Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

PELATIHAN / PENYULUHAN KESEHATAN MALARIA


Cabang Ilmu

: Keperawatan Komunitas

Topik

: Penyakit MALARIA

Hari/Tanggal

: Sabtu, 14 agustus 2015

Waktu

: 30 menit

Tempat

: Balai desa kampung komba

Sasaran

: Masyarakat kampung komba

Metode

: Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, demontrasi

Media

: Leaflet, Gambar balik

Materi

: Terlampir

A. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan masyarakat kampung komba
mengerti tentang penyakit malaria beserta perawatan dan pencegahannya.
B. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan seluruh masyarakat komba akan
dapat :
a. Menyebutkan pengertian penyakit penyakit malaria.
b. Mengenali Tanda dan Gejala penyakit penyakit malaria.
c. Menyebutkan ciri - ciri nyamuk Anhopeles.
d. Mengetahui tempat - tempat bersarangnya nyamuk Anhopeles.
e. Mengetahui dan memahami tindakan pertama bila menemukan penyakit
malaria.
f. Mengetahui dan memahami pencegahannya.

C. Metode

: Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab

D. Kegiatan Belajar

No
1.

Kegiatan
Penyuluhan
Membuka
Pengajaran
(5-10 %)

Waktu

Kegiatan Penyuluh

Kegiatan Peserta

3 5 menit

Memperkenalkan
diri dan membuka
penyuluhan.

Duduk dan
mendengarkan

2.

Penyajian materi /
demontrasi
(80 90 %)

10 20 menit

Ceramah,
demontrasi

Mendengarkan
memperhatikan

3.

Menutup Pelajaran
(5 10 %)

5 10 menit

Tanya jawab,
evaluasi dan
menutup
penyuluhan

Aktif bertanya,
mengikuti arahan
untuk evaluasi.

E. Media Penyuluhan

: Leaflet, Flipt Chart

F. Evaluasi

1. Prosedur

: Selama proses pembelajaran berlangsung,

2. Bentuk
3. Jenis Tes

Setelah selesai penyuluhan


: Subyektif
: Lisan

H. Materi Penyuluhan
MALARIA

a. PENGERTIAN

Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan
oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh
suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui
air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat
intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan
oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay
& Raharja, 2000).
b. PENYEBAB
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat
menyebabkan infeksi yaitu,
1) Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan
menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
2) Plasmodium

falciparum,

memberikan

banyak

komplikasi

dan

mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten


dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum
(demam tiap 24-48 jam).
3) Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria
quartana/malariae (demam tiap hari empat).
4) Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat,
diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi

yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan,


menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan
spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari,
Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan
Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).
c. EPIDEMIOLOGI
Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat,
karena setiap tahun 500 juta manusia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta
diantaranya meninggal dunia. Kasus terbanyak berada di Afrika namun juga
melanda Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa negara Eropa.
Diduga sekitar 36% penduduk dunia terkena risiko malaria. (Depkes, 2008)
Di Indonesia pada tahun 2007 telah terjadi 1.700.000 kasus klinis malaria
dengan 700 kematian. Dari 576 kabupaten yang ada, 424 kabupaten
diantaranya merupakan daerah endemis malaria dan diperkirakan 45%
penduduk

Indonesia

berisiko

tertular.

Pengukuran

angka

kesakitan

menggunakan Annual Parasite Incidence (API) dan Annual Malariae


Incidence (AMI). Untuk provinsi Kepulauan Riau yang merupakan daerah
endemis malaria pada tahun 2007 melaporkan, bahwa dalam upaya
pemberantasan malaria dengan API 0.87 per 1000 penduduk, AMI 0.88 per
1000 penduduk.
Tingkat penularan malaria dapat berbeda tergantung pada faktor setempat,
seperti pola curah air hujan (nyamuk berkembang biak pada lokasi basah),
kedekatan antara lokasi perkembangbiakan nyamuk dengan manusia, dan
jenis nyamuk di wilayah tersebut. Beberapa daerah memililki angka kasus
yang cenderung tetap sepanjang tahun negara tersebut digolongkan sebagai
"endemis malaria". Di daerah lain, ada musim malaria yang biasanya
berhubungan dengan musim hujan.

Epidemik yang luas dan berbahaya dapat terjadi ketika parasit yang
bersumber dari nyamuk masuk ke wilayah di mana masyaratnya memiliki
kontak dengan parasit namun memiliki sedikit atau bahkan sama sekali tidak
memiliki kekebalan terhadapa malaria. Atau, ketika orang dengan tingkat
kekebalan rendah pindah ke wilayah yang memiliki kasus malaria tetap.
Epidemik ini dapat dipicu dengan kondisi iklim basah dan banjir, atau
perpindahan masyarakat akibat konflik. (www.depkes.go.id)
d. PATOFISIOLOGI
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
1) Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh
nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di
dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk-bentuk seksual jantan
dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap
oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan
dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian
mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista.
Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah
nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit
membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit.
Setelah 2-3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah
menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai
ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten,
sedangkan

masa tunas/incubasi

intrinsik

dimulai

dari

masuknya

sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.


(Mansjoer, 2001, hal. 409).

2) Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi
parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan
sporozoit ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim
di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami
pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilkan skizon) 6-9 hari
kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di
dalam hati ini di namakan Pra-eritrositer primer. Terjadi di dalam darah.
Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah
mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20ml O2 dalam 100ml
darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan
hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran
yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang
baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus.
Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang
di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara
lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut ekso-eritrositer sekunder.
Dalam waktu 48-72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di
lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah
merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di
sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara
garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama
yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh
nyamuk.
e. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum
menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
1) Demam

Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang


(sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan
skizon tiap 48jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3,
sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72jam
dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan
beberapa serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya Trias Malaria (malaria
proxysm) secara berurutan :
a. Periode dingin.
Mulai

menggigil,

kulit

kering

dan

dingin,

penderita

sering

membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat


menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini
berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperatur.
b. Periode panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap
tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala,
nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah
turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini
lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti
dengan keadaan berkeringat
c. Periode keringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan pekerjaan biasa.

2) Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas
Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi
keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat
bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada
beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba
di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan
anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika
lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan,
mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
3) Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat
adalah

anemia

karena

Falcifarum.

Anemia

di

sebabkan

oleh

penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup


lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena
depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).

4) Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat
kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel
darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
a) Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah
yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin
yang di hasilkan

b) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada
disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
c) Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui
duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000, hal.
571).
f. PENULARAN
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan
malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi
vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan
ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon
yang besar (Slamet, 2002, hal 103).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
1. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran
rendah
2. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
3. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit
manusia (menghisap darah)
4. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
5. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan
sudut 48 derajat

6. Daur hidupnya memerlukan waktu 1 minggu .


7. Lebih senang hidup di daerah rawa
g. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit Malaria sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Anopheles. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah
padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping
kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
1) Menguras

bak mandi/penampungan

air sekurang-kurangnya

sekali seminggu
2) Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung
seminggu sekali
3) Menutup dengan rapat tempat penampungan air
4) Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah dan lain sebagainya
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
a.

Pengasapan/fogging

(dengan

menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi


kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
b.

Memberikan bubuk abate (temephos)


pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas
bunga, kolam, dan lain-lain.

c.

Cara

yang

paling

efektif

dalam

mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan caracara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus
seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa,
menyemprot

dengan

insektisida,

menggunakan

repellent,

memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai


dengan kondisi setempat.
h. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Imunoserologis
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan
pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan
ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita.

2) Pemeriksan Biomolekuler
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang
dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi
plasmodium. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat) merupakan teknik
pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter
tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat
membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen
hitung parasit. Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi
DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini
menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita
malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
3) Pemeriksaan mikroskopis malaria

Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibody


spesifik

terhadap

paraasit

plasmodium maupun

antigen

spesifik

plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus


dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan
enzim immunoassay.
4) Pemeriksaan tes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit
malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu
kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan diagnosa malaria.
Pemeriksaan darah tepi 3 kali dengan hasil negatif maka diagnosa
malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh
tenaga yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria.

Adapau pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui:


a. Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena
tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis.
Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan.
Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan
identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit
b. Tetesan darah tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat
darah tebal sulit dilakukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai
hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah
eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila

jumlah parasit >100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat.


Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita
malaria, walaopun komplikasi dapat timbul dengan jumlah parasit
yang minimal.
c. Tes antigen: P-F test
Yaitu mendeteksi antigen P-Falciparum (histidine rich protein II).
Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan
khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus.
d. Tes serologi
Tes serologi mulai dikembangkan sejak tahun 1962 dengan memakai
teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi
adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan
dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai
alat diganostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari
parasitemia.

Manfaat

tes

serologi

terutama

untuk

penelitian

epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer >1:200 dianggap
sebagai infeksi baru; dan test>1:20 dinyatakan positif. Metodemetode tes serologi antara lain indirect hemagglutinin test,
immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.
e. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction)
Pemeriksaan ini dianggap paling peka dengan teknologi amplifikasi
DNA, waktunya singkat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.
Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat
memberikan hasil positif.
i.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan
tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara
lain sebagai berikut:

1. Malaria Tersiana/ Kuartana


Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di
tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg
selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15
mg /hari selama 14 hari)
2. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg
selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10
mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal
dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg
selama 3 hari).
3. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam
dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari.
Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan
aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.
j. KOMPLIKASI
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada
infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi
umumnya

digolongkan

sebagai

malaria

berat

yang

menurut

WHO

didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu


atau lebih komplikasi sebagai berikut: (Mansjoer, 2001)
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/l.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa
atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta
kelainan kreatinin >3mg%.

4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat
dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
hipertermis.
9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan
karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler jaringan otak.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman Dr. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Entjang, Indan dr. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti.
Harijanto,P,N., Nugroho, Agung., Gunawan, A, Carta (ed). 2010. Malaria dari
Molekuler ke Klinis. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo, Aru., Setioyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., Simadibrata, Marcellus.,
Setiati, Siti (ed). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI.
Doenges, Marilynn E dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai