dapat bertahan hingga babak terakhir ini. Kami sudah berhasil
mencetak goal tiga kali. Ketika babak terakhir kami berhasil mencetak
goal hanya dengan servis sederhana. Tampaknya murid-murid sana
telah kelelahan. Kami sempat out, karena otot tangan sudah mulai lelah.
Skor yang berhasil kami cetak hari ini adalah 15-9. Kami sekelompok
pun berkumpul di tengah lapang. Ittadoori da na (sesuai dugaanku).
Maka dari itu. Kalau saja dari awal sudah menyerah, aku tak tahu harus
meletakkan wajah di mana. ucapku. Sou (benar), sou (benar)! Tak
kusangka kita sehebat ini! seru Cathrine. Kami pun megulurkan tangan
dan melakukan toast. Homikaze no gakkou kara (dari sekolah
53

Homikaze), watashitachi no kachi da (ini kemenangan kita)! seru


Terumi sambil melakukan toast nya.
Ketika pertandingan pada hari itu berakhir kami langsung
kembali ke hotel untuk mandi dan makan siang. Tsugoi (hebat)!!!
Untunglah kita berhasil!!! seru Sanae. Kita hebat juga! lanjut
Hanami. Sonna koto o yuuna (jangan berkata seperti itu). Kita
memang hebat dari dulu. lanjut Keiko. Aku hanya diam sambil
tersenyum bangga. Yatta (berhasil)!!! Setengah tahun kita latihan
akhirnya berhasil juga! Tch! Ada gunanya juga ternyata latihan dengan
guru sialan itu! batinku. Mina-chan! sahut Keiko dari belakang.
Huhuh! Aku tak menyangka kita akan menang lomba ini. Tapi jangan
berbangga dulu. Besok kita masih harus kembali melawan tim voli dari
penjuru kota di Inggris. kataku. Sou yo ne (benar juga). balas Keiko
lagi. Haah, aku ingin pulang. Ternyata rumah memang satu-satunya
tempat yang kusayangi kataku. Sabarlah menunggu dua hari lagi.
balas Keiko. Aku hanya bisa tersenyum kecil.
Esok harinya kami kembali datang ke Earls Court Exhibition
Centre, tempat kami bertanding Semua pemain dari sekolah kami serta
dari Inggris telah berkumpul. Acara siang hari itu dibuka dengan
anggota cheers dari Edinburgh. Pertandingan pun dimulai. Seperti biasa
kami melakukan toast sebagai penyemangat. Meskipun sederhana,
tapi dukungan supporter dan penyemangat kami satu sama lain sangat
berarti. Dalam sekejap para supporter dari Inggris beserta anak-anak
SMP Homikaze dan supporter Jepang lainnya sudah duduk memenuhi
seisi tempat duduk stadion.
Permainan pun dimulai. Dalam waktu satu jam setengah itu
kami berjuang keras mematikan lawan dengan spike. Mereka cukup
hebat. Sudah dua kali kami melakukan spike tapi berhasil mereka
kembalikan. Kami pun mengganti strategi. Ketika babak pertama
selesai, skor yang dihasilkan kedua tim sama, 13-13. Aku pun merasa
gugup, tegang, sedih, semuanya bercampur aduk. Aku berharap kami
dapat memenangkan pertandingan tingkat ini. Babak kedua pun
54

