Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

KAPITA SELEKTA FARMAKOTERAPI


Komplikasi Makrovaskular pada Diabetes Melitus

Disusun Oleh :
Angky Glori, S.Farm.

158115130

Christina Gabriella Rawing, S.Farm.

158115134

Dui Sostales, S.Farm.

158115136

Maria Angelika Suhadi, S.Farm.

158115147

Maria Dora Cahya Sapphira, S.Farm. 158115148


Sophia Sari Asdini, S.Farm.

158115160

Yeni Mardiati Pasaribu, S.Farm.

158115165

Yulica Tumaruk, S.Farm.

158115166

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016

DIABETES MELITUS

1. Definisi
Suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan
protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan
oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas,
atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin dan dapat menimbulkan
komplikasi kronik (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005, Dipiro, 2008).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2013), klasifikasi diabetes meliputi empat
kelas klinis :

Diabetes Melitus tipe 1

Hasil dari kehancuran sel pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.

Diabetes Melitus tipe 2

Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif ynag menjadi latar belakang terjadinya
resistensi insulin

Diabetes tipe spesifik lain

Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel , gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti
dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

Gestational Diabetes Melitus


Pada beberapa pasien tidak dapat dengan jelas diklasifikasikan sebagai diabetes tipe 1 atau

tipe 2. Presentasi klinis dan perkembangan penyakit bervariasi jauh dari kedua jenis diabetes.
Kadang-kadang, pasien yang dinyatakan memilki diabetes tipe 2 dapat hadir dengan
ketoasidosis. Demikian pula, pasien dengan tipe 1 diabetes mungkin memiliki onset terlambat
dan memperlambat perkembangan penyakit walaupun memilki fitur penyakit autoimun.
Kesulitan seperti itu pada diagnosis mungkin terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa.
Diagnosis yang benar dapat menjadi lebih jelas dari waktu ke waktu.

3. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis pada diabetes disebabkan oleh tingginya konsentrasi glukosa darah dan
berperan menyebabkan morbiditas dan mortalitas penyakit. Komplikasi tersebut adalah
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler (Corwin, 2001). Diabetes melitus kronik yang
menyebabkan terjadinya kerusakan mikrovaskuler di arteriol, kapiler dan venula serta kerusakan
makrovaskuler yang terjadi di arteri besar dan sedang.
-

Komplikasi Makrovaskuler
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah

penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan
penyakit pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease = PVD). Walaupun komplikasi
makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan
komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia dan atau kegemukan (Depkes RI, 2005).
a) Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan
kerja jantung untuk memompa darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik.
Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (ateroklerosis)
dengan resiko PJK (Corwin, 2001).
b) Peripheral Arterial Disease (PAD)
Peripheral arterial disease (PAD) adalah suatu gangguan pada pembuluh darah, dimana
terdapat sumbatan/blokade pada arteri yang berukuran besar hingga sedang, dan biasanya
menyerang tungkai kaki bagian bawah.
PAD meningkatkan insidensi terjadinya gangren pada kaki dan mengakibatkan
gangguan penyembuhan ulkus pada kaki pada penderita diabetes. Pengobatan gangren kaki yang
tidak adekuat meningkatkan prevalensi terjadinya amputasi. Amputasi dapat mengakibatkan
pasien kehilangan pekerjaan dan pendapatannya, meningkatkan ketergantungan pada keluarga,
depresi dan penurunan dari kualitas hidup pasien. Pasien dengan PAD pun memiliki risiko
kematian akibat penyakit kardiovaskular 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien tanpa
PAD (Lilly,L.S, 2007).

c)

Cerebrovascular Disease (CVD)


Stroke atau CVD adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan

fungsi otak fokal atau global, dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (WHO, 2005).
Kriteria untuk diagnosis pada DM (ADA, 2015; AACE/ACE, 2015)*
Result
Tes
Keterangan
Confirming DM
HbA1c

6.5%

Jika pasien memiliki hasil tidak sama pada dua tes


(misalnya FPG vs HbA1c), maka yang lebih
tinggi dari dua nilai yang harus digunakan
Gula Darah Sewaktu
200 mg/dL (11.1
Merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
mmol/L)
hari tanpa memperh tikan waktu makan terakhir
FPG (Kadar Glukosa Darah 126 mg/dL (7 0
Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori
Puasa)
mmol/L)
selama minimal 8 jam
TTGO (Test Toleransi
200 mg/dL (11.1
OGTT dilakukan dengan standart WHO,
Glukosa Oral)
mmol/L)
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75
g glukosa anhidr t dilarutkan ke dalam air
Abbreviations: HbA1c = glycosylated hemoglobin, type A1c; FPG = fasting plasma glucose;
TTGO= Test Toleransi Glukosa Oral

Pedoman Pengendalian DM, 2008.

1. NONFARMAKOLOGI

a. Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengaturan diet pada diabetes adalah:
- Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.
- Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
- Mencegah komplikasi akut dan kronik.
- Meningkatkan kualitas hidup.
Pasien dengan DM tipe 2 lebih membutuhkan pembatasan jumlah kalori untuk menurunkan
berat badan (GroupHealth, 2013).
b. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah agar tetap normal
dan mengurangi faktor risiko kardivaskular. Aktivitas fisik (olahraga) setidaknya dilakukan
setidaknya 30 menit per hari, seperti jalan santai, lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain-lain
(GroupHealth, 2013).
c. Menjaga berat badan
Penderita diabetes melitus perlu untuk mengetahui indeks masa tubuh (BMI) dengan cara :
(Berat badan (Kg)/ Tinggi badan (m) x tinggi badan (m) sehingga dapat memberikan
gambaran apakah pasien tersebut tergolong obesitas atau tidak. BMI normal adalah 18,5-22,9.
Risiko kesehatan yang serius seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, arthritis, stroke,
dan diabetes sesuai dengan meningkatnya BMI (BMI 25 atau lebih tinggi)(GroupHealth,
2013).
d. Melakukan perawatan kaki
Pasien diabetes melitus pada umumnya beresiko tinggi mengalami ulkus pada kaki yang dapat
berujung pada amputasi, oleh sebab itu penderita DM disarankan untuk menjaga kebersihan
kaki, melakukan perawatan kaki rutin, memeriksakan kaki secara teratur (GroupHealth,
2013).
e. Manajemen
Pasien penderita DM harus selalu mengecek gula darah untuk memantau gula darah agar
selalu dibatas normal (GroupHealth, 2013).

