Disusun Oleh :
Angky Glori, S.Farm.
158115130
158115134
158115136
158115147
158115160
158115165
158115166
DIABETES MELITUS
1. Definisi
Suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan
oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas,
atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin dan dapat menimbulkan
komplikasi kronik (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005, Dipiro, 2008).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2013), klasifikasi diabetes meliputi empat
kelas klinis :
Hasil dari kehancuran sel pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.
Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif ynag menjadi latar belakang terjadinya
resistensi insulin
Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel , gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti
dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
tipe 2. Presentasi klinis dan perkembangan penyakit bervariasi jauh dari kedua jenis diabetes.
Kadang-kadang, pasien yang dinyatakan memilki diabetes tipe 2 dapat hadir dengan
ketoasidosis. Demikian pula, pasien dengan tipe 1 diabetes mungkin memiliki onset terlambat
dan memperlambat perkembangan penyakit walaupun memilki fitur penyakit autoimun.
Kesulitan seperti itu pada diagnosis mungkin terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa.
Diagnosis yang benar dapat menjadi lebih jelas dari waktu ke waktu.
3. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis pada diabetes disebabkan oleh tingginya konsentrasi glukosa darah dan
berperan menyebabkan morbiditas dan mortalitas penyakit. Komplikasi tersebut adalah
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler (Corwin, 2001). Diabetes melitus kronik yang
menyebabkan terjadinya kerusakan mikrovaskuler di arteriol, kapiler dan venula serta kerusakan
makrovaskuler yang terjadi di arteri besar dan sedang.
-
Komplikasi Makrovaskuler
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah
penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan
penyakit pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease = PVD). Walaupun komplikasi
makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan
komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia dan atau kegemukan (Depkes RI, 2005).
a) Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan
kerja jantung untuk memompa darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik.
Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (ateroklerosis)
dengan resiko PJK (Corwin, 2001).
b) Peripheral Arterial Disease (PAD)
Peripheral arterial disease (PAD) adalah suatu gangguan pada pembuluh darah, dimana
terdapat sumbatan/blokade pada arteri yang berukuran besar hingga sedang, dan biasanya
menyerang tungkai kaki bagian bawah.
PAD meningkatkan insidensi terjadinya gangren pada kaki dan mengakibatkan
gangguan penyembuhan ulkus pada kaki pada penderita diabetes. Pengobatan gangren kaki yang
tidak adekuat meningkatkan prevalensi terjadinya amputasi. Amputasi dapat mengakibatkan
pasien kehilangan pekerjaan dan pendapatannya, meningkatkan ketergantungan pada keluarga,
depresi dan penurunan dari kualitas hidup pasien. Pasien dengan PAD pun memiliki risiko
kematian akibat penyakit kardiovaskular 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien tanpa
PAD (Lilly,L.S, 2007).
c)
fungsi otak fokal atau global, dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (WHO, 2005).
Kriteria untuk diagnosis pada DM (ADA, 2015; AACE/ACE, 2015)*
Result
Tes
Keterangan
Confirming DM
HbA1c
6.5%
1. NONFARMAKOLOGI
a. Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengaturan diet pada diabetes adalah:
- Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.
- Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
- Mencegah komplikasi akut dan kronik.
- Meningkatkan kualitas hidup.
Pasien dengan DM tipe 2 lebih membutuhkan pembatasan jumlah kalori untuk menurunkan
berat badan (GroupHealth, 2013).
b. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah agar tetap normal
dan mengurangi faktor risiko kardivaskular. Aktivitas fisik (olahraga) setidaknya dilakukan
setidaknya 30 menit per hari, seperti jalan santai, lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain-lain
(GroupHealth, 2013).
c. Menjaga berat badan
Penderita diabetes melitus perlu untuk mengetahui indeks masa tubuh (BMI) dengan cara :
(Berat badan (Kg)/ Tinggi badan (m) x tinggi badan (m) sehingga dapat memberikan
gambaran apakah pasien tersebut tergolong obesitas atau tidak. BMI normal adalah 18,5-22,9.
