Di satu sisi, aku memang alay, tapi di sisi lainnya, ada sifat yang takkan
pernah kalian duga.
Siang hari itu, matahari bersinar terik tepat di atas kepalaku.
Panasnya seperti kompor yang sedang merebus telur. Untungnya aku
membawa topi, sehingga tidak kepanasan. Jaa ne (sampai jumpa).
Mata ashita (sampai besok). Demikianlah semua anak saling
bersahutan dengan teman yang lain. Tanpa berlama-lamaan lagi, aku
langsung mencari tempat sempit yang tersembunyi, lalu langsung
melepas seragamku. Ya, aku menjalankan misi sebagai Kelelawar
Hitam Jepangbaju ketat ala shinobi Jepang dengan masker hitam
yang menutupi hidung hingga mulutku. Tak seorangpun tahu kalau itu
adalah aku, termasuk keluargaku, temanku, maupun cowok yang
kusukai pun tak tahu. Aku melompat dari gedung ke gedung lalu mulai
bersiap menjalankan misi.
Aku mengambil Contactor dari kantong kecilku kemudian
menyalakannya. Distrik tujuh, aman. Ambil posisi delapan puluh lima
derajat. ucapku di depan Contactor itu. Aman, bagus. Arah jam satu,
kita bertemu di sana. jawab seseorang dari dalam Contactor. Aku pun
melesat ke arah jam satu, di mana markas semua anggota Kelelawar
Hitam berkumpul. Tentu saja, di tengah jalan pasti ada saja banyak
makhluk yang menyerang. Setiap hari, itulah makananku.
Aku segera menarik Raiten Sword yang ada di pinggangku
dan segera menebas kepala mereka. Baik yang berwujud manusia,
hingga yang berwujud yokai. Yah mereka yang berwujud manusia
biasanya penjahat, witch (penyihir), atau bahkan yokai yang menyamar
menjadi manusia. Setelah selesai bertarung dengan mereka, aku harus
membawa kepala mereka di suatu wadah seperti karung dan harus
kuserahkan ke kepala distrik. Merepotkan. Aku tak terbiasa berlumuran
darah yokai, meskipun sudah empat tahun aku melakukan misi-misi ini.
Terkadang mereka muncul mendadak dan menyerang murid sekelas.
Tak ada pilihan lagi, aku harus ikut menyerang, daripada murid sekelas
mati semua, kan? Yah tentu saja terkadang banyak yang menyangka
5
akulah Kelelawar Hitam Jepang (Kuroi Komori). Tapi tetap saja, aku
tidak mau mengaku. Kalau aku mengaku, jabatanku bisa diabut oleh
kepala distrik!
Kru-kru yang telah dicabut jabatannya bila tetap
menjalankan misinya atas kemauannya sendiri dianggap sebagai
musuh kami. Yah, salah satu senpai (senior)ku ada yang seperti itu.
Setelah tiga bulan jabatannya dicabut, ia terus melawan yokai ataupun
musuh yang nampak di lingkungannya. Karena itu, pada akhirnya ia
dibunuh oleh salah seorang anggota dari distrik lain. Kawai sou na
(kasihan). Huh, yah, itu salahnya dia sendiri. Dia hanya ingin pamer
kalau dia itu pahlawan Kelelawar Hitam sehingga membocorkan
identitas aslinya di sekolah. Ia langsung berganti seragam Kelelawar
Hitam di sekolah ketika ada seorang penjahat yang berusaha
menggorok leher wali kelasnya.
Lalu, bagaimana cara menyelamatkan kelas yang diteror
oleh makhluk macam seperti itu? Tentu saja, kau hanya perlu
menelepon polisi. Atau, jangan sekalipun kau keluarkan kekuatan
mistik di kelas. Serang saja dia dengan kekuatan fisik, senjata seperti
pedang juga boleh. Perhatikan pergerakanmu, jangan menunujukkan
kalau kau itu memiliki kekuatan mistik, seperti bergerak secepat kilat
menuju titik buta musuh, padahal harusnya jarakmu dengannya sangat
jauh. Dengan begitu, kau akan tetap dianggap sebagai manusia biasa.
Juga yang paling penting, setelah jabatanmu dicabut, jangan sekali-kali
kau mengenakan seragam ketika menyerang musuhmu. Kepala distrik
pasti akan menyangka kalau kau telah membunuh salah satu kru nya
lalu mencuri seragamnya.
Mereka yang jabatannya telah dicabut akan nampak pada
layar Contactor, tepatnya pada face scanner. Contactor akan
menunjukkan kalau ia musuh dan memiliki kekuatan mistik. Jadi, kalau
kau tidak ingin jabatanmu dicabut, lakukan saja apa kata senpai dan
kepala distrikmu. Jangan beberkan identitas di lingkungan manapun,
bahkan jangan biarkan keluargamu tahu. Karena bahkan orang tua pun
6
akan ada lagi yang mau menerima mereka setelah bebas, lalu mereka
akan kembali melakukan kejahatan. Singkatnya begitu, tugas kami.
Terdengar seperti polisi atau tim penyelamat, bukan? Tapi jangan salah
sangka, satu tugas yang tidak kami lakukan adalah menyelamatkan
nyawa orang. Kami memberantas penjahat, tetapi tidak
menyelamatkan nyawa orang. Jadi, jika orang itu harus jadi sandera,
bahkan kru kami sendiri, kami tidak peduli. Yang penting, tugas kami
harus memberantas penjahat yang dimaksud.
Alarm pengingat telah berbunyi. Semua kru dari distrik satu
hingga sembilan, dan dari grade class maupun ranking class, semuanya
melakukan assemble di aula. Aku segera melemparkan hasil
tangkapanku di sebuah gudang di mana kakak pemimpin distrik ku,
Rokudo Orenji-senpai masih ada. Tangkapan lengkap, ucapku. Sou
ka (begitukah)? Bagus. Segeralah berkumpul. Kepala distrik akan
melakukan pengumuman kelulusan. balas Orenji-senpai. Hai (baik),
jawabku singkat.
Setelah semua berbaris dalam beberapa distrik, kepala
distrik, Takeshi Himuro mulai berpidato di depan ribuan kru-kru nya.
Saya tahu kalian sudah bekerjasama selama satu tahun lebih pada
satu grade ini. Dan saya ingin ucapkan terima kasih, meskipun jasa
kalian tidak dapat saya balas dengan apapun. Kelulusan kalian menuju
grade selanjutnya bukanlah menjadi beban lagi bagi kalian, karena
setelah satu tahun lebih kalian telah bekerjasama dengan baik, dan kini
kalian bukan lagi kru Kuroi Komori, tapi kalian satu tim dalam Kuroi
Komori! Kalian telah belajar menghargai diri sendiri di setiap situasi
yang kalian hadapi. Kalian juga telah belajar banyak selama satu tahun
ini. Selamat, atas kelulusan kalian! Domo arigato gozaimashita (terima
kasih banyak)! ucap beliau. Penutupan pun disambung dengan
sorakan dan tepukan tangan para kru.
