Anda di halaman 1dari 19

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


JL. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat

STATUS ILMU PENYAKIT ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT : RSUD TARAKAN
Nama

: Indah Lestari Paranoan

Nim

: 112013028

Tanda Tangan:

Dr Pembimbing / Penguji : Dr. Melani , SpA.


IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. Farid
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 28 Agustus 2010
Usia : 4 tahun
Pekerjaan : Alamat: Jl. Kedoya Selatan RT 009/002, Kedoya

Jenis kelamin : Laki-laki


Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Masuk RS tanggal 22 Oktober 2014

Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

jam 11.39

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dari Ibu Pasien
Tanggal : 23 Oktober 2014 Jam : 08.00 di Ruang Melati
Keluhan Utama:
Demam
Keluhan Tambahan:
Pusing, nyeri perut, mual, muntah, nafsu makan menurun dan belum BAB.
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 16 hari SMRS. Demam meningkat
dirasakan terutama pada sore dan malam hari. Selain demam pasien juga merasa kepalanya
pusing.
Sejak 14 hari SMRS, ibu pasien membawa anaknya ke Puskesmas dan diberi obat
parasetamol sirup. Setelah meminum obat keluhan pusing berkurang dan demam sempat
turun namun pasien demam kembali.
Sejak 7 hari SMRS ibu pasien membawa anaknya berobat ke RSIA Bina Sehat
Mandiri dan dilakukan pemeriksaan darah rutin dan tes Widal lalu pasien disarankan untuk
dirawat inap namun ibu pasien menolak anaknya dirawat inap sehingga rumah sakit hanya
memberikan obat untuk demam dan antibiotik namun ibu pasien tidak tahu nama antibiotik
yang diberikan.
Sejak 5 hari SMRS, pasien masih demam dan pasien mengeluh kepala terasa pusing
disertai nyeri pada daerah perutnya yang disertai dengan rasa mual namun tidak muntah.
Nafsu makan berkurang. Pasien sudah tidak BAB selama 4 hari. BAK normal tidak ada
keluhan.
Sejak 2 hari SMRS ibu pasien mengatakan pasien muntah setelah makan. Muntah
sebanyak 3 kali dan berisi makanan. Karena tidak ada perbaikan, ibu pasien membawa pasien
berobat ke RSUD Tarakan.
Tetangga sekeliling rumah pasien tidak ada yang terkena demam berdarah dan
menurut ibu pasien, pasien suka jajan bersama teman-teman di sekitar rumahnya.Adanya
batuk lama lebih dari 3 minggu dan penurunan berat badan dalam 2 bulan berturut-turut.
Riwayat kontak dengan orang serumah yang batuk-batuk lama atau terkena flek tidak ada..
Tidak ada keluhan nyeri pada perut maupun pinggang saat berkemih bau kencing tidak
menyengat. Ibu pasien juga mengaku tidak mengalami batuk pilek selama 2 minggu ini.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Riwayat penyakit paru-paru
ada saat pasien berumur 6 bulan dan pasien meminum OAT teratur dari Puskesmas selama 6
bulan dan dinyatakan sembuh. Riwayat asma dan alergi lain disangkal. Riwayat sinusitis,
tonsillitis, dan otitis media disangkal. Riwayat nyeri pada tenggorokan juga disangkal.
Riwayat gigi berlubang diakui oleh ibu pasien.
Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
2

