Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

METODE ANALISA MANAJEMEN LAB


ANALISIS PROTEIN METODE BRADFORD

Disusun Oleh
Adeyan Al Fikri (135080307111006)
T04

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi
keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk

memberikan

masukan-masukan

yang

bersifat

membangun

untuk

kesempurnaan makalah ini.

Malang, 21 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..............................................................................................

Daftar Isi.........................................................................................................

ii

Bab I Pendahuluan
1.1
1.2
1.3

Latar Belakang.............................................................................
Rumusan Masalah.......................................................................
Tujuan..........................................................................................

1
2
2

Bab II Pembahasan
2.1 Protein...........................................................................................

2.2 Metode Bradford...........................................................................

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bradford..............................

2.4 Bovine Serum Albumin (BSA).....................................................

Bab III Metodologi


3.1 Alat dan Bahan..............................................................................

3.2 Prosedur Pengujian Metode Bradford..........................................

Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan...................................................................................

4.2 Saran.............................................................................................

Daftar Pustaka................................................................................................ 10

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam
amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh
lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan
ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga
(Winarno, 1990).
Kualitas suatu protein salah satunya ditentukan oleh jenis dan jumlah asam
amino penyusunnya. Asam amino terbagi menjadi dua yaitu, asam amino non
esensial dan asam amino esensial. Asam amino yang dapat disintesis sendiri oleh
tubuh disebut asam amino non esensial. Asam amino yang tidak dapat disintesis
sendiri oleh tubuh dan harus diperoleh dari makanan disebut asam amino esensial
(Hermiastuti, 2013).
Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam
tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur
berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk
zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan
dalam jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi
dengan asam dan basa dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh
(Winarno, 1990).
Penetapan protein secara akurat merupakan pekerjaan yang sulit
dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah protein
membentuk grup yang sangat beragam dan luar biasa kompleksnya baik dalam
komposisi maupun dalam sifat sehingga sulit untuk memisahkan, memurnikan
atau mengekstrak, sifat amfoterik dari protein, kemampuan mengabsorbsi yang
tinggi, dan sensitifitas terhadap elektrolit, panas, pH, dan pelarut. Oleh karena itu
analisa protein dalam makanan pada umumnya lebih kepada kadar total protein
dan bukan pada kadar protein tertentu (Anwar dan Sulaeman ,1992).

Cara analisis protein dalam makanan sebenarnya ada berbagai cara dan
yang paling umum yaitu menggunakan metode Kjeldahl. Selain menggunakan
metode Kjeldahl juga dapat dilakukan dengan metode Bradford yang akan dibahas
pada makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut
Apakah yang dimaksud dengan analisis protein metode Bradford?
Bagaimana prinsip kerja metode Bradford ?
Apa saja kelebihan dan kekurangan metode Bradford?
Bagaimana prosedur pengujian analisis protein dengan metode Bradford?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan dapat
menerapkan cara analisis protein dengan metode Bradford yaitu dengan metode
spektrofotometri menggunakan kurva standar.
.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Protein
Protein adalah polimer biologi berbentuk rantai molekul panjang yang
tersusun atas molekul-molekul kecil asam amino yang saling berikatan dengan
ikatan peptida. Asam amino sendiri merupakan molekul dengan gugus karboksil (COOH) dan amino (-NH2) terikat dengan gugus acak (-R). Perbedaan gugus acak
menentukan jenis asam amino serta menentukan protein yang terbentuk. Gugus
pada asam amino tersebut dapat berupa senyawa aromatik, rantai panjang karbon,
sulfida, amina, dan sebagainya (Underwood, 2001).
Protein merupakan suatu komponen selular utama yang menyusun tubuh
manusia, dan berperan penting dalam struktur, fungsi, dan reproduksi manusia.
Protein terdapat di dalam semua sistem kehidupan, dan pada manusia, protein
banyak tersimpan di jaringan otot dan beberapa organ tubuh lainnya, sedangkan
sisanya terdapat di dalam darah. Protein tersusun atas asam-asam alfa amino yang
susunannya mengandung unsur-unsur seperti karbon, oksigen, hidrogen, dan
nitrogen (Sumardjo, 2008).
Protein sendiri berfungsi banyak dikarenakan keragamannya. Antara lain
sebagai enzim, senyawa transport, protein kontraktil, protein regulator, katalisator,
dan protein struktural. Sifat fisika dan kimia dari protein hampir sama dengan
asam amino, monomernya. Protein memiliki berat molekul yang besar, sehingga
ketika dilarutkan akan membentuk senyawa koloid, protein juga tidak dapat
melalui membrane semipermeabel dikarenakan sifatnya itu. Protein dapat
menggumpal jika ditambah alkohol atau diberi panas karena protein akan menarik
mantel air yang melingkupinya. Protein juga bisa mengalami denaturasi dan
renaturasi yaitu pemutusan ikatan-ikatan molekul pada protein dan penggabungan
kembali ikatan tersebut. Hal tersebut bisa diakibatkan pengaruh suhu, pH, dan
logam berat. Protein juga bersifat amfoter serta memiliki titik isolistrik
dikarenakan memiliki gugus karboksil sekaligus amina (Harold, 2001).