Risiko kesehatan yang serius seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, arthritis, stroke,
dan diabetes sesuai dengan meningkatnya BMI (BMI 25 atau lebih tinggi)(GroupHealth,
2013).
d. Melakukan perawatan kaki
Pasien diabetes melitus pada umumnya beresiko tinggi mengalami ulkus pada kaki yang dapat
berujung pada amputasi, oleh sebab itu penderita DM disarankan untuk menjaga kebersihan
kaki, melakukan perawatan kaki rutin, memeriksakan kaki secara teratur (GroupHealth,
2013).
e. Manajemen
Pasien penderita DM harus selalu mengecek gula darah untuk memantau gula darah agar
selalu dibatas normal (GroupHealth, 2013).
yang menyebabkan nyeri di bagian tengah dada dengan intensitas yang beragam dan dapat
menjalar ke lengan serta rahang. Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit karena
plak ateromatosa. Jika pengobatan dengan obat-obatan vasodilator tidak berhasil, operasi bypass
perlu dipertimbangkan.Penyakit jantung iskemik adalah keadaan berbagai etiologi, yang semua
mempunyai kesamaan ketidakseimbangan antara suplai dan tuntutan oksigen (Dipiro, 2008).
o TUJUAN TERAPI
1. Mengurangi dan menghindari serangan
2. Mengurangi rasa sakit pasien
3. Mengihindari komplikasi
4. Memperpanjang usia hidup
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien
Manifestasi klinik dari IHD yang sering dijumpai adalah angina pectoris Manifestasi
klinik yang lain adalah angina stabil, angina prinzmetal, angina tak stabil, infark miokard,
Silent Myocardial Ischemic (SMI), Gagal jantung.
Tujuan terapi pasien DM dengan IHD jangka panjang adalah untuk mencegah
perkembangan penyakit komplikasi makrovasler lainnya, seperti mencegah aritmia, gagal
jantung dan PJK serta meningkatkan kualitas hidup dan terapi jangka pendeknya mengurangi
gejala angina muncul kembali.
-
Terapi farmakologi yang diberikan yaitu Metformin dosis 500 mg 2 x 1 tablet seharidosis
maksimal 2550 mg dengan target glycated haemoglobin < 4,5% (IFCC methodology).
Regimen Insulin digunakan untuk maintain kadar glukosa darah, seperti Glargine 1 x sehari
(Vnitr Lek, 2010).
Terapi hipertensi dapat diberikan untuk mengontrol tekanan darah dan menghindari
perkembangan penyakit kardiovaskuler seperti golongan ACEi dan atau Angiotensin II
Receptor Blockers (ARBs).
Obat golongan Nitrat seperti Sublingual nitroglycerin dengan dosis 0.3-0.4 mg dapat
b. Nitrat
Berefek dilatasi pembuluh darah, mengurangi kebutuhan oksigen miokardial. Untuk
mencegah terjadinya serangan akibat stress dan aktifitas berat atau untuk profilaksis
jangka panjang.
- Merupakan pilihan pertama pada pasien angina fase terminal
- Biasanya dikombinasikan dengan -Bloker atau antagonis saluran Ca.
Ex : Nitrogliserin, Isosorbide dinitrat
Indikasi : Angina pektoris, gangguan angina setelah infark miokard, pencegahan
penyakit angina pektoris pada penyakit koroner menahun.
c. Antagonis Saluran Ca
Menyebabkan vasodilatasi arteriol dan arteri koroner, memperlambat laju jantung
sehingga mencegah spasme arteri koroner.
Ex : verapamil, diltiazem, nifedipin
Dikombinasikan dengan -Bloker untuk mencegah terjadinya takikardia.
Verapamil
Diltiazem HCl
Indikasi : Angina pektoris, Angina varian, hipertensi
toris / varian 30 mg 3 x sehari
Nifedipine
HIPERTENSI
PENGERTIAN HIPERTENSI
Hipertensi adalah tekanan darah yang naik secara terus-menerus (persistensi). Hipertensi
merupakan komorbiditas diabetes yang umum terjadi yang mempengaruhi mayoritas pasien,
dengan prevalensi tergantung pada jenis diabetes, usia, obesitas, dan etnis. Hipertensi merupakan
faktor risiko utama untuk CVD dan komplikasi mikrovaskuler (American Diabetes Association,
2015).
