Referat Anestesi Ziah
Referat Anestesi Ziah
analgesic
and
anesthetic
agents.
Calming
the
patient
Balans anesthesia
Anestesi balans adalah salah satu metode pemberian anestetik yang paling sering
digunakan. Pada metode ini akan didapatkan trias anestesia, yaitu :
Sedasi (hipnosis)
Analgesia (bebas dari nyeri)
Relaksasi otot
Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan
mempermudah tindakan pembedahan. Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi
modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan
menggabungkan berbagai macam obat. Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran). Analgesia didapat dari N2O dan analgetika narkotik. Sedangkan
relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant).
Sejarah dari Ether (DIETHYL ETHER)
Eter adalah zat yang mula-mula disiapkan oleh Valerius cordus (1540) dengan nama
sweet oil of vitril. Unggas-unggas menjadi tertidur dan bangun kembali dengan selamat setelah
diberi zat tersebut oleh Paracelcus. Zat tersebut diberi nama aether oleh Frobenius dalam bahasa
Yunani berarti sinar atau membakar. Di dalam klinik pertama kali dipakai untuk ekstraksi gigi
oleh W.E. Clarke dari Rochester (1842) dan Crawford Long dari Georgia (1842), tetapi tidak
dipublikasikan. Demonstrasi pemakaian ether untuk operasi dilakukan oleh W.T.G. Morton dari
Boston (1842). Obat ini digunakan secara rutin di Amerika. Posisi ini kemudian digantikan
dengan cyclo propane (1930). (2)
Sejak pembedahan dilakukan terpusat di Instalasi Bedah Sentral (1984), RSUP Dr.
Kariadi tidak menggunakan ether karena mudah terbakar. Sedangkan pembedahan banyak
dilakukan menggunakan cauter yang menimbulkan percikan api. Sebelum itu sebagian besar
tindakan anestesi inhalasi di RSUP Dr. Kariadi menggunakan ether.(2)
Penggunaan Klinik
Eter bisa digunakan sebagai obat tunggal dalam anestesia, karena mempunyai khasiat yang
lengkap pada trias anestesia. Untuk mengurangi dosis yang diberikan, bisa dikombinasikan
dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi sebagai komponen relaksasi otot, sehingga stadium
yang diperlukan cukup sampai stadium analgesia.Untuk mengubah cairan eter menjadi uap,
diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus eter, seperti sungkup muka Schimmel busch (untuk
metode tetes terbuka), E.M.O inhaler dan lainnya. Pada saat ini, eter tidak digunakan lagi secara
luas di instalasi bedah sentral karena beberapa alasan antara lain, eter mudah meledak, bau yang
menyengat dan tersedianya banyak pilihan obat-obat anestesia. Eter hanya digunakan dibeberapa
pusat pendidikan sebagai pelengkap dalam proses belajar-mengajar.
Dosis
Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 10-15 vol
%, sedangkan untuk nafas kendali, berkisar antara 2,0-4,0 vol% pada alat penguapE.M.O inhaler.
Kontra indikasi
Eter tidak dianjurkan pada pasien yang menderita gangguan fungsi respirasi, hati,
gangguan irama jantung dan kencing manis.
Keuntungan Dan Kelemahan
Keuntungannya
adalah
produksinya
didalam
negeri,
mudah
diperoleh,
segera diakhir. Keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan premedikasi yang adekuat,
persiapan psikologi penderita dan induksi yang halus dan tepat.
Stadium III
Stadium III disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai paralise otot nafas.
Dibagi menjadi 4 plana:
Plana I : Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata. Ditandai dengan nafas teratur,
nafas torakal sama dengan abdominal. Gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, refleks
cahaya (+), lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah menghilang, tonus otot menurun.
Plana II : Dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot interkostal.
Ditandai dengan pernafasan teratur, volume tidal menurun,dan frekwensi nafas meningkat, mulai
terjadi depresi nafas torakal, bola mata berhenti, pupil mulai melebar dan refleks cahaya
menurun, refleks kornea menghilang dan tonus otot semakin menurun.
Plana III : Dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot interkostal.
Ditandai dengan pernafasan abdominal lebih dominan dari torakal karena terjadi paralisis otot
interkostal, pupil makin melebar, dan refleks cahaya menjadi hilang, lakrimasi negatif, refleks
laring dan peritoneal menghilang, tonus otot makin menurun.
Plana IV : Dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma. Ditandai dengan
paralise otot interkostal, pernafasan lambat, irregular dan tidak adekwat, terjadi jerky karena
terjadi paralise diafragma. Tonus otot makin menurun sehingga terjadi flaccid, pupil melebar,
refleks cahaya negatif, refleks sfingter ani negatif.
Stadium IV
Dimulai dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian.Juga disebut stadium overdosis atau
stadium paralisis. Ditandai dengan hilangnya semua refleks, pupil dilatasi, terjadi respiratory
failure dan diikuti dengan circulatory failure.(2)
Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus dan darah vena.
Dalam sirkulasi, sebagian zat anestetika diserap jaringan dan sebagian kembali
melalui vena.
Koefisien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat anestetika dalam darah terhadap
konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang.
C. Faktor Jaringan
Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan jaringan
Curah jantung, semakin tinggi curah jantung, semakin lambat induksi dan
pendalaman anestesia
Suhu, semakin turun suhu, semakin larut zat anestesia sehingga pendalaman anestesia
semakin cepat.(4,5)
METODE ANESTESI UMUM
I.
Parenteral
Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun
intramuskular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi
anestesia.
II.
Perektal
7
Metode ini sering digunakan pada anak, terutama untuk induksi anestesia maupun
tindakan singkat.
III.
Perinhalasi
Yaitu menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent)
dan diberikan dengan O2. Konsentrasi zat anestetika tersebut tergantunug dari
tekanan parsialnya; zat anestetika disebut kuat apabila dengan tekanan parsial yang
rendah sudah mampu memberikan anestesia yang adekuat.(5)
Kelebihan TIVA:
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih
akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan
nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.(6,7)
Indikasi dilakukan TIVA:
Induksi
Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Cara-cara induksi dapat
dikerjakan dengan cara:
1) Induksi intravena
a) Tiopental (pentotal, tiopental) dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna
kuning, berbau belerang, biasanya dalam ampul 500mg atau 1000mg. Sebelum
digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1ml=25mg). tiopental
hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg dan disuntikkan
perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan pH 1011, sehingga suntikan keluar vena akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri
akan menyebabkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan sekitar. Kalau hal ini terjadi
dianjurkan memberikan suntikan infiltrasi lidokain.9
b) Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai,
2,25% gliserol dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan
oleh GABA. Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna
putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg dan mudah. Propofol
adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu
30-60 detik.(10,11). Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 22,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi
untuk perawatan intesif 0,2 mg/kg. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa
5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 tahun dan pada wanita hamil tidak
dianjurkan. Sebaiknya menyuntikkan obat anestetik ini pada vena besar karena dapat
menimbulkan nyeri pada pemberian intravena2. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun
dosis untuk induksi maupun maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang
diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara
suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberian
harus lebih lambat daripada cara pemberian pada orang dewasa di bawah umur 55 tahun.
Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih
lambat.(10,11)
10
Pada ibu hamil propofol dapat menembus placenta dan dengan cepat masuk ke
dalam janin dan menyebabkan depresi janin. Pada sistem kardiovaskuler menyebabkan
turunnya tekanan darah dan sedikit perubahan pada nadi. Obat ini tidak mempunyai efek
vagolitik, sehingga pernah dilaporkan terjadinya bradikardi sampai asistole pada
pemakaian propofol. Karena itu dianjurkan untuk memberikan anti kolinergik sebelum
pemakaian propofol, khususnya pada keadaan di mana tonus vagal lebih dominan atau
bila propofil dipakai bersama dengan obat-obat penyebab bradikardi. Kontraindikasi :
Penderita yang alergi pada propofol. Preparat : Tersedia dalam ampul yang berisi 20 cc,
tiap cc mengandung 10 mg propofol.(12)
c).
Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturate general anesthesia. Indikasi pemakain
ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan nafas yang sulit, prosedur diagnosis,
tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan operasi sibuk dan asma. Ketamin
(ketalar) kurang digemari untuk induksi anestesia, karena sering menimbulkan takikardi,
hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah,
pandangan kabur dan mimpi buruk.