Asam amino yang dapat dianalisis adalah asam amino esensial, seperti
asam amino dengan rantai samping aromatik (tirosin, triptofan, dan fenilalanin)
atau bersifat basa (arginin, histidin, dan leusin) (Stoscheck, 1990).
2.2 Metode Bradford
Metode Bradford merupakan salah satu metode dalam penentuan kadar
protein suatu bahan. Metode Bradford ialah suatu metode yang dapat digunakan
untuk menganalisis kandungan protein di dalam suatu larutan dengan
menggunakan zat warna Coomassie Blue G-250 sebagai pengikat protein
(Bradford, 1976) .
Zat warna tersebut akan mengikat protein dan mengubah warna pada
larutan yang mengandung protein tersebut dari warna kemerahan menjadi warna
kebiruan. Ikatan yang terjadi antara zat warna Coomassie Blue G-250 dan protein
dapat terjadi dikarenakan adanya gaya van der walls antara keduanya. Gaya van
der walls dapat terjadi karena adanya bagian protein yang bersifat hidrofobik
mengikat bagian dari zat warna Coomassie Blue G-250 (penyusun reagen
Bradford) yang bersifat non polar sehingga mengakibatkan zat warna tersebut
melepaskan elektronnya ke bagian hidrofobik protein. Selain itu, antara zat warna
dan protein juga terdapat kekuatan ionik yang memperkuat ikatan antara
keduanya dan membuat zat warna tersebut menjadi stabil (Bradford, 1976).
Menurut Stoscheck (1990), prinsip kerjanya didasarkan pada peningkatan
secara langsung zat warna Coomasie Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein
yang mengandung residu asam amino dengan rantai samping aromatik (tirosin,
triptofan, dan fenilalanin) atau bersifat basa (arginin, histidin, dan leusin). Reagen
CBBG bebas berwarna merah kecoklatan (Imaks 465 nm), sedangkan dalam
suasana basa reagen CBBG akan berbentuk anion yang akan mengikat protein
membentuk warna biru (Imaks 595 nm). Jumlah CBBG yang terikat pada protein
proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein.
Hal ini lah yang digunakan pada metode Bradford untuk menentukan
kadar protein di dalam suatu larutan. Kandungan protein yang berikatan dengan
4

zat warna tersebut dapat diukur dengan menggunakan instrument spectronic 20 D


untuk mengukur nilai absorbansnya pada panjang gelombang kisaran 465-595 nm.
Selanjutnya, nilai absorbans tersebut dapat digunakan untuk membuat kurva
standar yang menjadi dasar penentuan konsentrasi dan kadar protein di dalam
larutan (Bradford, 1976).
Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur nilai absorbans
larutan yang mengandung protein berkisar antara 470-650. Hal itu dikarenakan
metode Bradford bergantung pada kerja zat warna Coomassie Blue G-250 yang
memiliki empat formasi ion yang berbeda-beda dengan nilai pKa 1,15 ; 1,82 ; dan
12,4. Zat warna yang digunakan pada metode Bradford ini dapat dalam bentuk
anion dan kation.Bentuk kation zat warna ini ialah dye commassie yang berwarna
merah dan hijau dengan nilai absorbansi maksimum berada pada panjang
gelombang kisaran 470 nm hingga 650 nm.Bentuk anion zat warna ini
ialah commasie yang berwarna biru dengan nilai absorbansi maksimum berada
pada panjang gelombang maksimum 595 nm. Penentuan kadar protein pada suatu
larutan dilakukan dengan menentukan jumlah zat warna dalam bentuk anion
(commasie blue G-250) yang diukur dengan panjang gelombang 595 nm
(Bradford, 1976).
Jika pemilihan panjang gelombang memiliki spektrum perubahan besar
pada nilai absorbansi saat panjang gelombang sempit, maka apabila terjadi
penyimpangan kecil pada cahaya yang masuk akan mengakibatkan kesalahan
besar dalam pengukuran. Semakin besar panjang gelombangnya maka akan
semakin kecil nilai absorbansinya. Hal ini dapat diakibatkan sinar putih pada
setiap panjang gelombang dapat terseleksi lebih detail oleh prisma (Underwood,
2001).