KLASIFIKASI: ESH/ESC; JNC VII/VIII
Tekanan darah sistolik (SBP) pasien diabetes dengan kompikasi hipertensi harus <140
mmHg, atau lebih rendah <130 mmHg untuk pasien yang berusia muda
Tekanan darah diastolik <90 mmHg, atau lebih rendah <80 mmHg untuk pasien yang
berusia muda.
(American Diabetes Association, 2015).
TREATMENT
1. Non Farmakologi
Semua pasien dengan hipertensi harus memodifikasi gaya hidup. Modifikasi yang telah terbukti
menurunkan BP tercantum pada Tabel 13-4.
diet yang kaya buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak dan lemak total. Hal ini
dianjurkan oleh JNC 7 sebagai diet yang wajar dan layak, yang disarankan adalah kurang dari
2,4 g (100 mEq) natrium per hari. Pasien harus menyadari berbagai sumber natrium
(misalnya, daging olahan, sup, dan garam meja)
Penggunaan alkohol berlebihan dapat menyebabkan atau memperburuk hipertensi.
aktivitas fisik dapat menurunkan BP. Latihan aerobik teratur selama minimal 30 menit sehari
hampir setiap hari dalam seminggu Penelitian telah menunjukkan bahwa latihan aerobik,
seperti jogging, berenang, berjalan, dan bersepeda, dapat mengurangi BP. Pasien harus
berkonsultasi dengan dokter mereka sebelum memulai program olahraga
Berhenti merokok karena merokok adalah faktor risiko utama untuk penyakit jantung.
Edukasi:
Memberitahu pasien agar menjalankan pola hidup sehat seperti olahraga teratur 30 menit setiap
hari, kurangi makanan berlemak. Banyak konsumsi sayuran dan buah-buahan, mengurangi
asupan garam, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Selain itu pasien juga harus
mengurangi stress. Edukasi pasien juga untuk mengukur atau mengontrol tekanan darah di
rumah.
2. Farmakologi
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes dengan kompilikasi hipertensi adalah ACE
inhibitor atau ARB (Angiotensin Receptor blocker).
Multiple-drug therapy yeitu diuretik tiazid dan ACEi atau ARB pada dosis maksimal,
untuk mencapai target tekanan darah
Jika ACEi, ARB, atau diuretik digunakan, serum kreatinin, eGFR (estimated glomerular
filtration rate) harus dimonitor.
Pada ibu hamil yang menderita diabetes dan hipertensi, target tekanan darahnya 110129/65-79 mmHg.
ACEi dan ARB kontraindikasi pada ibu hamil.
Antihipertensi yang aman dan efektif untuk ibu hamil adalah methyldopa, labetalol,
diltiazem, clonidine dan prazosin.
vasodilatasi perifer yang kuat. Dihidropiridin tidak menurunkan AV simpul konduksi dan
tidak efektif untuk mengobati takiaritmia supraventrikuler. Short-acting nifedipine jarang
dapat meningkatkan frekuensi, intensitas, dan durasi angina berkaitan dengan hipotensi
akut. Efek ini dapat dihindarkan dengan menggunakan formulasi lepas lambat dari
nifedipine atau dihidropiridin lainnya. Sisi lain efek dihidropiridin adalah pusing, flushing,
sakit kepala, hiperplasia gingiva, dan edema perifer.
Dosis
d. Diuretik
Mekanisme
menghambat reabsorpsi natrium di tubulus distal di ginjal, mengakibatkan peningkatan
ekskresi air dan natrium, ion kalium, dan hidrogen dan juga mengurangi volume plasma,
volume cairan ekstraseluler, dan cardiac output.
Efek samping
Hipokalemia, hiperurisemia, hiperglikemia, disfungsi ereksi, trombositopenia dan ruam
kulit
Dosis
e. Blocker
Mekanisme
secara kompetitif memblok reseptor -adrenergik yang terletak di miokardium. Akibat dari
penghambatan ini denyut jantung, kontraktilitas miokardial, tekanan darah menurun, dan
juga mengurangi kebutuhan oksigen miokardial. Penurunan denyut jantung meyebabkan
peningkatan waktu diastolik, sehingga meningkatkan perfusi ventrikular dan arteri koroner.
Generasi pertama beta blockers seperti propanolol merupakan beta bloker non selektive,
yang mana propanolol memblok reseptor beta 1 dan beta 2 dan akan mempengaruhi
jantung, ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, hati, uterus, otot polos dan otot skeletal
dan memberikan efekpenurunan cardiac output, mengurangi output renal dan lain-lain.
Generasi kedua beta blokers seperti metoprolol, acebutolol hydrochloride, bisoprolol
fumarate, esmolol hydrochloride merupakan beta bloker selektive yang memblok hanya
beta 1 reseptor dan mempengaruhi jantung yang mana menurunkan cardiac output.
Beta bloker seperti pindolol, penbutolol sulfate, acebutolol hydrochloride berbeda dengan
yang lainnya karena mereka memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA), yang
berarti mereka meniru efek dari epinefrin dan norepinefrin (menyebabkan aktivitas pada
sistem saraf simpatik yaitu respon adrenergik) dan dapat menyebabkan meningkatkan
tekanan darah dan denyut jantung. ISA memiliki efek yang kecil dalam mengurangi
resting cardiac output dan denyut jantung, dibandingkan dengan obat yang tidak
memiliki ISA. Manfaat dari ISA belum sering dibuktikan tetapi penelitian mengatakan
bahwa beta bloker tanpa ISA mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Efek samping :hipotensi, gagal jantung akut, bradikardi, dan heart block.
Dosis
f. Alternatif Antihipertensi
Pasien dengan kondisi diabetes dapat meningkatkan risiko terjadinya PAD, selain
itu kondisi lain yang dapat memicu PAD adalah :
1. Kegemukan
2. Aktivitas fisik
3. Merokok
4. Hipertensi
5. Kolesterol tinggi
6. Riwayat keluarga
Semua faktor risiko yang telah disebutkan dapat dikendalikan untuk
meminimalkan kemungkinan pengembangan PAD. Pada penderita diabetes, hal
yang perlu diperhatikan adalah menjaga kadar glukosa darah senormal mungkin,
pengaturan aktivitas fisik, penggunaan alas kaki, mengkonsumsi obat hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup.
b.) Patologi
The American Diabetes Association baru-baru ini mengeluarkan pernyataan
konsensus tentang epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, dan manajemen PAD pada
pasien dengan diabetes. Keadaan metabolic abnormal yang menyertai diabetes
memberikan
kontribusi
untuk
perkembangan
aterosklerosis.
Perubahan
Gangrene kering
Sakit pada daerah lesi
Gangrene basah
Bengkak
Daerah menjadi pucat, kebiruan dan Daerah berubah warna dari merah tua
kemudian muncul bercak ungu yang lama- menjadi kehitaman
kelamaan berubah menjadi hitam
Denyut tidak terasa
Dingin
Basah
Lunak
Ada jaringan nekrose berbau busuk
dan risiko kardiovaskular tinggi. Tekanan darah pada lengan dan pergelangan kaki
diperiksa menggunakan manset dan stetoskop ultrasound yang disebut doopler, kemudian
dibandingkan untuk menentukan seberapa baik darah mengalir dalam tubuh.
e.) Pengobatan Gangrene
Modifikasi faktor risiko dapat mengobati PAD. Pada penderita yang
merokok, jumlah dan durasi penggunaan tembakau korelasi langsung dengan
pengembangan dan perkembangan PAD. Berhenti merokok meningkat kelangsungan hidup
jangka panjang pada pasien dengan PAD. Metode yang efektif untuk berhenti merokok
adalah terapi pengganti nikotin dengan menggunakan antidepresan oral bupropion. Pada
penderita hipertensi, penggunaan ACEi dapat memberikan outcome yang diinginkan.
Obat untuk PAD meliputi antiplatelet, cilostazol, pentoxifylline, ethaverine,
dan prostacyclin. Aspirin dengan dosis 80 325 mg/hari direkomendasikan untuk semua
individu diabetes dengan umur 21 tahun. Clopidogrel, antagonis reseptor adenosine
difosfat memiliki aktivitas antiplatelet ampuh. Clopidogrel vs aspirin pada pasien dengan
risiko iskemik menunjukan risiko PAD 23,8% lebih besar pada pasien yang mengkonsumsi
aspirin dibanding dengan pasien yang mengkonsumsi clopidogrel.
Cilostazol adalah turunan quinolone yang menghambat phosphodiesterase III,
sehingga mengurangi degradasi adenosine monofosfat dan meningkatkan konsentrasi
trombosit dan pembuluh darah sehingga penghambatan agregasi platelet dan menyebabkan
vasodilatasi. Dosis yang dianjurkan adalah 50 mg PO dua kali sehari.
Pentoxifylline adalah analog teofilin dan phosphodiesterase inhibitor, terbukti
meningkatkan aliran darah di daerah iskemik dengan mengurangi kekentalan darah utuh
dan dapat meningkatkan fleksibilitas sel darah merah. Dosis yang dianjurkan 400mg
Ethaverine merupakan vasodilator perifer oral yang memiliki indikasi untuk insufisiensi
vascular perifer dengan spasme arteri. Ethaverine menyebabkan relaksasi otot polos,
dengan dosis 100-200 mg.
Naftidrofuryl merupakan vasodilator perifer yang dapat meningkatkan secara
signifikan kapasitas fungsional seorang pasien yang mengalami intermittent claudication
(rasa sakit dan / atau kram di tungkai bawah akibat kurangnya aliran darah ke otot-otot).
Obat ini diberikan pada dosis 200 mg TDS dan menunjukkan dapat mengurangi rasa sakit
atau nyeri pada saat berjalan sebanyak 37% dibandingkan dengan placebo.
DISLIPIDEMIA
HDL;
maupun
kombinasi
dari ketidaknormalan
tersebut.
Hiperproteinemia
lipoprotein yang
Statin adalah obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan kolesterol LDL dan terbukti
aman tanpa efek samping yang berarti. Selain berfungsi untuk menurunkan kolesterol LDL,
statin juga mempunyai efek meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan TG. Berbagai jenis
statin dapat menurunkan kolesterol LDL 18-55%, meningkatkan kolesterol HDL 5-15%, dan
menurunkan TG 7-30%. Cara kerja statin adalah dengan menghambat kerja HMG-CoA
reduktase. Efeknya dalam regulasi CETP menyebabkan penurunan konsentrasi kolesterol LDL
dan VLDL. Di hepar, statin meningkatkan regulasi reseptor kolesterol LDL sehingga
meningkatkan pembersihan kolesterol LDL. Dalam keadaan hipertrigliseridemia (tidak berlaku
bagi normotrigliseridemia), statin membersihkan kolesterol VLDL. Mekanisme yang
bertanggungjawab terhadap peningkatan konsentrasi kolesterol HDL oleh statin sampai sekarang
belum jelas.88 Studi awal yang menggunakan statin untuk menurunkan kolesterol LDL
menunjukkan penurunan laju PJK dan mortalitas total serta berkurangnya infark miokard,
prosedur revaskularisasi, stroke, dan penyakit vaskular perifer. Statin hendaknya diresepkan
sampai dosis maksimal yang direkomendasikan (Tabel 5) atau yang dapat ditoleransi untuk
mencapai target kolesterol LDL.
2. Inhibitor absorpsi kolesterol
Ezetimibe merupakan obat penurun lipid pertama yang menghambat ambilan kolesterol dari diet
dan kolesterol empedu tanpa mempengaruhi absorpsi nutrisi yang larut dalam lemak. Dosis
ezetimibe yang direkomendasikan adalah 10 mg/hari dan harus digunakan bersama statin,kecuali
pada keadaan tidak toleran terhadap statin, di mana dapat dipergunakan secara tunggal. Tidak
diperlukan penyesuaian dosis bagi pasien dengan gangguanhati ringan atau insufisiensi ginjal
berat. Kombinasi statin dengan ezetimibe menurunkan kolesterol LDL lebih besar daripada
menggandakan dosis statin yang berarti dari pemakaian ezetimibe.105-107 Sebelum ada hasil
studi klinis yang lengkap, ezetimibe yang dikombinasikan dengan statin direkomendasikan
sebagai obat penurun kolesterol LDL lini kedua jika target tidak tercapai dengan statin dosis
maksimal. Pemakaian ezetimibe tunggal atau kombinasinya dengan bile acid sequestrant atau
asam nikotinat dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak toleran terhadap statin.
3. Bile acid sequestrant
Terdapat 3 jenis bile acid sequestrant yaitu kolestiramin, kolesevelam,dan kolestipol. Bile acid
sequestrant mengikat asam empedu (bukan kolesterol) di usus sehingga menghambat sirkulasi
enterohepatik dari asam empedu dan meningkatkan perubahan kolesterol menjadi asam empedu
di hati. Dosis harian kolestiramin, kolestipol, dan kolesevelam berturutan adalah 4-24 gram, 5-30
gram, dan 3,8-4,5 gram. Penggunaan dosis tinggi (24 g kolestiramin atau 20 g of kolestipol)
menurunkan konsentrasi kolesterol LDL sebesar 18-25%. Bile acid sequestrant tidak mempunyai
efek terhadap kolesterol HDL sementara konsentrasi TG dapat meningkat.
4. Fibrat
Fibrat adalah agonis dari PPAR-. Melalui reseptor ini, fibrat menurunkan regulasi gen apoC-III
serta meningkatkan regulasi gen apoA-I dan A-II. Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan
peningkatan katabolisme TG oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan kolesterol
VLDL, dan meningkatnya pembersihan kilomikron.
Aritmia
A. Pengertian Aritmia
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung
yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. Aritmia timbul akibat
perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium (Gray, Dawkins, Morgan, dan Simpson, 2005).
Aritmia yang tidak diberikan pengobatan dapat mengarah pada pompa jantung, yang akan
menyebabkan kelelahan berlebih, nafas pendek, dan pingsan bahkan hingga masalah jantung
berat. Terdapat 2 macam aritmia secara umum :
a) Bradikardi
Ketika detak jantung terlalu lambat (kurang dari 60 beats/minute). Bila jantung berdenyut
terlalu lambat, maka jumlah darah yang mengalir di dalam sirkulasi menjadi berkurang, sehingga
kebutuhan tubuh tidak terpenuhi. Hal ini akan menimbulkan gejala seperti mudah capek,
kelelahan yang kronis, sesak, keleyengan bahkan sampai pingsan. Yang berbahaya, bila jumlah
darah yang menuju otak menjadi berkurang bahkan minimal sehingga terjadi pingsan atau
perasaan melayang. Pada keadaan yang lebih parah dapat menyebabkan stroke.
b) Takikardi
Ketika detak jantung terlalu cepat (lebih dari 100 beats/minute). Bila jantung berdenyut
terlalu cepat maka jantung akan mengalami kelelahan dan akan menimbulkan gejala-gejala
berdebar yang biasanya disertai perasaan takut karena debaran jantung yang begitu cepat (sampai
lebih dari 200 kali permenit). Pada keadaan yang ekstrim dimana bilik jantung berdenyut sangat
cepat dan tidak terkendali, maka terjadi kegagalan sirkulasi darah yang bila dilakukan
pertolongan cepat dengan kejut listrik (DC shock) dapat mengakibatkan kematian.
B. Terapi Aritmia
Terapi Non-Farmakologi
1) Mengurangi/tidak sama sekali mengkonsumsi rokok
2) Mengurangi pengunaan garam dalam makanan baik secara individu maupun di tempat
makan atau restoran
3) Mengurangi konsumsi gula dan lemak
4) Meningkatkan aktivitas olahraga sesaui kemampuan fisik untuk memulihkan fisik,
mental, sosial serta vokasional seseorang seoptimal mungkin.
5) Memeriksakan tekanan darah, glukosa darah , dan lipid secara teratur.
6) Menjauhkan diri dari tekanan psikologis, sosial, dan fisik serta memperpanjang masa
istirahat.
Terapi Farmakologi
Tujuan terapi : tujuan terapi yang diinginkan tergantung pada aritmia yang
mendasari. Contohnya, tujuan mengobati AF (atrial fibralasi) yaitu memulihkan irama
sinus, mencegah komplikasi tromboemboli, dan mencegah kekambuhan lebih lanjut
(Dipiro, 2012).