Perawatan antenatal
Perawatan antenatal oleh bidan di Puskesmas dan 5 kali kontrol yaitu Trimester I 1 kali
kunjungan, Trimester II 1 kali kunjungan, Trimester III 2 kali kunjungan.
Penyakit kehamilan
Keluhan dan penyakit selama kehamilan tidak ada. Penggunaan obat-obatan juga tidak ada
KELAHIRAN
Pasien lahir dari ibu yang sehat, G 2P1A0 dengan masa kehamilan 38 minggu. Pasien
merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Anak kedua lahir normal. Kelahiran pasien
dibantu oleh bidan di rumah bersalin dan dilahirkan secara spontan. Berat lahir pasien 2900
gram dengan panjang badan 48 cm. Sewaktu lahir, anak langsung menangis kuat dan kulitnya
berwarna kemerahan. Ibu dan anak tidak memiliki kelainan bawaan.
Riwayat Nutrisi
Usia 0 sampai 3 bulan : ASI ekslusif.
Usia 4 bulan sampai 6 bulan : Susu formula, sehari 8-10 kali, 60 cc.
Usia 6 bulan- 1 tahun : Menggunakan makanan padat berupa bubur susu, bubur ayam,
kadang bubur wortel atau bayam ditambah telur, sisiran daging ayam, hati ayam, tempe, atau
ikan. Dalam sehari makan 3 kali sebanyak 300 ml. Pasien juga suka makan biskuit atau roti
sebagai camilan sehari-hari. Tidak ada jadwal khusus untuk camilannya. Dalam sehari pasien
bisa minta camilan 4-5 kali. Jumlahnya sudah tidak diingat.
Usia 1 tahun sampai sekarang : Pasien sudah tidak menetek, hanya diberi makanan padat
dan susu formula. Sehari-hari makan nasi dengan kuah sop ditambah ayam, ikan, atau telur.
Pasien juga sangat suka nyemil, terutama biskuit. Ibu pasien sudah berusaha membiasakan
pasien untuk minum susu, tetapi pasien lebih suka makan. Dalam sehari hanya minum susu
100-150 cc sebanyak 2 kali. Untuk makanan padat, sehari 3 kali sebanyak 1 mangkuk
400-500 cc dengan isi 1potong tempe atau 1potong tahu atau 1 ayam, sayur bayam kuah.
Untuk camilan, pasien tidak ada jadwal tersendiri. Bisa lebih darin 3 kali sehari, kira-kira 3-4
keping biskuit atau 1 potong roti sekali makan. Kadang jika temannya membeli jajanan es
dekat rumah, pasien juga ikut mengonsumsinya.

Dalam seminggu terakhir nafsu makan menurun, jika dibujuk hanya berhasil menghabiskan
satu mangkuk ( 500 cc) dalam dua sampai tiga kali makan. Tetapi pasien jadi mau minum
susu. Sekali minum dapat menghabiskan 100 cc , 4 kali dalam sehari.
Riwayat Pertumbuhan
Riwayat pertumbuhan tidak diketahui dikarenakan pasien tidak membawa kartu KMS.
Namun menurut ibu pasien, pasien bertambah berat badan dan tinggi badannya.
Riwayat Perkembangan
Motorik kasar :
Tengkurap: umur 4 bulan (N: 3-4 bln)
Duduk: umur 6 bulan (N: 6 bln)
Berdiri: 9 bulan (N:9-12 bln)
Berjalan : 13 Bulan ( N: 9-18 bln)
Bahasa dan personal sosial :
Bicara : Bicaranya sepenuhnya tidak dapat dimengerti oleh Ibu pasien. Dan anak belum
bisa menceritakan dengan lancar dan cukup rinci tentang hal-hal yang dialaminya.
Minum dan makan sendiri : pasien sudah mau makan dan minum sendiri.
Berpakaian : sudah bisa memakai dan melepas baju, terutama baju tidur yang tidak ada
kancingnya.
Motorik halus :
Mencoret-coret di kertas : sejak usia 1 tahun sudah mulai ikut menggambar
Kesan : Terdapat keterlambatan perkembangan bidang bahasa dan personal sosial.
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien lupa anaknya sudah divaksin apa saja. Tetapi ibu pasien masih ingat anaknya
pernah divaksin di Puskesmas dengan disuntik di paha 1 kali saat anaknya baru lahir dan
vaksin yang ditetes di mulut 1 kali. Alasan mengapa anaknya tidak di imunisasi lengkap
karena ibunya sibuk bekerja.
Kesan : Imunisasi tidak lengkap

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien dalam keadaan sehat, tidak menderita penyakit infeksi maupun degeneratif. Ibu
pasien tidak mempunyai riwayat penyakit infeksi maupun degenerative lainnya. Adik
perempuan pasien juga dalam keadaan sehat, Kelainan sejak lahir, penyakit infeksi lain, dan
riwayat alergi disangkal.