IHD (Ischemic Heart Disease)


Yaitu penyakit jantung iskemik, keadaan berkurangnya pasokan darah pada otot jantung

yang menyebabkan nyeri di bagian tengah dada dengan intensitas yang beragam dan dapat
menjalar ke lengan serta rahang. Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit karena
plak ateromatosa. Jika pengobatan dengan obat-obatan vasodilator tidak berhasil, operasi bypass
perlu dipertimbangkan.Penyakit jantung iskemik adalah keadaan berbagai etiologi, yang semua
mempunyai kesamaan ketidakseimbangan antara suplai dan tuntutan oksigen (Dipiro, 2008).
o TUJUAN TERAPI
1. Mengurangi dan menghindari serangan
2. Mengurangi rasa sakit pasien
3. Mengihindari komplikasi
4. Memperpanjang usia hidup
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien
Manifestasi klinik dari IHD yang sering dijumpai adalah angina pectoris Manifestasi
klinik yang lain adalah angina stabil, angina prinzmetal, angina tak stabil, infark miokard,
Silent Myocardial Ischemic (SMI), Gagal jantung.
Tujuan terapi pasien DM dengan IHD jangka panjang adalah untuk mencegah
perkembangan penyakit komplikasi makrovasler lainnya, seperti mencegah aritmia, gagal
jantung dan PJK serta meningkatkan kualitas hidup dan terapi jangka pendeknya mengurangi
gejala angina muncul kembali.
-

Terapi farmakologi yang diberikan yaitu Metformin dosis 500 mg 2 x 1 tablet seharidosis
maksimal 2550 mg dengan target glycated haemoglobin < 4,5% (IFCC methodology).

Regimen Insulin digunakan untuk maintain kadar glukosa darah, seperti Glargine 1 x sehari
(Vnitr Lek, 2010).

Terapi hipertensi dapat diberikan untuk mengontrol tekanan darah dan menghindari
perkembangan penyakit kardiovaskuler seperti golongan ACEi dan atau Angiotensin II
Receptor Blockers (ARBs).

Obat golongan Nitrat seperti Sublingual nitroglycerin dengan dosis 0.3-0.4 mg dapat

diberikan untuk mengurangi nyeri ketika terjadi serangan angina pectoris.


o

Pengobatan IHD pada DM II


a. -Bloker
Mengurangi laju jantung, mengurangi kontraktilitas dan menurunkan tekanan darah
sehingga menurunkan kebutuhan oksigen.
- -Adrenoreceptor bloker
Efektif pada ngina kronik sebagai monoterapi dan dikombinasikan dengan notrat dan
antagonis saluran Ca.
- Propanolol
Indikasi : Hipertensi, angina pektoris, post miokard infark, kardiak aritmia
Dosis

b. Nitrat
Berefek dilatasi pembuluh darah, mengurangi kebutuhan oksigen miokardial. Untuk
mencegah terjadinya serangan akibat stress dan aktifitas berat atau untuk profilaksis
jangka panjang.
- Merupakan pilihan pertama pada pasien angina fase terminal
- Biasanya dikombinasikan dengan -Bloker atau antagonis saluran Ca.
Ex : Nitrogliserin, Isosorbide dinitrat
Indikasi : Angina pektoris, gangguan angina setelah infark miokard, pencegahan
penyakit angina pektoris pada penyakit koroner menahun.

c. Antagonis Saluran Ca
Menyebabkan vasodilatasi arteriol dan arteri koroner, memperlambat laju jantung
sehingga mencegah spasme arteri koroner.
Ex : verapamil, diltiazem, nifedipin
Dikombinasikan dengan -Bloker untuk mencegah terjadinya takikardia.
Verapamil

Diltiazem HCl
Indikasi : Angina pektoris, Angina varian, hipertensi
toris / varian 30 mg 3 x sehari

Nifedipine

d. Obat Anti Platelet


Aspirin dosis rendah. Aspirin adalah penghalang paling potent terhadap produksi platelet
tromboksan

TERAPI NON FARMAKOLOGI :


1. Menjaga pola hidup sehat
2. Olahraga ringan minimal 2 kali seminggu
3. Hindari merokok dan alkohol
4. Kurangi makanan tinggi gula dan lemak

HIPERTENSI

PENGERTIAN HIPERTENSI
Hipertensi adalah tekanan darah yang naik secara terus-menerus (persistensi). Hipertensi
merupakan komorbiditas diabetes yang umum terjadi yang mempengaruhi mayoritas pasien,
dengan prevalensi tergantung pada jenis diabetes, usia, obesitas, dan etnis. Hipertensi merupakan

faktor risiko utama untuk CVD dan komplikasi mikrovaskuler (American Diabetes Association,
2015).
KLASIFIKASI: ESH/ESC; JNC VII/VIII

TUJUAN TERAPI (TARGET TEKANAN DARAH)

Tekanan darah sistolik (SBP) pasien diabetes dengan kompikasi hipertensi harus <140
mmHg, atau lebih rendah <130 mmHg untuk pasien yang berusia muda

Tekanan darah diastolik <90 mmHg, atau lebih rendah <80 mmHg untuk pasien yang
berusia muda.
(American Diabetes Association, 2015).

