Anda di halaman 1dari 31

Analisis Pengaruh Restrukturisasi Pinjaman dan Kapasitas Fiskal Terhadap Kinerja

Pembayaran Pinjaman Pemerintah Daerah


ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh faktor-faktor Restrukturisasi Pinjaman
dan Kapasitas Fiskal yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum,
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Belanja Pegawai dan Kemiskinan terhadap Kinerja
pembayaran Pinjaman Daerah. Kebijakan Restrukturisasi Pinjaman dilaksanakan pada tahun
2008.
Teknik analisis dengan regresi berganda menggunakan Partial Least Square (PLS) data
panel dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2013. Pemilihan data untuk membandingkan
kondisi pinjaman 5 tahun sebelum dan 5 tahun sesudah restrukturisasi pinjaman. Data panel
terdiri dari 45 Kabupaten/Kota yang memiliki pinjaman dalam restrukturisasi.
Hasilnya menunjukkan bahwa secara simultan Kapasitas Fiskal dan Restrukturisasi
pinjaman berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pembayaran Pinjaman Pemerintah Daerah.
Secara parsial faktor-faktor kapasitas fiskal menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah,
Dana Bagi Hasil, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, Belanja Pegawai berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pembayaran pinjaman sedangkan Dana Alokasi Umum dan
Kemiskinan tidak berpengaruh terhadap kinerja pembayaran pinjaman. Dari hasil penelitian
Nilai determinan R2 = 0,469 menunjukkan bahwa hubungan variabel dependen dan
independen dalam penelitian ini hanya dapat menjelaskan sebesar 46.9%, sedangkan sisanya
sebesar 53.1% merupakan kontribusi dari variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian
ini.
Kata Kunci: Kapasitas Fiskal, Restrukturisasi Pinjaman, Kinerja Pembayaran Pinjaman.

This study analyzes how the effect of factors of Fiscal Capacity namely own-source revenues
(PAD), shared revenues (DBH), General Allocation Fund (DAU), Other Legal Local
Revenues (LP), personnel Expenditure, Poverty and Debt Restructuring to Local Government
debt repayment performance. Debt Restructuring policies implemented in 2008.
The Technique of analysis with multiple regression analysis using the Partial Least Square
(PLS) panel data from 2003 until 2013. The selection of data aimed to compare the condition
of the loan five years before and five years after the debt restructuring policy. Data panel
composed of 45 Local Government that have debt restructuring.

The results of this study show that simultaneously the Fiscal Capacity and Debt Restructuring
significantly have effect the Local Government Debt Repayments performance. Partially,
fiscal capacity factors indicate that PAD, DBH, Other Legal Local Revenues, personnel
expenditures have a significant effect on the Local Government debt repayment performance.
While DAU and Poverty have not affect the Local Government debt repayment performance.
From this results determinant Value R2 = 0.469 indicates that the relationship between
dependent and independent variables in this study only explained 46.9% of the models, while
the remaining 53.1% is the contribution of other variables that are not explained in this study.

Keywords: Fiscal Capacity, Debt Restructuring, Local Government Debt Repayment


Performance.
PENDAHULUAN
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang menyebabkan daerah menerima sejumlah
uang atau menerima keuntungan yang bernilai uang dari pihak luar sehingga daerah tersebut
dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman daerah merupakan salah satu
alternatif sumber pembiayaan dan merupakan inisiatif daerah dalam rangka melaksanakan
kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Pemerintah Daerah tidak dapat mengajukan pinjaman langsung ke luar negeri, namun
harus melalui Pemerintah Pusat (on-Lending). Pemerintah Daerah dapat meneruskan
pinjaman pinjaman daerah sebagai hibah, pinjaman, dan/atau penyertaan modal kepada
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dalam rangka melakukan pinjaman, Pemerintah
Daerah harus memperhatikan batas defisit anggaran dan batas maksimal kumulasi pinjaman
daerah yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Persyaratan pinjaman dari Pemerintah Pusat sesuai Bab III, pasal 15, Peraturan
Pemerintah Nomor 30 tahun 2011 adalah sebagai berikut:
1. Jumlah sisa pinjaman pemerintah daerah ditambah jumlah pinjaman yang diajukan tidak
melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum anggaran tahun sebelumnya.
2. Rasio kemampuan keuangan pemerintah daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt
Service Coverage Ratio/DSCR) sedikitnya 2,5 memperhatikan perkembangan ekonomi
nasional dan kapasitas fiskal daerah.
3. Tidak mempunyai tunggakan pinjaman yang berasal dari Pemerintah Pusat.
4. Pinjaman Pemerintah Daerah harus dengan persetujuan DPRD.
Menurut Davey (1983) dalam Elmi (2002) beberapa tujuan pemerintah daerah
melakukan pinjaman adalah:
1

1. Untuk menutup defisit keuangan jangka pendek;


2. Untuk membiayai kekurangan belanja rutin dan penghasilan retribusi dalam anggaran
tahunan (annual budget);
3. Membiayai pembelian perlengkapan dan mesin-mesin;
4. Membiayai investasi yang akan menghasilkan pendapatan;
5. Membiayai pembentukan modal jangka panjang (long term capital development).
Menurut Purwoko (2005) untuk membiayai percepatan pembangunan infrastruktur,
daerah membutuhkan dana yang relatif besar dalam jangka waktu yang singkat. Salah satu
alternatif pemerintah daerah memperoleh pembiayaan yang disebabkan kemampuan APBD
yang terbatas adalah melalui pinjaman.
Pinjaman daerah di Indonesia telah ada sejak tahun 1978 (Lewis, 2003). Lewis meneliti
seluruh Pinjaman daerah yang disalurkan ke pemerintah daerah maupun BUMD. Kumulatif
penarikan pinjaman daerah 1978 s.d. 1999 sebesar Rp4.599.864 juta dengan kumulatif
tunggakan sebesar Rp.843.269 juta (18,3% dari penarikan).
Untuk menghindari semakin banyaknya pemerintah daerah yang mengalami default,
Pemerintah Pusat membuat kebijakan untuk melaksanakan restrukturisasi pinjaman
Pemerintah Daerah. Restrukturisasi pinjaman jangka panjang Pemerintah Daerah dilakukan
dengan cara melakukan penghentian sementara perhitungan (cut off) tunggakan pinjaman per
22 Oktober 2008, sesuai dengan tanggal ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan
No.153/PMK.07/2008 tentang Penyelesaian Pinjaman Negara yang Bersumber dari
Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan
Daerah pada Pemerintah Daerah. Posisi cut off dituangkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh Pemerintah Pusat dan bupati/walikota yang memiliki tunggakan
pinjaman. Restrukturisasi pinjaman jangka panjang tersebut bertujuan untuk:
1. Mengoptimalkan penyelesaian tunggakan;
2. Membantu Pemerintah Daerah menyelesaikan tunggakan pinjaman jangka panjangnya;
3. Membuka kesempatan Pemerintah Daerah melakukan investasi.
Dengan adanya restrukturisasi pinjaman Pemerintah Daerah terdapat perubahan nilai
tunggakan hutang pokok dari tahun 2008 s.d 2014. Tunggakan pokok dapat berkurang dari
Rp199.543,53 juta pada tahun 2008 menjadi Rp38.121,21juta pada tahun 2014. Penurunan
tunggakan tahun 2008 sampai tahun 2014 dapat ditampilkan sebagai berikut:
Grafik 1
Tunggakan Pinjaman Pemerintah Daerah

tunggakan pokok pinjaman


200,000
150,000
100,000
50,000
dalam jutaan rupiah
-

tunggakan pokok

Sumber: LKPP Dit. SMI, diolah

Berdasarkan LKPP BA 999.04 Tahun 2014 Audited, dari 47 Pemerintah Daerah yang
mengajukan restrukturisasi, seluruhnya telah disetujui pengajuan restrukturisasinya.
Sedangkan 62 Pemerintah Daerah belum mengajukan. Progress restrukturisasi Pemerintah
Daerah dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 1
Progres Restrukturisasi Pemda dan BUMD
No.

URAIAN

JUMLAH
PEMDA

1.

Disetujui

47

a. Sampai dengan 31 Desember 2011


b. Tahun 2012

46
1

2.

Rekomendasi Komite Teknis

Komite Berakhir

3.

Rekomendasi Komite Kebijakan

Komite Berakhir

4.

Proses Struktural DJPBN

5.

Proses Kelompok Kerja

6.

Yang telah mengajukan

47

7.

Diselesaikan

a. Sampai dengan 31 Desember 2011


b. Tahun 2012
8.