Takeshi-sama pun mulai memanggil nama kami satu per
satu untuk diberikan seragam baru. Haah sayangnya, aku masih
berada di grade empat. Tidak sabar satu grade sebelum lulus jabatan
8
spy ku. Aku sama sekali tidak membenci tugas-tugasku sebagai matamata. Meskipun terkadang terasa membosankan, aku suka
menjalankan misi ini setiap hari. Lumayan juga, sih, untuk uang jajanku!
Hehehe! Yah bisa dibilang aku ini anak aneh. Di satu sisi, aku tampak
alay karena selalu kegirangan sendiri ketika melihat para kakak-kakak
SMA keluar. Ohohohoho, bukan cuma aku saja yang berpendapat
mereka tampan, tapi ada juga beberapa sahabatku seperti Megumi.
Tapi, ia hanya sebatas berkata, tidak separah diriku yang sampai
tertawa-tawa sendiri, bahkan ketika pelajaran pun aku bisa tertawatawa sendiri.
Ketika baru melangkahkan kaki keluar dari gerbang kuartir,
Orenji-senpai mengejarku dari belakang seperti perlu membutuhkan
sesuatu denganku. Oi, Minakami! serunya. Doukashimashita (ada
apa), senpai (senior)? tanyaku. Chotto de ii (ada waktu sebentar)?
balasnya. Eh? Un. jawabku. Orenji-senpai langsung membawaku
masuk kembali ke dalam kuartir. Ia membawaku ke ruangan para
pemimpin distrik. Ia memasukkan koin ke dalam vending machine lalu
mengambil dua kaleng soda jeruk. Satu ia lemparkan padaku, dan satu
lagi untuknya. Arigato (terima kasih). ucapku.
Orenji-senpai mulai membuka kaleng dan meneguknya.
Te (jadi), nani ga atta ka (apa yang terjadi)? tanyaku. Orenji-senpai
mengeluarkan Contactor nya lalu menunjukkanku gambar seorang spy.
Dare sore (siapa itu)? tanyaku. Teki da (musuh). jawabnya singkat.
T teki (musuh)?! Sore wa Kuroi Komori no kimono desho (itu
seragam Kelelawar Hitam kan)? sahutku. Jangan salah sangka. Lihat
dulu. Itu bukan simbol pasukan kita. Itu simbol gagak hitam, dan huruf
yang tercantum di belakangnya adalah huruf R, Raven. ucap Orenjisenpai. Te koto wa ano hito wa watashitachi no teki (maksudnya dia
adalah musuh kita)?! seruku. Dari tadi aku sudah mengatakan itu.
ucap Orenji-senpai. Aku pun tertawa kecil.
Oretachi wa mada yatsura no koto o wakaranai (kami
masih belum mengerti tentang mereka). ucap Orenji-senpai. Te (jadi),
9
dou suru (apa yang harus kulakukan)? Shirabete miyo ka (mencari tahu
tentang dia)? tanyaku. Sou da (itu benar). Anggota Black Raven
adalah mata-mata seperti kita. Tujuannya hampir sama, hanya saja
mereka menyelamatkan nyawa manusia, tidak seperti kita. Tujuh puluh
tahun yang lalu, ketika ayahku menjadi anggota Kelelawar Hitam, ia
bilang ia pernah bertempur dengan musuh yang berjumlah besar.
Bicara soal jumlah, kita kalah. Tapi kita berhasil menang dengan
kekuatan. Sisa para pejuang itu pun membawa kabur jasad anggota
mereka. Kami mengira, semuanya telah berakhir. Kami mengira,
semuanya telah terselesaikan di saat perang itu. Tapi, itu hanya
perkiraan, tanpa bukti nyata. kata Orenji-senpai.
Aku pun tertegun. Tapi dua puluh tahun kemudian, mulai
muncul rumor kalau seseorang yang berasal dari tim itu kembali
memunculkan diri. Salah satunya, Kurosuke Misao, dan ayahku
mengingat dengan betul ia adalah musuh lamanya. Meskipun mereka
tim penyelamat, tapi mereka adalah musuh kita. Jumlah mereka
terpencar-pencar. Markas mereka tidak hanya satu, jadi kami kesulitan
mencarinya. Para senpai rank S sudah mencoba melacaknya, tapi
akhirnya yang kami temukan hanyalah kepala mereka yang sudah
terpenggal. Mereka pasti telah memasang perangkap ataupun kamera
pelacak. lanjutnya.
Aku pun menelan air ludah, mulai merasa takut. Beberapa
anggota mulai bermunculan lagi akhir-akhir ini. Salah satunya, orang ini.
Beberapa pemimpin distrik sudah mencoba melacaknya, bahkan
pernah mengepungnya, tapi tak satu informasi pun kami ketahui.
Hanya satu, kami hanya mengetahui kesamaan senjata yang mereka
pakai, dan mereka adalah pengendali air dan angin.
Jangan merasa takut hanya karena kita pengendali api. Para spesialis
api kita jauh lebih hebat dari mereka. Aku ingin, bila kau bertemu
dengannya, kau habisi dia, dan kalau bisa, carilah informasi apapun
yang kau ketahui. Tujuan mereka pasti adalah membalas dendam,
menguasai dunia kejahatan ini. Aku tahu ini bukanlah misi yang tepat
10
untukmu, tapi sebagai pemimpin distrik, aku tahu kaulah yang tepat
untuk distrik tujuh. Aku percaya kepadamu, Minakami, lanjutnya,
Soshite kono tatakai ga owattara ore wa (lalu setelah pertempuran ini
berakhir aku akan) Orenji-senpai tersenyum.
Senpai (senior)? Kono tatakai ga owattara (kalau
pertempuran ini telah selesai), dou suru (apa yang kau lakukan)?
tanyaku. Maa (sudahlah), lupakan saja. Yoroshiku tanomu zo (aku
mengandalkanmu), Minakami. Iiya (tidak), Takahashi-san. jawab
Orenji-senpai. Un! Ganbarimasu (aku akan berjuang)! balasku. Mou
kaere (cepat pulanglah). Kau ingin pulang dari tadi, kan? ucapnya lagi.
Pipiku pun memerah. Eh sore wa (itu). J jaa (kalau begitu),
watashi wa kaerimasu (aku pulang). balasku sambil membawa soda
jeruk dan segera meninggalkan ruangan.
Setelah Minakami meninggalkan ruangan, seorang
pemimpin distrik lima, Yuzuru Takemaru masuk ke ruangan rapat
pemimpin distrik. Ano ko ni shinjite ii no ka (apakah tidak apa-apa
memercayainya)? tanyanya. Atarimae da (tentu saja). Dialah yang
paling bisa kupercaya. jawab Orenji-senpai. Huh, kau ini. Hanya
karena kau berjanji untuk membahagiakannya dan karena kau
mencintainya, kan? Kau sengaja mengandalkannya supaya kau bisa
terus melindunginya, kan? lanjut Takemaru. Yah, hingga saat itu,
apapun yang terjadi, aku akan selalu melindunginya. Pasti. lanjut
Orenji-senpai. Takemaru tertegun. Ia tersenyum. Huh, hanya karena
ia sepupuku lanjutnya.
-Minakamis NoteAku pulang dengan wajah lelah. Tadaima (aku pulang)!
seruku. Okaeri (selamat datang), Mina-chan! balas mama dari dapur.
