Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Pityriasis alba merupakan sebuah pola dermatitis dengan ciri yang paling mencolok
berupa hipopigmentasi.1 Pityriasis alba dianggap sebagai dermatitis subklinis atau bentuk
yang ringan dari dermatitis atopik, karena seringkali disertai riwayat atopi. Gambaran
klinisnya berupa makula atau bercak hipopigmentasi berskuama tipis, berbatas tegas maupun
tidak tegas, terlokalisir, umumnya terdapat pada pipi, lengan atas, dan trunkus. 2,3 Meskipun
dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin, hipopigmentasi pityriasis alba lebih jelas
terlihat pada individu berkulit gelap, terutama saat musim panas. Sedangkan pada musim
dingin skuama jelas terlihat karena kulit kering. Penyakit ini umumnya mengenai penderita
usia anak dan remaja.1,4
Etiologi dan patogenesis pityriasis alba masih belum jelas. Pada umumnya
digolongkan sebagai manifestasi dari dermatitis atopik ringan, tetapi tidak pasti mengenai
seluruh individu yang atopik.1 Selain itu, penyakit ini juga digolongkan sebagai penyakityang
timbul setelah terjadi inflamasi. Pajanan matahari yang berlebihan dan tanpa proteksi juga
kebiasaan hidup bersih berkorelasi kuat terhadap perkembangan pityriasis alba.2 Hal lain yang
dapat mencetuskan pityriasis alba adalah gigitan serangga, iritasi mekanis dari scrubbing,
atau bentuk lain dari eczematous dermatitis. 5 Sebagian besar kasus pityriasis alba terdiagnosis
secara klinis. Hipopigmentasi yang tampak diakibatkan oleh berkurangnya jumlah melanosit
dan melanosom. Pemeriksaan histologi tidak spesifik, berupa akantosis yang tidak mencolok
dan spongiosis ringan, dengan hiperkeratosis sedang dan parakeratosis yang tidak sempurna.1,2

BAB II
1

LAPORAN KASUS
2.1

2.2

Identitas Pasien
Nama

: An. Syahrini Abdul Sani

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 8 tahun

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Jln. Brebak Dalam RT. 16, Kel. Eka Jaya

Suku Bangsa

: Indonesia

Anamnesis

: autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 14 Januari

2016
Keluhan Utama :
Timbul bercak keputihan diwajah 2 bulan yang lalu, gatal (+),
Keluhan Tambahan : (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan timbul bercak keputihan di wajahnya sejak 2
bulan yang lalu. Bercak keputihan tersebut terasa gatal, bercak tidak terasa nyeri
maupun panas. Bercak tersebut awalnya sedikit, lama kelamaan semakin banyak
dan menganggu kosmetika dari pasien karena letaknya diwajah, pasien dan ibu pasien
mengaku awalnya bercak tersebut terasa seperti ada sisiknya kemudian diberikan
obat-obatan berupa salep namun tidak menghilang juga. Pasien mengaku bahwa
aktivitasnya diluar cukup banyak dan ia sering terpapar matahari kemudian langsung
mencuci wajahnya saat masih berkeringat. Riwayat pengobatan sebelumnya (+).
Pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan kulit dibagian lain.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat alergi
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga memiliki penyakit yang sama di sangkal.

2.3

Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
1. Keadaan Umum

: Baik
2

2. Kesadaran
3. Tanda-tanda vital

Tekanan darah

Nadi

Pernafasan

Suhu

: Compos mentis
: 110/80 mmHg
: 85x/menit
: 18x/menit
: Afebris

Pemeriksaan Organ
1. Kepala
1. Mata

2.
3.
4.
5.
6.

Bentuk
: Normocephal
Ekspresi
: Biasa
Simetris
: Simetris
Exopthalmus : (-)
Conjungtiva : anemis (-/-)
Skelera
: ikterik (-/-)
Pupil
: isokor
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
Bibir
: lembab
KGB
: tidak ada pembesaran, JVP 5-2 cmH2O

Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thoraks
Paru
Jantung
7. Abdomen
8. Ekstremitas atas

9. Ekstremitas bawah

: vesikuler (+) normal ka/ki, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
: Supel, nyeri tekan (-)
: akral hangat, edema (-), sianosis (-)
Kanan: pada status dermatologis
: akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Status Dermatologis :
Regio: facialis
Eflororesensi: tampak makula hipopigmentasi, multiple, bentuk tidak tegas, warna
keputihan, tepi irreguler, distribusi diskret, daerah sekitar kulit tidak ada kelainan, nyeri
(-).