Belum Mengajukan

62

Sumber : LKPP BA 999.04 TA 2014 Audited

Pemerintah Daerah dalam membayar pinjamannya tentu mengandalkan penerimaannya


baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun dari dana transfer. Jika dilihat dari persepsi
komitmen desentralisasi fiskal, Pemerintah Pusat telah menganggarkan dana transfer kepada
daerah yang terus meningkat tiap tahun. Pada tahun 2008, alokasi anggaran transfer ke daerah
mencapai Rp292,4 triliun dan pada tahun 2013 jumlahnya menjadi Rp529,4 triliun.

Grafik 2
Perkembangan Transfer ke Daerah, Tahun 2008-2013
(dalam Triliun rupiah)

Perkembangan Dana Transfer Daerah


600
500
400
Triliun Rupiah 300
200
100
0

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Sumber : DJPK, 2014 diolah

Tunggakan pinjaman Pemerintah Daerah mengalami tren penurunan setelah adanya


kebijakan restrukturisasi pinjaman pada tahun 2008. Namun pada tahun 2013 masih terdapat
Pemerintah Daerah yang memiliki tunggakan pinjaman. Apabila melihat dana transfer ke
daerah yang semakin meningkat, tentunya kapasitas fiskal daerah akan meningkat.
Hingga saat ini penelitian sehubungan dengan pinjaman daerah dan restrukturisasi
pinjaman pemerintah daerah masih sangat terbatas. Penelitian mengenai pinjaman daerah
sangat penting dan sangat berpengaruh untuk mengetahui track record pemerintah daerah
dalam penyelesaian kewajiban atas pinjaman daerah maupun dalam pengelolaan keuangan
daerahnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh restrukturisasi
pinjaman dan kapasitas fiskal terhadap kinerja pembayaran pinjaman pemerintah daerah.
LITERATUR REVIEW
Restrukturisasi Utang
Restrukturisasi pinjaman didefinisikan sebagai pertukaran instrumen pinjaman,
misalnya pinjaman atau obligasi, instrumen pinjaman baru atau uang tunai melalui proses
hukum (Das, 2012). Terdapat dua unsur utama dalam membedakan restrukturisasi Pinjaman:

1. Rescheduling pinjaman, yaitu perpanjangan jangka waktu pinjaman, mungkin melibatkan


suku bunga yang lebih rendah. Rescheduling pinjaman mengsiyaratkan penghapusan
pinjaman, karena mengalihkan pembayaran pinjaman ke masa depan.
2. Pengurangan pinjaman, yaitu sebagai penurunan nilai (nominal) pinjaman lama
(misalnya dari Rp.10 juta menjadi Rp.8 juta ).
Cruces dan Trebesch (2011) dalam penelitiannya menyatakan pemberian restrukturisasi
pinjaman dapat dilakukan dengan (i) memotong nilai nominal dalam persen dari semua kredit
yang direstrukturisasi, dan (ii) ukuran potongan pinjaman. Persentase dihitung dengan ratarata kerugian di semua instrumen pinjaman. Secara khusus, menggunakan metodologi dengan
membandingkan nilai sekarang (PV) dari nilai pinjaman baru dengan PV dari pinjaman lama
(termasuk masa lalu bunga yang jatuh tempo pada pinjaman lama). Untuk mendiskontokan
arus kas masa depan yang baru dan instrumen pinjaman lama, diperkirakan dengan
memperhitungkan harga global risiko kredit serta kondisi daerah. Perkiraan potongan
pinjaman yang dihasilkan dapat diartikan sebagai mengukur rugi yang direalisasi dalam
restrukturisasi dari perspektif kreditur yang berpartisipasi ("kerugian investor"). Dalam
perumusan penghapusan tunggakan non pokok tidak berdasarkan pada kemampuan daerah,
namun hanya pada jumlah tunggakan.
Pelaksanaan Restrukturisasi pinjaman di Amerika pada masa resesi tahun 1930-an
dilakukan melalui The Reconstruction Finance Corporation (RFC). RFC menggabungkan
tiga fitur dalam pemulihan kredit lokal, yaitu: (1) menurunkan pokok pinjaman bukan hanya
memperpanjang jatuh tempo; (2) pemberian dana federal untuk refinancing daerah; dan (3)
beban pinjaman baru dengan agen independen dari debitur dan kreditur, sebagai pihak ketiga
dalam bentuk pemberian agen federal. Pelaksanaan tiga unsur bergantung pada memastikan
Kapasitas Pemerintah Daerah untuk membayar. Dengan penilaian lapangan dari nilai
produktif tanah dan analisis pajak dan pinjaman beban, RFC membuat kontribusi kepada
Teknik pengelolaan pinjaman dalam administratif menentukan penyerahan nilai obligasi lama
untuk masalah pendanaan sesuai dengan variasi kapasitas untuk membayar di antara
pemerintah kabupaten. Komposisi peradilan pinjaman daerah khusus kredit RFC dan dalam
pengawasan pengadilan federal untuk memastikan kepatuhan dengan persyaratan
penyelesaian pinjaman. (Killpatrick, 1937)
Di lingkup negara-negara pada pinjaman internasional terdapat beberapa skema
Restrukturisasi pinjaman (Todaro, 2000):
1. Paris club menawarkan paket yang terkenal dengan Toronto terms yaitu memungkinkan
pemerintah negara-negara peminjam maupun pihak pemberi pinjaman atau kreditur
6

untuk memilih salah satu alternatif berupa : penangguhan atau pembatalan sebagian
pinjaman, maksimal hingga sepertiga dari jumlah pinjaman; penurunan suku bunga atas
seluruh pinjaman; atau perpanjangan periode pembayaran sampai dengan 25 tahun.
2. Brady Plan yaitu menghapuskan sebagian pinjaman tapi sisa pinjaman yang tidak
terhapuskan dijamin oleh IMF atau Bank Dunia, asal negara yang dijamin pinjamannya
bersedia melaksanakan program-program yang disarankan oleh IMF, mempromosikan
pasar bebas, menarik investasi asing, dan mengembalikan modal dan dana asing.
3. Debt for equity swap yaitu penjualan surat-surat promise yang merupakan dokumen
pinjaman dari negara peminjam kepada siapa saja yang berminat, dengan potongan harga
lebih dari 50 persen dalam pasar uang sekunder.
4. Debt for nature swap yaitu pihak kreditur memberi keringanan pinjaman asalkan pihak
debitur mau melakukan pelestarian lingkungan secara serius.
5. Debt repudiation yaitu penghapusan pinjaman secara sepihak oleh debitur. Kebijakan ini
sangat merugikan pihak kreditur maupun debitur dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, sebab catatan pinjaman tetap ada dan akan menimbulkan krisis keuangan yang
lebih kompleks.
Dengan adanya kebijakan restrukturisasi ini diharapkan akan memberikan rangsangan
kepada Pemerintah Daerah agar memiliki kemampuan untuk membayar (ability to pay) dan
kemauan untuk membayar (willingness to pay) atas pinjaman jangka panjangnya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2008, pengertian
restrukturisasi pinjaman Pemerintah Daerah adalah pengaturan kembali persyaratan terhadap
kewajiban pinjaman Pemerintah Daerah. Ruang lingkup restrukturisasi adalah pinjaman yang
yang dananya bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi,
dan Rekening Pembangunan Daerah. Restrukturisasi pinjaman jangka panjang Pemerintah
Daerah dilakukan dengan cara penjadwalan kembali tunggakan pokok disertai dengan
penghapusan atas seluruh tunggakan non pokok atau kombinasi antara penghapusan sebagian
tunggakan non pokok dan debt swap. Untuk tunggakan sampai dengan 5 milyar dilakukan
dengan penjadwalan kembali pokok dan penghapusan non pokok, sedangkan untuk
tunggakan diatas 5 milyar dilakukan dengan penjadwalan kembali tunggakan pokok dan
kombinasi antara penghapusan tunggakan non pokok dan debt swap.
Kapasitas Fiskal Daerah
Dalam Vazquez (1997) Kapasitas fiskal daerah dapat didefinisikan sebagai kemampuan
potensial dari Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan dari sumber-sumber
mereka sendiri dalam rangka untuk membayar kebutuhan pelayanan standar barang dan jasa
masyarakat. Ukuran kapasitas fiskal harus menjadi faktor penting dalam menentukan alokasi
7

dana transfer dari pemerintah dalam rangka untuk menyamakan jumlah sumber daya yang
tersedia untuk masing-masing daerah. Jumlah pendapatan yang dikumpulkan pada
kenyataannya bukan merupakan ukuran yang baik dari kapasitas fiskal.
Menurut Nagowski (2007) menyatakan bahwa kapasitas fiskal adalah pengukur
kemampuan suatu daerah untuk membayar pelayanan publik yang dibutuhkan. Kapasitas
fiskal tergantung dari kapasitas pendapatan dan kebutuhan pengeluaran suatu daerah. Setiap
Pemerintah Daerah tentu memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memaksa untuk
memberikan beragam pelayanan publik, misalnya : suatu daerah memiliki sejumlah besar
anak-anak perkapita harus menghabiskan lebih banyak untuk layanan pendidikan, sementara
daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi harus menghabiskan lebih banyak pada
berbagai layanan manusia. Daerah dengan kapasitas pendapatan yang tinggi atau kebutuhan
belanja rendah cenderung memiliki kapasitas fiskal tinggi, sementara negara-negara dengan
kapasitas pendapatan rendah atau kebutuhan belanja tinggi cenderung memiliki kapasitas
fiskal rendah.
Menurut Baskaran dan Bigsten (2013) yang meneliti hubungan kapasitas fiskal dan
kualitas pemerintah menyatakan konsep kapasitas fiskal mengacu pada kemampuan ekstraktif
negara, yaitu, bagaimana jumlah dan jenis sumber daya negara secara teoritis bisa diekstrak
dan sejauhmana ekstraksi ini berlangsung secara "efisien". Variabel sumber daya yang diukur
adalah penerimaan pajak, pajak terhadap PDB, bagi hasil pajak penghasilan pada total
penerimaan pajak, atau upaya pajak pemerintah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas fiskal berhubungan positif dan signifikan dengan indikator korupsi dan demokrasi.
Kapasitas fiskal mengarah untuk menurunkan korupsi dan pemerintahan menjadi lebih
demokrasi. Selain itu kapasitas fiskal meningkatkan kualitas pemerintah karena warga
menuntut administrasi lebih akuntabel ketika mereka harus menanggung beban fiskal yang
lebih besar.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.07/2014 yang dimaksud Kapasitas
Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan
melalui penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk dana
alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya
dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah
dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin.
Penelitian Schneider (2002) di Austria menemukan bahwa pemerataan fiskal daerah
berupa transfer pusat adalah dalam rangka menyamakan perbedaan kapasitas fiskal daerah.
Pemerataan ini merupakan efek kompensasi, karena pendapatan tambahan dari Pajak
8

pemerintah daerah sendiri yang (setidaknya sebagian) dikompensasi oleh kerugian dari
transfer pemerataan. Artinya pemerintah daerah akan mendapatkan bagian dari pendapatan
pajak yang dikumpulkan di daerah itu untuk pemerintah pusat berupa dana transfer dari
pemerintah pusat sebagai bentuk pemerataan yang juga diberikan kepada daerah yang lain.
Pinjaman Daerah
Menurut Oplotnik dan Brezovnik (2004) Pemerintah Daerah hanya dapat meminjam
atas persetujuan dari kementerian Keuangan sebelumnya untuk menerbitkan surat berharga
dan mengambil pinjaman. Pemerintah Daerah mungkin tidak meminjam ke luar negeri,
kecuali sesuai dengan hukum. Pemerintah Daerah

dapat mengambil pinjaman jangka

panjang untuk investasi dengan persetujuan dewan. Pemerintah Daerah mungkin meminjam
jika tingkat totalnya hutang yang ada dan baru tidak melebihi 10 persen dari pendapatan yang
dihasilkan oleh Pemerintah Daerah

di tahun sebelum tahun pinjaman, sedangkan total

pembayaran pokok dan bunga di setiap tahun tidak dapat melebihi 5 persen dari pendapatan
yang dihasilkan. Pinjaman yang berlaku didasarkan pada basis pajak yang seimbang. Hal ini
mengarah pada asumsi Moody Median sebagai berikut:

Pinjaman dapat meningkat karena basis pajak meningkat.


Pinjaman dapat meningkatkan rata-rata untuk pengelompokan penduduk.
beban pinjaman bervariasi di antara pembayar pajak dari ekonomi lokal (atau beban
pinjaman yang sama pada semua pembayar pajak).
Musgrave (1959) dalam Swianiewicz (2004) berpendapat bahwa pinjaman daerah

diperbolehkan untuk modal proyek tetapi dilarang untuk tujuan arus kas saat ini. Dalam
pemanfaatan pinjaman daerah diperlukan perbedaan yang jelas antara anggaran berjalan
maupun transaksi modal Pemerintah Daerah. Dalam situasi ini penerimaan anggaran modal
meliputi (seperti pendapatan dari properti kota, berbagai hibah yang diterima untuk
kebutuhan modal dan dana pinjaman) yang dihabiskan untuk investasi lokal, sedangkan
anggaran saat ini termasuk pendapatan saat ini digunakan pada dasarnya untuk menutupi
operasi pengeluaran. Surplus dalam anggaran saat ini juga dapat digunakan untuk mendukung
modal kebutuhan yang biasanya untuk membayar pinjaman proyek-proyek investasi. Dengan
Sistem ini dapat meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Itu membuat lebih
mudah untuk menilai apakah pendapatan saat ini memadai untuk menutupi biaya operasi,
atau apakah pada tingkat surplus operasi. Informasi ini dapat mendukung program
pembangunan modal yang layak dan membantu dalam menilai kelayakan pinjaman.
Caluseru (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Pinjaman Pemerintah Daerah
merupakan alat yang paling inovatif untuk peningkatan pendapatan dari investasi publik
9

daerah di Rumania. Pemerintah Daerah mulai menyadari bahwa sumber-sumber dana yang
tersedia dari anggaran pusat akan menjadi terbatas sehingga Pemerintah Daerah perlu
mengumpulkan dana tambahan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan mereka.
Melalui The New Law on Local Public Finances tahun 1998, Pemerintah Daerah dapat
menggunakan dua instrumen pinjaman: pinjaman dari bank komersial dan obligasi. Dalam
pembuatan kontrak pinjaman eksternal, Pemerintah Daerah harus mendapatkan persetujuan
dari Komisi mandat untuk mengotorisasi dan menyetujui pinjaman (Komisi dibentuk dari
perwakilan administrasi Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan Bank Nasional Rumania).
Prosedur ini dilakukan jika nilai pinjaman melebihi batas maksimum pinjaman daerah.
Jumlah maksimum ini diperbarui secara berkala. Kementerian Keuangan dapat menjamin
kontrak pinjaman eksternal yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Bajo (2004) dalam penelitiannya di Kroasia menyatakan bahwa Pemerintah Daerah
masih mengandalkan pinjaman bentuk-bentuk klasik untuk keamanan sumber daya dalam
pembiayaan proyek-proyek modal dan ada sedikit insentif dengan menerbitkan obligasi
Pemerintah Daerah. Faktor utama untuk bisa meminjam masih berdasarkan kapasitas fiskal
dan kemampuan untuk menjamin pembayaran pinjaman termasuk pembayaran kembali
pokok pinjaman dari pendapatan di masa mendatang. Pemerintah Daerah yang memiliki
kapasitas fiskal rendah, disediakan pinjaman lunak melalui Bank Rekonstruksi dan
Pembangunan Kroasia (HIBOR) dengan tingkat bunga rendah untuk membiayai proyek
modal. Sedangkan untuk Pemerintah Daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi dapat
menerbitkan obligasi, memberikan pinjaman, meminjam dari pasar dengan bunga komersial.
Mahmudi (2010) menyatakan Pinjaman daerah pada tingkat tertentu dapat memberikan
manfaat yaitu : memperbaiki struktur neraca, memperbaiki struktur fiskal, menjaga
kesinambungan fiskal, membiayai investasi yang membutuhkan dana besar untuk akselerasi
pembangunan, membangun sarana dan prasarana publik yang menghasilkan penerimaan
untuk

pembayaran

kembali

pinjaman,

meningkatkan

pertumbuhan

ekonomi,

dan

mengoptimalkan kas daerah. Namun demikian menurut Mahmudi terdapat juga risiko
pinjaman yang harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah, antara lain:
1) Risiko pasar (Market Risk), yaitu risiko akibat perubahan kondisi pasar seperti perubahan
tingkat bunga pasar, nilai tukar, dan harga-harga komoditas yang berdampak pada biaya
pinjaman pemerintah
2) Risiko Perpanjangan pinjaman (Rollover Risk), yaitu risiko perpanjangan jangka waktu
pinjaman dengan tambahan beban bunga.

10

3) Risiko Likuiditas (Liquidity Risk), yaitu risiko dimana keadaan aset likuid yang tidak
mampu mencukupi untuk memenuhi kewajiban atau kesulitan organisasi untuk
memperoleh tambahan kas melalui pinjaman jangka pendek.
4) Risiko Kredit (Credit Risk), yaitu risiko tidak terbayarnya pinjaman.
5) Risiko Perjanjian (Settlement Risk), yaitu risiko yang harus ditanggung pemerintah
karena gagal memenuhi ketentuan dalam perjanjian pinjaman.
6) Risiko Operasional (Operational Risk), yaitu risiko akibat kegagalan operasi yang
disebabkan karena sumberdaya manusia, pengendalian internal maupun bencana alam.
7) Risiko Pendanaan (Funding Risk), yaitu risiko kesulitan akses pasar untuk memperoleh
pinjaman ketika pemerintah memerlukan dana untuk pinjaman lain.
Humes IV dalam Muluk (2008) mengungkapkan bahwa pada prinsipnya sumber
keuangan daerah ada tiga, yaitu Locally raised revenue (Pendapatan Asli Daerah),
Transferred or assigned income (transfer Pemerintah Pusat), dan loans (Pinjaman). Pinjaman
digunakan sebagai alternatif untuk membiayai investasi modal daerah seperti pembangunan
jalan, jembatan, dam, gedung serba guna, fasilitas air, dan lain sebagainya. Di negara
berkembang, karena sulitnya Pemerintah Daerah mendapat akses pasar maka Pemerintah
Pusat membentuk lembaga kredit pusat yang menyediakan pinjaman kepada Pemerintah
Daerah guna memperoleh modal pembangunannya.
Penelitian Hernandez-Trillo dalam Velazquez (2007) di Meksiko telah mencatat
vertikalitas hubungan pemerintahan menyebabkan asimetri informasi. Di satu sisi,
Pemerintah Daerah bisa meminjam menggunakan transfer bagi hasil mereka sebagai jaminan
dan dalam hal bawaan bank bisa mengklaim kepada Menteri Keuangan untuk membayar
menggunakan jumlah transfer ditugaskan kepada Pemerintah Daerah. Moral hazard muncul
dari insentif Negara harus menyatakan kebangkrutan mengetahui bahwa Pemerintah Pusat
akan membantu mereka dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Namun
pada kenyataannya negara tidak bertanggung jawab dalam urusan keuangan daerah, sistem
bagi hasil dan transfer pusat sebagai insentif menjadi gagal dalam pembayaran pinjaman.
Bank-bank pada gilirannya menghadapi masalah kerugian. sedangkan Pemerintah Daerah
akan tahu kekuatan keuangan sebenarnya, bank tidak bisa mengidentifikasi kualitas kredit
yang sebenarnya dari suatu daerah. Oleh karena itu, bank dan regulator akan mengevaluasi
daerah yang selama ini dianggap sebagai peminjam tanpa risiko. Kerangka kerja baru ini
hampir mengeliminasi transfer Pemerintah Pusat yang diskresioner dan kreditur sekarang
perlu untuk mengadopsi batas kehati-hatian dan mendapatkan penilaian risiko pinjaman
daerah. Penilaian risiko atau peringkat kredit berfungsi sebagai ukuran risiko.
11

Marks dan Raman (2007) menyatakan bahwa pengawasan negara dalam praktek
anggaran dan pinjaman pemerintah daerah memiliki tujuan menghambat kesulitan anggaran
dan keuangan dan membatasi penggunaan pembiayaan pinjaman hanya untuk tujuan yang
sah. Dalam penelitiannya ditemukan bukti empiris bahwa pengawasan negara adalah
memang sistematis terkait dengan pinjaman yang lebih rendah biaya. Pengawasan pemerintah
pusat yang obyektif dapat memberikan manfaat yang signifikan untuk Pemerintah Daerah
dalam pengelolaan keuangannya.
Kinerja Pembayaran Pinjaman Daerah
Kinerja dapat digambaran sebagai suatu kegiatan atau program dalam mewujudkan
sasaran dan tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategi
suatu organisasi (Bastian,2001:329), sedangkan penilaian kinerja merupakan proses mencatat
dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasilhasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun proses (Larry D. Stout dalam Bastian,
2001:329). Artinya bahwa setiap kegiatan organisasi merupakan suatu proses yang tercatat
dalam misi dan sejalan dengan tujuan organisasi, dimana kegiatan tersebut dikatakan sukses
apabila hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Penilaian kinerja merupakan suatu alat
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas (James B. Whittaker
dalam Bastian, 2001:121).
Formula Kinerja Pembayaran Pinjaman Daerah
Penelitian Terdahulu
Taufikkurrohman (2009) meneliti tentang pengaruh pendapatan perkapita, surplus
anggaran belanja modal PAD, DAU, pertumbuhan ekonomi dan faktor politik terhadap
pinjaman daerah pada kabupaten/kota di Prop Jawa Timur dengan menggunakan analisis
regresi berganda menemukan bukti positif bahwa pendapatan perkapita, surplus anggaran
belanja modal, PAD, DAU, pertumbuhan ekonomi berpengaruh dalam melakukan pinjaman
daerah.
Mulyono (2007) meneliti tentang pengaruh pendapatan per kapita, jumlah penduduk,
pertumbuhan ekonomi, PAD, transfer Pemerintah Pusat (DAU), belanja modal, dan
surplus/defisit anggaran non keuangan terhadap pinjaman daerah pada kabupaten/kota di
Proponsi Jawa Timur. Dengan regresi data panel menggunakan sampel 21 kabupaten/kota
yang memiliki pinjaman, diperoleh bukti positif bahwa pendapatan per kapita, jumlah
penduduk, pertumbuhan ekonomi, PAD, transfer Pemerintah Pusat (DAU), belanja modal,
dan surplus/defisit anggaran non keuangan berpengaruh terhadap pinjaman daerah.
12

Hita, et al. (2009) menganalisis pengaruh belanja modal, tingkat rasio pinjaman,
kapasitas keuangan, pendapatan usaha daerah terhadap perubahan pinjaman daerah pada kota
Navarra di Spanyol diperoleh bukti positif bahwa belanja modal, tingkat rasio pinjaman,
kapasitas keuangan, pendapatan usaha daerah mempengaruhi perubahan pinjaman daerah. Di
Navarra pendapatan dari pembangunan perkotaan yang dibiayai dari pinjaman mengalami
peningkatan, menggantikan sumber-sumber lain seperti perpajakan biasa dan hibah.
Penelitian Aribawa (2005) untuk mengetahui kapasitas daerah dalam pengembalian
pinjaman yang secara deskriptif menjelaskan kontribusi PAD, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum, dan belanja daerah dengan menggunakan analisi keuangan (DSCR) menunjukkan
pemerintah kota semarang memiliki kemampuan untuk melakukan pinjaman. Sebelumnya
Pemerintah kota semarang telah memperoleh Pinjaman dari Bank dunia untuk program
peningkatan pelayanan prasarana perkotaan meliputi 6 sektor: jalan kota, air bersih, drainase,
sanitasi, persampahan, perbaikan kampung dan pasar. Program pembangunan ini bernilai
positif terhadap pertumbuhan penerimaan daerah.
Pascual (2004) meneliti pengaruh faktor sosial ekonomi (pendapatan, hibah), politik
(siklus pemilihan umum) dan anggaran (investasi, penerimaan bruto, obligasi) terhadap
memotivasi pinjaman Pemerintah Daerah di spanyol dengan data panel yang meliputi 100
Pemerintah Daerah yang memiliki populasi lebih dari 50.000 penduduk periode tahun 19921999 menemukan hubungan positif faktor sosio-ekonomi dan anggaran terhadap motivasi
pinjaman daerah
Lewis (2003), menunjukkan bahwa faktor faktor kapasitas fiskal yang berasal dari
operasional surplus berpengaruh terhadap kinerja pembayaran pinjaman Pemerintah Daerah.
Penelitian ini diperkuat dengan penelitian dari Vazquez (1997) dan Nagowski (2007) dimana
Kapasitas fiskal dapat untuk meningkatkan pendapatan dari sumber-sumber mereka sendiri
dalam rangka untuk membayar kebutuhan pelayanan standar barang dan jasa.
Pengembangan penelitian sehubungan dengan restrukturisasi pinjaman Pemerintah
Daerah selama ini masih sangat terbatas. Penelitian Alvaro Manoel, et. al. dalam Canuto dan
Liu (2013) menjelaskan Restrukturisasi Pinjaman Daerah di Brazil dilaksanakan dalam 3
tahap: tahap pertama difokuskan pada perubahan ketentuan pembayaran utang, tahap kedua
menstabilkan situasi ekonomi makro dan membuat Pemerintah Daerah lebih efisien
(mengurangi peran negara menuju pasar terbuka), tahap ketiga konsolidasi penyesuaian fiskal
dengan diberlakukannya Peraturan Tanggung jawab Fiskal (Fiscal Responsibility Law/FRL)
pada tahun 2000. Restrukturisasi di Brazil terbukti mampu menjaga stabilitas ekonomi makro
dan mengurangi tingkat utang Pemerintah Daerah.
13