Silsilah Keluarga

= Ayah pasien/ 37 tahun/ sehat


= Ibu pasien / 35 tahun/ sehat
= Adik perempuan pasien/ 2 tahun/ sehat
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan umum
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 100/ 60 mmHg

Nadi

: 110 kali/menit, reguler

Suhu

: 39,0 C

Pernapasan (frekuensi dan tipe)

: 22 kali/menit, teratur, reguler

Antropometri
Panjang badan

: 101 cm

Berat badan

: 14 Kg

Lingkar kepala

: 50 cm

LILA

: 14,4 cm

IMT

: 14/ (1,012)= 13,72

Status Gizi

BB/ U

: 0 s/d -2 SD

TB/U

: 0 s/d -2 SD
5

BB/TB

Kesan: status gizi kurang

: -2 s/d -3 SD

Kepala

: Normocephali
8

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, pupil isokor, edem (-)

Telinga

: Normotia, sekret (-) membran timpani utuh, refleks cahaya +

Hidung

: Septum deviasi (-), rhinorrhea (-), nyeri tekan sinus (-), napas cuping hidung
(-)

Tenggorokan : T1-T1, faring normal, hiperemis (-)


Leher

: Pembesaran KGB (-), retraksi supra sternal (-)

Ketiak

: Pembesaran KGB (-)

Gigi-Mulut

: Mukosa mulut lembab, caries dentis (-),sariawan (-), coated tongue (+),

Thorax
Paru-Paru :
Inspeksi

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Kiri

Depan
Belakang
Simetris dalam batas normal, Simetris dalam batas normal,

Kanan

retraksi intercostals (-)


retraksi intercostals (-)
Simetris dalam batas normal, Simetris dalam batas normal,

Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri

retraksi intercostals (-)


Dalam batas normal
Dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Suara napas vesikuler

retraksi intercostals (-)


Dalam batas normal
Dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Suara napas vesikuler

Wheezing (-)

Wheezing (-)

Ronkhi (-) ,
Suara napas vesikuler

Ronkhi (-)
Suara napas vesikuler

Wheezing (-)

Wheezing (-)

Ronkhi (-)

Ronkhi (-)

Kanan

Jantung :
Inspeksi

: Pulsasi iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Teraba iktus cordis pada sela iga V linea midclavicula kiri

Perkusi

Batas kanan

: sela iga V linea sternalis kanan.

Batas kiri

: sela iga V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri.

Batas atas

: sela iga II linea parasternal kiri.

Auskultasi

: BJ I-II murni regular, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen :
9

Inspeksi

: tampak datar, retraksi epigastrium (-)

Palpasi
Dinding Perut

: Supel, nyeri tekan paraumbilikal (+), nyeri supra


simfisis (-)

Turgor Kulit

: Normal

Hati

: Tidak teraba membesar

Limpa

: Tidak teraba membesar

Ginjal

: Tidak teraba

Lain-lain

: Tidak ada

Perkusi

: Timpani, kembung (+), nyeri ketok CVA (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Inguinal

: Pembesaran KGB (-)

Ekstremitas
Inspeksi

: Deformitas tulang, sendi, lutut, falang (-), edem (-), sianosis (-).

Palpasi

: Tidak ada kelainan

Genitalia

: Tidak terdapat fimosis, epispadia dan hipospadia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium (16 oktober 2014 jam 9:57) di RSIA Bina Sehat Mandiri:
Darah
Hemoglobin

: 12,3 g/dL

Hitung jenis:

Eritrosit

: 4,20 juta /ul

Basofil

: 0%

Hematokrit

: 38,5%

Eosinofil

: 0%

Leukosit

: 4.300 /uL

Batang

: 2%

Trombosit

: 295.000/uL

Segmen

: 67%

Limfosit

: 30%

Monosit

:1%

Imunoserologi
Widal
Salmonella thypii O

1/320
10

Salmonella thypii H

1/320

Salmonella parathypii AO

1/160

Salmonella parathypii BO

1/320

Salmonella parathypii CO

1/320

Salmonella parathypii AH

1/160

Salmonella parathypii BH

1/320

Salmonella parathypii CH

1/320

Laboratorium (22 Oktober 2014 jam 12.43) di IGD RSUD Tarakan:


Darah
Hemoglobin

: 12,1 g/dL

Hitung jenis:

Hematokrit

: 36,4 %

Basofil

: 0%

Eritrosit

: 4,66 juta/ul

Eosinofil

: 0%

Leukosit

: 13.040 /uL

Batang

: 0%

Trombosit

: 194.600/uL

Neutrofil

: 66%

Limfosit

: 28%

Monosit

: 6%

LED

: 60 mm/jam

Imunoserologi
Widal
Salmonella thypii O

Negatif

Salmonella thypii H

Negatif

Salmonella parathypii AO

Negatif

Salmonella parathypii BO

Negatif

Salmonella parathypii CO

Negatif

Salmonella parathypii AH

Negatif

Salmonella parathypii BH

Negatif

Salmonella parathypii CH

1/80

C. RINGKASAN
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 16 hari SMRS. Demam meningkat
dirasakan terutama pada sore dan malam hari. Selain demam pasien juga merasa
kepalanya pusing. Sejak 14 hari SMRS, ibu pasien membawa anaknya ke Puskesmas dan
diberi obat parasetamol sirup. Setelah meminum obat keluhan pusing berkurang dan
11

demam sempat turun namun pasien demam kembali. Sejak 7 hari SMRS ibu pasien
membawa anaknya berobat ke RSIA Bina Sehat Mandiri dan dilakukan pemeriksaan
darah rutin dan tes Widal lalu pasien disarankan untuk dirawat inap namun ibu pasien
menolak anaknya dirawat inap sehingga rumah sakit hanya memberikan obat untuk
demam dan antibiotik namun ibu pasien tidak tahu nama antibiotik yang diberikan.Sejak
5 hari SMRS, pasien masih demam dan pasien mengeluh kepala terasa pusing disertai
nyeri pada daerah perutnya yang disertai dengan rasa mual. Nafsu makan berkurang.
Pasien sudah tidak BAB selama 4 hari. Sejak 2 hari SMRS ibu pasien mengatakan pasien
muntah setelah makan. Muntah sebanyak 3 kali dan berisi makanan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien keadaan umum

tampak

sakit

sedang,kesadaran compos mentis, nadi: 110 kali/menit dan reguler, suhu : 39,0 C,
pernapasan (frekuensi dan tipe) : 22 kali/menit, teratur, reguler, demam, pada lidah
terdapat coated tongue dan nyeri tekan paraumbilikal. Pemeriksaan antropometri
didapatkan status gizi kurang. Riwayat imunisasi didapatkan kesan imunisasi tidak
lengkap. Riwayat perkembangan didapatkan kesan gangguan dibidang bahasa dan
personal sosial.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya leukopenia dan peningkatan LED.
Pada pemeriksaan serologi widal, didapatkan kesan seperti demam tifoid.

D. DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis Kerja : - Demam Tifoid
-

Gizi kurang

Imunisasi tidak lengkap

Gangguan bahasa ekspresif

Dasar diagnosis Demam Tifoid :

Gejala Klinis : Demam lebih dari 7 hari step ladder, nyeri perut, mual, muntah,
anoreksia, konstipasi.

Pemeriksaan fisik: febris, coated tongue (+), nyeri tekan paraumbililkal, perut
kembung.

Pemeriksaan penunjang : leukopenia dan peningkatan LED, serta serologi widal


(+) demam tifoid.

12

Dasar diagnosis Gizi Kurang :

Status Gizi: BB/TB = -2 s/d-3 SD

Dasar diagnosis Imunisasi tidak lengkap :

Disuntik di paha 1 kali saat anaknya baru lahir : Hepatitis B0

Ditetes di mulut 1 kali : OPV

Dasar diagnosis Gangguan Bahasa Ekspresif:

Bicaranya sepenuhnya tidak dapat dimengerti oleh Ibu pasien. Dan anak belum
bisa menceritakan dengan lancar dan cukup rinci tentang hal-hal yang
dialaminya. Menurut ibu pasien, anaknya hanya bisa berbicara 2 kata, seperti
mau makan, mau jajan, ya tidak.