dimulai. Dalam empat puluh lima menit terakhir ini kami harus
memperebutkan kursi kemenangan mewakili Tokyo. Kami cukup
kesulitan ketika sudah mulai kelelahan. Sudah berkali-kali kami
mengganti tim cadangan. Ganti tim cadangan pun aku tetap
berpartisipasi dari awal hingga akhir.
Waktu yang dinanti-nanti telah mendekat. Waktu
permainan tinggal dua menit sedangkan skor kami masih 15-16. Kusso
(sial)! Dengan begini kita bisa kalah! batinku. Aku pun mengerahkan
seluruh tenaga mengalir ke seluruh bagian otot. Ketika permainan
kembali dimulai aku langsung melakukan servis dengan cepat, dan
berhasil menyamai skor setelah melakukan sekali spike. Tinggal satu
menit batinku. Kembali lagi ke posisi kami yang awal. Dengan sekuat
tenaga kami perjuangkan menit terakhir untuk memenangkan
pertandingan siang hari itu. Dan tak lama kemudian kami pun berhasil
menang satu skor lebih unggul. Betapa leganya kami melihat hasil
pertandingan hari ini. Ada di antara kami yang menangis saking
bahagianya, seperti Keiko dan Cathrine. Ada juga yang saling
berpelukan seperti aku dan Terumi.
Oh, Tuhan. Aku tak menyangka pertandingan akan
sangat melelahkan! batinku. Watashitachi no kachi da (ini
kemenangan kita)! seruku sambil melakukan toast dengan anak-anak
yang lain. Piala kejuaraan pun kami terima langsung hari itu. Aku
sebagai kapten tim voli mewakili penerimaan tropi. Dengan bangga dan
narsisnya kami berfoto bersama di tengah lapang. Yatta (kita
berhasil)!!! seruku. Murid-murid dari London itu pun menghampiri
kami dan mengulurkan tangan. Congratulation on your champion.
ucap salah seorang. Aku sebagai kapten tim maju dan menjabat
tangannya. Thanks. jawabku singkat.
Setelah pengumuman pemenang dan pembagian tropi
kami langsung kembali ke hotel. Kami langsung mandi dan bersiap di
ruang makan untuk mendapatkan snack. Aku tak ikut dalam pembagian
snack dan tetap tinggal di kamar sendirian. Aku berteriak-teriak
55

kegirangan di dalam kamar sambil menghubungi Takemaru-niichan.


Hontouni ureshiinda yo (aku benar-benar senang)!!! Ini pertama
kalinya aku terpilih bermain voli tingkat internasional!!! seruku. Masa
begitu saja kau senang? Kau lega, kan, selama latihan setengah tahun
akhirnya cita-citamu tercapai? balas niichan sambil tertawa kecil.
Atarimae desho (tentu saja)! Aku gila latihan selama setengah tahun
dengan si Godzilla itu! suaraku mulai memelan supaya tak kedengaran.
Takemaru-niichan tampak ikut senang mendengarku
menang. Coba saja Yusuke ada di sini, kau pasti senang bukan main,
kan? lanjutnya. Nani o (apaan sih)? Jangan bicara soal Yusuke-san!
balasku. Dasar. Aku tak menyangka aku memiliki adik sepertimu.
balas niichan. Tak sangka juga aku punya niichan yang dekat dengan
orang yang kusukai! balasku. Tuh, kan, kau yang memulainya lagi.
lanjut niichan, Lalu bagaimana ekspresi Okazawa? Apa dia senang?
Tentu. Ia sama-sama kegirangan sepertiku. jawabku. Maa (kalau
begitu), Yusuke juga pasti bangga dengannya. Jangan cemburu, ya!
kata niichan. Mou (duh), niichan! Aku tidak sensitif seperti itu! Mereka,
kan, bersaudara! Tak masalah juga kalau Okazawa pernah mencium
atau tidur bersama dengan Yusuke-san! lanjutku.
Takemaru-niichan kembali tertawa kecil. Ia tampak senang
kali ini. Belum pernah kulihat ia sesenang ini, padahal biasanya
ekspresinya cuek dan baru terkejut ketika ada berita heboh. Tak pernah
kusangka berita seperti ini baginya merupakan berita heboh. Arigato
(terima kasih), niichan. kataku. Nani o (untuk apa)? tanya niichan.
Eh? A nande mo nai (bukan apa-apa). jawabku. Maa (kalau begitu),
akan kusambungkan dengan Orenji. lanjut niichan. Ia berjalan
membawa Contactor nya menuju kamar Orenji-senpai. Yo (hei),
Minakami! sahut Orenji-senpai. Orenji-senpai! Genki desuka (apa
kabar)? balasku. Genki (baik), genki (baik). Kau menang lomba voli itu,
kan? Omedetou (selamat). lanjutnya. Domo arigato (terima kasih
banyak)! balasku.