Rangarajan dan Prasad dalam Canuto dan Liu (2013) meneliti Restrukturisasi pinjaman
Pemerintah Daerah di India menemukan bahwa restrukturisasi utang yang berupa
penghapusan, pengurangan pembayaran bunga jatuh tempo, mengubah persyaratan
pembayaran, mengurangi tingkat suku bunga dan konsolidasi pinjaman harus disertai
reformasi kelembagaan dan target fiskal untuk meningkatkan upaya pendapatan,
mengendalikan pengeluaran, dan reorientasi pengeluaran terhadap pertumbuhan. Hasilnya
menunjukkan pertumbuhan pinjaman terhadap PDRB lebih lambat pada periode pascarestrukturisasi dibandingkan periode pra-restrukturisasi.
Revilla dalam Canuto dan Liu (2013) meneliti Restrukturisasi pinjaman Pemerintah
Daerah di Mexico menemukan bahwa restrukturisasi yang dilakukan dengan menurunkan
suku bunga pinjaman menjadi bunga tetap 10,5 % dan memperpanjang jangka waktu dari
rata-rata 6,6 tahun menjadi 15 s.d. 20 tahun mampu mempengaruhi keuangan Pemerintah
Daerah dalam pembayaran.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Secara teori, kapasitas fiskal daerah dapat meningkatkan kinerja pembayaran pinjaman
pemerintah daerah. Dari penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor-faktor
kapasitas fiskal terdiri dari : PAD, DBH, DAU, LP, BP, Kemiskinan berpengaruh terhadap
pinjaman daerah. Restrukturisasi pinjaman pemerintah daerah di Indonesia diharapkan
memiliki pengaruh terhadap nilai tunggakan yang semakin menurun. Pengukuran tingkat
keberhasilan

restrukturisasi

menggunakan

indikator

perbandingan

tahun

sebelum

restrukturisasi dan tahun setelah restrukturisasi. Penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi tunggakan pinjaman pemerintah daerah.
Berdasarkan atas tujuan penelitian, kajian teoritis, dan kerangka pemikiran, maka
Hipotesis yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :
a. Diduga terdapat pengaruh Kapasitas Fiskal terhadap kinerja pembayaran pinjaman
pemerintah daerah.
b. Diduga terdapat pengaruh Restrukturisasi Pinjaman terhadap kinerja pembayaran
pinjaman pemerintah daerah.
METODE PENELITIAN
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data diperoleh dari
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Bagian Anggaran Penerusan Pinjaman yang dibuat oleh
Direktorat Sistem Manajemen Investasi untuk variabel restrukturisasi pinjaman dan kinerja
pembayaran pinjaman daerah. Untuk kapasitas fiskal daerah diperoleh dari Direktorat
14

Jenderal Perimbangan Keuangan. Sebagai referensi tambahan menggunakan data Laporan


Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) masing-masing daerah.
Keunggulan Regresi Data panel
Keunggulan regresi data panel menurut Wibisono (2005) antara lain :
Pertama. Panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara ekspilisit dengan
mengizinkan variabel spesifik individu;
kedua. Kemampuan mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan data panel dapat
digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku lebih kompleks.
Ketiga, data panel mendasarkan diri pada observasi cross-section yang berulang-ulang (time
series), sehingga metode data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic adjustment.
Keempat, tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informative,
lebih variatif, dan kolinieritas (multiko) antara data semakin berkurang, dan derajat
kebebasan (degree of freedom/df) lebih tinggi sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang
lebih efisien.
Kelima. data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang
kompleks.
Keenam, Data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan
oleh agregasi data individu.
Dengan keunggulan tersebut maka implikasi pada tidak harus dilakukannya pengujian asumsi
klasik dalam model data panel (Verbeek, 2000; Gujarati, 2006; Wibisono, 2005; Aulia; 2004,
dalam Shochrul R, Ajija, dkk. 2011 ).

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Uji Hipotesis Simultan


Pengujian hipotesis simultan digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, lain-lain pendapatan daerah
yang sah, belanja pegawai daerah, kemiskinan, dan kebijakan restrukturisasi pinjaman secara
bersama-sama terhadap kinerja pembayaran pinjaman Pemerintah Daerah . Hipotesis
pengujian secara simultan dinyatakan sebagai berikut :

15

H0 : Tidak ada pengaruh pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, lainlain penerimaan yang sah, belanja pegawai daerah, kemiskinan, dan kebijakan
restrukturisasi pinjaman secara simultan terhadap kinerja pembayaran pinjaman
Pemerintah Daerah
H1 : Ada pengaruh pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, lain-lain
penerimaan yang sah, belanja pegawai daerah, kemiskinan, dan kebijakan
restrukturisasi pinjaman secara simultan terhadap kinerja pembayaran pinjaman
Pemerintah Daerah
Kriteria pengujian menyatakan jika probabilitas hitung level of significance () maka H0
ditolak, sehingga terdapat pengaruh signifikan secara simultan pendapatan asli daerah, dana
bagi hasil, dana alokasi umum, lain-lain pendapatan daerah yang sah, belanja pegawai daerah,
kemiskinan, dan kebijakan restrukturisasi pinjaman terhadap kinerja pembayaran pinjaman
Pemerintah Daerah .
Hasil analisis pengujian hipotesis secara simultan menghasilkan nilai Fhitung = 59.961
dengan probabilitas 0.000. Hasil pengujian tersebut menunjukkan probabilitas hitung < level
of significance (=5%), sehinga H0 ditolak. Hal ini dapat dinyatakan bahwa terdapat
pengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) variabel pendapatan asli daerah, dana
bagi hasil, dana alokasi umum, lain-lain pendapatan daerah yang sah, belanja pegawai daerah,
kemiskinan, dan kebijakan restrukturisasi pinjaman terhadap kinerja pembayaran pinjaman
Pemerintah Daerah. Dengan demikian hipotesis secara simultan yang menyatakan pengaruh
pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, lain-lain pendapatan daerah
yang sah, belanja pegawai daerah, kemiskinan, dan kebijakan restrukturisasi pinjaman
terhadap kinerja pembayaran pinjaman Pemerintah Daerah dinyatakan terpenuhi.

FIXED - FIXED
Dependent Variable: KINERJA?
Method: Pooled Least Squares
Date: 12/16/15 Time: 08:35
Sample: 2009 2013
Included observations: 5
Cross-sections included: 47
Total pool (balanced) observations: 235
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RESCH?

14465.25
-0.019776

3874.427
0.003470

3.733520
-5.699658

0.0003
0.0000

16

PAD?
DBH?
DAU?
LP?
BP?
Fixed Effects (Period)
2009--C
2010--C
2011--C
2012--C
2013--C

0.008860
0.003515
0.005616
0.000933
-18.26919

0.002697
0.004208
0.005003
0.002958
45.22732

3.285025
0.835443
1.122644
0.315491
-0.403941

0.0012
0.4046
0.2631
0.7528
0.6867

873.7580
-1.379487
875.5840
-697.0356
-1050.927
Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)


Period fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.983928
0.978872
3941.814
2.77E+09
-2246.467
194.5956
0.000000

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

14383.44
27118.58
19.60397
20.44311
19.94227
2.269222

KESIMPULAN
1. Penelitian ini membangun model pengaruh variabel kapasitas fiskal yaitu PAD, Belanja
Pegawai, DBH, DAU, LP, dan kemiskinan terhadap Kinerja pembayaran pinjaman
pemerintah daerah. Pengujian hipotesis dan pembahasan membuktikan bahwa kapasitas
fiskal berpengaruh terhadap kinerja pembayaran pinjaman pemerintah daerah. Artinya
semakin tinggi kapasitas fiskal daerah maka semakin baik kemampuan daerah untuk
membayar pengadaan pinjaman yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan barang
publik daerah.
2. Penelitian ini juga secara teoritis menunjukkan bahwa Restrukturisasi Pinjaman
berpengaruh terhadap Kinerja Pembayaran Pinjaman Pemerintah Daerah. Adanya
restrukturisasi memberikan keringanan kepada pemerintah daerah yang berupa
penghapusan pinjaman non pokok dan ini disambut oleh pemerintah daerah dengan
segera melunasi sisa pinjaman yang masih ada.
LIMITASI

17

Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga memungkinkan untuk dilakukan


pengembangan pada penelitian-penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Penelitian ini hanya meneliti 47 Pemerintah Daerah yang masuk dalam restrukturisasi.
Penelitian selanjutnya dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih besar untuk
mendapatkan hasil generalisasi yang lebih baik.
2. Penelitian ini tidak meneliti dampak dari penghapusan tunggakan non pokok dan debt
swap atas pinjaman Pemerintah Daerah yang direstrukturisasi terhadap ekonomi
daerah.
3. Penelitian ini hanya menilai kinerja pembayaran pinjaman pemerintah daerah dari sisi
keuangan dan tidak memasukkan variabel ekonomi maupun faktor politik daerah.
IMPLIKASI
Hasil penelitian ini memberikan implikasi praktis, yaitu:
1. Pinjaman sangat diperlukan pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan di
daerah. Pemerintah daerah yang memiliki jumlah perjanjian dan nilai pinjaman yang
lebih banyak cenderung memiliki tingkat PAD yang lebih tinggi terlepas dari
tingginya jumlah tunggakan pinjaman. Adanya pinjaman untuk penyediaan barang
publik tentu akan memberikan efek yang besar terhadap perekonomian daerah. Tinggi
rendahnya tunggakan pinjaman merupakan resiko bagi pemerintah pusat yang harus
dihadapi serta dicari solusi penyelesaiannya dan bagi pemerintah daerah dapat
menjadi indikator karakteristik daerah dan tingkat tanggung jawabnya dalam
penyelesaian kewajiban pinjaman atas kebijakan pengadaan pinjaman untuk
pembiayaan yang telah diambil.
2. Pemberian stimulus dari pemerintah pusat atas pinjaman pemerintah daerah berupa
restrukturisasi pinjaman membawa dampak yang besar baik adanya peningkatan
kesadaran pemerintah daerah untuk menyelesaikan tunggakan pinjamannya maupun
laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Di sisi pemerintah pusat
jumlah pinjaman pemerintah daerah yang menunggak semakin berkurang, walaupun
tunggakan pinjaman yang direstrukturisasi masih dicatat karena menunggu ketetapan
yang mengikat. Sedangkan bagi pemerintah daerah penghapusan ini meringankan

18

beban di sisi pinjaman dan pemerintah daerah dapat melakukan realokasi dana yang
berasal dari penghapusan untuk peningkatan belanja modal di daerah.
REFERENSI
Cohen, S. (2008), Identifying The Moderator Factors of Financial Performance In Greek
Municipalities. Financial Accountability & Management, 24: 265294
Jones, S. and Walker, R. G. (2007), Explanators of Local Government Distress. Abacus,
43: 396418
Mehiriz, K. and Marceau, R. (2014), The Flypaper and Asymmetric Effects of
Intergovernmental Grants to Quebec Municipalities. Public Budgeting & Finance,
34: 85102. doi: 10.1111/pbaf.12026
Alisjahbana, A.S., Soemitro, S., dan Rahmayandi, Arief.2002.Local Government Borrowing.
Report submitted to the IRIS. The University of Maryland.
Alm, James, Indrawati, Sri Mulyani.2003.Decentralization and Local Government
Borrowing in Indonesia. www.books.google.com. November 2014.
Aribawa, Benedictus D. 2005. Kapasitas Pengembalian Pinjaman Daerah dalam
Pembiayaan Pembangunan Perkotaan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro Semarang.
Baskaran, Thushyanthan, Bigsten, Arne. 2013. Fiscal Capacity and the Quality of
Government in Sub-Saharan Africa. Jurnal of World Development Vol.45, pp.92-107.
Bastida, Francisco, et al. 2014. Explaining Interest Rates in Local Government Borrowing.
International Public Management Journal 17:1, 45-73. Routledge Publishing.
Bajo, Anto. 2004. Local Government Unit Borrowing in Croatia: Opportunities and
Constrains. Occasional Paper No.20.pp.203-219, Institute of Public Finance.
Bin, Yan, Quan, Li. 2012. Construction Problem of Local Government in China. Physics
Procedia Vol. 24, 1773-1780.
Capeci, John. 1994. Local fiscal policies, default risk, and municipal borrowing cost. Journal
of Public Economics Vol. 53, 73-89. Elsevier.
Comrie, John. 2014. Debt is not a dirty word : role and use of debt in local government.
IPWEA & ACELG, Australia.
Canuto, Otaviano, Liu, Lili. 2013. Until Debt Do Us Part : Subnational Debt, Insolvency, and
Markets. The World Bank.
Caluseru, Gabriela et.al. 2003. Local Government Borrowing: Regulation and Practice
Country Report - Rumania. Institutal Pentra Politici Publice, Bucarest, Rumania.
19

Chowdhury, Abdur R. 1988. Expenditure and receipts in state and local government finances:
Comment. Journal of Public Choice Vol. 59, 277-285. Kluwer Academic Publisher.
Cruces, Juan, Trebesch, Christoph. 2010. Sovereign Defaults : The Price of Haircuts.
Working Paper, IMF.
Das, Udair S., Michael G. Papaioannou, and Cristoph Trebesh. 2012. Sovereign Debt
Restructuring 1950-2010: Literatur Survey, Data, And Stilized Fact. Working Paper,
IMF.
Dahlby, B., Wilson, L.S. 1994. Fiscal Capacity, Tax Effort, and Optimal Equalization Grants.
The Canadian Journal of Economics / Revue canadienne d'Economique, Vol. 27, No.
3, pp. 657-672. Blackwell Publishing.
Dahlby, B., Wilson, L.S. 1994. Fiscal Capacity, Tax Effort, and Optimal Equalization Grants.
The Canadian Journal of Economics / Revue canadienne d'Economique, Vol. 27, No.
3, pp. 657-672. Blackwell Publishing.
Devas, Nick, Delay, Simon. 2006. Lcal Democracy and the Challenges of Decentralising the
State: An International Perspective. Local Government Studies Vol. 32. No.5,677-695,
Routledge Publishing.
Elmi, Bachrul. 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom. Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press), Jakarta.
Elmi, Bachrul, Ika, Shahrir. 2002. Hutang Sebagai Salah Satu Sumber Pembiayaan
Pembangunan Daerah Otonom. Kajian Ekonomi Keuangan, Vol.6, No.1.
Engen, Eric M., R.G.Hubbard. 2005. Federal Government Debt and Interest Rates. NBER
Macroeconomics Anual Vol.19, MIT Press.
Gibbon, I.G.1928. Borrowing by Local Government. Public Administration Vol 6, 00333298(p), Blackwell Publishing.
Ghorashi, Mehrdaad.2000. Optimal Sequence of Inter-Generational Borrowing and Lending
Leading to Escape from the Poverty Trap through an Invisible Hand. Computational
Economics 15: 251-572, Kluwer Academic Publishers.
Gujarati, Damodar N. .2006. Dasar dasar Ekonometrika. Erlangga, Jakarta.
Hita, Fermn Cabass, Roberto Ezcurra Orayen, and Pedro Pascual Arzoz. 2009. Municipal
indebtedness in Navarra: the impact of borrowing limits and urban development.
Department
of
Economics
Public
University
of
Navarra,
Spain.
Http://www.google.com. Desember 2014.
Hildreth, W. Bartley, Miller, Gerald J. 2002. Debt and the Local Economy: Problems in
Benchmarking Local Government Debt Affordability. Public Budgeting & Finance
Vol 22, 0275-1100(p), Blackwell Publishing.

20

Ihori, Toshihiro, Itaya, Jun-Ichi. 2004. Fiscal Reconstruction and Local Government
Financing. International Tax and Public Finance Vol. 11, 55-67, Kluwer Academic
Publishers.
Iqrom, Pahrizal. 2013. Reformasi Birokrasi di Nusantara. Universitas Brawijaya Press (UB
Press), Malang.
Jordan, Meagan M. 2003. Punctuations and Agendas: A New Look at Local Government
Budget Expenditure. Journal of Policy Analysis and Management Vol. 11 No.3, 345360, Wiley Periodicals, Inc.
Kementerian Keuangan.2014. Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
tahun 2014.
Kementerian Keuangan.2008. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2008
Tentang Penyelesaian Pinjaman Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman
Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada
Pemerintah Daerah.
Kementerian Keuangan.2014. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.07/2014 Tentang
Peta Kapasitas Fiskal Daerah.
Killpatrick, Wylie. 1937. Federal Regulation of Local Debt. National Civic Review Vol. 26.
Blackwell Publishing.
Lewis, Blane D. 2003. Local Borrowing and repayment in Indonesia : Does fiscal capacity
matter. Jurnal of World Development Vol.31, No.6, 1047-1063.
Latan, Hengky. Ghozali, Imam. 2012. Partial Least Squares Konsep, Teknik dan Aplikasi
menggunakan Program SmartPLS 2.0 M3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi. Edisi keenam, Erlangga, Jakarta.
Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Erlangga, Jakarta.
Mangkoesoebroto, Guritno. 2000. Ekonomi Publik. Edisi ketiga, BPFE-UGM, Yogyakarta.
Marchesi, Silvia. 2003. Adoption of an IMF programme and debt rescheduling. An empirical
analysis. Journal of Development Economics Vol. 70, 403 423.
Mark, Barry R., Raman, Krishnamurthy K. 1987. State Supervision of Local Borrowing and
Budgeting Practices and Municipal Net Interest Cost: an Empirical Evaluation.
International Journal of Public Administration Vol. 9 issue 4, 435-446.
Mulyono, Imam. 2007. Aspek-aspek Kuantitatif yang Memperngaruhi Kebijakan Pinjaman
Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur). TEMA Vol. 8 No.2.
Muluk, M.R. Khairul. 2008. Knowledge Management: Kunci Sukses Inovasi Pemerintah
Daerah. Edisi Pertama, Bayumedia & LPDFIA-Unibraw, Malang.