Diagnosis Banding:

Tuberculosis paru
Infeksi saluran kemih

E. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN

Serologi Widal

Tes Tubex

Kultur darah

Pemeriksaan urin lengkap

F. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa

Tirah baring

Observasi tanda-tanda vital

Diet rendah serat


o Menentukan Desirable Body Weight (DBW) atau Berat Badan Ideal
BBI = (usia dalam tahun x 2) + 8
BBI = (4 x 2) + 8 = 16 kg
o Menentukan Estimasi Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Total Per Hari
13

o Kebutuhan kalori

= BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi


= 16 kg x 90 = 1440 kal/hari

Protein 10% dari total kalori = (10% x 1440 kal) : 4 = 36 gram


Lemak 20% dari total kalori = (20% x 1440) : 9 = 32 gram
Karbohidrat =(1440 kal - (36+32)) : 4 = 343 gram
2. Medikamentosa

IVFD Ringer Laktat & Dekstrose 10% 18 tpm

Paracetamol sirup 3 x 2 sendok teh bila demam diatas 38,5C

Cefotaxime 3 x 500 mg IV

G. PROGNOSIS
1. Ad Vitam
2. Ad Fungsionam
3. Ad Sanationam

Tanggal/
jam
23/10/14
07.00

24/10/14
07.00 WIB

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

Subjektif

Objektif

Masih demam terutama


malam hari, pusing, (+),
mual (+), nyeri pada perut
(+), BAB (-) sudah 4 hari,
BAK lancar, makan sulit.

KU lemah, compos mentis


Tek. Darah : 90/60 mmHg
Nadi: 90 kali/menit
RR:22kali/menit
Suhu 39oC

Demam mulai menurun,


nyeri perut berkurang

BB: 14 kg
KU: sedang, compos mentis
Nadi: 110 kali/menit

Assesment
Planning
A: Demam Tifoid
P:
IVFD RL & D10% 18 tpm
Parasetamol sirup 3x 2 cth
Cefotaxime 3 x 500 mg IV
A: Demam Tifoid
P:
14

25/10/14
07.30

26/10/14
07.00

27/10/2014

pusing masih ada


Makan minum sulit, belum
BAB

RR: 22kali/menit
Suhu 37,7C
BB: 14kg

Demam turun, BAB (+) 1x,


nyeri perut (-), makan
minum mau.

KU sedang, compos mentis


Nadi: 100 kali/menit
RR: 26kali/menit
Suhu 37,1oC
KU baik, compos mentis
Nadi: 100 kali/menit
RR: 22 kali/menit
Suhu 36.5oC
BB: 13 kg
KU baik, compos mentis
Nadi: 100 kali/menit
RR: 22kali/menit
Suhu 36.2oC
BB: 13 kg

Demam (-)

Demam (-)

Terapi lanjut

A: Demam tifoid
P:
Terapi lanjut

A: Demam tifoid
perbaikam
P:
Terapi lanjut

A: Demam tifoid perbaikan


P:
Boleh pulang
Obat pulang:
Cefixime 3 x cth

Analisis Kasus
Demam tifoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella
typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Salmonella
adalah kuman gram negatif yang berflagela, tidak membentuk spora, dan merupakan anaerob
fakultatif yang memfermentasikan glukosa dan mereduksi nitrat menjadi nitrit. S.typhi
memiliki antigen H yang terletak pada flagela, O yang terletak pada badan, dan Vi yang
terletak pada envelope, serta komponen endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding
sel.1 Prevalens 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3 19 tahun, kejadian menigkat
setelah umur 5 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki berbanding perempuan masingmasing 49 dan 59 orang (rasio 1 : 1,20). Dari penelitian demam tifoid pada 108 kasus usia <
5 tahun, sebagian besar (90,74%) berada dalam kelompok usia 2 5 tahun sedangkan sisanya
10 orang (9,26 %) berusia < 2 tahun. Insidens semakin bertambah sesuai dengan
bertambahnya usia pasien. Dalam hal ini, pasien berjenis kelamin laki-laki dan berusia
kurang dari 5 tahun dan ini sesuai dengan teori diatas.
Faktor resiko pada demam tifoid adalah bergantung tingkat pengetahuan, higiene
perorangan, kebiasaan makan/minum diluar rumah (tempat jual makanan/minuman, fasilitas
cuci