56

Yokatta (syukurlah), kau bisa keluar dari Jepang hingga ke


London tanpa halangan. lanjut senpai. Halangan? Halangan apa?
tanyaku. Hm, mungkin ada anggota Black Raven atau yokai dan
akuryo yang mengejarmu. jawab senpai. Mo (duh), senpai! Kau
mengharapkan itu terjadi? balasku dengan sedikit mengkerutkan
bibirku. Senpai tertawa kecil. Bukan, bukan begitu. Mana mungkin aku
mengharapkan itu terjadi? Ore wa zettai ni omae o mamoru (aku akan
melindungimu). Omae o ushinaitakunakattakara (karena aku tak ingin
kehilangan kau). balas senpai. Wajahku pun memerah. N nani o
sono kotoba wa (ada apa, sih, dengan kata-kata itu)? Kenapa tiba-tiba
bicara begitu? balasku. Iiya (tidak). Tak ada apa-apa. jawab senpai.
Mou (duh), senpai! lanjutku. Senpai pun tertawa lagi.
Wah, kalian sungguh berbicara terlalu lama! Adegan
drama hari ini terpaksa harus kupotong. Kalau tidak Contactor ku akan
kehabisan baterai. sahut Takemaru-niichan, Jaa na (sampai jumpa),
Mina. Itsumo ganbare yo (teruslah berjuang). Aku pun mengangguk.
Hai (ya)! jawabku. Tak lama kemudian Takemaru-niichan mematikan
Contactor nya. Aku yang masih bahagia itu tak bisa bergerak saking
senangnya. Aku masih membaringkan tubuhku di atas kasur sambil
beristirahat. Haah, tsukaretta (aku lelah)! ucapku. Aku pun
mengantongi Contactor dan berjalan menuju tas besarku. Aku
mengambil snack dan makan di dalam kamar sendirian.
Besok hari terakhir di Inggris. Haah, aku masih ingin
tinggal di sini lebih lama. ucapku. Aku berjalan kembali menuju letak
tas besarku kemudian membaca jadwal kegiatan besok. Ternyata
hanya membuat foto kenangan dan ibadah pagi. Membosankan!
ucapku lagi. Pada akhirnya aku memutuskan untuk berjalan-jalan
keluar dari hotel. Ketika membaca peta aku menemukan sebuah caf
outdoor yang tak jauh letaknya dari hotel. Aku berjalan sekitar
beberapa meter dan akhirnya sampai di caf itu.
Ketika masuk, aku cukup kaget karena ternyata ada
Cathrine di dalam. Ia tampak sedang makan sandwich. Yo (hei),
57

Cathrine! sapaku. Oh, hey, Mina! balasnya. Boleh aku duduk di sini?
tanyaku. Dozo (silakan), dozo (silakan). jawabnya. Aku pun duduk di
sebelahnya. Jadi, apa yang membawamu ke sini? tanyanya. Hm...,
hanya penasaran saja, jawabku singkat. Kau mau pesan makanan?
tanyanya lagi. Tentu. Lalu untuk apa tujuanku ke sini? jawabku.
Cathrine menyodorkanku selembar daftar menu di caf itu. Aku pun
akhirnya memesan roti keju dan kopi. Haah, sudah berapa tahun aku
tak minum kopi? batinku.
Tak lama kemudian seorang maid membawakan pesananku.
Ngomong-ngomong apa yang kau lakukan di sini? tanyaku sambil
mulai menggigit roti. Hm? Ini caf terkenal di London, selain Hardrock
Caf. Aku pernah ke sini sekali, tapi aku sudah tak ingat. Saat itu aku
masih kecil. jawab Cathrine. Maksudmu ketika kau masih belum
pindah ke Jepang? tanyaku lagi. Benar. Hm sudah cukup lama juga.
Orang tuaku masih tinggal di sini. Hanya aku yang pindah ke Jepang.
jawabnya. Kenapa mereka tak ikut? tanyaku. Tentu tidak. Mereka
harus bekerja di sini. Jadi mereka memberiku credit card untuk
memenuhi kebutuhanku sendiri. jawabnya lagi. He! Aku iri. Sejak
dulu aku ingin dilepas dari orang tua. Orang tuaku selalu menjagaku
terlalu ketat! Menyebalkan! balasku. Mou (duh), Mina! Yah, ada
tepatnya juga kau berkata kalau tak ada orang tua itu bebas. Tapi
memenuhi kebutuhan sendiri tak gampang juga. Kadang kau harus
menabung dan mengurangi frekuensi belanja dan jajanmu. Kalau ada
orang tua, semuanya pasti terpenuhi. Itu, sih, tak enaknya tinggal tanpa
orang tua. lanjut Cathrine. Aku hanya tersenyum kecil mendengarnya.
Meskipun nyaman berdiam di dalam caf itu pada akhirnya
aku pulang juga. Sayang sekali, aku masih ingin berlibur di London.
Kami meraih juara ketika lomba voli, tapi kami akan segera
meninggalkan London. Sangat disayangkan batinku. Ketika sampai di
hotel aku melemparkan tubuhku ke atas kasur dan mengeluarkan
Contactor. Baru akan menghubungi Takemaru-niichan, Okazawa
masuk. Aku pun langsung menyembunyikan Contactor ku. Udara di
58