Aku langsung melepas sepatu dan melemparkan tasku di meja belajar.
Tak lama kemudian, kuambrukkan tubuhku yang beratnya tak
mencapai empat puluh itu ke atas kasurku yang empuk. Haah, tak
ada istana selain rumah. ucapku. Aku pun menyalakan Contactor ku
11
dan melihat data musuh itu. Aku telah mengirimkan beberapa data
dirinya. Kalau kau perlu sesuatu, hubungi saja password ku, begitulah
kata Orenji-senpai. Teki ka (musuh ya)? Seandainya musuh itu adalah
temanku. apakah aku harus membunuhnya, atau haruskah aku
membiarkannya? batinku.
Keesokan harinya, aku berangkat sekolah seperti biasa.
Ittekimasu (aku berangkat)! seruku. Itterashai (sampai jumpa)!
sahut mama. Membosankan! Setiap hari aku hanya melakukan
kegiatan yang sama, di tempat yang sama, di saat yang sama, dengan
pemandangan yang sama, perkataan yang sama. Tak ada satupun yang
berubah yang dapat membuatku senang. Aku ingin membolos saja hari
ini. Tapi sayang sekali, hari ini adalah hari latihan pertandingan voli
untuk lomba di London bulan depan. Haduh, kenapa harus aku yang
diberi banyak tugas? Semua orang mengandalkanku. Aku tahu itu hal
bagus, sih. Tapi kenapa harus aku yang harus menanggungnya?
Mattaku (yaampun)! Dare mo watashi o tasukenai no ka (tidakkah ada
seseorang yang mau menolongku)?
Jam ketiga, tepat ketika jam menunjukkan pukul sepuluh,
aku dipanggil bersama para tim voli lainnya. Cukup menyenangkan
karena jam ketiga ini adalah jam pelajaran kimia. Kesempatan kabur!
Hohohoho! Di lapangan, lima belas orang termasuk diriku berkumpul
membentuk lingkaran mengelilingi Shinichiro Matsu-san, sang coach
(pelatih). Ohayo (selamat pagi), minna (semuanya). Aku
mengumpulkan kalian semua di sini tentunya bukan untuk buangbuang waktu. Tanggal duapuluh sembilan. Kita punya waktu tiga
minggu untuk dimanfaatkan. Harap kalian jangan menyia-nyiakan
waktu yang ada. Mulai besok, kita akan berlatih di stadion Komazawa.
Kepala sekolah sudah menyetujuinya, jadi, jangan buat alasan apa-apa
lagi! ucap Shinichiro-san.
Kami pun tercengang. Sensei (guru), demo sore wa (tapi
itu, kan) Artinya kita harus meninggalkan pelajaran selama
beberapa jam, kan? sahut murid satu dan yang lain. Sou da (itu
12
sudah lima menit lebih kita tunggu kenapa tidak keluar juga? omelnya.
Tak lama kemudian, seorang wanita dengan seragam sekolahnya pun
keluar. Rambut kuningnya yang curly ala orang perancis dan bawaan
tasnya yang tak terlihat berat Watanabe Okazawa. Gila!!! Ini tak
mungkin!!! Kakaknya dengan pembawaannya yang keren dan datar itu,
kenapa adiknya bisa narsis dan sok gaya begitu?! Tak dapat kupercaya!
Kitto machigai yo (ini pasti salah)! Tapi tak ada tanda-tanda kesalahan.
Jelas-jelas pemuda itu keluar dari rumah Okazawa! Tuhan dunia ini
begitu tidak adil! batinku.
Mobil pun segera melesat membawa kami ke Komazawa
Volley Court. Di sana pada awalnya kami hanya diberi pengantar, tapi
lama kelamaan menjadi seperti ceramah. Man, this is such a pain! I
cant believe the coach would lecture us for almost an hour! Such a
waste of time. ucap Cathrine, membawa budaya Inggrisnya ke Jepang.
Mama dan papa nya lah yang berasal dari Inggris. I think I should kick
his ass out of my sight! ucapnya dengan kasar, tapi perlahan.
Cathrine-chan, sonna ni okoranaide (jangan marah sampai begitu).
ucap salah seorang temannya. Sudah empat tahun aku sekelas
dengannya sejak SD, dan sudah empat tahun pula ia datang dari Inggris
ketika berumur sebelas tahun. Ia mendapat beasiswa ke Jepang,
London, dan Amerika. Tetapi ia lebih memilih untuk ke Jepang. Katanya,
sih, ia ingin tahu Asia. Ia sampai belajar Bahasa Jepang.
Latihan pun berlangsung selama kurang lebih dua jam.
Setelah itu kami mendapat free istirahat selama setengah jam, supaya
tidak pingsan. Cukup puas juga rasanya sudah berhasil melakukan spike
sebanyak tiga kali berturut-turut. Hohohoho! Tentu saja! Aku kapten
tim, jadi harus mendapat reputasi bagus, kan? Ketika istirahat, semua
anak berhamburan. Kegiatan mereka tak dapat ditebak dari awal. Ada
yang melanjutkan latihan, ada yang ke food court, ada juga yang tetap
menggosip di dalam. Haah, aku tak mendapat teman, sejak aku satusatunya murid kelas 3-3. Meskipun mereka teman-teman lama dari SD,
tapi ketika SMP sudah pasti mereka mendapat teman-teman baru dari
15
burger yang sudah terhidang tepat di atas meja. Yukari dan Megumi
langsung menyeruput soda mereka dengan sedotan. Te (nah), renshu
wa saiaku datta no ka (apakah latihannya buruk)? tanya Yukari. Aku
pun mengangguk dengan lemas. Mattaku (yaampun), shikata nai no
sa (tak ada pilihan kan)? Anta wa seisha no taijou desho (kau pemimpin
tim voli kan)? Ganbatte yo (berjuanglah), minna no tame ni (demi
semua orang). sahut Megumi. Aku pun menghela napas.
Tak lama kemudian, aku pun memberanikan diri untuk
bertanya soal Okazawa. Nee (eh), Yukari, Megumi. Antatachi Okazawa
o shite desho (kalian tahu Okazawa kan)? sahutku. Hm? Bagaimana
tidak? Apakah jangan-jangan kau tidak mengenalnya? Kita sempat
sekelas dengannya, kan? balas Megumi, kembali menyeruput soda.
Sou ja nai wa (bukan begitu). Kalian dekat dengannya, kan? lanjutku.
Sore wa sou dakedo (itu benar sih). Memang ada apa dengannya? Dia
menghancurkan timmu? balas Megumi. I iiya (tidak)! Kenapa
begitu? Hm ano sa (itu), anta (kau) Okazawa no oniichantachi o
shiteru (kau tahu tentang kakak-kakak Okazawa)? tanyaku, sambil
menelan ludah dan membuang mata ke arah lain.
Yukari dan Megumi mulai sedikit heran. Nande sonna koto
o (kenapa bertanya soal hal itu)? tanya Megumi, Maa (nah), kalau kau
sekarang bertanya seperti itu, akan coba kupikirkan. Eeto Okazawa
pernah menyebutkannya, tashika (kurasa) Megumi berusaha
mengingat kembali. Dalam hati aku merasa berdebar-debar. Iiya
(tidak)! Kenapa aku jadi sangat ingin tahu? Kenapa dadaku berdebar
begitu kencang? Tenanglah, tenanglah! batinku. Nee (eh), Yukari,
oboeteru (kau ingat)? tanya Megumi lagi. Yukari menggelengkan
kepalanya. Ia tak pernah memberitahuku. jawabnya.