2.4

Pemeriksaan Penunjang
3

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, namun pada keadaan
yang meragukan, diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:
1.

Pemeriksaan dengan Lampu Wood

2.

Pemeriksaan kerokan kulit dengan pulasan KOH

3.

Biopsi

2.5

Diagnosis Banding
a) Pityriasis Versikolor
b) Vitiligo

2.6

Diagnosis Kerja
Pityriasis Alba

2.7

Penatalaksanaan
Pelembab seperti krim emolien
Pasien disarankan untuk menggunakan pelembab jika terpapar matahari. Dan
disarankan mengurangi penggunaan air hangat untuk mandi.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Pengertian Pityriasis Alba


Pityriasis alba merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa latin, yang
berarti sisik atau skuama (pityriasis) dan putih (alba). Pityriasis alba merupakan suatu
penyakit yang tidak menular dengan ciri yang paling mencolok berupa
hipopigmentasi.1,6,7

3.2

Epidemiologi
Terdapat laporan kejadian sebesar lebih dari 5% pada anak-anak di Amerika
Serikat, namun epidemiologinya belum pernah dijelaskan secara pasti. Pityriasis alba
tidak memiliki kecenderungan timbul pada ras tertentu, walaupun penyakit ini
memang terlihat lebih jelas pada penderita berkulit gelap karena nampak kontras.1,4,5,6
Penyakit ini tidak memiliki predileksi jenis kelamin tertentu, walaupun pernah tercatat
4

penderita laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan. Pityriasis alba lebih
sering dijumpai pada penderita berusia kurang dari 20 tahun, terutama pada anak dan
remaja yang usianya berkisar antara 3-16 tahun. 1,6,7 Penelitian yang dilakukan di
daerah Karachi, Pakistan, menunjukkan persentase kecil (6,1%) dari pityriasis alba
dibandingkan penyakit kulit lainnya pada pasien di Rumah Sakit Pendidikan
Hamdard.8 Pada penelitian terhadap imigran Amerika Latin di Spanyol, pityriasis alba
merupakan penyakit kulit dengan gejala klinis terbesar (3,3%) dari kelompok eczema
(18,2%) yang lebih banyak mengenai pasien kulit hitam (24%) dibandingkan kulit
putih (13,5%) dan kulit coklat Indian Amerika (19,7%).
3.3

Etiologi dan Patogenesis


Etiologi dan patogenesis pityriasis alba masih belum jelas. 2 Tidak ada agen
definitif yang dapat dijelaskan untuk penyakit ini. 3,6 Tidak terdapat data mengenai
peran faktor genetik dan riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini. 4
Hipopigmentasi yang terjadi diakibatkan oleh berkurangnya aktivitas melanosit dan
berkurangnya jumlah serta ukuran melanosom.1,7 Penyakit ini pada umumnya
digolongkan sebagai manifestasi dari dermatitis atopik ringan, namun individu yang
atopik belum tentu menderita pityriasis alba.1 Pada penelitian terhadap penderita
pityriasis alba di India, latar belakang atopi terdeteksi dalam 85,5% kasus. 4 Penyakit
ini juga dapat digolongkan sebagai kelainan kulit yang timbul setelah inflamasi,
diduga karena inflamasi dapat menyebabkan gangguan sel pigmen. Bakteri
Propionibacterium acnes yang hidup dalam folikel rambut, dianggap mampu
memproduksi faktor depigmentasi secara teoritis. Pada anak-anak dengan jerawat
komedo atau popular, Propionibacterium acnes memproduksi sejumlah faktor virulen
bioaktif yang merupakan agen inflamasi dan imunomodulatornya. Sejumlah enzim
ekstraseluler dan metabolit secara langsung dapat merusak jaringan host, termasuk
melanosit.2,7,8
Beberapa sumber menggolongkannya sebagai kelainan pigmentasi kulit.2
Hipopigmentasi diduga secara sekunder dapat disebabkan oleh pityriacitrin, suatu
substansi yang diproduksi oleh ragi Malassezia, yang berperan sebagai tabir surya
alami.6 Hipopigmentasi juga dapat dijelaskan sebagai kerusakan terhadap melanosit
dan inhibisi dari tyrosinase oleh asam dekarboksilik, asam azeleat (inhibitor
kompetitif dari tyrosinase), dan atau metabolit yang diturunkan tryptophan yang
diproduksi oleh ragi normal Malassezia furfur,yang merupakan bagian dari permukaan
5