luar dingin! katanya, Kau ke mana saja? Eh? Aku ke caf dengan
Cathrine. jawabku. Sou ka (begitukah)? Besok terakhir kita di London.
Kau tak mau pergi ke mall atau belanja? sahutnya lagi. Aku pun
menggeleng. Aku sudah cukup puas. jawabku. Sou ka (begitu ya).
balas Okazawa. Aku memalingkan tubuhku dan mulai memejamkan
mata.
Esok pagi kami bangun tidak sepagi biasanya karena tak
diiringi senam. Kami diarahkan pada kebaktian pagi dan setelah itu
kami mandi dan bersiap untuk pergi meninggalkan London. Aku
berangkat sekarang, niichan. Sampai ketemu nanti. tulisku saat
mengirimnya email. Dua jam kemudian kami yang akan terbang ke
Jepang langsung masuk ke pesawat. Aku masih melihat ke arah luar
jendela, merasa tak sanggup meninggalkan London dan segala
keindahannya. Dont be so sad. Next time Ill take you to London and
were gonna visit a lot of cities. sahut Cathrine. Eh? No, you dont
need to. Its okay. Its just because this is the first time I visit London so
its a bit hard to leave. balasku.
Sepuluh menit kemudian pesawat pun lepas landas. Sama
seperti biasanya, aku mual di pesawat. Inilah keburukan naik pesawat.
Aku selalu mabuk di tengah jalan. Aku pun meraba tas kecilku lalu
mengambil permen karet yang pernah diberikan oleh Okazawa. Ketika
mengambil satu biji, ternyata masih ada sisa. Aku pun mengembalikan
sisa itu pada Okazawa. Nee (eh), permen karetmu masih sisa. Arigato
(terima kasih). sahutku. Iiya (tidak), ambil saja. Aku sudah ada. balas
Okazawa. Demo (tapi).. Daijoubu yo (tak apa). potongnya lagi.
Sankyu na (terima kasih ya). lanjutku lagi. Daijoubu (tak apa),
daijoubu (tak apa). balas Okazawa.
Okazawa ternyata dia anak baik. Selama ini kukira ia
sombong dan sedikit kasar. Kurasa aku tak bisa menilai orang hanya
dari tampang luarnya. Kalau dia seperti itu, kira-kira bagaimana dengan
Yusuke-san dan Nozomu-san, ya? batinku. Tanpa sadar aku tertidur di
tengah perjalanan. Ketika terbangun, aku mengintip ke jendela dan
59