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bradford


Tingkat ketelitian metode Bradford dalam menentukan kadar protein
cukup tinggi karena koefisien penghentian dari kompleks albumin larutan standar

BSA adalah konstan selama rentang konsentrasi flip-10. Nilai presisi dan akurasi
data dari metode Bradford cukup tinggi dalam hal penentuan kadar protein
ataupun sampel lain. Metode Bradford sangat sederhana, cepat dan teliti serta
dapat dilakukan pengujian ulang untuk sampel lain yang berada di luar jangkauan.
Oleh karena itu metode Bradford sangat dianjurkan untuk mendeteksi suatu
molekul selular seperti protein. Metode ini menentukan kadar protein bukan dari
ikatan peptidanya namun metode ini mendeteksi suatu asam amino spesifik yang
berada di dalam protein tersebut dan berikatan dengan zat warnanya ( Stoscheck ,
1990).
Namun, respon reagen Bradford rentan terhadap pengaruh nonprotein,
khususnya detergen, dan menjadi semakin nonlinier pada tinggi akhir konsentrasi
berbagai protein yang berguna. Respon Bradford juga berbeda atau bervariasi
bergantung pada komposisi protein, sehingga dibutuhkan protein solusi standar
(Neide, et al., 2003).
2.4 Bovine Serum Albumin (BSA)
BSA adalah protein yang yang relatif kecil yang ditemukan pada plasma
darah mamalia dan serum. Senyawa ini merupakan pembawa protein yang
membantu distribusi kation dan materi tak-larut seperti hormone steroid dan asam
lemak darah (Anonim, 2010).
Bovine Serum Albumin (BSA) adalah protein referensi yang diterima
secara universal untuk kuantisasi protein total. Standar albumin justru dirumuskan
de 2 mg/mL dalam natrium klorida 0,9% ultra murni (saline) solusi. Produk ini
tersedia dalam tiga format paket yang nyaman : ampul kaca 1 mL, 50 ml botol
polypropylene, dan set lengkap berisi tujuh siap digunakan pengenceran (Anonim,
2013).
Larutan Bovine Serum Albumin (BSA) merupakan larutan standar yang
digunakan

untuk

menentukan

kadar

protein

dengan

metode

Bradford

(Keenan,1992). Tingkat Ketelitian metode Bradford dalam menentukan kadar


protein cukup tinggi karena koefisien penghentian dari kompleks albumin larutan
standar BSA adalah konstan selama rentang konsentrasi flip-1 (Stoscheck,1990).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat - alat yang digunakan dalam pengujian protein metode


Bradford antaralain sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

gelas piala,
tabung reaksi,
bulb,
pipet Mohr 0.1 mL,

5.
6.
7.
8.

kuvet,
pipet volumetrik,
gelas ukur,
Spektro UV-VIS Genesys 10 UV.

Adapun bahan - bahan yang digunakan dalam pengujian protein metode


Bradford antaralain sebagai berikut :
1. aquades,
2. larutan NaCl,
3. larutan BSA (Bovine Serum Albumin) 0,1 mg/mL,
4. reagen Bradford (commasie blue G-250).
9.
10. 3.2 Prosedur Pengujian Metode Bradford
1. Enam tabung reaksi dibersihkan dan dikeringkan dan kemudian diberi
label masing-masing tabung ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, dan ke-6.
2. Tabung ke-1 diisi 100 L larutan NaCl saja. Tabung ke-2 diisi campuran
antara larutan BSA 10 L dan larutan NaCl 90 L. Tabung ke-3diisi
campuran antara larutan BSA 20 L dan larutan NaCl 80 L. Tabung ke-4
diisi campuran antara larutan BSA 30 L dan larutan NaCl 70 L. Tabung
ke-5 diisi campuran antara larutan BSA 50 L dan larutan NaCl 50 L.
Tabung ke-6 diisi larutan BSA 100 L saja.
3. Sebanyak 5 mL reagen Bradford ditambahkan ke dalam masing-masing
tabung reaksi.