21

Nachrowi, D. Nachrowi., Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Oraktis


Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. LPFE-UI, Jakarta.
Nagowski, Peter. 2007. The fiscal capacity of New England. Policy Brief 07-4, New England
Public Policy Center, Federal Reserve Bank of Boston.
Oplotnik, Zan, Brezovnik, Bostjan. 2004. Financing Local Government in Slovenia. PostCommunist Economies, Vol. 16, No. 4. Carfax Publishing.
Pascual, Marta, et al. 2004. Local Government Debt : An Application to the Spanish Case.
Regions and Fiscal Federalism, 44rd ERSA Congress, Portugal.
Pasaribu, Andrew Vincent. 2008. Analisis Pinjaman Daerah untuk Pembiayaan Pembangunan
Pasar Kahayan Kota Palangkaraya, 2008-2027. Tesis, Program Pascasarjana,
Universitas Gadjahmada Yogyakarta.
Pemerintah Republik Indonesia.2011. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 Tentang
Pinjaman Daerah.
Pemerintah Republik Indonesia.2003. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara.
Pemerintah Republik Indonesia.2004. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah.
Pemerintah Republik Indonesia.2004. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Petchey, Jeffrey D. 2011. Policy Forum: State and Regional Economic Disparities Fiscal
Capacity Equalisation of the Australian States. The Australian Economic review, Vol.
44, no. 2, pp. 20714.
Purwoko. 2005. Analisis Peluang Penerbitan Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan
Infrastruktur Daerah. Kajian Ekonomi Keuangan, Edisi Khusus.
Ryneveld, Philip Van. 1990. Financing Local Government. Urban Forum Vol.1, 10153802(p). Springer-Verlag.
Schneider, Martin. 2002. Local Fiscal Equalisation Based on Fiscal Capacity: The Case of
Austria. Fiscal Studies Vol.23 No.1, pp. 105-133.
Sitorus, Kandace. 2009. Analisis Pinjaman Daerah untuk Pembangunan/Rehabilitasi Pasar di
Kabupaten Dairi dalam Perspektif Kelembagaan. Tesis, Program Pascasarjana,
Universitas Gadjahmada Yogyakarta.
Sjahdeini, Sutan Remy. 1999. Restrukturisasi Pinjaman dan Penyehatan Perseroan. Makalah,
Magister Manajemen, Universitas Sriwijaya.
Steer, W.S. 1956. The Financing of Local Government. The Political Quarterly Volume 27.
0032-3179(p) 1467-923X(e). Wiley Blackwell.
22

Sturzenegger, Frederico, Zettelmeyer, Jeromin. 2008. Haircuts: Estimating Investor Losses in


Sovereign Debt Restructurings, 1998-2005. Jurnal of International Money and
Finance. 27, 1047-1063.
Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan - Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Andi, Yogyakarta.
Tallesang, Mukhtar. 2009. Kemampuan Keuangan Daerah dalam Melakukan Pinjaman
Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan (Studi Kasus Kota Palu). Tesis,
Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya Malang.
Taufikurrohman. 2009. Determinan Kebijakan Pinjaman Daerah (Studi Kasus di
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur). Tesis, Program Pascasarjana, Universitas
Brawijaya Malang.
Temple, Judy. 2008. The Debt/Tax Choice in The Financing of State and Local Capital
Expenditure. Jurnal of Regional Science Vol. 34 No.4, pp. 529-547.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi 7, jilid 2, Erlangga,
Jakarta.
Vazquez, J. Martinez, Boex, L.F Jameson. 1997. Fiscal Capacity: An Overview of concepts
and Measurement Issues and Thei Applicability in the Russian Federation. Working
Paper, IMF. 97-3.
Velazquez, Alfonso M. 2007. Subnational Debt Swaps in Mexico, How Big is Risk Exposure.
Public Budgeting & Finance Vol 27, 0275-1100(p), Blackwell Publishing.
Watt, Peter.2010. Financing Local Government. Local Government Studies, 30:4, 609-623,
Routledge.
Wulandari, Dwi. 2007. Pinjaman Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan
Museum Gunungapi Merapi di Kabupaten Sleman. Tesis, Program Pascasarjana,
Universitas Gadjahmada Yogyakarta.

23

LAMPIRAN
COMMON
Dependent Variable: KINERJA?
Method: Pooled Least Squares
Date: 12/15/15 Time: 19:17
Sample: 2009 2013
Included observations: 5
Cross-sections included: 47
Total pool (balanced) observations: 235
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

RESCH?
PAD?
DBH?
DAU?
LP?
BP?

0.021866
-0.025089
-0.015009
-0.035100
0.044969
48.12692

0.007767
0.005337
0.012477
0.023851
0.012040
25.20188

2.815406
-4.701361
-1.202987
-1.471653
3.734970
1.909656

0.0053
0.0000
0.2302
0.1425
0.0002
0.0574

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.280902
0.265201
23246.15
1.24E+11
-2693.077
0.195064

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.

14383.44
27118.58
22.97087
23.05920
23.00648

FIXED
Dependent Variable: KINERJA?
Method: Pooled Least Squares
Date: 12/15/15 Time: 19:18
Sample: 2009 2013
Included observations: 5
Cross-sections included: 47
Total pool (balanced) observations: 235
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RESCH?
PAD?
DBH?
DAU?
LP?
BP?
Fixed Effects (Cross)
_ACEHSEL--C
_ACEHTGR--C
_LANGSA--C
_LANGKAT--C
_KARO--C
_TJBALAI--C
_MEDAN--C
_PMTSTR--C
_PADANG--C
_PDGPJ--C

16231.44
-0.019236
0.008605
-0.000279
0.005896
0.000203
-13.44022

3743.914
0.003459
0.002679
0.003430
0.004983
0.002829
44.42366

4.335420
-5.561592
3.211807
-0.081316
1.183116
0.071768
-0.302546

0.0000
0.0000
0.0016
0.9353
0.2383
0.9429
0.7626

946.0462
-8623.568
-10874.04
-14169.89
-14170.36
-8890.031
116942.7
-7122.343
-6438.978
-14585.96

24

_PDGPRM--C
_BKTTGI--C
_SOLOK--C
_BENGKALIS--C
_INHUL--C
_BANGKA--C
_KERINCI--C
_JAMBI--C
_RIAU--C
_LBLINGGAU--C
_PLB--C
_BKLUSEL--C
_RJLEBONG--C
_BENGKULU--C
_LAMPUT--C
_CIAMIS--C
_KARAWANG--C
_PURWAKARTA--C
_CIREBON--C
_BLITAR--C
_SINGKAW--C
_BJMASIN--C
_MINAHASA--C
_SANGIHE--C
_BITUNG--C
_MANADO--C
_TOLI2--C
_PALU--C
_GOWA--C
_JENEPONTO--C
_MAMUJU--C
_MAROS--C
_PANGKEP--C
_PINRANG--C
_MAKASAR--C
_KOLAKA--C
_MALUKU--C

-7960.589
-15442.09
-6688.543
-33431.51
-13360.76
-15846.48
-14296.42
-6251.547
13880.49
-13495.59
67987.98
-9043.875
-8128.328
-9729.593
-6815.461
-13245.47
-7906.250
-12498.14
-11908.43
-15327.82
2274.333
44317.45
-8569.460
-13099.21
-7329.902
24365.27
-13648.85
921.5977
-10224.83
-14228.07
-14742.08
-6806.485
-10815.50
-12000.21
103560.7
-14881.07
57401.14
Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)


R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.983440
0.978709
3956.984
2.85E+09
-2249.981
207.8576
0.000000

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

RANDOM
Dependent Variable: KINERJA?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 12/15/15 Time: 19:21
Sample: 2009 2013
Included observations: 5
Cross-sections included: 47
Total pool (balanced) observations: 235
Swamy and Arora estimator of component variances

25

14383.44
27118.58
19.59984
20.38008
19.91440
2.296947

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RESCH?
PAD?
DBH?
DAU?
LP?
BP?
Random Effects (Cross)
_ACEHSEL--C
_ACEHTGR--C
_LANGSA--C
_LANGKAT--C
_KARO--C
_TJBALAI--C
_MEDAN--C
_PMTSTR--C
_PADANG--C
_PDGPJ--C
_PDGPRM--C
_BKTTGI--C
_SOLOK--C
_BENGKALIS--C
_INHUL--C
_BANGKA--C
_KERINCI--C
_JAMBI--C
_RIAU--C
_LBLINGGAU--C
_PLB--C
_BKLUSEL--C
_RJLEBONG--C
_BENGKULU--C
_LAMPUT--C
_CIAMIS--C
_KARAWANG--C
_PURWAKARTA--C
_CIREBON--C
_BLITAR--C
_SINGKAW--C
_BJMASIN--C
_MINAHASA--C
_SANGIHE--C
_BITUNG--C
_MANADO--C
_TOLI2--C
_PALU--C
_GOWA--C
_JENEPONTO--C
_MAMUJU--C
_MAROS--C
_PANGKEP--C
_PINRANG--C
_MAKASAR--C
_KOLAKA--C
_MALUKU--C