(Dipiro, 2012)
(Dipiro, 2012)
Golongan Obat
Keterangan
Thiazolidinedion (TZD)
ACE-I - ARB
Biguanid (Metformin)
Sulfonilurea
Insulin
DPP-4 inhibitor
DAFTAR PUSTAKA
AACE, 2013, American Association Of Clinical Endocrinologistscomprehensive Diabetes
Management Algorithm 2013 Consensus Statement, Endocrine Practice Vol 19 (Suppl 2)
May/June. Pp.1-48
ADA/EASD, 2012, Management of hyperglycaemia in type 2 diabetes: a patient-centered
approach, Position statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European
Association for the Study of Diabetes (EASD), DOI 10.1007/s00125-012-2534.
American Diabetes Association (ADA), 2013, Standards of Medical Care in Diabetes-2013,
http://care.diabetesjournals.org/content/36/Supplement_1/S11.full.pdf+html, diakses tanggal
27 Februari 2016.
Bare&Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Ed 8, EGC, Jakarta.
Chang S-H, Wu L-S, Chiou M-J, et al. Association of metformin with lower atrial fibrillation
risk among patients with type 2 diabetes mellitus: a population-based dynamic cohort and in
vitro studies. Cardiovasc Diabetol 2014;13
Chattipakorn, N., Chattipakorn, S.C., Apaijai, N., 2016, Dipeptidyl peptidase-4 inhibitors and the
ischemic heart : Additiona; benefits beyond glycemic control, International Journal of
Cardiology, 202:415-416
Chaturvedi, M., 2010, Peripheral Vascular Disease a Physicians Perspective, JIACM, 11(1),
Pp.40-5.
Corwin, Elizabeth J, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa: Brahm U. P., Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus,
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//123456789/1358/1/BK2008-Sep13.pdf,
diakses tanggal 26 Februari 2016.
Dipiro, J.T., et al., 2008, Pharmacotherapy Principles Practise, Seventh edition, Mc-Graw
Hill.Inc, USA, pp.1210, 1221-1222.
Dipiro, J.T., et al., 2012, Pharmacotherapy Handbook, 9th Ed., Mc-Graw Hill.Inc, USA, pp. 5253, 55
Direktorat Bina Farmasi Kominitas dan Klinik, 2005, Pharmaceutical care untuk penyakit
Diabetes
Melitus,
Departemen
Kesehatan
RI,
http://binfar.kemkes.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/02/PC_DM.pdf ,diakses tanggal 27
Februari 2016.
Goudis, et.al., 2015, Diabetes mellitus and fibrillation : Pathophysiological mechanism and
potential upstream therapies, International Journal of Cardiology, 184 : 617-622
Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., Simpson, I.A., 2005, Lecture Notesl; Kardiologi,
Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta, p. 109
GroupHealth, 2013, Type 2 Diabetes: Screening and Treatment Guidelines, ..ghc.org/allsites/guidelines/diabetes2.pdf, diakses tanggal 26 Februari 2016.
Hennion,
D.R.,
2013,
Diagnosis
and
Treatment
Arterial Disease, American Family Physician, Vol. 88, p.303.
of
Peripheral
Langtved, et al., 2015, Management and prognosis of atrial fibrillation in the diabetic patient,
Expert Rev. Cardiovasc. Ther., 13(6), 643-651.
Lilly, L.S., Williams, G.H., Zamani, P., 2007. Hypertension. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology
th
of Heart Disease, 4 ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Marso, S.P, 2006, Peripheral Ae=rterial Disease in Patients With Diabetes, Jaac, Vol.47, p.923.
Rana, et al., 2005, Effect of diabetes mellitus and its treatment on ventricular arrhythmias
complicating acute myocardial infarction, Diabetic Medicine, 22, 576-582.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume
8, Edisi 2. Alih Bahasa: dr. H.Y., Kuncara, Jakarta: EGC
Society of Interventional Radiology, 2016, Peripheral Arterial Disease (-AD),
http://www.sirweb.org/patients/peripheral-arterial-disease/, diakses pada tanggal 25 Februari
2016.
World Health Organization (WHO). 2005. Global Burden of Coronary Heart Disease,
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/, diakses tanggal 27 Februari 2016.