4. Kemudian semua tabung dikocok agar larutan menjadi homogen dan


dibiarkan kurang lebih lima belas menit dengan penutup parafilm agar
larutan tidak menguap. Tabung ke-1 digunakan sebagai blanko.

5. Kemudian semua tabung reaksi tersebut diukur nilai absorbansnya dengan


memasukkan larutan ke dalam kuvet dan diukur pada panjang gelombang
595 nm di spektrofotometer.
6. Setelah itu dibuat kurva hubungan antara absorban dengan konsentrasi
protein

dalam

tabung

beserta

persamaan garisnya.

Kurva tersebut

digunakan sebagai kurva standar.


7. Larutan sampel protein dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diukur
nilai absorbansinya. Pengukuran absorbansi pada larutan sampel diulang
sebanyak dua kali.
8. Nilai absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi
sampel. Konsentrasi sampel ditentukan dengan memasukkan nilai
absorban ke persamaan garis yang sudah diperoleh pada percobaan
pertama.
9.
10.
11.
12.

13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
27.

BAB IV
PENUTUP

26.
4.1 Kesimpulan
28.
Kadar protein dari suatu sampel bisa ditentukan dengan
beberapa metode, salah satunya metode Bradford. Metode Bradford

menggunakan prinsip spektrofotometri untuk melihat nilai absorbansi dan


hubungannya dengan kadar protein yang diikat zat warna CBBG.
Konsentrasi sampel (protein) dapat ditentukan setelah membuat kurva
standar dari percobaan. Semakin besar konsentrasi protein dalam sampel,
semakin tinggi nilai absorbansinya.
29.
4.2

Saran
30.
Pada saat melakukan analisis protein dengan metode Bradford

disarankan untuk lebih teliti saat melakukan pembersihan alat pengujian


dikarenakan larutan reagen Bradford sangat rentan dengan adanya senyawa
nonprotein seperti deterjen yang tersisa saat proses pencucian alat.

4.3

31.
33.

DAFTAR PUSTAKA

32.
Anonim. 2010. Sumber Gizi Protein. http://www.hsph.hardvard.edu
/nutristionsource/what-should-you-eat/protein/.

34.

November 2015.
Anonim
.
2013.

BSA

(Biovin

Diakses

tanggal

Serum

21

Albumin).

http://www.piercenet.com/browse.cfm?fldlD=02020108. Diakses pada


35.

tanggal 21 November 2015


Anwar, F dan A. Sulaeman. 1992. Penetapan Zat Gizi Dalam

36.

Makanan. PAU Pangan dan Gizi IPB.


Bradford MM. 1976. A Rapid And Sensitive Method For The
Quantitation Of Microgram Quantities of Protein Utilizing The Principle

37.

of Protein-dye Bending. Analytical Biochemistry. 72 :248-254.


Harold H, Craine LE, Hart DJ. 2001. Kimia Organik Edisi ke-11.

38.

Michigan (US): Michigan State University.


Hermiastuti, Meirinda. 2013. Analisis Kadar Protein dan Identifikasi
Asam Amino Pada Ikan Patin (Pangasius djambal). Skripsi. Universitas

39.
40.

41.

Jember.
Keenan, W. Charles. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Erlangga.
Jakarta.
Neide, K. K. K., Gonalves M. M., Zaia C. T. B. V., Zaia D. A. M. 2003.
Determination of Total Proteins in Cow Milk Powder Samples: A
Comparative Study Between The Kjeldahl Method And
Spectrophotometric Method. Journal of Food Composition and Analysis
16(8): 507-516.
Stoschechk CM. 1990. Increased Uniformity in The Response of The
Coomasie Blue Protein Assay to Different Proteins. Analytical

42.

Biochemistry 18(4): 111-116.


Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID) :

43.

EGC.
Underwood AL. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta (ID): Erlangga.

44.

Winarno F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
45.

Anda mungkin juga menyukai