Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS BEDAH

STRUMA
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Tanggal masuk RS

: 3 Agustus 2015

Nama

: Ny. DU

Umur

: 27 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Daya

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Menikah

Anamnesis
Keluhan Utama :
Benjolan di leher bagian depan
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher bagian depan sejak kira-kira 5
tahun yang lalu, awalnya benjolan berukuran kecil, namun benjolan semakin
lama semakin membesar seperti sekarang ini. Benjolan tidak nyeri.
Gangguan menelan tidak ada, perubahan suara menjadi serak tidak ada.
Pasien mengeluhkan jantung berdebar-debar tidak ada, tangan gemetar tidak
ada, gelisah tidak ada, berkeringat banyak tidak ada, nafsu makan menurun
tidak ada. Penurunan berat badan tidak ada. Buang air besar biasa warna
kuning. Buang air kecil warna kuning jernih kesan lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Pasien belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya. Riwayat
penyakit jantung tidak adaa, Hipertensi tidak ada, Diabetes tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Pasien
menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, dan penyakit jantung pada
keluarga.

III.

Pemeriksaan fisik
1

Keadan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran

: Compos mentis

Vital sign

: Tekanan Darah

Status general

: 1 20/70 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,7 C

BB/ TB

: 50 Kg/ 155 cm

IMT

: 20,81 Kg/m2

Status gizi

: Baik

Kepala

Normochepali
Tidak tampak adanya deformitas

Mata

Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem


Exopthalmus tidak ada
Conjunctiva tidak anemis
Sklera tidak tampak ikterik
Pupil: isokor, diameter 2,5 mm/2,5 mm

Hidung

Bagian luar
Septum
Mukosa hidung
Cavum nasi

: normal, tidak terdapat deformitas


: terletak ditengah dan simetris
: tidak hiperemis
: tidak ada tanda perdarahan

TelingaNyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan

Sekret

: tidak ada

Mulut dan tenggorokan

Bibir
Gigi geligi
Lidah
Tonsil
Faring

: tidak pucat dan tidak sianosis


: lengkap
: normoglosia
: T1/T1 tenang
: tidak hiperemis

Leher

JVP
Kelenjar tiroid

Konsistensi kenyal, mobile, batas jelas.


Trakea
: letak di tengah
KGB
: tidak ada pembesaran

: (R+1) cm H2O
: teraba membesar, ikut bergerak saat menelan.

Thorax

Paru-Paru
Inspeksi

: sesak nafas (-)

Palpasi

: vocal fremitus sama pada kedua paru

Perkusi

: sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi

: suara nafas vesikuler di kedua paru,


Bunyi tambahan ronkhi -/- whezing -/-

Jantung
Inspeksi
Palpasi

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak teraba

Perkusi

Batas kanan atas

: ICS II linea parasternalis dextra

Batas kiri atas

: ICS II linea midclavicularis sinistra

Batas Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra

Batas Kiri bawah


Auskultasi

: ICS V linea midclavicularis sinistra


: bunyi jantung I/II murni regular, bunyi

tambahan (-)

IV.

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas atas
Ekstremitas Bawah
Status Lokalis

: datar, ikut gerakan napas, massa tumor (-)


: peristaltic (+) kesan normal
: timpani, nyeri ketok (-)
: nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), benjolan (-)
: akral hangat +/+, odema -/: akral hangat +/+, odema -/-

Regio

: Colli anterior dextra

Inspeksi

: tampak massa tumor sebesar bola pingpong, warna sama


dengan jaringan sekitarnya, ikut bergerak sewaktu
menelan dan tidak ada tanda peradangan.

Palpasi

: teraba massa dengan ukuran 5x3 cm. Konsistensi kenyal,


mobile, batas jelas, nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-).

V.

Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemerikaan
Hasil
Nilai Rujukan
Darah Rutin (Pemeriksaan dilakukan tanggal 3/8/2015)
WBC
8,66 x103/uL
4 - 10 x 103/uL
RBC
4,35 x106/uL
4 - 6 x 106/uL
HGB
12,5 g/dL
12 - 16 g/dL
HCT
36,4 %
37 - 48 %
MCV
83,7 fl
80 - 97 fl
MCH
28,7 pg
26,5 - 33 pg
MCHC
34,3 g/dl
31,5 - 35 g/dl
PLT
363 x 103/uL
150 - 400 x 103/uL
MPV
8,5 fl
9.00 - 13.0 um3
NEUT
87,5 %
52 - 75 %
LYMPH
10,2 %
20 - 40 %
MONO
4.9 %
2-8%
EO
0,1 %
1-3%
BASO
0,1 %
0,00 -0,10 %
Fungsi Thyroid (Pemeriksaan dilakukan tanggal 16/6/2015)
FT4
1,380 mg/dl
0,930 1,710 mg/dl
TSHs
0,345 IU/ml
0,270 4,200 IU/ml
-

USG Leher (Pemeriksaan dilakukan tanggal 16/6/2015)


Thyroid lobus dextra
: membesar dengan massa padat noduler dengan
dengan echotexture homogen
Thyroid lobus sinistra : tak membesar dengan echotexture homogen,

VI.

isthmus shift ke kiri, A. carotis baik.


Kesan
: Struma nodosa dextra.
Sitologi Fine Needle Aspiration (FNA)
(Pemeriksaan dilakukan tanggal 24/6/2015)
Sediaan hapusan terdiri dari makrofolikuler, sedikit massa koloid dan jaringan
ikat dengan latar belakang eritrosit-eritrosit.
Kesan
: Struma adenomatosa
Thorax PA (Pemeriksaan dilakukan tanggal 26/6/2015)
Kesan
: Tidak Ada Kelainan
RESUME
Seorang perempuan berumur 27 tahun datang di poliklinik RSUD Daya

dengan keluhan adanya massa tumor di regio colli anterior dextra yang dialami
sejak kira-kira 5 tahun yang lalu, awalnya massa tumor berukuran kecil dan makin

lama makin membesar. Palpitasi (-), tremor (-), penurunan berat badan (-).
Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya (-). Pada pemeriksaan fisis
didapatkan: Keadaan umum sakit sedang/gizi baik/compos mentis. Tanda vital:
dalam batas normal. Pada pemeriksaan leher didapatkan kelenjar tiroid: teraba
massa tumor dengan ukuran 5x3 cm, ikut bergerak waktu menelan. Konsistensi
kenyal, mobile, batas jelas, nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan: Darah rutin dalam batas normal, FT4 1,380 mg/dl, TSHs 0,345
IU/ml. USG leher: Struma nodosa dextra. FNA: Struma adenomatosa.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis sebagai Struma Nodosa Non Toksik Lobus Dextra.
VII.

ASSESSMENT
Struma Nodosa Non Toksik Lobus Dextra

VIII. PLANNING
-

Rencana operasi Subtotal Thyroidectomy Dextra

Instruksi Pre operasi


Infus RL : Dextrose 10% 1 : 1 28 tetes/menit
Injeksi profilaksis Ceftriaxone 1 gram sebelum operasi (Skin Test)
Siap PRC 2 Bag

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. 1
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena
folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah berahun-tahun sebagian
folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersbut
menjadi noduler. 1
Struma nodosa nontoksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. 1
B. Anatomi Tiroid

Gambar 1. Anatomi kelenjar Thyroid.


Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua
bagian lobus yang dihubungkan oleh isthmus yang masing-masing berbetuk
lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 1020 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan
bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini
memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan
hormon tersebut ke dalam aliran darah. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar
hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan
oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan
hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung
yodium. 1,2,3
Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis.
Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar,
dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan
melingkari duapertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis
communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam suatu
ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum masuk
ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang
antara fascia media dan prevertebralis. 2,3

Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl.


cervicales

profundi.