TREATMENT
1. Non Farmakologi

Semua pasien dengan hipertensi harus memodifikasi gaya hidup. Modifikasi yang telah terbukti
menurunkan BP tercantum pada Tabel 13-4.
diet yang kaya buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak dan lemak total. Hal ini
dianjurkan oleh JNC 7 sebagai diet yang wajar dan layak, yang disarankan adalah kurang dari
2,4 g (100 mEq) natrium per hari. Pasien harus menyadari berbagai sumber natrium
(misalnya, daging olahan, sup, dan garam meja)
Penggunaan alkohol berlebihan dapat menyebabkan atau memperburuk hipertensi.
aktivitas fisik dapat menurunkan BP. Latihan aerobik teratur selama minimal 30 menit sehari
hampir setiap hari dalam seminggu Penelitian telah menunjukkan bahwa latihan aerobik,
seperti jogging, berenang, berjalan, dan bersepeda, dapat mengurangi BP. Pasien harus
berkonsultasi dengan dokter mereka sebelum memulai program olahraga
Berhenti merokok karena merokok adalah faktor risiko utama untuk penyakit jantung.
Edukasi:
Memberitahu pasien agar menjalankan pola hidup sehat seperti olahraga teratur 30 menit setiap
hari, kurangi makanan berlemak. Banyak konsumsi sayuran dan buah-buahan, mengurangi
asupan garam, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Selain itu pasien juga harus
mengurangi stress. Edukasi pasien juga untuk mengukur atau mengontrol tekanan darah di
rumah.
2. Farmakologi
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes dengan kompilikasi hipertensi adalah ACE
inhibitor atau ARB (Angiotensin Receptor blocker).
Multiple-drug therapy yeitu diuretik tiazid dan ACEi atau ARB pada dosis maksimal,
untuk mencapai target tekanan darah
Jika ACEi, ARB, atau diuretik digunakan, serum kreatinin, eGFR (estimated glomerular
filtration rate) harus dimonitor.
Pada ibu hamil yang menderita diabetes dan hipertensi, target tekanan darahnya 110129/65-79 mmHg.
ACEi dan ARB kontraindikasi pada ibu hamil.

Antihipertensi yang aman dan efektif untuk ibu hamil adalah methyldopa, labetalol,
diltiazem, clonidine dan prazosin.

a. Angiotensin-Converting enzyme inhibitors


Mekanisme
memblok konfersi angiotensin I ke angiotensin 2 (vasokontriksi dan stimulator sekresi
aldosteron). ACEi juga memblok rusaknya bradikinin dan menstimulasi sintesis substansi
yang bisa menyebabkan vasodilatasi termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.
Efek samping
hipotensi, ACEi menurunkan aldosteron dan dapat meningkatkan konsentrasi potasium
serum. Hiperkalemia muncul pada pasien dengan CKD atau yang sedang menggunakan
suplemen potasium, ARBs atau direct inhibitor renin. Gagal ginjal akut adalah efek
samping yang jarang terjadi tapi serius. GFR menurun pada pasien yang menerima ACEi
karena penghambatan vasokonstriksi angiotensin II pada arteriol eferen. Serum kreatini
sering mengalami peningkatan. Angioedema muncul pada 1% pasien. Batuk kering muncul
pada 20% sampai lebih pada pasien dan dikarenakan penghambatan merusaknya
bradikinin. ACEi kontraindikasi dengan wanita hamil.
Dosis: Dosis awal harus rendah dengan titrasi dosis yang pelan.

b. Angiotensin II Receptor Blockers


Mekanisme
memblok reseptor angiotensin II sub tipe 1 yang memediasi terjadinya vasokonstriksi,
pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik, konstriksi
arteriola eferen pada glomerulus. ARB tidak memblok bradikinin (mediator vasodilatasi)
sehingga vasodilatasi dapat terjadi.
Efek samping
insufisiensi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi ortostatik. ARB kontraindikasi pada wanita
hamil.
Dosis

c. Calcium Channel Blokers


Mekanisme
CCB menyebabkan relaksasi otot jantung dan otot halus dengan menghambat voltagesensitive calcium channels, sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke
dalam sel. Hal ini menyebabkan vasodilatasi dan penurunan BP.
Efek samping
Diltiazem dan verapamil dapat menyebabkan kelainan konduksi jantung seperti
bradikardia, AV blok, dan HF. Keduanya dapat menyebabkan anoreksia, mual, edema
perifer, dan hipotensi. Verapamil menyebabkan sembelit pada 7% pasien, dihidropiridin
menyebabkan peningkatan refleks baroreseptor yang dimediasi denyut jantung karena efek

vasodilatasi perifer yang kuat. Dihidropiridin tidak menurunkan AV simpul konduksi dan
tidak efektif untuk mengobati takiaritmia supraventrikuler. Short-acting nifedipine jarang
dapat meningkatkan frekuensi, intensitas, dan durasi angina berkaitan dengan hipotensi
akut. Efek ini dapat dihindarkan dengan menggunakan formulasi lepas lambat dari
nifedipine atau dihidropiridin lainnya. Sisi lain efek dihidropiridin adalah pusing, flushing,
sakit kepala, hiperplasia gingiva, dan edema perifer.
Dosis

d. Diuretik
Mekanisme
menghambat reabsorpsi natrium di tubulus distal di ginjal, mengakibatkan peningkatan
ekskresi air dan natrium, ion kalium, dan hidrogen dan juga mengurangi volume plasma,
volume cairan ekstraseluler, dan cardiac output.
Efek samping
Hipokalemia, hiperurisemia, hiperglikemia, disfungsi ereksi, trombositopenia dan ruam
kulit
Dosis

e. Blocker
Mekanisme
secara kompetitif memblok reseptor -adrenergik yang terletak di miokardium. Akibat dari
penghambatan ini denyut jantung, kontraktilitas miokardial, tekanan darah menurun, dan
juga mengurangi kebutuhan oksigen miokardial. Penurunan denyut jantung meyebabkan
peningkatan waktu diastolik, sehingga meningkatkan perfusi ventrikular dan arteri koroner.