kulit normal. Jadi, beberapa pasien dengan pityriasis alba mengalami sensitivitas
terhadap jamur ini. Berbeda dengan tinea versicolor, organisme ini tidak berkembang
dalam jumlah banyak pada pityriasis alba. Jamur patogen juga tidak terlibat dalam
kondisi ini.7 Pajanan matahari yang berlebihan dan tanpa proteksi diduga
menyebabkan penyakit ini jelas terlihat, meskipun penelitian fotobiologik untuk
membuktikannya belum dilakukan. Fakta bahwa radiasi ultraviolet dapat memicu
kekeringan kulit mungkin dapat menjelaskan hubungan dengan penyakit ini.3
Melanosit diduga menjadi lebih sensitif pada pasien dengan penyakit ini. 7
Berdasarkan musim, hpopigmentasi pityriasis alba lebih jelas terlihat saat musim
panas karena proses tanning pada kulit sekitarnya yang normal membuatnya menjadi
kontras. Sedangkan pada musim dingin, kulit menjadi kering dan skuama jelas
terlihat.1,2,4 Pada penelitian anak-anak di Turki yang menderita pityriasis alba,
sebagian besar (45,9%) mengalami eksaserbasi saat musim dingin.3 Kebiasaan hidup
bersih berkorelasi kuat terhadap perkembangan pityriasis alba. Peningkatan frekuensi
mandi dan penggunaan air panas untuk mandi dihubungkan dengan xeroderma atau
kekeringan kulit yang diduga memicu timbulnya penyakit ini. 2,3 Selain itu, seringnya
mandi dapat mempengaruhi hilangnya daya tahan epidermis dan substansi pelindung
lainnya dari permukaan kulit.7 Hal lain yang dapat mencetuskan pityriasis alba adalah
gigitan serangga, iritasi mekanis dari scrubbing, atau bentuk lain dari eczematous
dermatitis.5
3.4

Gambaran klinis
Pitryasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun ( 30-40%).
Wanita dan pria sama banyak. 9 Lesi individual berbentuk makula atau bercak yang
bulat, oval, ataupun irregular, yang berwarna merah, pink, atau warna kulit, dan
ditutupi lapisan sisik tipis. Batasnya dapat tegas, tidak tegas, maupun meninggi. 1,2,3
Pada awalnya, eritema dapat mencolok dan mungkin terdapat krusta serous minimal.
Selanjutnya, eritema reda sempurna, dan pada menghilang. Lesi dapat timbul kembali
dalam selang waktu tertentu. Durasi rata-rata untuk lokasi umum di muka pada anakanak adalah setahun atau lebih.1 Pityriasis Alba yang luas (extensive PA), lebih sering
terlihat pada orang dewasa, dengan ciri-ciri klasik yang sama, terdistribusi lebih luas
yang seringkali melibatkan ekstremitas bawah dalam pola yang simetris.
Ketiadaan fase inflamasi yang mendahului dan ketiadaan spongiosis
membedakan dari bentuk yang klasik. Terdapat hipotesis tumpang tindih dari bentuk
6

khusus ini dengan hipomelanosia makular yang progresif, yang terutama terjadi pada
wanita dewasa muda, dengan bercak tanpa sisik, hipopigmentasi, terjadi berulang,
melibatkan punggung, khususnya setelah musim panas. 2 Pityriasis Alba yang
terpigmentasi dianggap sebagai varian dari pityriasis alba yang klasik dengan infeksi
dermatofit superfisial yang hampir selalu mengenai wajah. Secara klinis dicirikan oleh
hiperpigmentasi kebiru-biruan yang dikelilingi oleh daerah hipopigmentasi bersisik.
Area yang terpigmentasi menunjukkan deposit melanin dalam dermis. Sepertiga dari
pasien secara bersamaan mengalami pityriasis alba klasik.2