Beberapa

pembuluh

limfe

berjalan

turun

ke

nl.

paratracheales. 2,3
Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang dinamakan
true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis profundus
yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh
arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua
kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior
antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian
posterior antara kedua lobus tiroid. 2,3
Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior
dextra et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a.
ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya,
persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior,
sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran limfe tiroid terdiri dari
pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari pinggir atas isthmus,
sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan ventral dan dorsal
bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang menerima cairan limfe
dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral. 2,3
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas
kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n.
laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara
menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen. 2,3

Gambar 2. Vaskularisasi kelenjar Thyroid.


C. Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu Tiroksin (T4).
Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal
dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh
kelenjar tiroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan
baku hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik
dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin
sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang
terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid
kelenjar tiroid. 1,2,3
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam
kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur
ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada globulin, globulin pengikat
tiroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin
(Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA). 1,2,3
Proses pembentukan hormon tiroid : 1,2,3
(1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini
dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;
(2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar
9

yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid;


(3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh
enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.
(4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan
menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat
terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena
lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar
lebih cepat.
(5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi
(jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua
unsur I menjadi diiodotirosin).
(6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika
monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi
triiodotironin.

Jika

dua

diiodotirosin

bergabung

akan

menjadi

tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid


tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus
oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering
disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan
hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari
protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatan
lebih lemah.
Metabolisme T3 dan T4 : 1,2,3
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian
T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi
T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan
hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3
(reversed T3, 3,3,5 triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur
metabolisme pada tingkat seluler.
Pengaturan faal tiroid : 1,2,3
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

10

1.

TRH (Thyrotrophin releasing hormone)


Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis
mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar
tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi

2.

TSH (thyroid stimulating hormone)


Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam
sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSHreseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon
meningkat

3.

Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).


Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis.
Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada
tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis
terhadap rangsangan TSH.

4.

Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.


Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid.

Gambar 3. Pengaturan sekresi hormon tiroid.


Efek metabolisme Hormon Tiroid: 1,2,3
1.

Kalorigenik
11

2.

Termoregulasi

3.

Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,


tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik

4.

Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal


meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5.

Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses


degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya
pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid
meningkat.

6.

Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan


hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7.

Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,


tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi
diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipotiroidisme.

D. Histologi Kelenjar Tiroid


Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa
ruangan bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus
sampai kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi
oleh aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam
keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau
kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel
folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang
mengandung koloid. 3
Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen
eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan
gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan
dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak
dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan beberapa kasus keganasan. Pada
keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah

12

menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadangkadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells)
atau Hrthle cells. 3

Gambar 4. Histologi kelenjar tiroid normal.


E. Epidemiologi
Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Namun, dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir
tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang
semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan
karena daya tahan tubuh dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring
dengan bertambahnya usia. Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr.
Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang
diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %)
dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma
multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki
(8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40
tahun berjumlah 65 orang (34,03 %). 4
Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumnya
kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat
struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes,
Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia
banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi. 4

13

Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati
yang terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan. Agent kimia
penyebab struma adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu
hormogenesis tiroid. Goitrogen menyebabkan membesarnya kelenjar tiroid seperti
yang terdapat dalam kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin
dalam rumput liar. Goitrogen juga terdapat dalam obat-obatan seperti
Propylthiouraci, Lithium, Phenylbutazone, Aminoglutethimide, Expectorants yang
mengandung yodium secara berlebih. 4
Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang
merupakan salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus
anak-anak yang sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium
radioaktif pada tirotoksikosis berat serta operasi di tempat lain di mana
sebelumnya tidak diketahui. Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi
setelah 5-25 tahun kemudian. 4,5
F. Etiologi
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak
diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis
ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan,
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating
hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak
meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya
nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak
akibat tiroiditis. 1,2,3,5
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid yang
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain: 1,2,3,5
1.

Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah

2.

pegunungan.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
a.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai).

14

b.
c.

Penghambatan

sintesa

hormon

oleh

obat-obatan

(misalnya:

thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).


Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

G.

Klasifikasi Struma

Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan

fisiologisnya

struma

dapat

diklasifikasikan

menjadi

Eutiroidisme, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme. 2,3,6


1.

Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang

disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan


kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau
struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada
leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea. 2,3,6
2.

Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid

sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar
untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia,sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. 2,3,6
3. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon
tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis
antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya
produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.
Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat,
keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu

15

juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata
melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot. 2,3,6
-

Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi

sebagai berikut :
1.

Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan

struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke
jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan
(struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang
berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave, bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan. Perjalanan penyakitnya tidak
disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang
berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor
tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon
tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan
turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini
cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna.
Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah beratdan mengancam jiwa
penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir
yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma
dan dapat meninggal. 2,3,6,7
2.

Struma Non Toksik


Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi

struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik
disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai
simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah

16

yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang
menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar
tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma
nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut
struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda
dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita
tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.
Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada
esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri
kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga
dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan
ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke
dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah
endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi
gondok di atas 10 % - <20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di
atas 30 %. 2,3,6,7
H. Patogenesis Struma
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula
penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut
memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH
kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin
bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid
dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Selain itu struma dapat disebabkan
kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid,
penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses
peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang
didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon

17

tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium,


gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma
endemik). 3,4,7
I. Diagnosis
a. Gejala Klinis
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pada
penyakit ini tidak ditemukan keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.
Peningkatan metabolisme karena adanya hiperaktif dengan meningkatnya denyut
nadi, peningkatan simpatis seperti: jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. 2,3,5
Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan
keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma. 2,3,6,7
Dikenal

beberapa

morfologi

(konsistensi)

berdasarkan

gambaran

makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi: 2,3,6,7


1. Bentuk kista : Struma kistik
-

Mengenai 1 lobus

Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang Multilobaris

Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa


-

Batas Jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa


adenocarcinoma tiroidea

3.

4.

Bentuk diffusa : Struma diffusa


-

batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

18

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Kelenjar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

b. Pemeriksaan Fisik
1.

Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang

berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen
yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan
pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan
pembengkakan. 7,8
2.

Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,

leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid
dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. 7,8
1
2
3
4
5

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal: 2,3,5,7
Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)
Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak ada.
Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar

sekali dan mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem vena
serta pembentukan vena kolateral. Pada struma gondok endemik, Perez membagi
menjadi: 7,8

Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan

Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala


ditegakkan

Derajat II

: mudah terlihat pada posisi kepala normal

Derajat III

: terlihat pada jarak jauh.

19

Gambar 5. Teknik palpasi kelenjar Thyroid.


3. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan T3 (Triodothyroxin) dan T4 (Tiroksin)
Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan
radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam
serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita
penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120
ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang
dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk
mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L.
Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal. 2,3,7,8
B.

Pemeriksaan Antibodi
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum

penderita dengan penyakit tiroid autoimun. 2,3,9


-

antibodi tiroglobulin

antibodi mikrosomal

antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

antibodi permukaan sel (cell surface antibody)

thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

C. Pemeriksan Radiologis
1

Foto Rontgen

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya


deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara
20

klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher posisi AP dan Lateral diperlukan
untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya,
bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CTscan leher. 2,3,7,8
2

USG
Pemeriksaan USG dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa

bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk: 2,3,9
-

Dapat menentukan jumlah nodul

Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,

Dapat mengukur volume dari nodul tiroid


-

Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak


menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.

Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat


dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya
pembesaran tiroid.

Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan


dilakukan biopsi terarah

D.

Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.


Radioisotop

Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radioisotop dengan memanfaatkan


metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa
menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi
kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membran
sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses
trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya
ikut dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan
fungsi dan sekaligus membedakan berbagai penyebab hipertiroidisme dan juga
menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme. Uji
tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah ukuran, bentuk lokasi, dan yang

21

utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI
peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium
radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Nilai normalnya 10-35%. Jika kurang dari
10% disebut menurun (hipotiroidisme), jika diatas 35% disebut meninggi
(hipertiroidisme). Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk: 7,8,9
1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya.
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
4. Scintiscan yodium radio aktif dengan teknetium porkeknera, untuk melihat
medulanya.
5. Sidik ultrasound untuk mendeteksi perubahan-perubahan kistik pada
medula tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji tangkap
tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan
menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi.
E.

Pemeriksaan FNAB
Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle

aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan
sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan
secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. 2,3,7,8
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya
penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil
negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar,
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi
oleh ahli sitologi. 2,3,7,8
F.

Pemeriksaan potong beku


(VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan

22

bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan. 7,8,9
Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan
patologi anatomis untuk memastikan proses ganas atau jinak serta mengetahui
jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block. 7,8,9
Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum: 7,8,9

Sangat mencurigakan
-

riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare

cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin

nodul padat atau keras

sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar

paralisis pita suara

metastasis jauh

Kecurigaan sedang
-

umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun

pria

riwayat iradiasi pada leher dan kepala

nodul >4cm atau sebagian kistik


-

keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak,


dispnu dan batuk.

Nodul jinak
-

riwayat keluarga: nodul jinak

struma difusa atau multinodosa

besarnya tettap

FNAB: jinak

kista simpleks

nodul hangat atau panas

mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.

J. Penatalaksanaan
1 Pencegahan

23

Pencegahan adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri


dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya struma adalah: 2,3,9,10
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku
makan.
rakatkan pemakaian garam yodium
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium
setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak
untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena
dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan
yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan
dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air
e.

minum.
Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di
daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah
semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita
hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis

sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.


f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3
tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc
2

dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc


Penatalaksanaan Medis
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara

lain sebagai berikut:


1.

Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering

dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
24

dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik
atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan
makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan
mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu
pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian
diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup
memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium
untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
1,2,3,7

Indikasi operasi pada struma adalah: 1,2,3,7


-

struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa


struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
struma dengan gangguan tekanan
kosmetik.
Kontraindikassi operasi pada struma: 1,2,3,7

struma toksik yang belum dipersiapkan sebelumnya


struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang

belum terkontrol
struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering
dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun
laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi
perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang
baik.
struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena

metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan


sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan
sering hasilnya tidak radikal.
2.

Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada

kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau

25

dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50


%. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga
memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik.Yodium radioaktif
diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian
obat tiroksin. 1,2,3,7
3.

Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid


Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini

bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu
untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini
adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol. 1,2,3,7,8
K. Diagnosa Banding
1. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu: 2,3,4,6
-

struma diffusa toksik


struma nodular toksik
Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi

dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara, nodusa akan memperlihatkan benjolan yang
secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). 2,3,4
Struma Diffusa Toksik
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave, bentuk tiroktosikosis yang paling
banyak ditemukan. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun
telah diiidap selama berbulan-bulan. Apabila gejala gejala hipertiroidisme
bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis

26

tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit
dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal. 2,3,4
Struma Nodular Toksik
Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid
yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan
hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummers disease) merupakan penyebab
hepertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease. 2,3,4
Kebanyakan pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan symptom
yang tipikal dengan hipertiroid seperti tidak tahan terhadap udara panas, palpitasi,
tremor, kehilangan berat badan, kelaparan dan peningkatan frekuensi pergerakan
saluran cerna. Pada pasien yang berusia tua terdapat beberapa gejala atipikal
diantaranya

anoreksia

dan

konstipasi.

Komplikasi

cardiovascular

yang

mempunyai riwayat atrial fibrilasi, Penyakit jantung kongestif ataupun angina. 5


Struma yang membesar secara signifikan bisa menyebabkan symptom yang
berhubungan dengan obstruksi mekanik seperti dyspnea ataupun stridor.
Melibatkan saraf laryngeal superior rekuren yang menimbulkan perubahan suara
menjadi serak. Obstruksi mekanis bisa menyebabkan terjadinya superior vena
cava syndrome berupa penekanan vena di leher dan kepala sehingga
menghasilkan Pemberton Sign. Kebanyakan pasien mengetahui mengalami
hipertiroidism

ketika

skrining

rutin.

Kebanyakan

pada

hasil

lab

menunjukkan penekanan TSH dengan level throxine (T4) yang normal. 5,6
Pemeriksaan fisik dijumpai pelebaran fisura palpebral, takikardia,
hiperkinesis, banyak berkeringat, kulit lembab, tremor, dan kelemahan otot
proksimal. Pembesaran kelenjar thyroid bervariasi. Nodul yang dominan ataupun
multiple irregular dengan variasi ukuran biasanya dijumpai. Kelenjar yang kecil
dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan USG. Stigmata Grave disease
seperti eksoftalmus, pretibial myedema tidak dijumpai. 5,6
2. Tiroiditis
Tiroiditis adalah peradangan pada kelenjar tiroid yang ditandai dengan
pembesaran dan disfungsi kelenjar tiroid. Tiroiditis pada umumnya ditandai
dengan infiltrasi leukosit, fibrosis atau kedua-duanya di dalam kelenjar. Tiroiditis

27

dibagi menjadi beberapa jenis yaitu akut, sub akut, dan menahun: limfositik
(hashimoto), nonspesifik, fibrous-invasive (riedel). Pada penyakit tiroiditis ini
banyak menyerang wanita yang berumur antara 32-50 tahun. Inflamasi tiroiditis
terjadi 2-4 minggu sudah infeksi traktus respiratorius bagian atas. Biasanya
kelenjar dapat relatif keras tetapi sering kali sangat lunak. Penderita mengeluh
gejala-gejala penekanan pada leher, terutama bila menggerakkan kepala ke atas
dan ke bawah dan juga mengeluh kesulitan menelan, kelumpuhan pita suara
akibat keterlibatan nervus laringius rekurens jarang ditemukan. Penurunan berat
badan, kelelahan, tremor, berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi,
pembesaran tiroid. 2,3,4
3. Karsinoma tiroid
Karsinoma tiroid merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Karsinoma
tiroid umumnya tergolong keganasan yang pertumbuhan dan perjalanan
penyakitnya lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah, walau sebagian
kecil ada yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan prognosis yang buruk.
Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi dokter untuk menentukan secara cepat
apakah nodul tersebut jinak atau ganas. 4,6,7
Sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan
merupakan tipe papiler. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang
tidak jarang dikelirukan dengan hiperplasia nodular yang merupakan nodul
nonneoplastik ataupun dapat menyerupai morfologi adenoma folikular jinak.
Karsinoma papiler tiroid cenderung memiliki pertumbuhan yang lambat dan
prognosis yang baik, namun apabila tidak diterapi dengan tepat, keganasan ini
dapat mengalami metastasis ke kelenjar getah bening dan bahkan menyebar ke
organ jauh. 4,6,7
Terdapat beberapa kriteria klinis yang dapat menunjukkan bahwa suatu
tumor tiroid bersifat ganas, antara lain usia < 20 tahun atau >50 tahun, riwayat
terpapar radiasi leher pada masa kanak-kanak, pembesaran kelenjar tiroid yang
cepat, struma dengan suara parau, disfagia, nyeri spontan, riwayat keluarga
menderita kanker, struma hiperplasia yang tetap membesar setelah diberikan
tiroksin, dan sesak napas. Kebanyakan karsinoma tiroid bermanifestasi sebagai

28

struma mononodular dan multinodular. Sekitar 25% nodul tunggal yang muncul
merupakan karsinoma tiroid. Oleh karena itu, jika menghadapi penderita dengan
nodul tiroid tunggal, perlu dipertimbangkan faktor risiko dan ciri keganasan lain.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan dengan biopsi jarum halus, kecuali pada
karsinoma folikular. 4,6,7
4. Limfoma Maligna
Limfoma

Maligna

merupakan

terminologi

yang

digunakan

untuk

tumortumor pada sistem limfoid, khususnya untuk limfosit dan sel-sel prekursor,
baik sel-B, sel-T atau sel Null. Biasanya melibatkan kelenjar limfe tapi dapat juga
mengenai jaringan limfoid ekstranodal seperti tonsil, traktus gastrointestinal dan
limpa.3 Limfoma malignant secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu:
Limfoma Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin. 7,8
Limfoma Hodgkin Dijumpai 30% dari semua limfoma insiden tidak berubah
berbeda dengan Non Hodgkin Lymphoma yang cenderung meningkat . Sering
dijumpai pada dewasa muda dan dimulai dari kelenjar getah bening leher dan
berpindah ke KGB lainnya. 7,8
Limfoma non-Hodgkin adalah kelompok keganasan primer limfosit yang
berasal dari limfosit B, limfosit T dan sangat jarang berasal dari Natural Killer cell
yang berada dalam system limfe, yang sangat heterogen. 7,8
Gejala kedua jenis limfoma meliputi pembengkakan kelenjar getah bening
tanpa rasa sakit yang terlibat, dan gejala lebih lanjut tergantung pada lokasi dan
luasnya (penyebaran) dari kanker. Limfoma Hodgkin lebih mungkin untuk mulai
pada kelenjar getah bening pada tubuh bagian atas (seperti di leher, ketiak, atau
dada), tetapi kedua jenis limfoma dapat ditemukan di mana saja di tubuh. Kedua
jenis limfoma juga dapat dikaitkan dengan gejala umum penurunan berat badan,
demam, dan berkeringat di malam hari. 7,8
L. Komplikasi
- Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan
-

(karsinoma tiroid). 1,2,3


Komplikasi post operasi: perdarahan, lesi n.laringeus superior, kerusakan

n.rekuren. 1,2,3
M. Prognosis

29

Prognosis struma nodosa non toksik baik. Umumnya, struma nodosa non
toksik tumbuh sangat lambat selama bertahun-tahun. Pertumbuhan yang cepat
harus dievaluasi baik degenerasi maupun perdarahan dari nodul atau pertumbuhan
neoplasma. Seringkali, pada pasien dengan perkembangan yang progresif dengan
disfagia signifikan atau dyspnea harus dievaluasi untuk dilakukan Subtotal
Tiroidektomi.

Pada

beberapa

pasien,

terapi

yodium

radioaktif

dapat

dipertimbangkan, terutama pada pasien yang lebih tua.10


Semua struma harus dipantau dengan pemeriksaan dan biopsi untuk
kemungkinan transformasi ke malignansi yang mana dapat ditandai oleh
perubahan mendadak dalam ukuran, nyeri atau konsistensi. Risiko meningkat
pada pasien yang terpapar radiasi. 11

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidrajat R. De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.
2. Djokomoeljanto. Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya. In
Sudoyo A.W, et all. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Internal Publishing. 2009.
3. Guyton, AC, Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2009.
4. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 2 Edisi VI. EGC. 2007.
5. Corenblum, B, Adediji, OS. 2010. Goiter, Diffuse Toxic. eMedicine
Specialties

Endocrinology.

Dikutip

dari:

http://www.emedicine.com/med/topic917.html
6. Davis, AB, Orlander, PR. 2010. Goiter, Toxic Nodular. eMedicine Specialties
Endocrinology. Dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic920.html

30

7. Dorion, D, Lemaire, D. 2008. Thyroid Anatomy. eMedicine Specialties


Endocrinology. Dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic919.html
8. Lee, SL, Ananthakrishnan, S. 2010. Goiter, Non Toxic. eMedicine Specialties
Endocrinology. Dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic919.html
9. Mulinda, JR, Goiter. 2009. eMedicine Specialties Endocrinology. Dikutip
dari: www.emedicine.com/med/topic916.html
10. Lee, Stephanie. 2013. NonToxic Goiter.

eMedicine

Specialties

Endocrinology. Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/120392followup#e5


11. Mulinda, James R. 2014. Goiter. eMedicine Specialties Endocrinology.

Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/120034-followup#e6

31

Anda mungkin juga menyukai