Generasi pertama beta blockers seperti propanolol merupakan beta bloker non selektive,
yang mana propanolol memblok reseptor beta 1 dan beta 2 dan akan mempengaruhi
jantung, ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, hati, uterus, otot polos dan otot skeletal
dan memberikan efekpenurunan cardiac output, mengurangi output renal dan lain-lain.
Generasi kedua beta blokers seperti metoprolol, acebutolol hydrochloride, bisoprolol
fumarate, esmolol hydrochloride merupakan beta bloker selektive yang memblok hanya
beta 1 reseptor dan mempengaruhi jantung yang mana menurunkan cardiac output.
Beta bloker seperti pindolol, penbutolol sulfate, acebutolol hydrochloride berbeda dengan
yang lainnya karena mereka memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA), yang
berarti mereka meniru efek dari epinefrin dan norepinefrin (menyebabkan aktivitas pada
sistem saraf simpatik yaitu respon adrenergik) dan dapat menyebabkan meningkatkan
tekanan darah dan denyut jantung. ISA memiliki efek yang kecil dalam mengurangi
resting cardiac output dan denyut jantung, dibandingkan dengan obat yang tidak

memiliki ISA. Manfaat dari ISA belum sering dibuktikan tetapi penelitian mengatakan
bahwa beta bloker tanpa ISA mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Efek samping :hipotensi, gagal jantung akut, bradikardi, dan heart block.

Dosis

f. Alternatif Antihipertensi

Peripheral Arterial Disease (PAD)


Penyakit Diabetes melitus merupakan degeneratif yang memerlukan penanganan
yang tepat dan serius karena jika tidak maka akan berdampak pada komplikasi penyakit
serius lainnya seperti Peripheral Arterial Disease (PAD). Penyakit arteri perifer (PAD)
juga dikenal dengan penyakit pembuluh darah periver (PVD). PAD berkembang paling
sering sebagai akibat dari aterosklerosis atau pengerasan arteri, yang terjadi ketika
kolesterol dan jaringan parut terbentuk, membentuk zat yang disebut plak dalam arteri.
Salah satu PAD adalah gangrene diabetic.
a.) Pengertian Gangrene diabetic
Gangrene diabetic adalah suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
kematian jaringan yang diakibatkan karena penghentian supply darah ke organ.
Hambatan dalam aliran darah menyebabkan jaringan kekurangan nutrisi sehingga sel
kehilangan kemampuan / fungsinya / mati. Penyakit ini sering sering terjadi pada
bagian tubuh yang terendah terutama pada bagian kaki.
Gejala gangrene diabetic yaitu daerah akral tampak merah dan terasa hangat
akibat peradangan dan terdapat lesi. Menurut berat ringannya lesi dibagi menjadi 5
derajat. Pada derajat 0 kulit utuh tetapi ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati.
Pada derajat 1 terdapat tukak superficial. Derajat 2 tukak menjadi lebih dalam.
Derajat 3 tukak lebih dalam disertai abses dengan kemungkinan selulitis dan atau
osteomyelitis. Derajat 4 terjadi gangrene jari dan derajat 5 terjadi gangrene kaki.
Gangrene adalah kondisi yang sangat serius. Arteri tersumbat oleh plak sehingga
terjadi penurunan aliran darah ke kaki, yang dapat mengakibatkan rasa sakit saat
berjalan, dan akhirnya terjadi gangrene dan dapat diamputasi. Risiko terjadinya PAD
meningkat pada orang yang memiliki riwayat DM-2. PAD adalah kondisi yang mirip
dengan penyakit arteri coroner (penyumbatan di arteri yang berfungsi pemasok darah
ke otot jantung). Namun, pada PAD arteri yang tersumbat adalah arteri yang berada
diluar jantung, seperti lengan, perut dan paling sering di kaki. Penumpukan lemak
dilapisan dalam dinding arteri membuat saluran mengecil sehingga menghalangi
aliran darah dan bahkan dapat menghentikan aliran darah. Kondisi ini dapat
menyebabkan nyeri, terutama saat berjalan serta luka di kaki yang lambat sembuh.

Pasien dengan kondisi diabetes dapat meningkatkan risiko terjadinya PAD, selain
itu kondisi lain yang dapat memicu PAD adalah :
1. Kegemukan
2. Aktivitas fisik
3. Merokok
4. Hipertensi
5. Kolesterol tinggi
6. Riwayat keluarga
Semua faktor risiko yang telah disebutkan dapat dikendalikan untuk
meminimalkan kemungkinan pengembangan PAD. Pada penderita diabetes, hal
yang perlu diperhatikan adalah menjaga kadar glukosa darah senormal mungkin,
pengaturan aktivitas fisik, penggunaan alas kaki, mengkonsumsi obat hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup.
b.) Patologi
The American Diabetes Association baru-baru ini mengeluarkan pernyataan
konsensus tentang epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, dan manajemen PAD pada
pasien dengan diabetes. Keadaan metabolic abnormal yang menyertai diabetes
memberikan

kontribusi

untuk

perkembangan

aterosklerosis.

Perubahan

proatherogenic termasuk peningkatan peradangan pembuluh darah dan perubahan


dalam beberapa jenis sel. Peradangan merupakan faktor risiko untuk pengembangan
aterosklerosis. Peningkatan kadar C-reactive protein (CRP) berhubungan dengan
perkembangan PAD. Selanjutnya, peningkatan CRP yang abnormal menjadi faktor
risiko terjadinya PAD, CRP memiliki efek prokoagulan yang terkait dengan
peningkatan ekspresi faktor jaringan. CRP menghambat sel endotel nitrat oksida
(NO) synthase yang mengakibatkan pertumbuhan abnormal tonus pembuluh darah
dan meningkatkan plasmonigen activator inhibitor-1 yang menghambat pembentukan
plasmin fibronolitik dari plasminogen. Banyak pasien diabetes dengan PAD
menunjukan disfungsi sel endotel. Pada tubuh yang sehat, sel endotel mensintesis
NO, vasodilator kuat yang menghambat aktivasi trombosit dan migrasi sel otot polos.
Disfungsi sel endotel meningkatkan kerentanan arteri aterosklerosis.

c.) Jenis Gangrene


Ada dua tipe utama gangrene, gangrene kering dan gangrene basah. Gangrene
kering umumnya terjadi pada penderita diabetes dan penyakit autoimun, gangren
kering biasanya mempengaruhi tekanan darah pada tangan dan kaki. Hal itu terjadi
ketika aliran darah ke daerah yang terkena terganggu, biasanya sebagai akibat dari
sirkulasi yang buruk. Pada tipe ini, jaringan mengering. Tidak seperti jenis lain dari
gangren, infeksi biasanya tidak hadir dalam gangren kering. Namun, gangrene kering
dapat menyebabkan gangren basah jika menjadi terinfeksi. Tidak seperti gangrene
kering, pada gangrene basah sering terjadi infeksi. Infeksi dari gangrene basah dapat
menyebar dengan cepat keseluruh tubuh sehingga mengancam nyawa jika tidak
ditangani dengan cepat.