Dosis :
-
IM
: 4 - 6 mg/kgBB
2 4 mg/kgBB im
Maintenance
Onset :
-
IV : 10 60 detik
IM : 3 20 menit
Preparat :Biasanya dikemas dalam flacon berisi 10 cc larutan ada yang tiap cc mengandung 50
mg dan ada yang 100 mg.(12) Ketamin adalah derivate pencyclidin. Kontra indikasi : hipertensi
yang tak terkontrol, hipertiroid, eklampsi / pre ekampsi, gagal jantung, unstable angina, infark
11
miokard, aneurisma intracranial, toraks dan abdomen, tekanan intracranial tinggi dan perdarahan
serebral, tekanan intra okuler tinggi, trauma mata terbuka
d.)
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid
tidak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien
dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50
mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit(9).
2) Induksi inhalasi
Obat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu
pembedahan adalah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etil-klorida, etilen, divinileter, siklo-propan, trikloro-etilen, iso-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran, isofluran,
desfluran, dan savofluran. Obat-obat ini ditinggalkan, karena efek sampingnya yang tidak
dikehendaki misalnya(9):
a) Eter
b) Kloroform
Analgesia
A. N2O
Nitrous oksida ditemukan oleh Priestley pada tahun 1772, kemudian pada tahun 1779,
oleh Humphrey Davy menyatakan bahwa N 2O mempunyai efek anestesia. Pada tahun 1844
Cotton dan Wells mempergunakannya dalam praktik klinik. Nitrous oksida lebih populer dengan
nama gas gelak. N2O adalah satu-satunya gas inorganik yang masih dipakai dalam praktek
anestesia.
N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih dari
65%) agar efektif. Paling sedikit 20% atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran,
12
karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak dapat
menghasilkan anestesia yang adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain,
meskipun demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik, yaitu
koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi subanestetik, kecilnya
efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan tidak mengiritasi jalan
napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker.
Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian N2O dapat
secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya digunakan. Pemberian
N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain dengan cepat,
oleh karana sifat efek gas kedua dan efek konsentrasi dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat
gas diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas diinhalasi, maka
semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut. Seorang pasien menerima 70-75% N2O
akan menyerap sampai 1.000 ml/menit N2O saat fase awal induksi. Pemindahan volume N2O
dari paru ke darah, menyebabkan aliran gas segar seperti disedot masuk dari mesin anestesi ke
dalam paru-paru, sehingga meningkatkan laju gas lain. Pasien menerima hanya 10-25% N2O,
pengambilan N2O oleh darah hanya 150 ml/menit, hal ini tidak menghasilkan perubahan yang
signifikan pada laju penyerapan agen/gas lain. Efek gas kedua terjadi saat agen inhalasi kedua
diberikan bersama dengan N2O. efek ini berkaiatan dengan pengambilan N2O yang cepat,
sekitar 1.000 ml/menit saat induksi anestesi. Pengambilan cepat volume N2O yang besar,
menmbulkan suatu keadaan vakum di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak gas segar (N2O
bersama dengan agen inhalasi lain) masuk ke dalam paru-paru.
MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar atau lupa
terhadap tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O kira-kira sama
dengan 10 mg morfin.
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum inhalasi
dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan N2O : O2 = 70 : 30 (untuk
pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih banyak),
atau 50 : 50 (untuk pasien yan beresiko tinggi). Oleh karena N 2O hanya bersifat analgesia lemah,
maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obat lain yang berkhasiat sesuai
dengan target trias anestesia yang ingin dicapai(9).
13
B. Narkotik Analgetik
Morfin
Pemberian morfin sebelum timbul rasa nyeri lebih efektif dibandingkan sesudah terjadi
nyeri. Pemberian sebelum anestesi dapat menunda timbulnya nyeri post operatif. Jika dosis
melebihi 15 mg jangan diberikan sekaligus. Untuk anak-anak dosis harus dikurangi.
Dosis yang digunakan untuk pembedahan adalah:
: 10 mg
Morfin dimetabolisir hampir sempurna di dalam hepar oleh enzim glucoronil transferase
menjadi bentuk glucoronid yang mudah larut dalam air. Sekitar 10% mengalami demetilasi
membentuk nor morfin yang inaktif. Pada SSP morfin meningkatkan ambang batas nyeri,
menyebabkan euphoria dan mengantuk.
Indikasi
Nyeri yang berat dan menetap biasanya diberikan analgetik opioid dengan aktivitas
intrinsik yang tinggi, sedangkan nyeri yang intermitten dan tajam tidak terlalu efektif
jika diberikan morfin.
