Anda di halaman 1dari 20

Manifestasi Klinis dan Terapi Pasien Anemia Defisiensi Besi

1. Pendahuluan
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store)
yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai
oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukan cadangan
besi kosong. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai,
terutama dinegara-negara tropic atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berikatan
erat dengan taraf social ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk
dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak social
yang cukup serius.
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering ditemukan pada
masyarakat. Diperkirakan 25% dari penduduk dunia atau setara dengan 3,5 milyar orang
menderita anemia. Perkiraan prevalensi secara global sekitar 51% dimana penyakit ini
cenderung berlangsung pada negara yang sedang berkembang. Pada negara berkembang
terdapat 36% dari total perkiraan 3800 juta penduduknya menderita anemia, sedangkan
pada negara maju hanya terdapat 8% dari total perkiraan 1200 juta penduduknya.
Kandungan zat besi dalam tubuh total adalah sekitar 2 gr untuk perempuan dan 6 gr untuk
laki-laki. Sekitar 80% zat besi dalam tubuh fungsional terdapat dalam Hb, sisanya
terdapat di mioglobin dan enzim yang mengandung zat besi. Dewasa ini wanita rentan
akan penyakit ini. Hal ini dapat dikarenakan jumlah kebutuhan sel darah merah pada
wanita lebih banyak bila dibandingkan dengan laki laki. Wanita mengalami fase
menstruasi dan fase kehamilan dan disaat itulah wanita banyak memerlukan pasokan sel
darah merah.

2. Pembahasan
2.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien
atau keluarga pasien. Anamnesis yang baik untuk seorang dewasa mencakupi keluhan utama,

informasi mengenai kelainan yang dialami sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
keluarga, dan informasi mengenai keadaan tiap sistem tubuh pasien.
Riwayat penyakit sekarang, Keluhan apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise,
sesak napas, nyeri dada, mata berkunang-kunang, atau tanpa gejala? Bila terdapat keluhan
tersebut, itu merupakan suatu sindrom anemia yang biasanya dijumpai apabila kadar
hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dL. Pada scenario kasus didapatkan Ny.A keluahan utama
lemas sejak 1 bulan yang lalu, apakah lemas yang dia rasakan mendadak, bertahap, atau
konsisten dari awal gejala? Pada anemia defisiensi besi gejala yang muncul mungkin dapat
perlahan karena ada mekanisme kompensasi tubuh. Apakah lemasnya memburuk pada saat
beraktivitas atau sama antara istrihat dan aktivitas? Pada anemia defisiensi besi biasanya
didapatkan lemas makin memberat pada saat aktivitas. Apakah lemasnya sepanjang hari atau
pada waktu tertentu saja? Biasanya pada anemia lemasnya sepanjang hari dan diperberat
dengan aktifitas fisik. Apakah lemasnya dirasakan pada seluruh tubuh atau pada bagain
tertentu saja? Pada anemia didapatkan lemas seluruh tubuh. Lemasnya seperti apa Jika dari
skala 1-10?.. Tanyakan juga apakah ada keluhan lain seperti demam, mual muntah, Adakah
gejala yang konsisten dengan malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna
berupa tinja gelap, pendarahan rektal, muntah. Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah
kehilangan darah menstruasi berlebihan. Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan
penggunaan tampon serta pembalut. Tanyakan juga sumber perdarahan lain. Apakah keluhan
yang dialami pasien sudah pernah diobati? Kalau sudah apakah memberikan efek yang
diinginkan?. Riwayat penyakit dahulu tanyakan apakah ada dugaan penyakit ginjal kronis
sebelumnya, riwayat penyakit kronis (reumatoid arthritis atau gejala keganasan), tanda
kegagalan sumsung tulang (memar, perdarahan, dan infeksi yang tak lazim atau rekuren),
tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (defisiensi vitamin B12), adakah alasan
untuk mencurigai adanya hemolisis (ikterus, katup buatan yang bocor), riwayat anemia
sebelumnya atau pemeriksaan endoksopi gastrointestinal, adakah disfagia (akibat lesi
esofagus yang menyebabkan anemia atau ada selaput pada esofagus akibat anemia defisiensi
Fe). Riwayat penyakit keluarga menanyakan adakah riwayat anemia dalam keluarga
khususnya pertimbangkan penyakit sel sabit, talasemia, dan anemia hemolitik herediter.
Riwayat social menanyakan Tanyakan pola makanan dan minuman agar kita mengetahui
apakah pasien cukup makan yang mengandung gizi lengkap atau Fe. Tanyakan apakah ada
rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es, tanah, dan sebagainya. Gejala tersebut
dapat ditemukan pada anemia defisensi Fe.

adakah riwayat bepergian dan pikirkan

kemungkinan infeksi parasit seperti cacing tambang dan malaria, mengkonsumsi obat-obatan
misal OAINS yang menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsung tulang akibat obat
sitotoksik, penurunan berat badan yang drastis baru-baru ini dan riwayat operasi seperti
gastrektomi.1
Pada scenario kasus didapatkan: keluhan utmaa lemas sejak 1 bulan nyang lalu, memberat
saat aktivitas, - demam, - paparan radioaktif, - BAK warna seperti teh, - RPK, Riw.obstetri
G0P0A0, Riw. menstruasi teratur.
2.2 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan kesadaran : lihat apakah pasien sakit ringan atau berat, sering merasa
sesak napas atau syok akibat kehilangan darah akut. Adakah tanda-tanda ikterus yang
ditandai dengan mata berwarna kuning, atau kulit yg berubah warna menjadi kuning contoh
pada anemia hemolitik dapat dijumpai keadaan ini. Adakah koilonikia (kuku seperti sendok)
atau stomatitis angularis (peradangan pada sudut mulut sehingga tampak bercak pucat
keputihan). Gejala tersebut terdapat pada anemia defisiensi Fe. Adakah tanda kerusakan
trombosit (memar dan petechiae) dan bila ada menandakan kadar trombosit yang menurun
misal pada anemia aplastik. Adakah atrofi papil lidah yang ditandai dengan permukaan lidah
menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. Biasa gejala ini timbul pada
anemia defisiensi besi.1
Konjungtiva Minta pasien untuk melihat ke atas sementara pemeriksa menekan kedua
kelopak mata ke bawah dengan menggunakan ibu jari tangan sehingga membuat sclera dan
konjuctiva terpajan. Inspeksi sklera dan konjugtiva palpebralis untuk menilai warnanya.
Patologis: Sklera yang berwarna kuning menunjukkan ikterus, konjunctiva dapat berwarna
pucat yang disebut konjuctiva anemis dan merupakan salah satu sindrom anemia. Kuku
Lakukan inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki. Perhatikan warna dan bentuk dan
lesi yang ada. Patologis: Pada anemia defisiensi Fe dapat dijumpai koilonikia (kuku yang
berbentuk seperti sendok, rapuh, bergaris vertical dan menjadi cekung mirip seperti sendok).
Limfa Palpasi rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal anterior yang lokasi nya di
sebelah anterior dan superficial M.Sternocleidomastoideus. kemudian lakukan plapasi
rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal posterior di sepanjang M.Trapezius
(anterior) dan M. Sternocleidomastoideus (posterior). Lakukan pemeriksaan nodus limfatikus
supraklavikular pada sudut antara os clavicula dan M.Sternocleidomastoideus. Patologis :
Bila terdapat limfadenopati mungkin menandakan adanya tanda infeksi atau keganasan. Bila

limfa yang di palpasi sakit menandakan peradangan, limfa yang membesar dank eras
menandakan keganasan. Nodus limfatikus supra klavikular yang membesar menandakan
kemungkinan adanya keganasan di abdomen atau torax. Palpasi hati , limpa, abdomen
Lakukan palpasi hati dan limpa untuk menilai apakah ada hepatomegali atau splenomegali
yang biasanya terdapat pada anemia hemolitik dan kadang pada anemia defisiensi besi juga
dapat ditemukan bila anemia tersebut tidak diterapi.1,2
Pada scenario kasus didapatkan: Konjungtiva anemis, Sklera non ikterik, Troube space:
intake.
2.3 Gejala klinis
Gejala anemia defisiensi besi dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan yakni gejala
umum anemia, gejala khas anemia akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar. Gejala umum
anemia yang juga disebut sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia
defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8g/dL. Gejala ini berupa badan
lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia
defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering
kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang
penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, Oleh karena mekanisme kompensasi
tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di
bawah 7g/dL. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama konyungtiva dan
jaringan di bawah kuku. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai
pada anemia jenis lain adalah koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok. Atrofi papil lidah:
permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. Stomatitis
angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputihan. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Pica : keinginan untuk memakan
bahan yag tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem, dan lain-lain. Sindrom plummer Vinson atau
disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia
hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia. Pada anemia defisiensi besi dapat
dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut.
Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis
membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena

perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar
atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.3
Klasifikasi derajat defisiensi besi jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh
maka defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 golongan yakni deplesi besi (iron depleted state)
: cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.
Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis) : cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.2,3
2.4 Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau complete
blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut sebagai hematologi, memeriksa jenis
sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet).
Hemoglobin(Hb) yaitu protein dalam sel darah merah bertugas mengangkut oksigen dari paru
ke bagian tubuh lain. Nilai rujukan : pria 13-17 g/dL, wanita 12-15 g/dL, wanita hamil 11
g/dL. Hematokrit(Ht atau HCT) mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh volume
darah.Eritrosit, Hb dan Ht yang rendah menunjukkan adanya anemia. Nilai rujukan : pria 4048 %, wanita 37-43 %. Volume Eritrosit Rata-Rata(VER) atau mean corpuscular
volume(MCV) mengukur besar rata-rata sel darah merah. Dapat dihitung dengan
menggunakan rumus adalah VER = Ht (%) / E ( juta/uL) x 10 (fL). Nilai rujukan : 82-92 fL.
VER yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil dari ukuran normal. Biasanya
hal ini disebabkan oleh kekurangan zat besi atau penyakit kronis.. Keadaan ini tidak
berbahaya. Namun VER yang besar dapat menunjukkan adanya anemia megaloblastik,
dengan sel darah merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal ini disebabkan oleh
kekurangan asam folat. Red Blood CellDistribution Width(RDW) mengukur kisaran/variasi
ukuran sel darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan
kekurangan beberapa vitamin. Nilai normal 11,5-14,5 CV ( coefisient of variation ) dari
ukuran eritrosit. Bila semua eritrosit ukuran mikrositik dan makrositik maka nilai RDW
normal dan VER akan menurun atau meningkat. Bila ukuran eritrosit beraneka ragam namun
ukuran rata-arta eritrosit normal makan RDW akan meningkat dan VER normal. Hemoglobin
Eritrosit Rata-Rata(HER) atau mean corpuscular hemoglobin(MCH). Dapat dihitung dengan
rumus: Hb (g/dL ) / E ( juta/uL) x 10 (pg) dan nilai rujukan 27-31 pg. Konsentrasi
Hemoglobin

Eritrosit

Rata-Rata(KHER)

atau

mean

corpuscular

hemoglobin

concentration(MCHC atau CHCM). Dapat dihitung dengan rumus : Hb (g/dL) / Ht ( % ) x


100 %. Nilai rujukan : 32-37 %. Hitung Leukosit Dapat menggunakan pipet Thoma atau pipet
Sahli. Nilai rujukan: 4,5-11 x 103 /uL. Trombosit atau platelet dapat dihitung dengan
menggunakan cara kuantitatif dan kualitatif. Nilai rujukan : 150-350 x 10 3 / uL. Retikulosit
merupakan eritrosit muda tidak berinti, ada sisa RNA minimal 2 partikel granula atau 1
partikel granula dengan filament, tidak di tepi membrane sel.Dapat diperiksa dengan
pewarnaan New Methylen Blue, Brilliant cresyl blue, purified azure B, acridine orange. Nilai
relative : 0,5-1,5 %. Nilai absolute : 25000-75000 / uL darah.4
Pemeriksaan Hapus Darah Tepi bertujuan untuk evaluasi morfologi sel darah tepi,
memperkirakan jumlah leukosit, dan trombosit serta mengidentifikasi parasit. Misalnya
malaria, microfilaria, trypanosome. Eritrosit: pelaporan meliputi Size, Shape, dan warna
( staining characteristic). Eritrosit normal ukuran 6-8 u, warna merah dengan daerah pucat
bagian tengah. Ukuran normal diesbut normosit. Bila ukuran bervariasi disebut anisositosis,
variasi abnormal bentuk disebut poikilositosis. Eritrosit hipokrom yaitu eritrosit dengan
daerah berwarna pucat di tengah lebih luas. Polikromasi adalah eritrosit berwarna kebiruan di
antara eritrosit normal berwarna merah. Leukosit : Dilakukan dengan hitung jenis leukosit.
Urutan baku : Basofil, eosinofil, batang, segmen, limfosit, monosit. Dilakukan pemeriksaan
terhadap 100 sel. Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer,
anisositosis, dan poikilositosis. Makin berat derajat anemia makin berat derajat
hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia,
berbeda dengan thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis esktrim, maka sel
tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel cincin (ring cell), atau memanjang seperti
clips, disebut sebagai sel pencil (pencil cell atau cigar cell). Kadangkadang dijumpai sel target.
Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat dijumpai
pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai eosinofilia.
Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan episode perdarahan akut. 2,4
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah
Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai beart. MCV dan MCH menurun.
MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia anemia defisiensi besi dan thalassemia major.
MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis
merupakan tanda awal defisiensi besi. Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan
RDW (red cell distribution width). Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk

membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada
kedua jenis anemia ini hasilnya sering tumpang . Mengenai titik pemilah MCV, ada yang
memakai angka < 80 fl, tetapi apada penilitian kasus ADB di Bagian Penyakit Dalam FK
UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah < 78 fl memberi sensitivitas dan spesifisitas
paling bail. Dijumpai juga bahwa penggabungan MCV, MCH. MCHC dan RDW makin
meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami
perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. 2,4
Pemeriksaan Kadar / status besi yanga akan diperiksa ialah kadar besi serum (BS):
mengukur kadar besi serum yang berikatan dengan transferin. Total Iron Binding Capasity
(TIBC): Mengukur banyaknya besi yang dapat diikat transferin bila serum dijenuhkan dengan
besi. Normal : rasio BS :DIBT = 1:3. Saturasi Transferin: Persentase transferin yang
berikatan dengan besi dengan rumus:BS / DIBT x 100 %. Nilai rujukan : 20-45 % transferin
jenuh dengan besi. Ferritin serum: indikator awal mendeteksi defisiensi besi. Nilai rujukan :
wanita 10-200 ng/mL. Pria 30-300 ng/mL.2
Konsentrasi besi serum Menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity)
Meningkat TIBCmenunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan
saturasi transferin dihitung clan besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria
diagnosis ADB, kadar besi serum menurun < 50 g/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat > 350 g/dl, dan saturasi transferin < 15%. Ada juga yang memakai saturasi
transferin < 16%, atau < 18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi
diurnal yang sangat besar, dengan kadar puncak pada jam 8 sampai 10 pagi. Feritin Serum
Merupakan Indikator Cadangan Besi yang Sangat Baik, Kecuali pada Keadaan Inflamasi dan
Keganasan Tertentu Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai
angka < 12 g/l, tetapi ada juga yang memakai < 15 g/l. Untuk daerah tropik di mana angka
infeksi dan inflamasi maslh tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri Barat tampaknya
perlu dikoreksi. Pada suatu penelitian pada pasien anemia di rumah saint di Bali pemakaian
feritin serum < 12 g/l dan < 20 g/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masingmasing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada
pemakaian feritin serum < 40 mg/1, tanpa mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%).
Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin serum < 20 mg/1
sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti
arthritis rematoid, maka feritin serum sampai dengan 50-60 g/l masih dapat
menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium

untuk diagnosis IDA yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik
maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif.
Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi.
tetapi feritin serum di atas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
Protoporfirin Merupakan Bahan Antara pada Pembentukan Heme Apabila sintesis heme
terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit.
Angka normal adalah kurang dari 30 mg/d1. Untuk defisiensi besi protoporfirin bebas adalah
lebih dan 100 mg/d1. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik
dan keracunan timah hitam.2-4
Kadar reseptor transferin datum Serum meningkat pada Defisiensi besi kadar normal
dengan cara imunologi adalah 4-9 g/L. Pengukuran reseptor transferin terutarna dipakai untuk
membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi apabila dipakai
rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan ADS dan rasio < 1,5
sangat mungkin karena anemia akibat penyakit kronik. 2-4

Pemeriksaan sumsum tulang dapat dipakai untuk membantu menetapkan diagnosis


kelainan hematologi, menentukan stadium penyakit, memantau kemoterapi, dan menetapkan
cadangan besi sumsung tulang. Hal yang dinilai : penilaian kepadatan sel , normal densitas
25-50 %. Penilaian trombopoesis : menilai keadaan megakariosit, mudah ditemukan/normal/
jarang. Aktivitas eritropoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll. Aktivitas granulopoesis :
dominan sel, kelainan morfologi, dll. Pada defisiensi besi periksa juga hemosiderin sumsung
tulang dengan Perls Stain, pada anemia defisiensi besi hemosiderin sumsum tulang berkurang
/ kosong. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan
normoblas kecil-kecil sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut
sebagai micronormoblast. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain)
menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal
40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai
sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum
tulang dianggap sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir
ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis.2-4
Pemeriksaan feses untuk mencari adanya perdarahan melalui traktus digestivus. Secara
makroskopik dilihat warna tinja, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, telur cacing,

parasit, untuk pemeriksaan kimia lakukan tes darah samar. Pemeriksaan urin untuk mencari
ada tidaknya perdarahan di traktus urinarius. Pemeriksaan makroskopik dilihat warna urin,
mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, silinder eritrosit, dan hemosiderinuria. Kimia
dilakukan tes darah samar. 2
Studi Ferokinetik tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif.
Ada dua jenis studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate (PIT)yang mengukur kecepatan
besi meninggalkan plasma, dan erythrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur
pergerakan besi dan sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar. Secara praktis kedua
pemeriksaan ini tidak banyak digunakan, hanya dipakai untuk tujuan penelitian. Perlu
Dilakukan Pemeriksaan untuk Mencari Penyebab Anemia Defisiensi Besi Antara lain
pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif,
seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium
intake atau barium inloop, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.2
Pada scenario kasus: Darah lengkap, Hb: 9, Ht: 38, Leukosit: 8000, Trombosit: 250.000,
Retikulosit:2%
2.5 Diagnosis kerja dan diagnosis banding
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga
tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur
kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah
kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi,
sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi. Secara
laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat
dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai
berikut: Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 dan MCHC
<31% dengan salah satu dan a, b, c, atau d. a. Dua dari tiga parameter (Besi serum <50
mg/dl, TIBC>350 mg/dI, Saturasi transferin: <15%) atau b. Ferritin serum <20 mg/l, atau
c. Pewarnaan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan besi
(butir-butir hemosiderin) negatif, atau d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau
preparat besi lain yang setara)selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2
g/dl. Pada tahap ketiga ditemukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap
ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi

merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan.
Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui
penyebabnya.2
Untuk pasien dewasa fokus utama aalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi anamnesis
tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk
laki-laki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang.
Tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin),
tetapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz,
untuk menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat
dianggap sebagai penyebab utama ADB, hams dicari penyebab lainnya. Titik kritis cacing
tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per gram feses (TPG) atau egg per
gram faeces (EPG) >2000 pada perempuan dan >4000 pada laki-laki. Dalam suatu penelitian
lapangan ditemukan hubungan yang nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan
cadangan besi pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada perempuan. Anemia akibat
cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh karena
infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Anemia akibat cacing tambang sering
disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada pemeriksaan
laboratorium di samping tanda-tanda defisiensi besi yang disertai adanya eosinofilia. Pada suatu
penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3% pasien infeksi cacing
tambang atau 12,2% dan 123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai. Jika tidak
ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood test) pada
feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah.2,4
Di antara berbagai anemia yang paling sering ditemukan terdapat anemia yang
menyertai berbagai penyakit kronik.Anemia yang terjadi bersifat normositik/normokromik
atau mikrositik/hipokromik. Penanganan keadaan yang mendasari akan mengoreksi anemia ini;
hanya sebagian dari terapi eritropoitin yang berhasil dengan baik. Lemah badan, penurunan berat
badan, pucat merupakan tanda-tanda dari penyakit kronis. Baru kemudian diketahui bahwa
bahwa pada pasien tuberkulosis, misalnya timbul keluhan seperti tadi dan ternyata disebabkan
oleh anemia pada infeksi. Cartwright dan Wintrobe menyebutkan bahwa peneliti-peneliti di
Perancis tahun 1842 membuktikan bahwa pasien tifoid dan cacar mengandung massa
eritrosit yang lebih rendah dibandingkan orang normal. Belakangan diketahuibahwa penyakit
infeksi seperti pneumonia, syphilis, HIV-AIDS dan juga pada penyakit lain seperti artritis

reumatoid, limfoma Hodgkin, kanker, sering disertai anemia, dan diintroduksi sebagai anemia
penyakit kronik. Alasan untuk mengatakan bahwa anemia yang ditemukan pada berbagai
kelainan klinis kronis berhubungan, karena mereka mempunyai banyak macam gambaran klinis,
yakni: kadar Hb berkisar 7-11 g/dl, kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah,
cadangan Fe jaringan tinggi, produksi sel darah merah berkurang. Anemia umumnya
berbentuk normokrom-normositer, meskipun banyak pasien memberi gambaran hipokrom
dengan MCHC < 31g/dl dan beberapa mempunyai sel mikrositer dengan MCV <80 fl. Nilai
retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit meningkat. Perubahan pada leukosit dan
trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasarnya. Penurunan Fe serum (hipoferemia)
merupakan kondis sine qua non untuk diagnosis anemia penyakit kronis. Keadaan ini timbul
segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi
protein pengikat

Fe - transferin menurun menyebabkan

saturasi Fe yang lebih tinggi

daripadaanemia defisiensi besi. Proteksi saturasi Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan
meningkatkan transferFe dari suatu persediaan yang kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel
eritroid imatur.

Penurunan kadar transferinsetelah suatu jejas terjadi lebih lambat

daripadapenurunan kadar Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferinlebih lama (8-12
hari) dibandingkan dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi metabolik yang berbeda.2,4
Pada anemia derajat ringan dan sedang, sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit
dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dl umunya asimtomatik. Meskipun demikian apabila
demam atau debiltas fisik meningkat, maka pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan
memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya. Gambaran khasnya adalah:
Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom atau hipokrom ringan (MCV jarang < 75 fl),
Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (hemoglobin jarang kurang dari 9,0 g/dl)- beratnya
anemia terkait dengan beratnya penyakit, Baik kadar besi serum maupun TIBC menurun; kadar
sTfR normal, Kadar feritin serum normal atau meningkat; dan Kadar besi cadangan di sumsum
tulang (retikulo-endotel) normal tetapi kadar besi dalam eritroblas berkurang.2,4
Pada pemeriksaan fisik tidak ada kelainan yang khas dari anemia jenis ini, diagnosis
biasanya tergantung dari hasil laboratorium. Pasien yang menderita penyakit peradangan
sistemik kronik yang menetap lebih dan sebulan biasanya mengalami anemia ringan atau
sedang. Berat ringannya anemia secara kadar setara dengan lama dan keparahan proses
peradangan. Penyakit ini adalah infeksi kronik misalnya endokarditis infektif subakut,
osteomielitis, abses paru, tuberkulosis, dan pielonefritis. Penyakit peradangan noninfeksi
yang sering berkaitan dengan anemia adalah artritis rematoid, lupus eritematosus sistemik,
vaskulitis (misalnya arteritis temporalis), sarkoidosis, enteritis regionalis, dan cedera

jaringan misalnya fraktur. Anemia jenis ini juga sering ditemukan pada penyakit keganasan,
termasuk penyakit Hodgkin dan berbagai tumor padat misalnya karsinoma paru dan
payudara. Pada pasien kanker, faktor lain mungkin berperan menimbulkan anemia yang
lebih parah. Pada pasien kanker saluran makanan atau uterus, kehilangan darah merupakan
faktor utama. Perdarahan kronik akan menimbulkan defisiensi besi. Selain itu, pasien
kanker dapat menderita anemia progresif bila sumsum tulangnya terinvasi oleh sel tumor.
Pasien kanker sering mengalami malnutrisi dan mungkin menderita defisiensi folat.
Walaupun jarang, pasien dengan keganasan diseminata dapat mengalami anemia
hemolitik traumatik yang berat. Akhirnya, penekanan hematopoisis oleh obat kemoterapi
atau terapi radiasi dapat memperparah anemia. Terapi utama pada anemia penyakit kronis
adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat beberapa pilihan dalam mengobati anemi jenis ini,
antara lain: Transfusi merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan hemodinamik,
tidak ada batasan yang pasti pada kadar hemoglobin berapa kita harus memberi transfusi.
Beberapa literatur disebutkan bahwa pasien anemia penyakit kronik yang terkena infark miokard,
transfusi dapat menrunkan angka kematian secara bermakna. Demikian juga pada pasien anemia
akibat kanker, sebaiknya kadar Hb dipertahankan 10-11 gr/dL. Pemberian preparat besi pada
anemia penyakit kronis masih terus dalam perdebatan. Sebagian pakar masih memberikan
preparat besi dengan alasan besi dapat mencegah pembentukan TNF-. Alasan lain, pada penyakit
inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat besi terbukti dapat meningkatkan kadar hemoglobin.
Terlepas dari adanya pro dan kontra, sampai saat ini pemberian masih belum dapat
direkomendasikan untuk diberikanpada pada anemia penyakit kronis. Eritropoietin, data
penelitian menunjukkan bahwa pemberian eritropeitin bermanfaat dan sudah disepakati untuk
diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal ginjal, mieloma multipel, arthritis reumatoid
dan pasien HIV. Saat ini terdapat tiga jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa, eritropoietin
beta dan darbopoietin. Masing-masing berbeda struktur kimiawi, afinitas terhadap reseptor, dan
waktu paruhnya sehingga memungkinkan kita memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus.
Selain dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya, pemberian eritropoietin
mepunyai beberapa keuntungan, yakni: mempunyai efek antiinflamasi dengan cara menekan
produksi TNF-alfa dan interferon-gamma. Dilain pihak, pemberian eritropoietin akan
menambah proliferasi sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan
leher. Dengan demikian mekanismeterjadinya anemia pada penyakit kronis merupakan hal yang
harus dipahami oleh setiap dokter sebelum memberikan transfusi, preparat besi maupun
eritropoietin.2,4

Talasemia adalah sekelompok penyakit kongenital yang berbeda menimbulkan


terjadinya defek pada sintesis satu atau lebih subunit hemoglobin. Akibat penurunan
pembentukan hemoglobin, sel darah merah menjadi mikrositik-hipokromik. Talasemia
mengalami gangguan pembentukan rantai. Talasemia dibagi 2 yaitu talasemia mayor dan
talsemia minor. Talasemia minor jarang menyebabkan gejala klinis yang bermakna.
Diagnosa umumnya ditegakkan pada pasien yang sedang dievaluasi untuk anemia ringan atau
pada tindak lanjut kelainan yang dijumpai pada pemeriksaan darah rutin. Talasemia mayor
disebut juga anemia Cooley, merupakan bentuk terparah dari anemia hemolitik congenital.
Pasien mengalami gejala anemia berat. Pada pasien juga dijumpai temuan yang berkaitan
dengan hemolisis intramedularis dan eprifer yang parah serta kelebihan besi. Kulit pasien
berwarna aneh karena kombinasi ikterus, kepucatan, dan penigkatan endapan melanin. Pasien
biasanya mengalami kelainan tulang akibat ekspansi sumsum eritroid. Pembesaran tulang
malar dapat menimbulkan wajah khas tupai atau maloklusi rahang. Kardiomegali,
hepatomegali, dan splenomegali juga dapat ditemukan. Diagnosis talasemia mayor harus
dipertimbangkan pada tiap pasien anemia hemolitik dan sel darah merah mikrositik dan
hipokrom.2-4
Anemia sideroblastik adalah anemia refrakter dengan sel hipokrom dalam darah tepi
dan besi sumsum tulang yang meningkat; anemia ini dipastikan dengan adanya banyak
sideroblas cincin (ring sideroblast) yang patologis dalam sumsum tulang. Sideroblas cincin
ini adalah eritroblas abnormal yang mengandung banyak granula besi yang tersusun dalam
suatu bentuk cincin atau kerah yang melingkari inti; bukan beberapa granula besi yang
tersebar secara acak yang tampak bila eritroblas normal diwarnai dengan pewamaan besi.
Anemia sideroblastik didiagnosis bila 15% atau lebih eritroblas dalam sumsum tulang adalah
sideroblas cincin, tetapi sideroblas cincin ini dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih
sedikit pada berbagai kondisi hematologic. Anemia sideroblastik digolongkan menjadi beberapa jenis dan persamaannya adalah adanya suatu defek dalam sintesis heme. Pada bentuk
herediter, anemia dicirikan oleh suatu gambaran darah yang sangat hipokrom dan mikrositik.
Mutasi tersering adalah pada gen asam -aminolevulinat sintase (ALA-S) yang terdapat pada
kromosom X. Piridoksal-6-fosfat adalah suatu koenzim untuk ALA-S. Jenis lain yang jarang
dijumpai meliputi defek mitokondria, responsif tiamin, dan defek autosom lain. Bentuk
didapat primer yang lebih sering ditemukan adalah salah satu subtipe mielodisplasia. Bentuk
ini juga dinamakan 'anemia refrakter dengan sideroblas cincin'. Pada beberapa pasien,
khususnya yang menderita jenis herediter, terdapat suatu respons terhadap pemberian terapi
piridoksin. Defisiensi folat dapat terjadi dan dapat dicoba pemberian terapi asam folat.

Walaupun demikian, pada banyak kasus berat, transfusi darah berulang adalah satu-satunya
cara untuk mempertahankan kadar hemoglobin yang cukup dan penimbunan besi akibat
transfusi menjadi suatu masalah utama. Pengobatan lain yang telah dicoba pada
mielodisplasia (mis. eritropoietin) dapat dicoba pada bentuk didapat primer. Ditandai oleh
sideroblas bercincin pada precursor eritroid yang ternukleasi di dalam sumsum tulang.
Karena langkah awal dan akhir dari dari sintesis heme terletak di mitokondria, sulit untuk
mengetahui apakah kelainan itu merupakan penyebab atau akibat dari pemberian zat besi
dalam jumlah besar. Sebagai tambahan terhadap munculnya sideroblas bercincin, kelainan ini
memiliki gambaran lain yang sama : hyperplasia eritroid sumsum tulang dengan penurunan
produksi sel darah merah ( eritropoesis tidak efektif ) ; populasi sel darah merah mikrositik
hipokrom yang merefleksikan sintesis heme yang terganggu ; dan peningkatan nyata zat ebsi
serum dan saturasi transferin, kadang diikuti kelebihan zat besi secara umum. Anemia
sideroblastik dibagi 2 yaitu kongenital dan didapat.Anemia sideroblastik kongenital
merupakan kelainan terangkai X yang jarang. Anemia sideroblastik didapat sering kali
berhubungan dengan obat dan toksin (alkohol, timbal, INH, kloramfenikol), neoplasma dan
inflamasi (Ca, leukemia, limfoma, rheumatoid arthritis), kemoterapi dengan agen alkilasi
(siklofosfamid). Anemia sideroblastik yang didapat lebih sering idiopatik dan muncul secara
spontan pada individu yang lebih tua. Pertumbuhan dan maturasi yang terganggu muncul
pada semua garis yang memancar dari sel induk hemopoetik.2-4
2.6 Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, ganguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. Kehilangan besi sebagai akibat
perdarahan menahun dapat berasal dari: saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian
salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi
cacing tambang. Perdarahan kronik, khususnya uterus atau saluran cerna adalah penyebab
yang utama, sebaliknya, defisiensi dari makanan jarang sekali menjadi penyebab tunggal di
negara maju. Setengah liter darah mengandung sekitar 250 mg besi, walaupun absropsi besi
dari makanan meningkat pada tahap awal defisiensi besi, keseimbngan besi negative biasa
terjadi pada perdarahan kronik. Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia,
menorrhagia sulit dinilai secara klinis, walaupun pardarahan berupa bekuan, peggunaan
pembalut atau tampon dalam jumlah banyak, atau masa menstruasi yang lama kesemuanya
menunjukkan perdarahan yang berlebih. Saluran kemih: hematuria dan saluran napas:
hemoptoe. 2,4,5

Faktor nutrisi misalnya akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging).
Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan. Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, remaja, kehamilan, menyusui dan
pada wanita yang mengalami menstruasi menyebabkan tingginya resiko anemia pada
kelompok klinis tersebut. Bayi baru lahir mempunyai cadangan besi yang berasal dari
pemecahan eritrosit yang berlebihan. Sejak usia 3 sampai 6 bulan, terdapat kecenderungan
kesetimbangan besi negative akibat pertumbuhan. Susu formula bersuplemen serta makan
campuran yang diberikan sejak usia 6 bulan, khusunya dengan makanan yang ditambah besi
dapat mencegah difisiensi besi.Diperlukan lebih banyak besi untuk meningkatkan massa
eritrosit ibu sekitar 35% pada kehamilan, transfer 300 mg besi ke janin, dan karena
perdarahan pada saat persalinan. Walaupun absorpsi besi juga meningkat, terapi besi serigkali
diperlukan bilah hemoglobin turun sampai kurang dari 10 g/dl atau MCV dibawah 82 fl pada
trimester ketiga.2,4,5
Gangguan absorbsi besi pada gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Diperkirakan
perlu 8 tahun bagi seorang pria dewasa normal untuk menderita anemia defisiensi besi hanya
akibat diet yang buruk atau malabsorbsi yang menyebabkan tidak adanya asupan besi sama
sekali. Dalam praktek klinik, asupan yang tidak adekuat atau malabsorbsi jarang meupakan
penyebab tunggal anemua defisiensi besi, walaupun di negara berkembang dapat terjadi
defisiensi besi akibat diet yang buruk seumur hidup, yang teutama terdiri dari biji-bijian dan
sayuran. Meskipun demikian, enteropati yang diinduksi gluten, gasterktomi total atau parsial,
dan gastritis atopic dapat merupakan factor predisposisi untuk terjadinya defisiensi besi.2,4,5
Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab
utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di
negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam
masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia. Terdapat perbedaan pola etiologi
ADB di masyarakat dan di lapangan dengan ADB di rumah sakit atau praktek klinik. ADB di
lapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan di klinikADB pada
umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan
dengan perdarahan. Fakta, pada penelitian di Desa Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa infeksi
cacing tambang mempunyai peran hanya pada sekitar 30% kasus, faktor nutrisi mungkin berperan
pada sebagian besar kasus, terutama pada anemia derjat ringan sampai sedang. Sedangkan di
klinik, seperti misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik memegang peran penting,

pada laki-laki ialah

infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%), sedangkan pada

perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing tambang masing-masing 17%.2,4,5


2.7 Patofisiologi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini
ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam usus, dan
pengecatan besi dalam sumsung tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus
maka cadangan besi akan kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis akan
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pembentukan eritrosit tapi secara klinis belum
tampak, keadaan ini dinamakan iron deficiency erithropoesis. Pada fase ini kelainan pertama
yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorpyrin atau zinc protoporphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun atau TIBC meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang
sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin serum. Apabila jumlah besi menurun
terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun,
akibat nya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.
Pada saat itu juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta gejala lainnya. Jika terjadi
pengendapan fe yang berlebihan dalam tubuh terutama akan merusak hati, pancreas, dan
miokardium (hemokromatosis).2-4
2.8 Epidemologi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik
maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara
berkembang. Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo
et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka
prevalensi ADB sebesar 27%. Wanita hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan
pada ABD. Di India, Amerika Latin dan Filipina prevalensi ABD pada perempuan hamil berkisar
antara 35% sampai 99%. Sedangkan di Bali, pada suatu pungunjung puskesmas didapatkan
prevalensi anemia sebesar 50% dengan 75 % anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi.
Dalam suatu survei pada 42 desa di Bali yang melibatkan 1684 Perempuan hamil didapatkan
prevalensi ADB sebesar 46%, sebagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang

dijumpai adalah tingkat pendidikan dan kepatuhan meminum pil besi. Di Amerika Serikat,
berdasarkan survei gizi (NHANES

tahun1988sampaitahun 1994, defisiensi besi dijumpai

kurang dari 1% pada laid dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-4% pada laki dewasa yang
berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa reproduksi, dan 5-7% pada
perempuan pascamenopause.2
2.9 Terapi
Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah: terapi kausal terhadap penyebab
perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan
menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy). Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena
efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus)
merupakan preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis
anjuran adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental.
Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang
dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal. Preparat lain: ferrous
gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate. Sediaan ini harganya
lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas ferosus.
Terdapat juga bentuk sediaan enteric coated yang dianggap memberikan efek samping
lebih rendah, tetapi dapat mengurangi absorbsi besi. Preparat besi oral sebaiknya
diberikan saat lambung kosong karena efek samping lebih sering dibandingkan dengan
pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat
diberikan saat makan atau setelah makan. Efek samping utama besi per oral adalah
gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15 sampai 20%. yang sangat mengurangi
kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk
mengurangi efek samping besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3 x 100
mg. Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12
bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis
pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan dosis
pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali. Untuk meningkatkan penyerapan besi
dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi dapat meningkatkan efek samping terapi.
Dianjurkan pemberian diet yang banyak mengandung hati dan daging yang banyak
mengandung besi. Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mernpunyai risiko lebih

besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya
diberikan atas indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi parenteral adalah: intoleransi
terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat yang rendah, gangguan
pencernaan seperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi, penyerapan besi
terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi, keadaan di mana kehilangan darah yang
banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya
pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia, kebutuhan besi yang besar dalam waktu
pendek, seperti pada kehamilan trimester tiga atau sebelum operasi, defisiensi besi
fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau
anemia akibat penyakit kronik. Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex
(mengandung 50 mg besi /ml), iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron
ferric gluconate daniron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara
intramuskular dalam atau intravena pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan
rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah
reaksi anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala,
flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop. Terapi besi parenteral bertujuan untuk
mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis
yang diberikan dapat dihitung melalui rumus di bawah ini: Dosis ini dapat diberikan
sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian.2-4
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Pengobatan lain dengan diet yang sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi
protein terutama yang berasal dari protein hewani. vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100
mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi. transfusi darah: ADB jarang memerlukan
transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah:
Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung, Anemia yang sangat
simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat menyolok, Pasien
memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepatseperti path kehamilan trimester
akhir atau preoperasi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian
furosemid intravena. 2-4
2.10

Komplikasi

Anemia defisiensi besi yang ringan biasanya tidak menimbulkan komplikasi. Namun jika
tidak diobati, anemia defisiensi besi dapat menjadi parah dan menyebabkan masalah
kesehatan. Contoh masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan masalah jantung, anemia
defisiensi besi dapat menyebabkan denyut jantung yang cepat atau tidak teratur. Jantung
harus memompa darah lebih banyak untuk mengkompensasi kekurangan oksigen yang
dibawa dalam darah ketika anemia. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran jantung atau
gagal jantung. Masalah ketika kehamilan, pada wanita hamil anemia defisiensi besi yang
berat sentiasa dikaitkan dengan kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah. Tetapi kondisi
ini mudah dicegah pada wanita hamil yang menerima suplemen zat besi sebagai bagian dari
perawatan pralahir mereka. Masalah pertumbuhan, pada bayi dan anak-anak defisiensi besi
berat dapat menyebabkan anemia serta menganggu pertumbuhan anak. Cacat dalam struktur
dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada defisiensi besi. Kuku menjadi rapuh atau kaku
dengan perkembangan koilonychia (kuku berbentuk sendok). Lidah dapat menunjukkan atrofi
papila lingual dan tampak mengkilap. Angular stomatitis dapat terjadi dengan fisure di sudutsudut mulut. Disfagia mungkin terjadi dengan makanan padat, dengan anyaman dari mukosa
pada pertemuan hipofaring dan esofagus (Plummer-Vinson sindrom); hal ini dapat dikaitkan
dengan karsinoma sel skuamosa daerah krikoid. Atrophic gastritis terjadi pada defisiensi zat
besi dengan kehilangan progresif sekresi asam, pepsin, dan faktor intrinsik dan
pengembangan antibodi untuk sel parietal lambung. vili usus kecil menjadi tumpul.6
2.11

Prognosis

Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat namun bisa
buruk jika disebabkan oleh suatu keadaan yang mendasarinya memiliki prognosis buruk,
seperti neoplasia. Demikian pula, prognosis dapat diubah oleh suatu kondisi penyerta seperti
penyakit arteri koroner. Gejala anemia dan menifestasi klinis lainnya akan membaik dengan
pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan
beberapa kemungkinan sebagai berikut: diagnosis salah, dosis obat tidak adekuat, perdarahan
yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap, disertai penyakit
yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi (seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati,
penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B 12, asam folat), gangguan
absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat
menyebabkan pengikatan terhadap besi.).2,4

2.12

Pencegahan

Pencegahan untuk membantu menghindari anemia kekurangan zat besi dengan makan
yang sehat dan variasi makanan, termasuk sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan
daging lainnya. Makanan lain yang kaya zat besi, termasuk lentil, sereal kaya zat besi,
sayuran berdaun hijau tua, buah kering, selai kacang dan kacang-kacangan. Asam folat dapat
ditemukan di jus jeruk dan buah-buahan, pisang, sayuran berdaun hijau tua, kacang polong
dan dibentengi roti, sereal dan pasta. Vitamin B-12 banyak dalam daging dan produk susu.
Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri, membantu
meningkatkan penyerapan zat besi. Makan banyak makanan yang mengandung zat besi
sangat penting bagi orang-orang yang memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak
- besi yang diperlukan selama ledakan pertumbuhan - dan perempuan hamil dan menstruasi.
Asupan zat besi yang memadai juga penting untuk bayi, vegetarian ketat dan pelari jarak
jauh. Beberapa orang dengan beresiko tinggi terkena defisiensi besi harus di pertimbangkan
dalam menggunakan terapi profilaksis. Orang-orang yang memerlukan terapi profilaksis
tersebut adalah bayi, wanita hamil, anak-anak, pendonor darah, orang yang menggunakan
terapi aspirin dosis tinggi.4
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kadar besi dalam tubuh berada
dibawah nilai normal. Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan hasil temuan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas dan prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah
mengetahui faktor penyebab dan segera mengatasinya secara tepat sesuai keadaan pasien
dengan memberikan terapi penggantian preparat besi baik per oral maupun parenteral.

Anda mungkin juga menyukai