Megumi kembali berpikir. Sesaat kemudian, ia tiba-tiba
mengangkat jari telunjuknya. Sou da (benar juga)! Hm kakaknya
yang paling tua bernama Watanabe Yusuke, dia kelas dua SMA. Dan
yang masih kelas satu SMA adalah Watanabe Nozoki ja nai (bukan),
Nozomu? Ah, aku hanya ingat Nozo bla bla bla. Wasureta (aku
17
18
menyimpannya.
Seminggu tak terasa telah berlalu. Rasanya
seperti musim gugur yang berlalu begitu cepat. Ujian pun datang.
Seratus duapuluh menit, ujian tengah semester mata pelajaran
geometri. Dua orang guru pengawas masuk, semua murid memberi
salam dan guru memberi salam. Hoo seperti biasanya. Ujian pun
dimulai setelah selesai membagikan naskah soal dan lembar jawaban
komputer. Baru dua menit dimulai, kemudian ledakan terjadi di
lapangan parkir lantai satu. Semua murid di kelas panik, kecuali aku,
yang telah terbiasa dengan yang seperti itu. Sang pengawas pun keluar
dari ruangan untuk memeriksa apa yang terjadi. Tapi tiba-tiba dua
orang penjahat langsung membobol masuk kelas kami, melempar
kunai pada lembar jawaban komputer milik beberapa siswa. Dengan
sikap tenang aku terus mengerjakan soal ujian.
Berdiri dan segera menyingkir di sana! Serahkan segala
kepunyakanmu! seru salah seorang. Semuanya pun berdiri, termasuk
guru-guru pengawas, dan langsung memojok. Hanya aku saja yang
terus mengerjakan ujian. Kalau kalian berani melawan, bergeraklah
satu inci, maka kupatahkan leher kalian! ucap penjahat yang lainnya.
Bos, ada seorang anak, di pojok sana. sahut temannya sambil
menunjuk ke arah bangkuku duduk dan bekerja dengan tenang. Nak,
segera ke sini. Ancaman ini bukan main-main! sahut salah seorang
guru. Aku tidak menghiraukan apa yang orang-orang katakan. Just stay
cool and do my test as best as I can. Itulah yang kulakukan.
Kedua guru pengawas dan para murid yang lain tampak
panik berdiri di pojok ruangan. Sekali lagi, salah seorang penjahat
berseru sambil menodongkan pistol, Kuperingatkan sekali lagi,
berdirilah dan biarkan kami mengemasi barang-barangmu sebelum
kuledakkan kepalamu itu! Aku pun menghela napas, lalu mulai berdiri.
Apa yang kau inginkan dariku? Aku tak punya barang berharga!
ucapku. Huh, kau kira kau bisa membohongi kami? Kalau memang
begitu, biarkan kami membongkar seisi tasmu! serunya lagi.
Membongkar tasku? Huh, maaf, ya. Ada benda pribadi yang tak boleh
20
Tapi kudengar tadi dari Kepala Sekolah, terjadi kekerasan di sekolah ini.
Maka beliau memutuskan untuk menunda ujian bulan depan, sebelum
ujian akhir. jawabnya seraya meninggalkanku. NANI (APA)?!!
Menunda???!!! seruku dengan kesal.
Aku berjalan pulang dengan wajah lemas. Tadaima (aku
pulang) ucapku dengan nada yang rendah. Okaeri (selamat datang).
Kenapa sudah pulang? Apa ada masalah? Kenapa wajahmu lemas? Apa
ujiannya sulit? tanya mama dalam sekejap. Shiranai wa (aku tak
tahu)! Aku tak mau memikirkannya lagi! jawabku. Aku langsung masuk
ke kamar dan membaringkan badan. Haah semuanya menumpuk!
Minggu depan ulangan harian, seminggu setelah itu ada lomba,
sebulan lagi setelah itu ada ujian tengah semester lagi! Ah!!! kataku
mengomel-ngomel sendiri di kamar.
Ketika sore hari itu aku berendam di kamar mandi sambil
meletakkan batu hangat berbungkus handuk putih di atas kepalaku.
Setelah kupikir semuanya akan segera berakhir, kenapa malah
semuanya menumpuk di minggu-minggu berikutnya? ucapku. Setelah
selesai berendam, aku langsung berpakaian dan mengambil hot pot
yang sudah terhidang di meja makan untuk makan malamku. Ketika
barusan akan makan, kudengar seseorang mengetuk-ketuk pagar.
Kitto papa da yo (itu pasti ayah). ucap Yukata, adikku. Aku langsung
membuka tirai untuk melihat siapa yang datang. Papa ja nai yo (itu
bukan ayah). sahutku. Aku tak yakin siapa mereka. Karena itu, aku pun
langsung keluar dan melihat lebih dekat. Ternyata, mereka Yukari dan
Megumi. Kon ban wa (selamat sore), Mina-chan. sapa mereka.
Yukari! Megumi! seruku. Aku langsung berlari dan membukakan
pintu, kemudian mempersilahkan mereka masuk.
Doushita no (ada apa), Yukari, Megumi? tanyaku ketika
berada di ruang tamu. Kau meninggalkan ini tadi di kelas. jawab
Megumi sambil menunjukkan tasku yang tertinggal selama ujian tadi.
Wa watashi no bakku da (ini tasku)! ucapku, Arigato (terima kasih),
Yukari, Megumi! Mereka tersenyum manis. Demo ne (tapi), anta wa
23
tsugoi yo ne (kau hebat)! Tak pernah ada seorang murid pun dalam
sejarah yang dapat mengalahkan seorang penjahat! sahut Yukari. Eh?
He he. he balasku hanya dengan tawa kecil. Jaa (nah),
watashitachi wa iku ne (kami akan pergi). Kami hanya perlu mengantar
tasmu. sahut Megumi. Aku pun mengangguk.
Ketika Yukari dan Megumi sudah pulang, aku langsung
melahap habis makanan di meja makan. Setelah itu aku langsung
menyalakan iMac ku. Aku membuka internet dan mengetikkan Raven
Black Secret Agent di search box. Di layar telah ditampilkan beberapa
situs tentang artikel-artikel dan gambar-gambar mereka beserta
seragam. Mataku tertuju pada situs bertuliskan Search for members
and details pada website www.kuroikarasu.rb.co.jp. Tanpa berbasabasi lagi, aku langsung membuka situs itu. Membutuhkan beberapa
saat untuk processing. Ketika selesai, yang muncul di layar hanyalah
tulisan besar yang bunyinya, Processing Error! Enter password to
continue. Wah, aku tak tahu password nya. Mattaku (yaampun)!
Aku masih bukan secret agent di Kuroi Komori. Aku masih belum
diajarkan cara merusak password. Lagipula mereka pasti punya firewall
atau mungkin double protection. Agen-agen seperti itu sangat ketat!
ucapku.
Lama waktu berjalan dan tak terasa jam sudah berputar di
angka sembilan. Wajahku mulai mengantuk dan aku pun lelah.
Mattaku (yaampun), sudah tiga jam aku berada di depan iMac. Haah,
besok Selasa hingga Rabu depan ada ulangan harian, minggu depannya
lagi ada lomba voli, lalu bulan depannya masih lagi ada ujian tengah
semester ucapku. Aku tak bisa berhenti mengucapkan kata-kata itu.
Tak lama setelah mengomel aku pun terlelap dalam tidur. Keesokan
paginya aku dijemput pada waktu yang sama, sangat pagi. Aku terus
memasang wajah malasku dan hanya memandang langit.
Suatu waktu ketika mobil berhenti di depan rumah dengan
mobil Jaguar dan Bugatti nya. Mataku pun melirik. Laki-laki itu kembali
keluar. Dengan gayanya yang keren dan mengenakan jaket, sambil
24
Kau teman satu mobil dengan adikku, kan? ucapnya. S sou desu
(benar). Kami satu klub. jawabku dengan suara terputus-putus
saking gugupnya. Kami terdiam selama beberapa detik. Nee (eh),
Minakami. Kau mau ikut dengan kami? Niichan akan membantu
mengantarmu pulang. Ada aku juga. sahut Okazawa. Debaran
jantungku bertambah cepat dan semakin cepat, dan sebentar lagi akan
copot. I iiya (tidak). Aku akan pulang sendiri. Sebentar lagi orang
tuaku akan menjemput. balasku. Sou ka (begitukah)? Jaa watashi iku
ne (aku pergi duluan). Kiotsukete (hati-hati). lanjut Okazawa. U un.
Arigato (terima kasih), Okazawa-san. balasku. Un! lanjut Okazawa.
Tak lama kemudian, Yusuke-san dan Okazawa pergi
meninggalkanku. Mataku terbelalak lebar. Dadaku masih berdegup
kencang dan aku masih mengepalkan kedua tanganku di atas dada.
Nan nanda (apa ini)? Kenapa kebetulan sekali ia berbicara padaku?
Padahal ia tak mengenalku! Yabaiinda yo kore wa (ini bahaya).
batinku. Yo, Mina-chan! sahutan seseorang itu membuyarkan
kegugupanku. Saat aku menoleh ke belakang, terlihat Megumi dan
Yukari berjalan menghampiriku. Megumi! Yukari! Kon ban wa
(selamat sore)! ucapku. Kon ban wa (selamat sore). Udara di sini
dingin sekali! Aku tak betah berlama-lamaan dengan hawa dingin.
Ikimasho (ayo pergi). lanjut Megumi.
Karena tak tahan dingin, kami akhirnya pergi ke tempat lain
dan di sanalah kami makan snack. Kami berhenti di suatu restoran kecil
yang menjual berbagai snack hangat. Kami memesan omanjuu dengan
ocha. Oishii (enak)! Aku tak pernah merasakan omanjuu seenak ini!
ucap Yukari. Maa (yah), karena tak ada restoran lain yang buka dan
lebih dekat, kita lebih baik berhenti di sini. lanjut Megumi. Nee (eh),
Megumi. Ano (anu) sore (itu) Yusuke-san wa nan nen nan kumi ni
(Yusuke kelas berapa)? tanyaku, masih sedikit gugup. Hm eeto Ni
nen go kumi ni (kelas 2-5). Dia wakil ketua OSIS SMA, dan dia kenal
dengan Yuzuru-senpai, kakak sepupumu. jawab Megumi Eh?!!
Takemaru niichan (kak Takemaru)?! Hon hontouni (benarkah)?!!
26
29
-FlashbackAku berlari tanpa tahu arah dan tak sadar akan diriku yang
telah menyusuri hutan lebat. Hayato no baka (Hayato bodoh)! Kenapa
harus berakhir seperti itu?! ucapku dalam hati sambil menbekap
mulutku dan menangis-nangis di bawah rerimbuhan pohon yang
kulalui. Tak lama kemudian matahari sudah tampak terbenam. Aku
baru menemukan diriku tersesat di antara pepohonan lebat. Aku pun
bersandar pada salah satu pohon dan menunggu adanya keajaiban.
Dare ka (seseorang) tasukete (tolong aku). rintihku di sela-sela
tangisanku. Tak lama kemudian seseorang berjalan mendekatiku
sambil membawa senter. Daijoubu desuka (apa kau baik-baik saja)?
Itulah yang pertama kali ia ucapkan padaku.
Karena tak bisa menghentikan tangisanku, aku tak bisa
menjawabnya. Tanpa banyak bertanya, ia mengeluarkan sapu
tangannya lalu menghapus air mataku yang mengalir dengan deras di
wajahku. Kenapa kau datang ke sini? tanyanya lagi. Aku pun
menjawab, Aku aku tersesat. Beberapa detik setelah itu, aku tak
sadarkan diri. Tetapi aku ingat. Aku berada di dalam tidur yang nyenyak
dan hangat. Ya, orang asing itu menggendongku sambil berjalan
menyusuri rerimbuhan pohon.
Me ga sameta ka (kau sudah sadarkan diri)? ucapnya
dengan perlahan. Anta (kau) dare (siapa)? tanyaku. Boku wa
Rokudo Orenji desu (aku Rokudo Orenji). Kimi wa (kalau kau)? kata
pria itu. Aku pun terdiam selama beberapa saat. Kalau kau tak ingin
menjawab, tak apa. Aku tahu kau sedang sakit hati, kan? lanjutnya.
Air mataku pun kembali mencair dan mengalir di kedua sisi pipiku.
Takahashi Minakami desu (aku Takahashi Minakami). ucapku lirih.
Pria itu tersenyum. Sou ka (begitukah)?, katanya, Apa yang
membawamu kemari? Aku menjawab, Taisetsu na hito ga (orang
yang berharga bagiku) shinda n desu (telah meninggal). Tak heran
kau sampai berlari ke sini. lanjutnya. Apa maksudmu?! Apa kau tak
32
kupastikan kalau aku bisa ikut. Jaa (nah), mata ne (sampai jumpa)!
sahutku. Un. Jaa (nah), bye-bye. balas ketiga anak itu.
Aku langsung meninggalkan sekolah dan begitu keluar, aku
langsung mengganti bajuku dengan seragam Kuroi Komoridi tempat
tersembunyi tentunya. Aku langsung membuka Contactor,
memasukkan password, dan segera membaca peta. Musuh masih
nampak di area kuartir dan tampaknya mereka sudah menyebar
beberapa. Yabaii (ini bahaya)! Osoin da yo (aku terlambat)! ucapku.
Aku langsung bergegas menuju tempat berkumpulnya para musuh itu.
Ketika mendekat, mereka menyemprotku dengan asap racun untuk
melarikan diri. Aku pun memasang pelindung di sekitarku sehingga
tetap bersih terjaga dari racun.
Tanpa berpikir panjang lagi, aku menarik Raiten Sword lalu
menebaskannya ke arah mereka. Anehnya, seranganku seperti
menembus tubuh mereka. Sou ka (begitu ya)? Koitsura wa yokai ja nai
(mereka bukan yokai). Akuryo da (mereka roh)! Cih! Perbuatan siapa
membangkitkan roh orang mati?! Yurusanai (tak termaafkan)! batinku.
Aku mengeluarkan dua lembar kertas kecil kosong. Kemudian aku
menyayat jariku sendiri dan menorehkan darahku ke kertas kosong itu
membentuk kanji sembari membentuk simbol tangan dan
melemparkan kedua kertas kosong itu ke arah mereka. Ya, benar. Aku
melakukan pengusiran setan. Ketika pasir roh mereka akan menghilang,
aku langsung menadahkannya pada secarik kertas kecil. Aku pun
langsung menuju tempat penyebaran akuryo yang lain. Tak disangka!
Tempat penyebaran mereka cukup jauh. Aku kesulitan mencari yang
lain. Keberadaan akuryo sulit ditemukan bila tak punya kekuatan miko
(maiden).
Menjelang senja tepat pada pukul setengah lima, semua
akuryo berhasil kuhabisi. Aku pun segera kembali ke kuartir. Aku
kembali dalam keadaan tak karuan. Beberapa bagian tubuhku terluka
dan ada yang bengkak. Minakami?! Doushita no (ada apa)?! tanya
Orenji-senpai dengan cukup khawatir. Daijoubu desu (aku tak apa37
43
Aku meletakkan tasku di atas sofa ruang tamu dan aku pun
segera berganti pakaian. Kemudian aku langsung menata buku untuk
besok dan pergi tidur. Keesokan harinya, seperti biasa aku dijemput
untuk latihan voli. Kali ini penjemputan sedikit lebih awal dari biasanya
karena ada satu anak yang tidak masuk. Perjalanan beberapa lama dan
akhirnya aku hampir sampai di kompleks perumahan Okazawa. Ketika
sedang asyik mendengarkan musik dari iPod, tiba-tiba aku melihat
sesuatu aneh di depan. Sesuatu seperti patung cokelat berwujud
setan tapi ia bergerak.
Nanda are ya (apa itu)? kata sopir. Lama kelamaan seiring
berjalannya mobil aku pun sadar kalau itu akuryo. Aku kesulitan
melemparkan jimat pengusiran setan dari mobil karena jaraknya terlalu
jauh. Aku pun mengambil cutter lalu menyayat sedikit ujung jari tengah
kiriku. Aku menorehkan darah itu pada mulutku. Shinseika no hi (api
penyucian)! batinku. Aku pun menyemburkan api itu dari dalam mobil
menuju para akuryo di depan sana. Mereka semua pun lenyap. Saki
wa ittai nanda te (apa yang barusan itu)?! ucap Cathrine ketakutan.
Kkukira aku akan menabrak mereka. kata sopir. Chikuso (sialan)!
Kalau mereka terus bermunculan di saat begini, aku takkan bisa
menghabisi mereka satu per satu terus menerus!
Karena para akuryo telah lenyap, tanpa basa basi lagi sang
sopir pun kembali menjalankan mobil, khawatir akan terlambat. Dalam
waktu beberapa menit kami pun sampai di rumah Okazawa. Kami
datang tepat ketika Yusuke-san dan Nozomu-senpai sudah mulai
berjalan dengan sepeda motor. Wajahku langsung memerah darah.
Dadaku berdebar-debar sekali. Kebetulan sekali kebetulan sekali!
Kenapa ia bisa keluar bertepatan dengan kami?! Bahaya! Aku terus
berdebar-debar! batinku. Sulit sekali rasanya menghentikan debaran
keras jantungku. Shizumare (diamlah)! Kitto Dare ka kikoeru
(seseorang pasti dengar). batinku. Nee (eh), Mina-chan. sahutan
itu mengejutkanku. N nani (apa)?!!! A Uu..., hari ini ada latihan,
kan? Wow, aku sudah tak sabar! Aku takut hari ini akan gagal latihan!
44
satu pack kecil permen karet. Ketika aku menoleh, ia Okazawa. Aku
terkejut bukan main. OOkazawa?! seruku. Hai (ya)? Aku hanya
memberimu permen. Apa itu mengejutkanmu? balasnya.
Chchchigau yo (bukan begitu). Apa tak apa memberikan permen
karetmu untukku? Seharusnya kau yang memakannya, kan? Apalagi
kau memberiku satu pack kecil. lanjutku. Okazawa menggeleng. Un.
Daijoubu da (tak apa). Aku masih punya dua pack lagi. katanya.
Aku pun mengambil permen karet itu. Arigato (terima
kasih), Okazawa. ucapku. Okazawa pun mengangguk. Aku segera
membuka permen karet itu dan langsung memakannya. Sisanya
kusimpan sebagai cadangan di tas. Di saat ia baik begini, apa aku ada
kesempatan untuk bertanya dengannya? Saat ini tak ada teman yang
mengelilinginya. Biasanya ia narsis ketika diajak berfoto dengan temantemannya. Apa aku ada kesempatan? Aku ingin bertanya soal Yusukesan. Aku harus melakukannya. Ikke (ayo)!! batinku. Okaza Do you
want to buy some accessories? We are on sale this month. potong
seorang pramugari. Aku pun menunduk lemas. No, thank you. jawab
Okazawa. Pramugari itu pun meninggalkan kami.
Padahal hampir saja aku bertanya soal dia, kenapa ada
saja yang mengganggu? rintihku dalam hati. Gome (maaf). Kau ingin
bicara apa? sahut Okazawa. Aku langsung mengangkat kepala. Iiie
(tidak), iie (tidak). jawabku. Hontouni (benarkah)? Katakanlah saja.
Tak apa. lanjutnya. Iie (tidak). Aku hanya ingin bertanya apa kau akan
beli aksesoris pesawat. Sore dake da yo (hanya itu saja). jawabku
sambil cengar-cengir saja. Sou ka (begitukah)? balasnya. Ia pun
kembali menyandarkan kepalanya di bangku. Dadaku kembali berdetak
kencang. Mou (duh), aku pengecut!! Lagian, kenapa dari tadi aku
berdebar-debar?! batinku.
Tujuh jam lebih perjalanan kami ke sana. Aku sempat
tertidur selama tiga jam. Ketika sampai di bandara, kami semua
langsung mengambil barang bawaan tanpa terlewati satu pun. Good
morning, London! It has been a while!! seru Cathrine. Nostalgis sekali
47
49
bertanding dengan mata tertutup supaya kau hanya akan fokus pada
permainannya. Kita bisa. balasku. Aku pun membubarkan mereka.
Permainan dimulai setelah hitungan mundur selama tiga
detik. Lemparan bola pertama berhasil kami lakukan dengan passing
atas. Murid-murid dari London itu membalasnya dengan passing
bawah. Aku memasang telinga kelelawar untuk mendengar gema bola
yang datang. Tanpa banyak berpikir lagi aku pun langsung maju dan
melakukan spike. Sial! Spike ku berhasil mereka oper kembali. Kusso
(sial). Dengan begini mereka sudah tahu kelemahan kami. Kalau aku
terus yang melakukan spike sampai kapanpun kita takkan berhasil.
batinku. Cathrine! sahutku. Yes? balasnya. Ia tak tampak sibuk
melakukan passing bola. Kini giliranmu melakukan spike. Mereka telah
menemukan titik kelemahan kita padaku. Kau bisa? kataku. Hai (ya)!
jawab Cathrine.
Aku tetap menggunakan bahasa Jepang ketika mengatur
strategi. Kurasa anak-anak London tak bisa bahasa Jepang. Pada
akhirnya, mereka melakukan spike pertama. Aku berhasil
mengopernya dengan passing atas. Ima da (sekarang)! seruku.
Cathrine melangkah maju lalu segera melakukan spike. Kami berhasil
mencetak goal. Wajah-wajah murid-murid London itu tampak terkejut
ketika peran kami berubah.
Babak kedua pun dimulai. Kami sudah mulai kelelahan dan
dapat bertahan hingga babak terakhir ini. Kami sudah berhasil
mencetak goal tiga kali. Ketika babak terakhir kami berhasil mencetak
goal hanya dengan servis sederhana. Tampaknya murid-murid sana
telah kelelahan. Kami sempat out, karena otot tangan sudah mulai lelah.
Skor yang berhasil kami cetak hari ini adalah 15-9. Kami sekelompok
pun berkumpul di tengah lapang. Ittadoori da na (sesuai dugaanku).
Maka dari itu. Kalau saja dari awal sudah menyerah, aku tak tahu harus
meletakkan wajah di mana. ucapku. Sou (benar), sou (benar)! Tak
kusangka kita sehebat ini! seru Cathrine. Kami pun megulurkan tangan
dan melakukan toast. Homikaze no gakkou kara (dari sekolah
53
dimulai. Dalam empat puluh lima menit terakhir ini kami harus
memperebutkan kursi kemenangan mewakili Tokyo. Kami cukup
kesulitan ketika sudah mulai kelelahan. Sudah berkali-kali kami
mengganti tim cadangan. Ganti tim cadangan pun aku tetap
berpartisipasi dari awal hingga akhir.
Waktu yang dinanti-nanti telah mendekat. Waktu
permainan tinggal dua menit sedangkan skor kami masih 15-16. Kusso
(sial)! Dengan begini kita bisa kalah! batinku. Aku pun mengerahkan
seluruh tenaga mengalir ke seluruh bagian otot. Ketika permainan
kembali dimulai aku langsung melakukan servis dengan cepat, dan
berhasil menyamai skor setelah melakukan sekali spike. Tinggal satu
menit batinku. Kembali lagi ke posisi kami yang awal. Dengan sekuat
tenaga kami perjuangkan menit terakhir untuk memenangkan
pertandingan siang hari itu. Dan tak lama kemudian kami pun berhasil
menang satu skor lebih unggul. Betapa leganya kami melihat hasil
pertandingan hari ini. Ada di antara kami yang menangis saking
bahagianya, seperti Keiko dan Cathrine. Ada juga yang saling
berpelukan seperti aku dan Terumi.
Oh, Tuhan. Aku tak menyangka pertandingan akan
sangat melelahkan! batinku. Watashitachi no kachi da (ini
kemenangan kita)! seruku sambil melakukan toast dengan anak-anak
yang lain. Piala kejuaraan pun kami terima langsung hari itu. Aku
sebagai kapten tim voli mewakili penerimaan tropi. Dengan bangga dan
narsisnya kami berfoto bersama di tengah lapang. Yatta (kita
berhasil)!!! seruku. Murid-murid dari London itu pun menghampiri
kami dan mengulurkan tangan. Congratulation on your champion.
ucap salah seorang. Aku sebagai kapten tim maju dan menjabat
tangannya. Thanks. jawabku singkat.
Setelah pengumuman pemenang dan pembagian tropi
kami langsung kembali ke hotel. Kami langsung mandi dan bersiap di
ruang makan untuk mendapatkan snack. Aku tak ikut dalam pembagian
snack dan tetap tinggal di kamar sendirian. Aku berteriak-teriak
55
56
Cathrine! sapaku. Oh, hey, Mina! balasnya. Boleh aku duduk di sini?
tanyaku. Dozo (silakan), dozo (silakan). jawabnya. Aku pun duduk di
sebelahnya. Jadi, apa yang membawamu ke sini? tanyanya. Hm...,
hanya penasaran saja, jawabku singkat. Kau mau pesan makanan?
tanyanya lagi. Tentu. Lalu untuk apa tujuanku ke sini? jawabku.
Cathrine menyodorkanku selembar daftar menu di caf itu. Aku pun
akhirnya memesan roti keju dan kopi. Haah, sudah berapa tahun aku
tak minum kopi? batinku.
Tak lama kemudian seorang maid membawakan pesananku.
Ngomong-ngomong apa yang kau lakukan di sini? tanyaku sambil
mulai menggigit roti. Hm? Ini caf terkenal di London, selain Hardrock
Caf. Aku pernah ke sini sekali, tapi aku sudah tak ingat. Saat itu aku
masih kecil. jawab Cathrine. Maksudmu ketika kau masih belum
pindah ke Jepang? tanyaku lagi. Benar. Hm sudah cukup lama juga.
Orang tuaku masih tinggal di sini. Hanya aku yang pindah ke Jepang.
jawabnya. Kenapa mereka tak ikut? tanyaku. Tentu tidak. Mereka
harus bekerja di sini. Jadi mereka memberiku credit card untuk
memenuhi kebutuhanku sendiri. jawabnya lagi. He! Aku iri. Sejak
dulu aku ingin dilepas dari orang tua. Orang tuaku selalu menjagaku
terlalu ketat! Menyebalkan! balasku. Mou (duh), Mina! Yah, ada
tepatnya juga kau berkata kalau tak ada orang tua itu bebas. Tapi
memenuhi kebutuhan sendiri tak gampang juga. Kadang kau harus
menabung dan mengurangi frekuensi belanja dan jajanmu. Kalau ada
orang tua, semuanya pasti terpenuhi. Itu, sih, tak enaknya tinggal tanpa
orang tua. lanjut Cathrine. Aku hanya tersenyum kecil mendengarnya.
Meskipun nyaman berdiam di dalam caf itu pada akhirnya
aku pulang juga. Sayang sekali, aku masih ingin berlibur di London.
Kami meraih juara ketika lomba voli, tapi kami akan segera
meninggalkan London. Sangat disayangkan batinku. Ketika sampai di
hotel aku melemparkan tubuhku ke atas kasur dan mengeluarkan
Contactor. Baru akan menghubungi Takemaru-niichan, Okazawa
masuk. Aku pun langsung menyembunyikan Contactor ku. Udara di
58
luar dingin! katanya, Kau ke mana saja? Eh? Aku ke caf dengan
Cathrine. jawabku. Sou ka (begitukah)? Besok terakhir kita di London.
Kau tak mau pergi ke mall atau belanja? sahutnya lagi. Aku pun
menggeleng. Aku sudah cukup puas. jawabku. Sou ka (begitu ya).
balas Okazawa. Aku memalingkan tubuhku dan mulai memejamkan
mata.
Esok pagi kami bangun tidak sepagi biasanya karena tak
diiringi senam. Kami diarahkan pada kebaktian pagi dan setelah itu
kami mandi dan bersiap untuk pergi meninggalkan London. Aku
berangkat sekarang, niichan. Sampai ketemu nanti. tulisku saat
mengirimnya email. Dua jam kemudian kami yang akan terbang ke
Jepang langsung masuk ke pesawat. Aku masih melihat ke arah luar
jendela, merasa tak sanggup meninggalkan London dan segala
keindahannya. Dont be so sad. Next time Ill take you to London and
were gonna visit a lot of cities. sahut Cathrine. Eh? No, you dont
need to. Its okay. Its just because this is the first time I visit London so
its a bit hard to leave. balasku.
Sepuluh menit kemudian pesawat pun lepas landas. Sama
seperti biasanya, aku mual di pesawat. Inilah keburukan naik pesawat.
Aku selalu mabuk di tengah jalan. Aku pun meraba tas kecilku lalu
mengambil permen karet yang pernah diberikan oleh Okazawa. Ketika
mengambil satu biji, ternyata masih ada sisa. Aku pun mengembalikan
sisa itu pada Okazawa. Nee (eh), permen karetmu masih sisa. Arigato
(terima kasih). sahutku. Iiya (tidak), ambil saja. Aku sudah ada. balas
Okazawa. Demo (tapi).. Daijoubu yo (tak apa). potongnya lagi.
Sankyu na (terima kasih ya). lanjutku lagi. Daijoubu (tak apa),
daijoubu (tak apa). balas Okazawa.
Okazawa ternyata dia anak baik. Selama ini kukira ia
sombong dan sedikit kasar. Kurasa aku tak bisa menilai orang hanya
dari tampang luarnya. Kalau dia seperti itu, kira-kira bagaimana dengan
Yusuke-san dan Nozomu-san, ya? batinku. Tanpa sadar aku tertidur di
tengah perjalanan. Ketika terbangun, aku mengintip ke jendela dan
59
ternyata sudah malam. Kira-kira setengah jam lagi kami akan sampai di
Jepang. Ketika sampai di bandara Narita, kami naik travel lagi untuk
dapat mencapai sekolah. Aku terus memandang ke luar jendela,
berpikir-pikir apa aku benar-benar ingin pulang.
Ketika sampai di sekolah jam sudah menunjukkan pukul
delapan malam. Beberapa orang tua murid ada di sana menunggu kami.
Aku belum menelepon mama karena kukira aku bisa pulang sendiri.
Aku pun masuk ke dalam kelas untuk menunggu semua anak bubar.
Ketika masuk, seseorang berdiri tepat di depanku, menatapku. Yo
(hei), yo (hei)! Ternyata imouto kecilku sudah pulang! sahutnya. Ya,
benar. Ia Takemaru-niichan. N niichan! Aku berhasil!!! seruku
seraya berlari dan memeluknya. Whoa, whoa, whoa! Ya. Aku akui kau
berhasil. Omedetou (selamat). balas niichan. Arigato (terima kasih),
niichan! lanjutku, Te (lho), tapi apa yang kau lakukan di sini?
Menjemputmu. Untuk apa lagi aku ke sini? jawab niichan. Kenapa?
Aku, kan, bisa pulang sendiri. lanjutku. Terlalu berbahaya pulang
sendirian. Saat malam hari kekuatan yokai dan akuryo bertambah.
bisik niichan. Sou ka (begitukah)? balasku. Sou da (benar)! Jaa (nah),
kaeru ze (ayo pulang)! lanjut niichan.
Kami pun keluar kembali menuju halaman. Ketika sampai,
aku melihat Okazawa bersama seorang lelaki? Yusuke-san?!! Aku
berpura-pura tak tahu dan tetap berjalan ke depan. Ara (oh), Yusuke!
sapa niichan. Yabaii (bahaya)! Niichan menyadarinya! batinku. O?
Takemaru? balas Yusuke-san. Nani o shi ni kita (apa yang kau lakukan
di sini)? tanya Takemaru-niichan. Aku menjemput Okazawa. Kalau
kau? kata Yusuke-san. Sama. Menjemput adikku. jawab niichan.
Yusuke-san melirik ke arahku. Aku pun merasa tersambar. O, jadi kau
adiknya, ya? sahutnya. Kau tahu adikku? tanya Takemaru-niichan.
Dia teman klub voli Okazawa. jawab Yusuke-san.
Jadi mereka sudah saling kenal? kata Okazawa. Eh? E
ee (ya). jawabku. Kau tahu dari mana kalau Yusuke-niichan itu OSIS?
tanya Okazawa. Dagdigdug. Debaran jantungku semakin kencang.
60
Aku pernah membaca majalah niichan tentang OSIS baru tahun ini.
Lalu kutemukan nama Watanabe Yusuke kelas 2-5 sebagai wakil ketua
OSIS. Di samping itu, kakakmu adalah teman Takemaru-niichan, kan?
jawabku. Aku terpaksa berbohong. Yah sebenarnya aku tak pernah
meminjam majalah SMA Takemaru-niichan. Memang, sih, di situ ada
artikel tentang Wajah-wajah Baru OSIS 2014. Tapi aku tak pernah
membacanya.
Sou ka (begitukah)? lanjut Okazawa. Sou (benar).
jawabku. Dari tadi aku menunggu niichan ngobrol dengan Yusuke-san
sambil ngobrol juga dengan Okazawa. Sudahlah. Sebentar lagi akan
larut malam. Kami akan pulang dulu. Jaa na (sampai jumpa), Yusuke.
sahut niichan. Jaa na (sampai jumpa), Takemaru. balas Yusuke-san.
Bye-bye! sahutku bersamaan dengan Okazawa. Aku bersama dengan
niichan berpisah arah dari Okazawa dan Yusuke-san.
Setelah beberapa meter hingga tak seorangpun dapat
melihat kami, kami langsung melompat ke atap dan langsung pulang.
Mou (duh), niichan! Kenapa kau menyapa Yusuke-san seperti itu? Kau
tahu aku ada di situ, kan? sahutku. Niichan tersenyum nakal. Lalu apa
salahnya? Tapi, kau senang, kan, kalau ada Yusuke di sana? balasnya.
Y sebenarnya begitu, sih. Tapi kau malah membuatku gugup!
Bagaimana kalau mereka tahu aku menyukai Yusuke-san? jawabku.
Saa (tidak tahu)? Shiru ka yo (siapa peduli)? balas niichan. Mou
(duh)! Niichan menyebalkan! Tapi kalau kau menjemputku begini apa
mama tidak bingung mencariku di sekolah? lanjutku. Kinisuruna
(jangan khawatir). Aku telah memberitahu obasan. jawab niichan.
Sou ka (begitukah)? Arigato (terima kasih). balasku. Sudah kubilang
itu masalah kecil. Yang penting mulai sekarang kau tak boleh
mengomeliku! lanjut niichan. Aku pun tertawa kecil.
Tak lama kemudian kami sampai di rumahku. Aku mengetuk
pagar rumah sambil berkata dengan suara keras, Mama, tadaima (aku
pulang)! Tak lama setelah itu aku dapat melihat mama melalui jendela
berjalan menuju arah pintu masuk. Dia sudah datang. Aku pulang dulu.
61
63
64