Dapat digunakan pada saat persalinan, tetapi karena melewati barier plasenta, harus
hati-hati terhadap depresi neonatal. Jika terjadi, injeksi naloxone akan membalikkan
efek depresi tersebut.
Efek samping
Hiperaktifias (pada reaksi yang disforik), depresi pernapasan, mual dan muntah,
peningkatan tekanan intrakranial, hipotensi postural yang dicetuskan oleh
hipovolemia, konstipasi, retensio urin, gatal disekitar hidung, urtikaria.
14
Dengan dosis 60 mg dapat menyebabkan henti napas pada pasien non-tolerant. Maksimal dosis
morfin adalah 2000 mg dengan periode 2-3 jam. Sedasi dan efek respiratory dari opioid muncul
setelah beberapa jam obat dihentikan.
Tanda dan gejala dari putus obat adalah rinorea, lakrimasi, menguap, kedinginan,
hiperventilasi, hipertermia, midriasis, nyeri pada otot, muntah, diare, cemas. Biasanya gejala
putus obat dimulai 6-10 jam setelah dosis terakhir. Efek puncak dapat dilihat pada 36-48jam.
Dalam 5 hari, beberapa efek tersebut akan hilang, tetapi beberapa ada yang menetap.(9)
Meperidin/Pethidin
Petidin bekerja pada reseptor opioid terletak di batang otak, amygdala, corpus striatum,
dan hipotalamus. Petidin menghambat impuls dari susunan syaraf dan menghambat transmisi
informasi nosiseptif dari perifer ke medulla spinalis.
Kekuatan analgesinya antara 1/7-1/10 morfin. Analgesi timbulnya 15-20 menit sesudah
pemberian intramuskuler, kadar puncak plasma tercapai dalam waktu 15-60 menit. Lama kerja
sekitar 2-4 jam. Kadar dalam plasma minimal untuk mencapai analgesi bervariasi antar individu,
dengan kadar 0,7 mcg/cc menghasilkan 95% analgesi paska bedah. Pemberian pada dosis
analgesi dapat menimbulkan efek sedasi.
Dosis pemberian pada orang dewasa 1mg/kgBB, pada orang tua dosis perlu dikurangi.
Pada anak kira-kira 0,5 mg/kgBB jika diberikan bersama barbiturate dosis perlu dikurangi
sampai sepertiganya.
Penggunaan yang dianjurkan adalah intramuskuler atau intravena. Jika diberikan secara
subkutan menimbulkan iritasi. Pada pemberian intravena petidin harus diberikan pelan-pelan,
dengan cara diencerkan menjadi larutan 0,02-0,04%.
Fentanil
Merupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi analgesinya antara 75-125 kali
lebih kuat disbanding morfin. Pada balans anestesi, fentanil diberikan dengan loading dose 28g/kgBB dilanjutkan dengan infus kontinyu 0,5-3 g/kgBB/jam. Sebagai obat tunggal unutk
menimbulkan syrgikal anesthesia diperlukan dosis 50-150 g/KgBB iv. Dengan dosis 2-10 g iv
dipakai untuk mencegah gejolak kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi intubasi.
Pada pemberian intravena, mula kerja 30 detik dan mencapai puncak dalam waktu 5
menit, kemudian menurun dengan cepat dalam waktu 5 menit pertama kadarnya berkurang
15
sampai 20%, selanjutnya relatif menurun dengan lambat selama 10 sampai 20 menit.
Kelarutannya dalam lemak tinggi sehingga mudah melewati sawar otak.
Alfentanil, Sufentanil, dan Remifentanil
Kekuatan analgesi alfentanil
: 1/5-1/10 x fentanil
: 5-10 x fentanil
Pada pemberian intravena, alfentanil mempunyai onset yang lebih cepat dibanding
fentanil maupun sufentanil. Remifentanil mempunyai onset secepat alfentanil dan pemulihan
pasien lebih cepat terjadi setelah pemberian dihentikan.
Nalokson
Nalokson adalah antagonis opiate semi sintetis derivate dari thebain. Obat ini tidak
menimbulkan adiksi dan tidak menimbulkan toleransi bila dipergunakan dalam jangka panjang.
Onset pada pemberian intravena antara 1-2 menit, pada pemberian intramuskuler atau subkutan
sekitar 2-5 menit. Masa kerja pada pemberian intravena antara 30-45 menit. Pada pemberian
intramuskuler lebih panjang. Pada pemberian oral dengan cepat akan mengalami inaktivasi
sehingga diperlukan dosis tinggi.