9579.135
-0.015825
0.007881
0.001118
0.005573
0.000433
65.91821

3934.363
0.003191
0.002483
0.003384
0.004972
0.002811
25.49929

2.434736
-4.959732
3.173443
0.330343
1.120846
0.153959
2.585100

0.0157
0.0000
0.0017
0.7414
0.2635
0.8778
0.0104

4276.247
-4880.451
-6446.268
-17229.59
-11331.76
-4696.685
102340.2
-3312.853
-5390.277
-8979.958
-5582.606
-9863.286
-869.6791
-28952.41
-9940.716
-11222.87
-9747.987
-4753.263
-25183.77
-9528.180
55135.81
-5654.548
-5387.306
-8885.832
-13580.61
-20719.28
-23870.80
-13868.61
-9175.330
-9952.418
7393.112
47139.84
-4622.881
-8224.460
-2537.248
27725.68
-10195.83
4079.700
-9252.919
-13012.38
-10850.35
-4414.340
-9354.031
-8407.957
101403.1
-13485.89
33871.88
Effects Specification
S.D.

Cross-section random

21849.79

26

Rho
0.9682

Idiosyncratic random

3956.984

0.0318

Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.141239
0.118640
4195.494
6.249777
0.000004

Mean dependent var


S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat

1161.114
4468.958
4.01E+09
1.680004

Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid

0.002137
1.72E+11

Mean dependent var


Durbin-Watson stat

14383.44
0.039264

REDUNDANT FIXED EFFECTS TESTS


Redundant Fixed Effects Tests
Pool: MANKEU2
Test cross-section fixed effects
Effects Test

Statistic

Cross-section F
Cross-section Chi-square

d.f.

Prob.

167.212429
885.312161

(46,182)
46

0.0000
0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: KINERJA?
Method: Panel Least Squares
Date: 12/15/15 Time: 19:25
Sample: 2009 2013
Included observations: 5
Cross-sections included: 47
Total pool (balanced) observations: 235
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RESCH?
PAD?
DBH?
DAU?
LP?
BP?

-3709.799
0.019371
-0.022445
-0.005746
-0.038522
0.042426
48.15378

4011.130
0.008224
0.006056
0.016002
0.024143
0.012354
25.20986

-0.924876
2.355428
-3.706293
-0.359093
-1.595528
3.434312
1.910117

0.3560
0.0193
0.0003
0.7199
0.1120
0.0007
0.0574

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.283590
0.264737
23253.50
1.23E+11
-2692.637
15.04225
0.000000

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

CORRELATED RANDOM EFFECTS - HAUSMAN TEST


Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: MANKEU2
Test cross-section random effects

27

14383.44
27118.58
22.97563
23.07868
23.01718
0.194329

Chi-Sq.
Statistic

Chi-Sq. d.f.

Prob.

34.314028

0.0000

Var(Diff.)

Prob.

-0.015825
0.000002
0.007881
0.000001
0.001118
0.000000
0.005573
0.000000
0.000433
0.000000
65.918213 1323.248387

0.0106
0.4713
0.0127
0.3369
0.4655
0.0291

Test Summary
Cross-section random

Cross-section random effects test comparisons:


Variable
RESCH?
PAD?
DBH?
DAU?
LP?
BP?

Fixed
-0.019236
0.008605
-0.000279
0.005896
0.000203
-13.440217

Random

Cross-section random effects test equation:


Dependent Variable: KINERJA?
Method: Panel Least Squares
Date: 12/15/15 Time: 19:26
Sample: 2009 2013
Included observations: 5
Cross-sections included: 47
Total pool (balanced) observations: 235
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RESCH?
PAD?
DBH?
DAU?
LP?
BP?

16231.44
-0.019236
0.008605
-0.000279
0.005896
0.000203
-13.44022

3743.914
0.003459
0.002679
0.003430
0.004983
0.002829
44.42366

4.335420
-5.561592
3.211807
-0.081316
1.183116
0.071768
-0.302546

0.0000
0.0000
0.0016
0.9353
0.2383
0.9429
0.7626

Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.983440
0.978709
3956.984
2.85E+09
-2249.981
207.8576
0.000000

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

FIXED - FIXED
Dependent Variable: KINERJA?
Method: Pooled Least Squares
Date: 12/16/15 Time: 08:35
Sample: 2009 2013
Included observations: 5
Cross-sections included: 47

28

14383.44
27118.58
19.59984
20.38008
19.91440
2.296947

Total pool (balanced) observations: 235


Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RESCH?
PAD?
DBH?
DAU?
LP?
BP?
Fixed Effects (Cross)
_ACEHSEL--C
_ACEHTGR--C
_LANGSA--C
_LANGKAT--C
_KARO--C
_TJBALAI--C
_MEDAN--C
_PMTSTR--C
_PADANG--C
_PDGPJ--C
_PDGPRM--C
_BKTTGI--C
_SOLOK--C
_BENGKALIS--C
_INHUL--C
_BANGKA--C
_KERINCI--C
_JAMBI--C
_RIAU--C
_LBLINGGAU--C
_PLB--C
_BKLUSEL--C
_RJLEBONG--C
_BENGKULU--C
_LAMPUT--C
_CIAMIS--C
_KARAWANG--C
_PURWAKARTA--C
_CIREBON--C
_BLITAR--C
_SINGKAW--C
_BJMASIN--C
_MINAHASA--C
_SANGIHE--C
_BITUNG--C
_MANADO--C
_TOLI2--C
_PALU--C
_GOWA--C
_JENEPONTO--C
_MAMUJU--C
_MAROS--C
_PANGKEP--C
_PINRANG--C
_MAKASAR--C
_KOLAKA--C
_MALUKU--C
Fixed Effects (Period)
2009--C
2010--C

14465.25
-0.019776
0.008860
0.003515
0.005616
0.000933
-18.26919

3874.427
0.003470
0.002697
0.004208
0.005003
0.002958
45.22732

3.733520
-5.699658
3.285025
0.835443
1.122644
0.315491
-0.403941

0.0003
0.0000
0.0012
0.4046
0.2631
0.7528
0.6867

1062.196
-8320.292
-10301.29
-15316.23
-14353.18
-8213.306
115294.8
-6929.270
-7886.011
-14600.40
-8200.555
-14908.87
-6209.400
-32880.90
-13375.52
-15744.76
-14184.46
-6374.605
16562.68
-12841.97
66924.04
-8628.367
-7731.198
-9514.729
-6879.872
-15306.28
-8788.340
-12855.34
-11933.29
-14703.26
2666.654
43940.28
-8634.247
-12753.96
-6934.365
23960.20
-13356.49
837.3010
-10440.80
-13846.17
-14802.51
-6599.720
-10677.58
-12027.26
102175.3
-14882.44
58513.88
873.7580
-1.379487

29

2011--C
2012--C
2013--C

875.5840
-697.0356
-1050.927
Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)


Period fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.983928
0.978872
3941.814
2.77E+09
-2246.467
194.5956
0.000000

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

14383.44
27118.58
19.60397
20.44311
19.94227
2.269222

DESKRIPTIF STATISTIK
KINERJA?
14383.44
5561.704
151036.3
0.000000
27118.58
2.802773
10.35055

RESCH?
139271.6
41693.46
2725624.
6234.749
342186.7
5.327106
34.57467

PAD?
184867.8
38831.12
3067168.
9796.000
520263.1
4.560141
23.05606

DBH?
472584.1
420044.9
1303908.
0.000000
230616.7
1.235202
4.794639

DAU?
36526.17
15126.29
658840.1
0.000000
70367.47
5.142538
36.99630

LP?
478428.0
390174.6
1912222.
119667.0
284122.5
1.668541
6.193459

BP?
69.97217
35.00000
558.3000
3.200000
95.15864
2.888860
11.90058

Jarque-Bera
Probability

836.7241
0.000000

10873.37
0.000000

4753.122
0.000000

91.29378
0.000000

12352.49
0.000000

208.8983
0.000000

1102.565
0.000000

Sum
Sum Sq. Dev.

3380108.
1.72E+11

32728834
2.74E+13

43443929
6.33E+13

1.11E+08
1.24E+13

8583650.
1.16E+12

1.12E+08
1.89E+13

16443.46
2118909.

Observations
Cross sections

235
47

235
47

235
47

235
47

235
47

235
47

235
47

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

30

Anda mungkin juga menyukai