Gambar 3.1 Pityriasis Alba2


3.5

Pemeriksaan penunjang
Bila ditemukan gambaran klinis yang sesuai, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang menggunakan lampu Wood, yang menunjukkan gambaran hipopigmentasi. 2
Pemeriksaan histologi dari penelitian biopsi menunjukkan ciri-ciri hiperkeratosis
(33.33%), parakeratosis (40%), akantosis (53.33%), spongiosis (80%), dan infiltrat
perivaskuler (100%). Bagaimanapun, penemuan ini tidak cukup spesifik untuk
menegakkan diagnosis. Ditemukan pula atropi glandula sebasea pada hampir separuh
kasus dalam satu penelitian.1,6 Hasil pemeriksaan struktur ultra menemukan bahwa
selain pengurangan pigmen pada lesi kulit, tidak terdapat terdapat perbedaan pada
melanosit antara kulit yang memiliki lesi dan normal pada pasien yang sama,
walaupun penemuan ini masih diperdebatkan. Perubahan degeneratif berupa
menurunnya jumlah melanosit dan berkurangnya jumlah dan ukuran melanosom
keratinosit juga ditemukan melalui mikroskop cahaya dan elektron pada lesi. Secara
keseluruhan kelainan ini dianggap diakibatkan oleh penurunan melanin.1,6

3.6

Diagnosis
Diagnosis pityriasis alba berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, harus ditanyakan usia timbulnya penyakit,
untuk menyingkirkan penyakit kongenital. Setelah itu ditanyakan faktor resiko yang
dapat menimbulkan pityriasis alba, seperti riwayat atopi, riwayat pajanan sinar
matahari, riwayat inflamasi sebelumnya, hingga kebiasaan mandi untuk menunjang
diagnosis.

Dari gambaran klinis, sisik yang tipis dan distribusi lesi biasanya
7

mengarahkan diagnosis. anak yang lebih besar dan dewasa, lesi pada trunkus,
sepanjang fase eritematosa, mungkin salah didiagnosis dengan psoriasis tetapi
distribusi dan sisik yang relatif ringan dapat menyingkirkan diagnosis ini. Mycosis
fungoides, walaupun relatif jarang, dapat menirukan lesi pityriasis alba. Kondisi ini
sulit dibedakan secara histologis, sehingga tindak lanjut dan biopsi ulangan kadang
diperlukan.1
3.7

Diagnosis Banding
A. Pitiriasis Versikolor
Pitiriasis versikolor merupakan infeksi jamur superficial pada lapisan korneum
kulit yang bersifat ringan, menahun, dan biasanya tidak terdapat keluhan subjektif,
disebabkan oleh Malassezia furfur. Gambaran klinis pitiriasis versikolor sangat khas
sehingga mudah didiagnosis, berupa bercak yang berbatas tegas disertai skuama halus.
Warna lesi mulai dari hipopigmentasi, merah muda, kuning kecoklatan, coklat muda
atau hiperpigmentasi. Variasi warna lesi tergantung dari pigmen kulit penderita,
paparan sinar matahari dan lama penyakit. Tempat predileksi penyakit ini terutama
yang ditutupi pakaian seperti dada, punggung, perut, lengan atas, paha, leher, muka,
dan kulit yang berambut.2

Gambar 3.2 Pityriasis Versikolor2


B. Vitiligo
Vitiligo adalah gangguan berupa bintik-bintik keputihan yang muncul di kulit
(bukan bawaan). Berbeda dengan gangguan jamur, seperti panu misalnya, vitiligo
tidak menimbulkan rasa gatal. Vitiligo terjadi akibat rusaknya sel pigmen, , sehingga
pigmen tidak terbentuk. Umumnya, vitiligo muncul di muka, kulit, kepala serta leher.
Awalnya hanya bercak kecil, tapi makin lama tampak makin melebar dan menyebar.
Vitiligo biasa muncul pada orang-orang kulit hitam, bisa terjadi karena pemakaian
kosmetik yang kurang tepat atau faktor autoimun. Pigmen warna kulit tidak terbentuk
dan sel-sel pembuat warnanya tidak bekerja karena diserang oleh tubuh sendiri.2