Dosis awal untuk terapi depresi pernafasan pasca operasi akibat agonis opiate untuk
dewasa adalah 0,1-0,2 mg intravena dan 0,005-0,1 mg intravena unutk anak. Seterusnya diulangi
dalam interval waktu antara 2-3 menit sampai didapatkan respon yang dikehendaki(9).
Relaksasi Otot
A. Pelumpuh Otot Depolarisasi
Suksinil kolin
Satu-satunya obat pelumpuh otot depolarisasi yang dipakai adalah suksinilkolin.
Suksinilkolin memiliki 2 ciri unik dan penting, yaitu menyebabkan paralisis yang intens dengan
cepat dan efeknya akan berkurang sebelum pasien yang dipreoksigenasi menjadi hipoksia.
Suksinilkolin 0,5 1 mg/kgBB IV, memiliki onset kerja cepat (30 60 detik) dan durasi kerja
singkat (3 5 menit).
16
Ciri ini membuat suksinilkolin obat yang bermanfaat untuk relaksasi otot untuk
memfasilitasi intubasi trakea. Suksinilkolin memiliki beberapa efek samping yang dapat
membatasi bahkan kontraindikasi pada keadaan tertentu.
Dosis suksinilkolin untuk fasilitasi intubasi trakea adalah 1 mg/kgBB IV. Dosis tersebut
setara untuk 3,5 4 kali ED95. Secara konsep, pemberian dosis 1mg/kgBB pada pasien yang
terpreoksigenasi akan dihubungkan dengan nafas spontan sebelum hipoksemia arteri signifikan.
Pernafasan spontan terjadi dalam 5 menit setelah paralisis akibat pemberian suksinilkolin.
Durasi rata-rata sebelum mencapai 90% tingkat kedutan setelah pemberian 1 mg/kgBB adalah
lebih besar dari 10 menit. Dengan demikian, diperkirakan orang dewasa yang sudah
dipreoksigenasi dapat mengalami 8 menit apnea sebelum saturasi oksigen arteri menurun ke
90%.
Dosis dapat bervariasi antara 0,5 1,5 mg/kgBB, dosis kurang dari 1 mg/kgBB tidak
mempersingkat waktu terjadi pergerakan diafragma atau pernafasan spontan. Selain itu, pada
keadaan di mana blokade saraf-otot penuh sangat diperlukan, dosis 1,5 mg/kgBB masih tepat.
Durasi kerja suksinilkolin yang singkat (3 5 menit) disebabkan hidrolisis oleh
kolinesterase plasma (pseudokolinesterase). Kolinesterase plasma disintesis di hati dan
merupakan glikoprotein tetrametrik mengandung 4 subunit identik dengan masing-masing satu
tempat katalitik aktif. Metabolit suksinilkolin adalah suksinilmonokolin dengan potensi 1/20
1/80 suksinilkolin. Plasma kolinesterase mempengaruhi durasi kerja suksinilkolin karena
memiliki kapasitas yang besar untuk menghidrolisis suksinilkolin dalam waktu singkat sehingga
hanya sedikit fraksi dosis IV awal yang benar-benar mencapai NMJ.
Efek samping yang dapat timbul dengan pemberian suksinilkolin antara lain:
1. Aritmia jantung
2. Hiperkalemia
3. Mialgia
4. Mioglobinuria
5. Peningkatan tekanan intragastrik
6. Peningkatan tekanan intraokuler
7. Peningkatan tekanan intrakranial
17
nondepolarisasi dapat digunakan untuk tujuan ini, tubocurarine dan rocuronium adalah yang
paling baik efikasinya. Karena terdapat antagonisme antara sebagian besar obat nondepolarisasi
dengan fase I blok, dosis suksinilkolin yang berikutnya harus dinaikkan menjadi 1,5 mg/kgBB.
Agen-agen volatil menurunkan kebutuhan dosis obat nondepolarisasi sampai sekitar 15%.
Tingkat augmentasi postsinaptik bergantung pada anestesi inhalasi (desfluran > sevofluran >
isofluran dan enfluran > halotan > N2O/O2/narkotik) dan obat pelumpuh otot yang dipakai
(pancuronium > vecuronium dan atracurium).
Pelepasan histamin dari sel mast dapat berakibat bronkospasme, flushing kulit, dan
hipotensi akibat vasodilatasi perifer. Baik atracurium maupun mivacurium adalah dua agen yang
dapat mencetus pelepasan histamin, khususnya pada dosis yang lebih tinggi. Penyuntikan lambat
dan premedikasi antihistamin H1 dan H2 mengurangi efek samping ini.
Doxacurium, pancuronium, vecuronium, dan pipecuronium sebagian diekskresi oleh
ginjal dan kerjanya lebih panjang pada pasien dengan gagal ginjal. Eliminasi atracurium,
cisatracurium, mivacurium, dan rocuronium tidak bergantung pada fungsi ginjal.(13)
Atracurium
Atracurium adalah kelompok kuartener, struktur benzylisoquinoline membuat cara
degradasi senyawa ini menjadi unik. Obat ini merupakan gabungan dari 10 stereoisomer.
Atracurium dimetabolisme secara ekstensif sehingga farmakokinetiknya tidak bergantung
pada fungsi ginjal dan hati. Sekitar 10% dari obat ini diekskresi tanpa dimetabolisme melalui
ginjal dan empedu. Dua proses terpisah berperan dalam metabolisme. Pertama, hidrolisis ester
yang
dikatalisis
oleh
esterase
nonspesifik,
bukan
oleh
asetilkolinesterase
atau
mencetuskan pelepasan histamin yang bergantung pada dosis terutama pada dosis di atas 0,5
mg/kgBB.
Efek samping kardiovaskuler jarang terjadi kecuali dosis melebihi 0,5 mg/kg diberikan.
Atracurium juga dapat menimbulkan penurunan transien resistensi vaskuler sistemik dan
peningkatan indeks kardiak yang tidak terpengaruh oleh pelepasan histamin. Injeksi lambat
meminimalkan efek ini. Kontraindikasi Atracurium harus dihindari pada pasien dengan asma
karena bronkospasme berat dapat terjadi bahkan pada pasien dengan riwayat asma.(14)
Mivacurium
Mivacurium adalah derivat benzylisoquinoline. Mivacurium, seperti suksinilkolin,
dimetabolisme oleh pseudokolinesterase dan hanya dimetabolisme secara minimal oleh
kolinesterase asli. Hal ini memungkinkan durasi kerja yang diperpanjang pada pasien dengan
kadar pseudokolinesterase rendah atau varian dari gen pseudokolinesterase. Kenyataannya,
pasien yang heterozigot untuk gen atipikal akan mengalami blok 2 kali lebih lama dari durasi
normal, di mana homozigot atipikal akan tetap terparalisis selama berjam-jam. Homozigot
atipikal tidak dapat memetabolisme mivacurium sehingga blokade saraf-otot dapat berlangsung
selama 3 4 jam. Antagonisme farmakologis dengan inhibitor kolinesterase akan mempercepat
pembalikan blokade mivacurium tepat saat respons terhadap stimulasi saraf menjadi nyata.
Edrophonium membalikkan blokade mivacurium lebih efektif dibanding neostigmine
karena neostigmine menghambat aktivitas kolinesterase plasma. Meskipun metabolisme dan
ekskresi mivacurium tidak bergantung pada ginjal atau hati, durasi kerja akan memanjang pada
pasien dengan gagal ginjal atau hati atau pada pasien yang hamil atau postpartum sebagai akibat
dari kadar kolinesterase plasma yang menurun. Dosis intubasi mivacurium adalah 0,15 0,2
mg/kg. Infus menetap untuk relaksasi intraoperatif bervariasi sesuai kadar pseudokolinesterase
tapi dapat diinisiasi 4 10 g/kg/min. Anak-anak membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari pada
orang dewasa jika dosis dihitung berdasarkan berat badan, namun tidak demikian bila
berdasarkan luas permukaan tubuh. Mivacurium dapat bertahan selama 18 bulan bila disimpan
pada suhu ruangan.
Mivacurium melepas histamin dalam jumlah yang sama banyak dengan atracurium. Efek
samping kardiovaskuler dapat diminimalkan dengan injeksi lambat selama 1 menit. Namun,
pasien dengan penyakit jantung dapat mengalami penurunan tekanan darah signifikan yang
20
meskipun jarang dapat terjadi setelah pemberian dosis lebih besar dari 0,15 mg/kg dengan
suntikan lambat. Waktu onset mivacurium sama dengan atracurium (2-3 menit). Keuntungan
utamanya adalah durasi kerjanya yang singkat (20 30 menit), yang masih 2 hingga 3 kali lebih
lama dibanding blok fase I suksinilkolin, namun setengah dari durasi atracurium, vecuronium,
atau rocuronium.