tangan

yang

ada,

jenis

makanan/minuman,

cara

makan/minum,

kemasan
15

makanan/minuman) dan sanitasi lingkungan (sumber air bersih, kualitas air minum,
pemilikan dan permanfaatan jamban, kualitas jamban keluarga). Berdasarkan status gizi,
sebagian besar pasien mempunyai gizi kurang (50,9%) dan gizi baik (47,2%). Gizi buruk dan
gizi lebih masing-masing ditemukan pada 1 pasien (1,4%). 2,3 Pada pasien ini mempunyai
kebiasaan sering jajan sembarangan dan pada status gizi pasien adalah gizi kurang, sehingga
faktor resiko pada pasien ini sesuai dengan teori di atas.
Pada kasus ini, diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan kemudian tatalaksana. Pada anamanesis
ditemukan adalah demam lebih dari 7 hari dengan pola step ladder, pusing, nyeri perut, mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik ditermukan bradikardi relatif,
dimana pada normalnya pada kenaikan setiap 1C diikuti dengan peningkatan denyut nadi
15-20 kali/ menit. Pada pasien ini suhu pasien febris yaitu 38C dan denyut nadi 110
kali/menit, dimana terdapat kenaikan 1,5C dari suhu badan pasien ini dari suhu normal
37,5C, tidak diikuti dengan kenaikan denyut jantung 20-30 kali/menit yang semestinya
menjadi 130-150 kali/menit. Selain itu pada pasien terdapat coated tongue, nyeri tekan
paraumbililkal, dan perut kembung. Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan darah rutin
leukopenia dan LED meningkat serta serologi widal (+) demam tifoid. Berdasarkan teori,
bahwa terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung diagnosa demam
tifoid. Pemeriksaan penunjang demam tifoid antara lain adalah
Darah tepi perifer:
Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau
perdarahan usus.
Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
Limfositosis relatif
Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
Pemeriksaan serologi yaitu serologi Widal dimana positif bila terdapat kenaikan titer
S. typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens. Pada
pemeriksaan Tubex test yaitu memeriksa IgM Salmonella typhi. Pemeriksaan biakan
Salmonella yang terdiri dari kultur darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit
dan kultur sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4. Kultur urin dan kultur feses
dilakukan paling baik pada minggu 2-3 dari perjalanan penyakit.2
Diagnosis banding pada kasus ini adalah tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih.
Tuberkulosis paru dijadikan diagnosis banding karena demam yang berlangsung lebih dari 2
16

minggu. TB paru dapat disingkirkan sebagai diagnosis kerja karena karena pada
alloanamnesis tidak terdapat adanya batuk lama lebih dari 3 minggu, penurunan berat badan
dalam 2 bulan berturut-turut tetapi serta riwayat kontak dengan pasien dewasa dengan TB
paru. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe di leher,
aksila dan inguinal serta tidak terdapat deformitas tulang maupun sendi. Bila dihitung dari
sistem skoring, jumlah skor adalah 2 yaitu <6.1-7

0
0
1
1
0
0
0
-

Infeksi saluran kemih (ISK) diambil sebagai diagnosis banding karena pada gejala
klinis ISK juga terdapat demam lebih dari 7 hari. ISK dapat disingkirkan sebagai diagnosis
kerja karena pada pasien tidak nyeri pada perut bagian bawah maupun pinggang saat
berkemih ataupun bau kencing tidak menyengat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
adanya nyeri tekan supra simpisis maupun nyeri ketuk CVA dan tidak adanya kelainan pada
genitalia eksterna seperti fimosis, hipospadia atau epispadia,
Penatalaksaanan pada pasien ini terdiri dari non medikamentosa dan medika mentosa.
Non medikamentosa terdiri dari tirah baring, obeservasi tanda-tanda vital dan diet rendah
serat. Pada pasien ini dimana status gizinya adalah gizi kurang, maka penghitungan
kebutuhan kalori dihitung berdasarkan rumus kebutuhan kalori pada anak gizi kurang yaitu
BBI-ideal x RDA menurut usia-tinggi.8 Medika mentosa terdiri dari terapi cairan
menggunakan campuran infus Ringer Laktat dengan Dekstros 10% dan Paracetamol sebagai
analgetik antipiretik, diberikan antibiotik Cefotaxim yang merupakan golongan sefalosporin
generasi ke-III. Diberikan Cefotaxim 3x500 mg sebagai antibiotiknya karena pada pasien
17

telah diberi Kloramfenikol oleh rumah sakit lain sebelum datang ke RSUD Tarakan namun
demam tidak kunjung turun sehingga dipikirkan kemungkinan relaps atau kuman resisten
terhadap Kloramfenikol. 1-6
Pada pasien, diagnosis imunisasi tidak lengkap juga ditegakkan sehingga pasien harus
mengejar keterlambatan dalam mendapatkan imunisasi.9-10
RENCANA CATCH-UP IMUNISASI
4 tahun