ternyata sudah malam. Kira-kira setengah jam lagi kami akan sampai di
Jepang. Ketika sampai di bandara Narita, kami naik travel lagi untuk
dapat mencapai sekolah. Aku terus memandang ke luar jendela,
berpikir-pikir apa aku benar-benar ingin pulang.
Ketika sampai di sekolah jam sudah menunjukkan pukul
delapan malam. Beberapa orang tua murid ada di sana menunggu kami.
Aku belum menelepon mama karena kukira aku bisa pulang sendiri.
Aku pun masuk ke dalam kelas untuk menunggu semua anak bubar.
Ketika masuk, seseorang berdiri tepat di depanku, menatapku. Yo
(hei), yo (hei)! Ternyata imouto kecilku sudah pulang! sahutnya. Ya,
benar. Ia Takemaru-niichan. N niichan! Aku berhasil!!! seruku
seraya berlari dan memeluknya. Whoa, whoa, whoa! Ya. Aku akui kau
berhasil. Omedetou (selamat). balas niichan. Arigato (terima kasih),
niichan! lanjutku, Te (lho), tapi apa yang kau lakukan di sini?
Menjemputmu. Untuk apa lagi aku ke sini? jawab niichan. Kenapa?
Aku, kan, bisa pulang sendiri. lanjutku. Terlalu berbahaya pulang
sendirian. Saat malam hari kekuatan yokai dan akuryo bertambah.
bisik niichan. Sou ka (begitukah)? balasku. Sou da (benar)! Jaa (nah),
kaeru ze (ayo pulang)! lanjut niichan.
Kami pun keluar kembali menuju halaman. Ketika sampai,
aku melihat Okazawa bersama seorang lelaki? Yusuke-san?!! Aku
berpura-pura tak tahu dan tetap berjalan ke depan. Ara (oh), Yusuke!
sapa niichan. Yabaii (bahaya)! Niichan menyadarinya! batinku. O?
Takemaru? balas Yusuke-san. Nani o shi ni kita (apa yang kau lakukan
di sini)? tanya Takemaru-niichan. Aku menjemput Okazawa. Kalau
kau? kata Yusuke-san. Sama. Menjemput adikku. jawab niichan.
Yusuke-san melirik ke arahku. Aku pun merasa tersambar. O, jadi kau
adiknya, ya? sahutnya. Kau tahu adikku? tanya Takemaru-niichan.
Dia teman klub voli Okazawa. jawab Yusuke-san.
Jadi mereka sudah saling kenal? kata Okazawa. Eh? E
ee (ya). jawabku. Kau tahu dari mana kalau Yusuke-niichan itu OSIS?
tanya Okazawa. Dagdigdug. Debaran jantungku semakin kencang.
60

Aku pernah membaca majalah niichan tentang OSIS baru tahun ini.
Lalu kutemukan nama Watanabe Yusuke kelas 2-5 sebagai wakil ketua
OSIS. Di samping itu, kakakmu adalah teman Takemaru-niichan, kan?
jawabku. Aku terpaksa berbohong. Yah sebenarnya aku tak pernah
meminjam majalah SMA Takemaru-niichan. Memang, sih, di situ ada
artikel tentang Wajah-wajah Baru OSIS 2014. Tapi aku tak pernah
membacanya.
Sou ka (begitukah)? lanjut Okazawa. Sou (benar).
jawabku. Dari tadi aku menunggu niichan ngobrol dengan Yusuke-san
sambil ngobrol juga dengan Okazawa. Sudahlah. Sebentar lagi akan
larut malam. Kami akan pulang dulu. Jaa na (sampai jumpa), Yusuke.
sahut niichan. Jaa na (sampai jumpa), Takemaru. balas Yusuke-san.
Bye-bye! sahutku bersamaan dengan Okazawa. Aku bersama dengan
niichan berpisah arah dari Okazawa dan Yusuke-san.
Setelah beberapa meter hingga tak seorangpun dapat
melihat kami, kami langsung melompat ke atap dan langsung pulang.
Mou (duh), niichan! Kenapa kau menyapa Yusuke-san seperti itu? Kau
tahu aku ada di situ, kan? sahutku. Niichan tersenyum nakal. Lalu apa
salahnya? Tapi, kau senang, kan, kalau ada Yusuke di sana? balasnya.
Y sebenarnya begitu, sih. Tapi kau malah membuatku gugup!
Bagaimana kalau mereka tahu aku menyukai Yusuke-san? jawabku.
Saa (tidak tahu)? Shiru ka yo (siapa peduli)? balas niichan. Mou
(duh)! Niichan menyebalkan! Tapi kalau kau menjemputku begini apa
mama tidak bingung mencariku di sekolah? lanjutku. Kinisuruna
(jangan khawatir). Aku telah memberitahu obasan. jawab niichan.
Sou ka (begitukah)? Arigato (terima kasih). balasku. Sudah kubilang
itu masalah kecil. Yang penting mulai sekarang kau tak boleh
mengomeliku! lanjut niichan. Aku pun tertawa kecil.
Tak lama kemudian kami sampai di rumahku. Aku mengetuk
pagar rumah sambil berkata dengan suara keras, Mama, tadaima (aku
pulang)! Tak lama setelah itu aku dapat melihat mama melalui jendela
berjalan menuju arah pintu masuk. Dia sudah datang. Aku pulang dulu.
61

Jaa (sampai jumpa). kata niichan. Ccchotto matte (tunggu


sebentar)! sahutku sambil menarik baju niichan. Nanda yo (apa)? Kita
sudah sampai. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. kata niichan lagi.
Mama kitto anta ni aitakatta yo (ibu pasti ingin bertemu denganmu).
Setidaknya kau bisa di sini malam ini. balasku. Eh? Kenapa harus
begitu? lanjut niichan. Tak lama kemudian mama pun keluar. Okaeri
(selamat datang), Mina-chan, soshite kon ban wa (dan juga selamat
malam), Takemaru. Terima kasih telah mengantarnya pulang.
Masuklah. ucap mama. Ia pun menyuruhku dan niichan untuk masuk.
Ketika masuk tak kusangka papa sudah pulang. Pa papa?!
Kau sudah pulang?! seruku saking kagetnya. O, Mina, ka (Mina, ya)?
Omedetou (selamat). balas papa sambil mendatangiku yang terlihat
sedang membawa tropi besar. Ia mencium dahiku sambil menepuk
punggungku. Memang kau tahu aku menang apa? tanyaku. Ya, papa
sudah dengar dari Takemaru, katanya, Terima kasih telah mengantar
pulang Mina. Daijoubu desu (tak apa-apa). jawab niichan. De wa
(kalau begitu), kau mau makan malam bersama kami? tanya papa. Aku
pun mengerlingkan mata dan berbisik pada niichan, Sudahlah, turuti
saja perkataannya. Niichan pun mengangguk, jawabnya, Hai (ya).
Malam itu terasa seperti reuni keluarga. Keluargaku
mengadakan makan malam bersama Takemaru-niichan. Karena aku
dengannya adalah sepupu, kami jarang juga bertemu. Yah, paling
tidak ketemu hanya saat di kuartir. Selesai makan malam, aku langsung
membawa niichan ke dalam kamar. Kotchi (sini), kotchi (sini). Aku
butuh bantuanmu! bisikku seraya menggandeng niichan masuk ke
kamarku. Niichan terlihat bingung mendengarku. Aku menyalakan
komputer dan langsung membuka website Black Raven yang dulu
sempat kutemukan. Hasilnya masih sama. Kami harus memasukkan
password untuk log in.
Niichan, aku menemukan website ini tiba-tiba. Kau bisa
merusak password nya? tanyaku. Takemaru-niichan mulai melakukan
sesuatu pada komputerku dan berusaha untuk merusak password
62

website itu. Dame da (tak bisa). Mereka menggunakan firewall. kata


niichan. Tapi kita bisa melakukannya dengan Contactor, kan?
bantahku. Kau tak mengerti. Kalau kita membobol website mereka
dengan Contactor, mereka akan tahu siapa pembobolnya. Kau tahu
resiko selanjutnya, kan? lanjut niichan. Wakatta yo (aku mengerti).
jawabku. Kalau begitu jangan pikirkan tentang Black Raven terus.
Mereka suatu saat pasti akan menampakkan diri. Dari situlah kita akan
mendapatkan informasi. Aku akan pulang. Sampaikan pada obasan.
Terima kasih untuk malam ini. lanjut niichan. Ia keluar melalui
jendelaku dan kembali ke markas.

Dua minggu latihan dan belajar keras itu pun selesai.


Sekarang tinggal sehari lagi di mana aku harus belajar untuk ujian
tengah semester. Tsukaretta (aku kelelahan)! Besok adalah ujian
tengah semester! ucapku. Karena tak kuat aku pun tertidur. Keesokan
paginya, aku terbangun dengan aras-arasan. Aku berjalan dengan
sangat lama dan pelan menuju sekolah. Malas sekali rasanya. Kenapa
sekarang aku jadi berharap untuk latihan voli lagi? Haah, benar juga.
Kalau kami latihan voli, kami pasti menjemput Okazawa. Aku ingin
bertemu lagi dengan Yusuke-san! batinku. Ketika mengomel-ngomel,
tanpa sadar mataku melihat seseorang berbaju hitam seperti seragam
shinobi. Ia nampaknya akan menyelinap ke suatu tempat.
Awalnya kukira ia anggota Kuroi Komori, tapi kurasa bukan.
Kuroi Komori di daerah ini hanya aku, Takemaru-niichan dan Orenjisenpai dan beberapa anggota lain. Di samping itu, seragam Kuroi
Komori tidak dilengkapi jubah, tapi orang itu memakai jubah. Pada
akhirnya aku pun membuntuti ke mana ia pergi. Aku berusaha
menghilangkan suara-suara seperti hentakan kaki dan suara napasku
sendiri agar tidak ketahuan. Orang-orang seperti mereka dan bahkan
kami dapat merasakan aura tipis melalui gelombang udara.

63

Tak lama kemudian, ia sampai di sebuah gedung. Gedung


itu lebar dengan atap berbentuk kubah besar dan terlihat transparan.
Kurasa itu sebuah perusahan, tidak! Bangunan itu adalah
laboratorium! Kenapa orang sepertinya masuk ke dalam
laboratorium? Apa urusannya ke sana? batinku. Orang itu mengelilingi
gedung lab itu dan kemudian berhenti di suatu titik. Ia berhenti tepat
di depan kotak listrik. Ia mengutak-utik kotak listrik itu dan tak lama
kemudian listrik di dalam laboratorium itu padam! Sekarang aku baru
mengerti. Ia berniat melakukan misinya.
Aku tak dapat melihat apapun di kegelapan. Susah sekali
untuk membuntutinya. Pada akhirnya aku pun menyalakan senter yang
senantiasa kubawa setiap hari. Aku pun sampai di tempat uji coba,
tempat para dokter dan professor melakukan experimen. Ketika
mendekat, dapat kulihat dengan jelas orang itu. Soko de tomero
(berhenti di sana)! perintahku. Di saat itu juga berhenti bergerak dan
ia tampak memegang setabung bahan kimia. Setelah kucermati, di
seragamnya terdapat simbol gagak di dada kirinya dengan tulisan huruf
R berwarna ungu di tengahnya. Dare da (siapa kau)?! Anta (kau)
Buraku Reven no menba desho (adalah anggota Black Raven kan?!
cetusku. Orang itu tanpa banyak berpikir langsung meloncat ke atas
dan merusak atap laboratorium dan menghilang.
Machinasai (tunggu)!!! seruku sambil berusaha
mengejarnya. Orang itu telah pergi jauh dan aku pun kehilangan jejak.
Beberapa professor dan dokter di sana gopoh karena listrik mereka
padam dan terjadi kerusakan pada lab. Ano hito (orang itu) ittai dare
da (sebenarnya siapa)? Ano me (mata itu) tashika mae ni ichido
mitanda (aku yakin pernah melihatnya sekali sebelumnya)! Tidak, tidak
hanya sekali. Sering. Siapa orang itu? batinku.
~To Be Continued

64

Anda mungkin juga menyukai