Pada anak-anak onset lebih cepat dan durasi kerja lebih singkat. Meskipun pemulihannya
cepat, dalam pemberian mivacurium semua pasien harus dimonitor untuk menentukan apakah
pembalikan farmakologis diperlukan. Durasi kerja mivacurium yang pendek cukup nyata
memanjang dengan pemberian pancuronium.(12)
Pancuronium
Pancuronium memiliki cincin steroid yang ditempati dua molekul asetilkolin yang
termodifikasi (pelumpuh otot biskuartener).
Pancuronium dimetabolisme (deasetilisasi) oleh hati dalam batas tertentu. Produk
metaboliknya memiliki aktivitas blokade saraf-otot. Ekskresi terutama melalui ginjal (40%),
meskipun sebagian dari obat dibersihkan oleh empedu (10%). Eliminasi pancuronium lambat dan
efek blokade saraf-otot diperpanjang oleh gagal ginjal. Pasien dengan sirosis butuh dosis inisial
yang lebih besar karena ada peningkatan volume distribusi tapi membutuhkan dosis rumatan
yang lebih rendah karena penurunan klirens plasma.
Dosis 0,08 0,12 mg/kg pancuronium memberikan relaksasi yang adekuat untuk intubasi
dalam 2 3 menit. Relaksasi intraoperatif dicapai dengan memberikan 0,04 mg/kg dosis inisial
diikuti dengan dosis 0,01 mg/kg setiap 20 40 menit.
Anak anak perlu dosis pancuronium yang lebih tinggi. Pancuronium tersedia dalam
larutan 1 atau 2 mg/mL dan disimpan pada suhu 28C tapi stabil sampai 6 bulan pada suhu
ruangan.
Efek kardiovaskuler disebabkan oleh kombinasi blokade vagal dan stimulasi simpatis.
Stimulasi simpatis adalah kombinasi stimulasi ganglionik, pelepasan katekolamin dari ujung
saraf adrenergik, dan penurunan pengambilan kembali katekolamin. Pancuronium harus
diberikan dengan hati-hati pada pasien yang dengan peningkatan denyut jantung akan
menimbulkan gangguan (misal penyakit arteri koronari, stenosis hipertrofik subaortik idiopatik).
21
22
Hingga dosis 0,28 mg//kg, vecuronium tidak memiliki efek kardiovaskuler. Potensiasi
bradikardia yang diinduksi opioid dapat diamati pada beberapa pasien.
Meskipun bergantung pada ekskresi bilier, durasi kerja vecuronium biasanya tidak
memanjang dengan signifikan pada pasien dengan sirosis, kecuali diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi 0,15 mg/kg.(14)
KESIMPULAN
Anestesi balans adalah salah satu metode pemberian anestetik yang paling sering
digunakan. Pada metode ini akan didapatkan trias anestesia, yaitu sedasi, analgesia, relaksasi
otot. Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini menggunakan
obat-obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam
obat. Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran).
Analgesia didapat dari N2O dan analgetika narkotik. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari
obat pelemas otot (muscle relaxant).
Induksi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Berdasarkan caranya, induksi dibagi
secara intravena (thiopental, propofol, ketamin, opioid) dan secara inhalasi (N 2O). Masingmasing golongan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing karena berbedanya cara
kerja dan juga cara kerja dan juga cara perlakuannya oleh tubuh.
N2O merupakan analgesia lemah, maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan
dengan obat lain yang berkhasiat sesuai dengan target trias anestesia yang ingin dicapai.
Narkotik analgetik mempunyai sifat analgetik yang kuat sehingga dipakai untuk menghilangkan
nyeri. Narkotik analgetik dibedakan dalam 3 golongan yaitu narkotik alami, narkotik semi
sintetis, dan narkotik sintesis.
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat pelumpuh otot sendiri dibagi menjadi dua
golongan besar yaitu golongan depolarisasi dan non-depolarisasi. Masing-masing golongan
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing karena berbedanya cara kerja dan juga
cara kerja dan juga cara perlakuannya oleh tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Nissl,
Jan.
Intravenous
Medication
for
Anesthesia.
Available
2010,
Farmakologi
Obat
Pelumpuh
Otot,
Dalam
24
25