Gangrene kering
Sakit pada daerah lesi

Gangrene basah
Bengkak

Daerah menjadi pucat, kebiruan dan Daerah berubah warna dari merah tua
kemudian muncul bercak ungu yang lama- menjadi kehitaman
kelamaan berubah menjadi hitam
Denyut tidak terasa

Dingin

Bila diraba terasa kering dan dingin

Basah

Terdapat garis batas pemisah

Lunak
Ada jaringan nekrose berbau busuk

d.) Diagnosis PAD

Screening ABI dapat digunakan untuk memastikan diagnosis, ABI adalah


pengukuran yang cukup akurat untuk mendeteksi PAD. ABI didefinisikan sebagai rasio
dari tekanan darah sistolik ankle kaki dibagi dengan tekanan darah sistolik brachial
(normal 1,00 1,40). Dalam PAD, tekanan darah sistolik pergelangan kaki lebih kecil dari
tekanan darah brachial. Karena ancaman utama bagi pasien diabetes dengan PAD adalah
kardiovaskuar, terapi yang utama adalah memodifikasi faktor risiko ateriosklerosis.
Diagnosis gangrene dapat menggunakan screening ABI. Meskipun pemeriksaan fisik
memberikan informasi penting, pengujian non-invasif dapat diperlukan sebagai informasi
tambahan. ABI didefinisikan sebagai rasio dari sistolik pergelangan kaki dibagi dengan
tekanan darah sistolik brachial (biasanya 1,00 1,40). Dalam PAD tekanan darah sistolik
pada pergelangan kaki < dari brakialis. Rendahnya nilai ABI menunjukan PAD lebih parah

dan risiko kardiovaskular tinggi. Tekanan darah pada lengan dan pergelangan kaki
diperiksa menggunakan manset dan stetoskop ultrasound yang disebut doopler, kemudian
dibandingkan untuk menentukan seberapa baik darah mengalir dalam tubuh.
e.) Pengobatan Gangrene
Modifikasi faktor risiko dapat mengobati PAD. Pada penderita yang
merokok, jumlah dan durasi penggunaan tembakau korelasi langsung dengan
pengembangan dan perkembangan PAD. Berhenti merokok meningkat kelangsungan hidup
jangka panjang pada pasien dengan PAD. Metode yang efektif untuk berhenti merokok
adalah terapi pengganti nikotin dengan menggunakan antidepresan oral bupropion. Pada
penderita hipertensi, penggunaan ACEi dapat memberikan outcome yang diinginkan.
Obat untuk PAD meliputi antiplatelet, cilostazol, pentoxifylline, ethaverine,
dan prostacyclin. Aspirin dengan dosis 80 325 mg/hari direkomendasikan untuk semua
individu diabetes dengan umur 21 tahun. Clopidogrel, antagonis reseptor adenosine
difosfat memiliki aktivitas antiplatelet ampuh. Clopidogrel vs aspirin pada pasien dengan
risiko iskemik menunjukan risiko PAD 23,8% lebih besar pada pasien yang mengkonsumsi
aspirin dibanding dengan pasien yang mengkonsumsi clopidogrel.
Cilostazol adalah turunan quinolone yang menghambat phosphodiesterase III,
sehingga mengurangi degradasi adenosine monofosfat dan meningkatkan konsentrasi
trombosit dan pembuluh darah sehingga penghambatan agregasi platelet dan menyebabkan
vasodilatasi. Dosis yang dianjurkan adalah 50 mg PO dua kali sehari.
Pentoxifylline adalah analog teofilin dan phosphodiesterase inhibitor, terbukti
meningkatkan aliran darah di daerah iskemik dengan mengurangi kekentalan darah utuh
dan dapat meningkatkan fleksibilitas sel darah merah. Dosis yang dianjurkan 400mg
Ethaverine merupakan vasodilator perifer oral yang memiliki indikasi untuk insufisiensi
vascular perifer dengan spasme arteri. Ethaverine menyebabkan relaksasi otot polos,
dengan dosis 100-200 mg.
Naftidrofuryl merupakan vasodilator perifer yang dapat meningkatkan secara
signifikan kapasitas fungsional seorang pasien yang mengalami intermittent claudication
(rasa sakit dan / atau kram di tungkai bawah akibat kurangnya aliran darah ke otot-otot).
Obat ini diberikan pada dosis 200 mg TDS dan menunjukkan dapat mengurangi rasa sakit
atau nyeri pada saat berjalan sebanyak 37% dibandingkan dengan placebo.

Trafermin merupakan Angiogenic growth factors. Obat ini merupakan sebuah


rekombinan dari Beta Fibroblast Growth Factor (BFGF). Obat ini meningkatkan proteksi
terhadap neuron-neuron dari kerusakan akibat dari stroke termasuk kekurangan oksigen
dan glukosa. Obat ini diberikan menggunakan infuse selama 8 atau 24 jam.
Nicotinic acid derivatives merupakan terapi ajuvan ( merupakan pengobatan yang
ditambahkan untuk meningkatkan efektivitas terapi primer ) untuk peripheral vascular
disease. Nicotinic acid merupakan agen vasodilator dan berguna pada kondisi
vasospastic. Rekomendasi penggunaan dosis adalah 100-150 mg PO, diberikan sebanyak
3-5 kali sehari.
Ginkgo Biloba (Indigenous drugs )merupakan produk herbal atau dietary
supplement. Obat ini dapat mengurangi rasa sakit atau nyeri pada pasien dengan PVD
atau klaudaksio saat berjalan. Pengobatan dengan obat ginkgo biloba harus bersamaan
dengan terapi fisik, obat ini harus di berikan dengan total dosis 120-160 mg per hari
peroral dan dibagi dalam 2-3 kali dosis. Efek samping menggunakan obat ini adalah
anaphylactic shock, bleeding, seizures dan oedema.
Revascularisasi dari ischaemic limb menunjukkan adanya rasa sakit, ulceration
atau lokalisasi gangrene (fontaine stage III and IV). Revascularisasi ini bisa didapatkan
dengan cara surgery (peripheral bypass atau endarterectomy), atau karena adanya
angioplasty. Kedua hal ini dilihat bukan sebagai penyelesaian tetapi dapat dilihat sebagai
terapi komplementer. Pada umumnya, angioplasty berada di arteri besar (aorta, iliac) dan
arteri kecil, dimana bypass bekerja lebih baik pada keadaan tersumbat pada jangka waktu
lama dan pada femoral atau penyakit distal. Bypass dapat menjaga atau menghindari dari
amputasi kaki.
f.) Monitoring
Alasan utama untuk mendiagnosa PAD adalah agar dapat memulai terapi
sehingga dapat menurunkan risiko atherothombotik, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi kecacatan. Fontaine tahap I adalah orang yang memiliki PAD tapi
asimptomatik, tahap IIa dan IIb termasuk pasien dengan gejala ringan dan sedang sampai
berat. Fantaine tahap III adalah orang-orang yang nyeri saat istirahat. Fontaine stadium
IV adalah pasien dengan ulserasi distal dan gangrene. PAD juga dapat didiagnosis

noninvasively dengan teknik penggambaran yang disebut magnetic resonance


angiography (MRA) atau dengan computed tomography (CT) angiografi.

DISLIPIDEMIA

Dislipidemia didefinisikan sebagai peningkatan kolestrol total,kolestrol LDL, atau trigliserida;


kolestrol

HDL;

maupun

kombinasi

dari ketidaknormalan

tersebut.

dideskripsikan sebagai suatu peningkatan konsentrasi makromolekul

Hiperproteinemia
lipoprotein yang

mengangkut lipid dalam plasma. (Dipiro, 2008)


Peningkatan kolesterol VLDL yang menyebabkan kolesterol LDL menjadi lebih
aterogenik merupakan dislipidemia utama pada sindrom metabolik dan juga pada DM tipe 2.
Peningkatan TG dan penurunan konsentrasi kolesterol HDL ditemukan pada sekitar 50%
penderita DM tipe 2. Pasien dengan DM tipe 1 yang terkontrol konsentrasi gula darahnya juga
berpotensi mengalami perubahan aterogenik dari partikel LDL walau mempunyai konsentrasi
kolesterol LDL dan TG di bawah normal. Profil lipid yang normal pada pasien DM tipe 1
berhubungan dengan aktivasi lipoprotein lipase akibat terapi insulin. Strategi pengobatan pasien
sindrom metabolik dan DM tipe 2 mengikuti tatalaksana dislipidemia bagi pasien risiko tinggi
dan sangat tinggi. Mengingat kelemahan studi yang menyatakan intervensi gaya hidup secara
intensif gagal menurunkan kejadian kardiovaskular pada pasien DM tipe 2 dengan obesitas,
maka terapi intervensi gaya hidup untuk memperbaiki profil lipid aterogenik direkomendasikan
bagi semua pasien dengan sindrom metabolik dan DM tipe 2.
Terapi Farmakologi
1.

Statin (inhibitor HMG-CoA reduktase)

Statin adalah obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan kolesterol LDL dan terbukti
aman tanpa efek samping yang berarti. Selain berfungsi untuk menurunkan kolesterol LDL,
statin juga mempunyai efek meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan TG. Berbagai jenis
statin dapat menurunkan kolesterol LDL 18-55%, meningkatkan kolesterol HDL 5-15%, dan
menurunkan TG 7-30%. Cara kerja statin adalah dengan menghambat kerja HMG-CoA
reduktase. Efeknya dalam regulasi CETP menyebabkan penurunan konsentrasi kolesterol LDL
dan VLDL. Di hepar, statin meningkatkan regulasi reseptor kolesterol LDL sehingga
meningkatkan pembersihan kolesterol LDL. Dalam keadaan hipertrigliseridemia (tidak berlaku
bagi normotrigliseridemia), statin membersihkan kolesterol VLDL. Mekanisme yang

bertanggungjawab terhadap peningkatan konsentrasi kolesterol HDL oleh statin sampai sekarang
belum jelas.88 Studi awal yang menggunakan statin untuk menurunkan kolesterol LDL
menunjukkan penurunan laju PJK dan mortalitas total serta berkurangnya infark miokard,
prosedur revaskularisasi, stroke, dan penyakit vaskular perifer. Statin hendaknya diresepkan
sampai dosis maksimal yang direkomendasikan (Tabel 5) atau yang dapat ditoleransi untuk
mencapai target kolesterol LDL.
2. Inhibitor absorpsi kolesterol
Ezetimibe merupakan obat penurun lipid pertama yang menghambat ambilan kolesterol dari diet
dan kolesterol empedu tanpa mempengaruhi absorpsi nutrisi yang larut dalam lemak. Dosis
ezetimibe yang direkomendasikan adalah 10 mg/hari dan harus digunakan bersama statin,kecuali
pada keadaan tidak toleran terhadap statin, di mana dapat dipergunakan secara tunggal. Tidak
diperlukan penyesuaian dosis bagi pasien dengan gangguanhati ringan atau insufisiensi ginjal
berat. Kombinasi statin dengan ezetimibe menurunkan kolesterol LDL lebih besar daripada
menggandakan dosis statin yang berarti dari pemakaian ezetimibe.105-107 Sebelum ada hasil
studi klinis yang lengkap, ezetimibe yang dikombinasikan dengan statin direkomendasikan
sebagai obat penurun kolesterol LDL lini kedua jika target tidak tercapai dengan statin dosis
maksimal. Pemakaian ezetimibe tunggal atau kombinasinya dengan bile acid sequestrant atau
asam nikotinat dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak toleran terhadap statin.
3. Bile acid sequestrant
Terdapat 3 jenis bile acid sequestrant yaitu kolestiramin, kolesevelam,dan kolestipol. Bile acid
sequestrant mengikat asam empedu (bukan kolesterol) di usus sehingga menghambat sirkulasi
enterohepatik dari asam empedu dan meningkatkan perubahan kolesterol menjadi asam empedu
di hati. Dosis harian kolestiramin, kolestipol, dan kolesevelam berturutan adalah 4-24 gram, 5-30
gram, dan 3,8-4,5 gram. Penggunaan dosis tinggi (24 g kolestiramin atau 20 g of kolestipol)
menurunkan konsentrasi kolesterol LDL sebesar 18-25%. Bile acid sequestrant tidak mempunyai
efek terhadap kolesterol HDL sementara konsentrasi TG dapat meningkat.
4. Fibrat
Fibrat adalah agonis dari PPAR-. Melalui reseptor ini, fibrat menurunkan regulasi gen apoC-III
serta meningkatkan regulasi gen apoA-I dan A-II. Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan
peningkatan katabolisme TG oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan kolesterol
VLDL, dan meningkatnya pembersihan kilomikron.

5. Asam nikotinat (niasin)


Asam nikotinat menghambat mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan lemak perifer ke hepar
sehingga sintesis TG dan sekresi kolesterol VLDL di hepar berkurang. Asam nikotinat juga
mencegah konversi kolesterol VLDL menjadi kolesterol LDL, mengubah kolesterol LDL dari
partikel kecil (small, dense) menjadi partikel besar, dan menurunkan konsentrasi Lp(a). Asam
nikotinat meningkatkan kolesterol HDL melalui stimulasi produksi apoA-I di hepar. Niasin yang
digunakan saat ini terutama yang berbentuk extended release yang dianjurkan diminum sebelum
tidur malam. Dosis awal yang direkomendasikan adalah 500 mg/hari selama 4 minggu dan
dinaikkan setiap 4 minggu berikutnya sebesar 500 mg selama masih dapat ditoleransi sampai
konsentrasi lipid yang dikehendaki tercapai. Dosis maksimum 2000 mg/hari menurunkan TG 2040%, kolesterol LDL 15-18%, dan meningkatkan konsentrasi HDL 15-35%.
6. Inhibitor CETP
Cholesteryl ester transfer protein berfungsi membantu transfer cholesteryl ester dari kolesterol
HDL kepada VLDL dan LDL yang selanjutnya akan dibersihkan dari sirkulasi melalui reseptor
LDL di hepar. Terapi dengan inhibitor CETP mempunyai efek ganda yaitu meningkatkan
konsentrasi kolesterol HDL dan menurunkan konsentrasi kolesterol LDL melalui reversed
cholesterol transport.

Aritmia

(Goudis, et al., 2015)

A. Pengertian Aritmia
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung
yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. Aritmia timbul akibat
perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium (Gray, Dawkins, Morgan, dan Simpson, 2005).
Aritmia yang tidak diberikan pengobatan dapat mengarah pada pompa jantung, yang akan
menyebabkan kelelahan berlebih, nafas pendek, dan pingsan bahkan hingga masalah jantung
berat. Terdapat 2 macam aritmia secara umum :
a) Bradikardi
Ketika detak jantung terlalu lambat (kurang dari 60 beats/minute). Bila jantung berdenyut
terlalu lambat, maka jumlah darah yang mengalir di dalam sirkulasi menjadi berkurang, sehingga
kebutuhan tubuh tidak terpenuhi. Hal ini akan menimbulkan gejala seperti mudah capek,
kelelahan yang kronis, sesak, keleyengan bahkan sampai pingsan. Yang berbahaya, bila jumlah
darah yang menuju otak menjadi berkurang bahkan minimal sehingga terjadi pingsan atau
perasaan melayang. Pada keadaan yang lebih parah dapat menyebabkan stroke.
b) Takikardi
Ketika detak jantung terlalu cepat (lebih dari 100 beats/minute). Bila jantung berdenyut
terlalu cepat maka jantung akan mengalami kelelahan dan akan menimbulkan gejala-gejala
berdebar yang biasanya disertai perasaan takut karena debaran jantung yang begitu cepat (sampai
lebih dari 200 kali permenit). Pada keadaan yang ekstrim dimana bilik jantung berdenyut sangat
cepat dan tidak terkendali, maka terjadi kegagalan sirkulasi darah yang bila dilakukan
pertolongan cepat dengan kejut listrik (DC shock) dapat mengakibatkan kematian.
B. Terapi Aritmia
Terapi Non-Farmakologi
1) Mengurangi/tidak sama sekali mengkonsumsi rokok
2) Mengurangi pengunaan garam dalam makanan baik secara individu maupun di tempat
makan atau restoran
3) Mengurangi konsumsi gula dan lemak
4) Meningkatkan aktivitas olahraga sesaui kemampuan fisik untuk memulihkan fisik,
mental, sosial serta vokasional seseorang seoptimal mungkin.
5) Memeriksakan tekanan darah, glukosa darah , dan lipid secara teratur.

6) Menjauhkan diri dari tekanan psikologis, sosial, dan fisik serta memperpanjang masa
istirahat.
Terapi Farmakologi
Tujuan terapi : tujuan terapi yang diinginkan tergantung pada aritmia yang
mendasari. Contohnya, tujuan mengobati AF (atrial fibralasi) yaitu memulihkan irama
sinus, mencegah komplikasi tromboemboli, dan mencegah kekambuhan lebih lanjut
(Dipiro, 2012).

(Dipiro, 2012)

(Dipiro, 2012)

Obat Diabetes Bagi Pasien Diabetes disertai Komplikasi Aritmia


No

Golongan Obat

Keterangan

Thiazolidinedion (TZD)

Agen penurun glukosa yang dapat


mengurangi resistensi insulin sembari
mengeluarkan sifat anti-infammasi dan
antioksidan. Sifat ini dapat menurunkan
resiko atrial fibralasi dan mencegah terjadinya
kekambuhan. TZD juga sering dikaitkan
dengan retensi cairan sehingga tetap tidak
boleh digunakan pada pasien diabetes yang
menderita gagal jantung (Langtved, et al.,
2015).

ACE-I - ARB

Terapi dengan ARB dapat menurunkan


aktivitas sistem aldosterone renin-angiotensin,
di mana resiko perkembangan atrial fibralasi
dan gagal jantung pada pasien diabetes
menjadi berkurang (Langtved, et al., 2015).

Biguanid (Metformin)

Dalam sebauh studi cohort oleh Chang, et. al.


(2014), metformin dapat menurunkan resiko
atrial fibralasi dengan ratio hazard sebesar
0,81.

NOACs (Novel Oral Anticoagulans)

Pasien diabetes yang menderita atrial fibralasi


meningkatkan resiko stroke iskemik, sehingga
antikoagulan dapat diberikan sebagai
perlindungan bagi kardiovaskular pasien.
Antagonis Vitamin K seperti warfarin telah
menjadi prosedur standar bagi pasien AF
(Langtved, et al., 2015).

Sulfonilurea

Sulfonilurea generasi kedua dilaporkan dapat


mengurangi resiko aritmia jika dibandingkan
sulfonilurea generasi pertama, walaupun
perbedaan di antara keduanya tidak berbeda
secara signifikan (Rana, et al., 2005).

Insulin

Insulin dilaporkan dapat mencegah aritmia


ventricular pada tahap awal MI akut.

Peningkatan penggunaan asam lemak bebas


(FFA) selama masa iskemik menyebabkan
akumulasi metabolit FFA beracun yang dapat
menyebabkan kerusakan membran dan
memicu aritmia. Insulin dapat meningkatkan
oksidasi glukosa dan dapat melindungi sel-sel
miokard dengan mengurangi FFA serta
membuat glukosa lebih sebagai bahan baku
energi. Muller, et al., menunjukkan bahwa
insulin dapat meningkatkan kinerja miokard
dan kontraktilitas dalam hati tikus setelah
iskmeia secara signifikan (Rana, et al., 2005).
7

DPP-4 inhibitor

DPP-4 inhibitor juga memiliki sifat


kardioprotektif selain sebagai agen penurun
glukosa darah. DPP-4 inhibitor mampu
meningkatkan fungsi ventrikel kiri dan
penurunan ukuran infark dengan memberikan
efek antioksidan bersamaan dengan efek
antihiperglikemi (Chattipakorn, Chattipakorn,
dan Apaijai, 2016).

DAFTAR PUSTAKA
AACE, 2013, American Association Of Clinical Endocrinologistscomprehensive Diabetes
Management Algorithm 2013 Consensus Statement, Endocrine Practice Vol 19 (Suppl 2)
May/June. Pp.1-48
ADA/EASD, 2012, Management of hyperglycaemia in type 2 diabetes: a patient-centered
approach, Position statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European
Association for the Study of Diabetes (EASD), DOI 10.1007/s00125-012-2534.
American Diabetes Association (ADA), 2013, Standards of Medical Care in Diabetes-2013,
http://care.diabetesjournals.org/content/36/Supplement_1/S11.full.pdf+html, diakses tanggal
27 Februari 2016.
Bare&Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Ed 8, EGC, Jakarta.
Chang S-H, Wu L-S, Chiou M-J, et al. Association of metformin with lower atrial fibrillation
risk among patients with type 2 diabetes mellitus: a population-based dynamic cohort and in
vitro studies. Cardiovasc Diabetol 2014;13
Chattipakorn, N., Chattipakorn, S.C., Apaijai, N., 2016, Dipeptidyl peptidase-4 inhibitors and the
ischemic heart : Additiona; benefits beyond glycemic control, International Journal of
Cardiology, 202:415-416
Chaturvedi, M., 2010, Peripheral Vascular Disease a Physicians Perspective, JIACM, 11(1),
Pp.40-5.
Corwin, Elizabeth J, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa: Brahm U. P., Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus,
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//123456789/1358/1/BK2008-Sep13.pdf,
diakses tanggal 26 Februari 2016.
Dipiro, J.T., et al., 2008, Pharmacotherapy Principles Practise, Seventh edition, Mc-Graw
Hill.Inc, USA, pp.1210, 1221-1222.
Dipiro, J.T., et al., 2012, Pharmacotherapy Handbook, 9th Ed., Mc-Graw Hill.Inc, USA, pp. 5253, 55
Direktorat Bina Farmasi Kominitas dan Klinik, 2005, Pharmaceutical care untuk penyakit
Diabetes
Melitus,
Departemen
Kesehatan
RI,
http://binfar.kemkes.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/02/PC_DM.pdf ,diakses tanggal 27
Februari 2016.

Goudis, et.al., 2015, Diabetes mellitus and fibrillation : Pathophysiological mechanism and
potential upstream therapies, International Journal of Cardiology, 184 : 617-622
Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., Simpson, I.A., 2005, Lecture Notesl; Kardiologi,
Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta, p. 109
GroupHealth, 2013, Type 2 Diabetes: Screening and Treatment Guidelines, ..ghc.org/allsites/guidelines/diabetes2.pdf, diakses tanggal 26 Februari 2016.
Hennion,
D.R.,
2013,
Diagnosis
and
Treatment
Arterial Disease, American Family Physician, Vol. 88, p.303.

of

Peripheral

Langtved, et al., 2015, Management and prognosis of atrial fibrillation in the diabetic patient,
Expert Rev. Cardiovasc. Ther., 13(6), 643-651.
Lilly, L.S., Williams, G.H., Zamani, P., 2007. Hypertension. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology
th
of Heart Disease, 4 ed, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Marso, S.P, 2006, Peripheral Ae=rterial Disease in Patients With Diabetes, Jaac, Vol.47, p.923.
Rana, et al., 2005, Effect of diabetes mellitus and its treatment on ventricular arrhythmias
complicating acute myocardial infarction, Diabetic Medicine, 22, 576-582.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume
8, Edisi 2. Alih Bahasa: dr. H.Y., Kuncara, Jakarta: EGC
Society of Interventional Radiology, 2016, Peripheral Arterial Disease (-AD),
http://www.sirweb.org/patients/peripheral-arterial-disease/, diakses pada tanggal 25 Februari
2016.
World Health Organization (WHO). 2005. Global Burden of Coronary Heart Disease,
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/, diakses tanggal 27 Februari 2016.

Anda mungkin juga menyukai