Gambar 3.3 Vitiligo2

Gambar 3.4 Alur Pendekatan Diagnosis dari Hipomalenosis2


3.8

Tatalaksana
Hindari hal-hal yang menjadi faktor resiko seperti pajanan matahari dan mandi
berlebihan dan menggunakan air panas, serta cukupi kebutuhan nutrisi. Jika faktor
pencetusnya adalah eczema ringan, terapi dengan kortikosteroid lemah seperti
hidrokortison 0.5% atau 1%, atau krim yang mengandung calcineurin inhibitor seperti
9

tacrolimus dan pimecrolimus, juga sering diresepkan. Sisik dapat dikurangi dengan
krim emollient lunak, dan untuk lesi kronik pada trunkus pasta tar ringan mungkin
berguna. Bagaimanapun, abnormalitas pigmentasi membutuhkan waktu berbulanbulan untuk mengalami perbaikan. Syndets (synthetic balanced detergents) dapat
digunakan untuk mencucui muka karena kurang bersifat iritatif dibandingkan sabun
alkali. Pelembab dapat digunakan dua kali sehari, dan setelah mencuci wajah. Tanning
tidak membantu, malah semakin menonjolkan perbedaan bila terlalu sering
dilakukan.1,5
3.9

Prognosis
Pityriasis alba merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan tidak
menimbulkan mortalitas. Pada umumnya penyakit ini menghilang menjelang usia
pubertas.6

BAB IV
10

ANALISIS MASALAH
Seorang anak perempuan berusia 8 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
timbul bercak keputihan di wajahnya sejak 2 bulan yang lalu. Bercak keputihan tersebut
terasa gatal, gatal semakin parah ketika pasien berkeringat, bercak tidak terasa nyeri maupun
panas. Bercak tersebut awalnya sedikit, lama kelamaan semakin banyak dan menganggu
kosmetika dari pasien karena letaknya diwajah, pasien dan ibu pasien mengaku awalnya
bercak tersebut terasa seperti ada sisiknya kemudian diberikan obat-obatan berupa salep
namun tidak menghilang juga. Pasien mengaku bahwa aktivitasnya diluar cukup banyak dan
ia sering terpapar matahari kemudian langsung mencuci wajahnya saat masih berkeringat.
Hal ini sesuai teori bahwa pityriasis alba Pityriasis alba lebih sering dijumpai pada
penderita berusia kurang dari 20 tahun, terutama pada anak dan remaja yang usianya berkisar
antara 3-16 tahun. Pajanan matahari yang berlebihan dan tanpa proteksi diduga menyebabkan
penyakit ini jelas terlihat, meskipun penelitian fotobiologik untuk membuktikannya belum
dilakukan. Beberapa sumber menggolongkannya sebagai kelainan pigmentasi kulit.
Hipopigmentasi diduga secara sekunder dapat disebabkan oleh pityriacitrin, suatu substansi
yang diproduksi oleh ragi Malassezia, yang berperan sebagai tabir surya alami. Fakta bahwa
radiasi ultraviolet dapat memicu kekeringan kulit mungkin dapat menjelaskan hubungan
dengan penyakit ini.
Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat alergi
disangkal. Riwayat keluarga memiliki penyakit yang sama di sangkal. Secara teori etiologi
dan patogenesis pityriasis alba masih belum jelas. Tidak ada agen definitif yang dapat
dijelaskan untuk penyakit ini.Tidak terdapat data mengenai peran faktor genetik dan riwayat
keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini. Hipopigmentasi yang terjadi diakibatkan
oleh berkurangnya aktivitas melanosit dan berkurangnya jumlah serta ukuran melanosom.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, namun pada keadaan yang
meragukan, diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:
1.

Pemeriksaan dengan Lampu Wood

2.

Pemeriksaan kerokan kulit dengan pulasan KOH

3.

Histopatologi
Secara teori bila ditemukan gambaran klinis yang sesuai, dapat dilakukan pemeriksaan

penunjang menggunakan lampu Wood, yang menunjukkan gambaran hipopigmentasi.