4 th 2
bln

4 th 4 bln

4 th 6

4 th 8

4 th 10

bln

bln

bln

Hep. B Hep.B2
Hep.B3
DTP
DTP1 DTP2
DTP3
Polio
Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4
Campak MMR

5 tahun

5 th 6

6 tahun

bln

Polio 5
Booste
r

Hib
PCV
Varisela
Hep. A

Kapan saja dapat diimunisasi


Kapan saja dapat diimunisasi
Kapan saja dapat diimunisasi
Kapan saja dapat diimunisasi

Pada pasien juga terdapat diagnosis Gangguan Bahasa Ekspresif. Penyebab kelainan
berbahasa bermacam-macam yang melibatkan berbagai faktor yang dapat saling
mempengaruhi, antara lain kemampuan lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf,
emosis psikologis dan lain sebagainya. Diagnosis adanya gangguan berbahasa ditegakkan
melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pengamatan saat bermain. Pada pasien ini, berdasar
alloanamnesa, ibu pasien mengatakan isi pembicaraan sepenuhnya tidak dapat dimengerti
oleh Ibu pasien. Dan anak belum bisa menceritakan dengan lancar dan cukup rinci tentang
hal-hal yang dialaminya. Menurut ibu pasien, anaknya hanya bisa berbicara 2 kata, seperti
mau makan, mau jajan, ya tidak. Pada pemeriksaan fisik, pada kepala tidak didapatkan
mirosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin,
perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap) atau celah palatum. Semua
anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes pendengaran. Jika anak tidak kooperatif
terhadap audiogram atau hasilnya mencurigakan, maka perlu dilakukan pemeriksaan
auditory barinsterm responses. Pemeriksaan dari psikolog/neuropsikiater anak diperlukan
jika ada gangguan bahasa dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi riwayat dan tes bahasa,
18

kemampuan kognitif dan tingkah laku. Ahli patologi wicara akan mengevaluasi cara
pengobatan anak dengan gangguan bicara.

Daftar Pustaka
1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP. Demam tifoid.
Dalam: Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jakarta: 2009; hal 47-9.
2. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds.
Nelson Textbook of Pediatrics, edisi 16. Philadelphia : WB Saunders, 2000:842-8.
3. Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis, treatment
and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18.
4. Tumbelaka AR, Retnosari S. Imunodiagnosis Demam Tifoid. Dalam : Kumpulan
Naskah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Jakarta :
BP FKUI, 2001:65-73.
5. Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002;347(22):1770-82.
6. Ranuh,I.G.N Gede, Hariyono Suyitno; Sri rezeki S Hadinegoro dkk. Pedoman
Imunisasi di Indonesia. Vaksin tifoid. Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia : hal.
362-66.
7. Soedarmo, sumarmo; Herry Garna; Sri Rezeki S. Hadinegoro; Hindra Irawan Satari.
Demam Tifoid. Buku ajar Infeksi Pediatric tropis. Penerbit Ikatan Anak
Indonesia.2008 : hal. 338-46.
8. Sjarif DS, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung C. Rekomendasi IDAI: Asuhan nutrisi
pediatrik. Jakarta: IDAI;2011.
9. Ranuh G, Suyitno H, Hadinegoro S, Kartasasmita C. Pedoman imunisasi di Indonesia.
Edisi ke-4, cetakan pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,2011.
10. Purwanti A. Mengejar Keterlambatan Imunisasi Anak. 22 Juni 2014. Diunduh dari :
http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/mengejar-keterlambatan-imunisasianak.html pada tanggal 3 November 2014

19

Anda mungkin juga menyukai