Pemeriksaan histologi dari penelitian biopsi menunjukkan ciri-ciri hiperkeratosis (33.33%),
parakeratosis (40%), akantosis (53.33%), spongiosis (80%), dan infiltrat perivaskuler (100%).
11

Diagnosis pityriasis alba berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang. Dari anamnesis, harus ditanyakan usia timbulnya penyakit, untuk menyingkirkan
penyakit kongenital. Setelah itu ditanyakan faktor resiko yang dapat menimbulkan pityriasis
alba, seperti riwayat atopi, riwayat pajanan sinar matahari, riwayat inflamasi sebelumnya,
hingga kebiasaan mandi untuk menunjang diagnosis. Dari gambaran klinis, sisik yang tipis
dan distribusi lesi biasanya mengarahkan diagnosis. Pasien didiagnosis bandingkan dengan
tinea vesikolor dan vitiligo, karena pasien datang dengan keluhan bercak keputihan di wajah
maka hal yang difikirkan adalah pasien terkena pityriasis alba, pityriasis vesikolor ataupun
vitiligo. Diagnosis banding disingkirkan karena pada pityriasis vesikolor berupa bercak yang
berbatas tegas disertai skuama halus. Warna lesi mulai dari hipopigmentasi, merah muda,
kuning kecoklatan, coklat muda atau hiperpigmentasi. Variasi warna lesi tergantung dari
pigmen kulit penderita, paparan sinar matahari dan lama penyakit. Tempat predileksi penyakit
ini terutama yang ditutupi pakaian seperti dada, punggung, perut, lengan atas, paha,
leher, muka, dan kulit yang berambu, vitiligo tidak menimbulkan rasa gatal. Vitiligo
terjadi akibat rusaknya sel pigmen, , sehingga pigmen tidak terbentuk. Umumnya, vitiligo
muncul di muka, kulit, kepala serta leher. Awalnya hanya bercak kecil, tapi makin lama
tampak makin melebar dan menyebar
Penatalaksanaan pada pasien adalah pemakaian krim emolien sebagai pelembab dan
edukasi kepada pasien untuk menghindari paparan matahari dan mengurangi penggunaan
pemakaian air hangat untuk mandi. Secara teori Hindari hal-hal yang menjadi faktor resiko
seperti pajanan matahari dan mandi berlebihan dan menggunakan air panas, serta cukupi
kebutuhan nutrisi. Jika faktor pencetusnya adalah eczema ringan, terapi dengan kortikosteroid
lemah seperti hidrokortison 0.5% atau 1%, atau krim yang mengandung calcineurin inhibitor
seperti tacrolimus dan pimecrolimus, juga sering diresepkan. Sisik dapat dikurangi dengan
krim emollient lunak, dan untuk lesi kronik pada trunkus pasta tar ringan mungkin berguna.
Pityriasis alba merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan tidak menimbulkan mortalitas.
Pada umumnya penyakit ini menghilang menjelang usia pubertas.

DAFTAR PUSTAKA

12

1. Holden CA and Jones BJ. Eczema, Lichenification, Prurigo and Erythroderma. In:
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology.
7th ed. Massachusetts: Blackwell; 2004. p. 737-738.
2.

Lapeere H, et.al. Hypomelanoses and Hypermelanoses. In: Wolff K, Goldsmith LA,


Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. 7 th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008, vol: 1. p.
623-624

3. Balci DD, Sangun O, Duran N, Peker E. Etiopathogenic Factors and Clinical Findings
of Pityriasis Alba.Turkiye Klinikleri J Dermatol [serial online] 2009); 19 (1): 5-8.
Diunduh dari http://tipbilimleri.turkiyeklinikleri.com/abstract_53406.html
4. Vinod S, Singh G, Dash K, Grover S. Clinico epidemiological study of pityriasis alba.
Indian J Dermatol Venereol Leprol [serial online] 2002; 68: 338-340. Diunduh dari
http://www.ijdvl.com/text.asp?2002/68/6/338/11182
5. Wellew R, Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Racially Pigmented Skin. In: Clinical
Dermatology. 4th ed. Massachusetts: Blackwell; 2003. p.207.
6. Rashid RM, Miller AC, Silverberg MA. Pityriasis Alba. [serial online] Diunduh dari
emedicine.medscape.com/article/762656.htm
7. Burkhart CG dan Burkhart CN. Pityriasis Alba: A condition with Possibly Multiple
Etiologies. The open dermatology Journal [serial online] 2009; 3: 78. Javed M, Jairamani C. Pediatric Dermatology: An Audit at Hamdard University
Hospital Karachi. Journal of Pakistan Association of Dermatologists [serial online]
2006 (13 Agustus 2010); 16: 93-96. diunduh dari http://www.jpad.org.pk/april%20%20june%20%202006/6%20pediatric%20dermatoogy.pdf.
9. Djuanda A, Hamzah M, dkk. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima. 2011.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai