Anda di halaman 1dari 13

Efek Toksik Obat Herbal vs Efek Alami Obat Kimia

Kita hidup dalam lingkaran kemudahan. Perubahan zaman yang semakin


maju menyebabkan banyak aspek berubah. Adanya gempuran teknologi
ini menyebabkan pola hidup kebanyakan orang semakin hari menjadi
semakin kurang baik.
Misalnya terlihat pada kebiasaan menggunakan kendaraan yang
menyebabkan jarangnya kegiatan berjalan kaki atau bersepeda.
Aku males jalan kaki atau nyepeda deh. Panas, banyak debu lagi.
Selain itu, makanan yang kita konsumsi pun banyak yang merupakan
makanan instan atau makanan junk-food. Apalagi dengan kemasan yang
menggiurkan dan promosi besar-besaran, hal inilah yang akhirnya
menggiurkan masyarakat. Kecepatan, kepraktisan dan rasa merupakan
fokus utama, tanpa memikirkan efek jangka panjang maupun gizi yang
sebenarnya diperlukan oleh tubuh.
Laper ya, mama ga masak nih.. Coba telpon 14-0-45, delivery cheese
burger aja.
Nah, hal tersebut yang akhirnya menimbulkan penyakit degeneratif yang
tak pandang usia. Kolesterol, tekanan darah tinggi, hipertensi, obesitas,
dan masih banyak lagi. Kalo udah kena penyakit, baru deh kita menyesal.
Mencari pengobatan, hal yang kita lakukan kemudian. Pengobatan yang
dicoba mulai dari pengobatan medis maupun pengobatan alternatif.
Seiring dengan ini, konsumsi obat-obat sintetik atau obat kimia pun sudah
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, penggunaan obat
tersebut kini menimbulkan keraguan disebabkan munculnya efek samping
yang tidak diinginkan. Hal ini mendorong adanya paradigma untuk
memaksimalkan pengobatan kembali kepada alam. Obat herbal,
demikian istilahnya di masyarakat.

Obah herbal seakan menjadi tren dan pembenaran akan setiap penyakit
yang diderita oleh masyarakat. Masyarakat bayak yang memiliki pola pikir
bahwa obat herbal merupakan obat terbaik yang sebaiknya mereka
konsumsi jika mereka sakit.
Mindset masyarakat saat ini : Bahan kimia -apapun bentuknyapunya pengaruh buruk bagi tubuh
Iya, masyarakat di Indonesia masih banyak yang beranggapan bahwa
bahan kimia yang kita konsumsi memiliki kontribusi yang cukup tinggi
untuk merusak tubuh kita. Hal inilah yang diyakini banyak orang bahwa
bahan herbal itu tidak berbahaya karena alami.
Di kehidupan sehari-hari, kita akan banyak sekali mendengar..
"Kamu jangan suka makan makanan kayak gitu. Bahaya. itu banyak
bahan kimianya!"
atau pas lagi mau beli obat ke toko obat, tiba-tiba tukang obatnya bilang...
"Daripada beli obat buatan pabrik rekomendasi dokter, mending beli
produk yang herbal aja mbak/mas. Lebih alami, lebih sehat lho!"
Dari kecil, kita pasti sering banget denger kata kimia. Tapi biasanya, kimia
atau bahan kimia itu artinya jelek, deh. Sampe sekarang kalo denger kata
"kimia", pasti yang kebayang sama orang-orang itu bahan pengawet,
pewarna makanan, racun di pestisida, micin (MSG/monosodium glutamat),
pokoknya semuanya berbahaya buat kesehatan kita. Sampe-sampe ada
tren baru dalam berbelanja, maunya alami atau herbal, dari makanan,
kosmetik, produk-produk kecantikan, sampe obat-obatan.
Tapi bener ga sih bahan kimia itu pasti berbahaya? Apa sih yang namanya
bahan kimia itu? Apa benar yang alami atau herbal itu selalu lebih sehat
atau lebih baik?

Mengupas Definisi Bahan Kimia


Bahan kimia, atau bahasa Inggrisnya chemicals, sebetulnya ada di
mana-mana. Bukan cuma berarti bahan "tambahan" seperti di
makanan atau obat-obatan itu saja. Sebenarnya, segala sesuatu di
sekitar kita itu adalah bahan kimia, baik yang masuk ke dalam tubuh
kita maupun peralatan yang kita gunakan sehari-hari. Termasuk segala
yang kita anggap alamiah, dari mulai sayur dan buah-buahan, bahan
tambang, segala jenis makanan yang kita makan, minuman yang kita
minum, udara yang kita hirup, bumbu masakan tradisional, dan segala
hal yang terbentuk dari proses perubahan materi itu adalah kimia.
Udara yang kita hirup, makanan yang kita konsumsi, produk yang kita
pakai, adalah bahan kimia. Intinya : semua yang berhubungan dengan
hidup kita adalah bahan kimia
Butuh contoh? Gini, coba bayangkan kita lagi mau bikin telor mata
sapi. Bahan udah siap semua nih.
Nyalain dulu kompornya yang berbahan bakar elpiji atau LPG, liquefied
petroleum gas, propana (C3H8) dan butana (C4H10) cair. Siapin wajan
anti lengket, yang terbuat dari teflon atau politetrafloroetilena(PTEF,
C2F4)n. Tuang minyak goreng yang katanya sehat dong, mengandung
omega-9, asam oleat danisomernya asam elaidat (C18H34O2). Telur
yang mau lo pecahin nih? Bahan utama cangkangnya adalah
CaCO3 alias kalsium karbonat. Garam yang kita pake?
Na+Cl-, sodium klorida. Buat yang mau nambahin vetsin, pasti udah
terkenal nih namanya, monosodium glutamat (MSG) atau Na+C5HNO4-.

Mau makan, cuci tangan dulu dong yaa.. Kita cuci tangan musti pake
sabun, dimana sabun adalah garam alkali dari kalium hidroksida
(KOH), natrium hidroksida(NaOH), dan Amonium
Hidroksida(NH4OH)

Nah, bener kan bahwa segala hal disekitar kita adalah bahan kimia,
bahkan ternyata hal yang kita lakukan sehari-hari seperti masak telor
mata sapi aja kok jadi banyak melibatkan banyak bahan kimia. Wah
berarti serem dong? Nggak kok, jangan dipikir segala hal yang terkait
bahan kimia itu gak baik buat tubuh dan berbahaya buat kita.
Sebaliknya, jangan berpikir bahwa segala yang selama ini dianggap
bahan alami itu bagus buat tubuh dan gak berbahaya buat kita.
Konsep berpikir bahwa bahan kimia itu bahaya sedangkan bahan yang
dianggap bahan alami itu lebih sehat adalah kekeliruan yang besar!
Kenapa? Karena sebetulnya segala hal di sekitar kita yang kita
anggap alami adalah bahan kimia. Sebaliknya, bahan yang kita
anggap sebagai bahan kimia ya sebetulnya semua bersumber
dari alam juga. Jadi bahan kimia itu ya sebetulnya dari bahan alami,
dan bahan yang kita anggep alami ya itu bahan kimia juga.
Jadi sebetulnya bukan masalah bahan kimia vs bahan alami. Tapi justru
gimana kita melihat sebuah komposisi materi itu bisa bermanfaat atau
berbahaya bagi kita sebagai manusia. Misalnya nih, propana dan
butana yang ada di dalem LPG buat masak tadi itu, bahan kimia yang
sekaligus bahan alami juga kan? Nah itu adalah senyawa alkana
yang cocok banget tuh jadi bahan bakar untuk kebutuhan sehari-hari
seperti memasak dan manasin air buat mandi. Contoh lain adalah PTEF
atau teflon, senyawa sifatnya unik. Dia berbentuk padat tapi gak
bisa basah, juga tidak reaktif dan tahan panas. Nah, jadinya cocok
banget tuh digunakan sebagai wajan.
Kalo udah kenyang makan telor ceploknya, kita haus terus minum air.
Nah, air itu kan H2O, bahan kimia juga kan?
Jadi, bahan kimia itu enggak berbahaya kan..
Eits, jangan terlalu cepet ambil kesimpulan dulu. Bahan kimia itu juga
bisa berbahaya kalau kita nggak ngerti cara menggunakannya.

Misalnya, propana di LPG itu kan gas yang mudah terbakar. Kalau
sampe sambungan gas ke kompornya ada yang bocor, gas itu bisa
keluar ke udara sekitar dengan cepat. Secara si propana itu mudah
terbakar, kalau ada percikan api sedikit aja dari korek atau stop kontak
listrik bisa bikin rumah kita kebakaran.
Contoh lain dari kegiatan masak kita di atas adalah si teflon. Teflon ini
cukup tahan panas dan tidak menghasilkan zat yang berbahaya bagi
tubuh manusia sampai suhu 260oC. Buat penggorengan, ini oke-oke aja
karena kita menggoreng daging di suhu di bawah 230oC. Minyak
goreng yang kita pakai juga akan menyerap panas dari api kompor dan
menguap (keluar asap) di bawah suhu 250oC. Secara teori, teflon ini
aman buat dipakai. Tapi, kalau wajan teflon itu dipanasin tanpa minyak
goreng, dia akan mulai terurai di suhu antara 260oC ke atas. Hasil
uraian ini bisa nempel di wajan kita dan masuk ke makanan kita waktu
wajan itu dipake lagi buat masak. Nah, sekarang baru deh kita tahu
bahwa overheated-PTFE bisa berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Contoh LPG dan teflon di atas memberikan kesimpulan yang jelas:
Bahaya bahan kimia terletak pada pemahaman kita tentang
bagaimana cara menggunakannya
Kalau kita tahu sifat-sifat bahan kimia tersebut, batasan
penggunaannya, dan berhati-hati dalam batasan tersebut, bahan kimia
itu aman kok.
Ada satu contoh lagi nih yang semoga nggak bikin kamu ngeri kalo
mau hangout alias nongkrong. Kamu pasti pernah denger kafein dong,
itu senyawa aktif yang terdapat di dalam biji kopi dan daun teh. Rumus
kimianya, C8H10N4O2. Mungkin sebagian dari kalian suka yah minum teh
atau kopi. Si kafein ini adalah senyawa yang bikin kita bangun dan
fokus abis minum kopi. Kafein ini juga terdapat di dalam banyak
minuman bersoda, tapi dengan jumlah yang lebih kecil.

Nah sekarang kamu tau nggak bahwa sebetulnya kafein itu


BISA berbahaya apabila dikonsumsi? Kuncinya adalah di kata
"bisa". Untuk tubuh manusia, konsumsi kafein lebih dari 400 miligram
dalam waktu singkat dapat menimbulkan efek, seperti gelisah,
insomnia, aliran darah berlebih ke daerah muka, gangguan sistem
pencernaan, detak jantung tidak stabil dan banyak lainnya. Konsumsi
di atas 10 gram bahkan bisa menyebabkan kematian. Kok ngeri
banget, apa banyak orang meninggal gara-gara kafein? Tentu tidak.
Ternyata, 400 miligram itu, walaupun terdengar sedikit (seperduapuluh
sendok teh doang!), hitungannya banyak buat kafein.
Untuk gambaran, di dalam gelas Grande atau Venti kopi di Starbucks,
terdapat rata-rata 200 miligram kafein. Artinya, gejala gangguan
karena kafein bisa muncul kalau kita minum dua gelas besar
Starbucks dalam waktu singkat. Untuk menyebabkan kematian,
seseorang perlu minum sekitar 50 gelas besar kopi dengan cepat.
Banyak banget kan, ga mungkin juga orang akan minum sebanyak itu
secara ngga sengaja. Kafein secara umum tergolong aman karena
butuh dosis yang cukup tinggi untuk menimbulkan kerugian signifikan
pada kesehatan tubuh manusia.
Salah satu contoh senyawa yang langsung berasal dari alam dan
sangat berbahaya adalah Ricin. Ricin adalah protein tipe lectin yang
terdapat di biji tanaman jarak. Senyawa alami ini mungkin nampak
seperti biji-bijian yang berasal dari alam dan cukup aman dikonsumsi.
Padahal sebetulnya ricin ini sangat berbahaya bagi manusia. Apabila
dihirup, bisa membunuh manusia dengan dosis1.78 miligram saja.
Dosis segitu itu kecil banget, cuma seberat tablet obat sakit
kepala...dibagi dua ratus! Kalo dibayangin yah mungkin
sekitar beberapa butir kristal garam dapur sudah cukup untuk
membunuh manusia. Ngeri banget kan? Padahal bentuknya kayak biji
kacang-kacangan yang enak buat dipake ngemil begitu.

Nah, dari contoh ini kita sekarang udah bisa mendapatkan kesimpulan
yang lebih presisi, bahwa..
Bahaya bahan kimia yang kita konsumsi itu ada di dosisnya
Dosis ini bukan cuma dalam jumlah, tetapi lamanya waktu kita
mengkonsumsi jumlah tersebut. Tubuh manusia punya mekanisme
yang berbeda-beda untuk mencerna senyawa-senyawa yang kita
konsumsi. Jadi, toleransi kita buat senyawa yang berbeda juga
berbeda. Kalau makanan atau minuman itu mengandung senyawa
tertentu (pewarna, pengawet, tambahan perisa), tidak berarti
berbahaya. Kita harus tau juga dosis di mana senyawa tersebut mulai
bisa berdampak buruk buat kesehatan kita. Pastinya kalau ada
makanan atau minuman yang mengandung berlebihan senyawa
tertentu, itu berbahaya. Lo juga pasti sering denger senyawa yang
dalam dosis normal tidak berbahaya seperti gula dan garam, kalau
berlebihan bisa bikin lo diabetes dan darah tinggi juga kok.
Di sini ada kesimpulan penting lagi, yaitu...
Kealamian suatu makanan atau minuman gak menjamin bahwa
semua yang terdapat di makanan atau minuman itu bagus dan
aman buat kita
Ada banyak loh species jamur yang nggak bisa kita makan karena
mengandung toxin. Sebaliknya, banyak minuman yang mengandung
bahan buatan tapi justru aman kita minum.
Mengupas si malaikat berbulu domba : obat herbal
Istilah herbal biasanya diidentikan dengan tumbuh-tumbuhan yang
tidak berkayu atau dengan kata lain perdu. Dalam dunia pengobatan,
istilah herbal berkenaan dengan segala jenis tumbuhan dan atau
seluruh bagian-bagiannya yang mengandung satu atau lebih bahan
aktif yang dapat digunakan sebagai obat (therapeutic). Contohnya

adalah mengkudu hutan atau Morinda citrifolia dengan kandungan


moridin (berguna sebagai bahan aktif anti kanker) dan pegagan atau
Centela asiatica dengan kandungan asiaticosidem (berguna untuk
mengatasi permasalahan kulit dan meningkatkan IQ). Pengertian obat
herbal adalah obat dari tumbuhan yang diproses atau diekstrak
sedemikian rupa sehingga menjadi serbuk, pil, atau cairan. Dalam
proses pembuatannya, obat herbal tidak menggunakan zat kimia
sintetik.
Berdasarkan sudut pandang farmakognosi, obat herbal dapat dibagi
menjadi tiga. Kelompok pertama adalah jamu. Jamu merupakan
tumbuhan yang diekstrak dan dijadikan sebagai obat, namun belum
teruji secara klinis maupun pra-klinis. Pada umumnya jamu dipilih
karena resep tradisional turun-temurun untuk kesehatan ataupun
pengobatan
Yang kedua adalah obat herbal terstandar. Kelompok ini sudah
terspesifikasi, maksudnya yang terdapat di dalam obat tersebut adalah
senyawa penting untuk penyakit tertentu saja sehingga lebih efektif
untuk pengobatan. Selain itu, obat ini sudah teruji secara pra-klinis
atau dengan kata lain sudah diuji di dalam sel makhluk hidup lain
(hewan)
Yang ketiga adalah fitofarmaka. Kelompok ini paling baik
kualitasnya karena dibuat dengan pengolahan senyawa tertentu untuk
pengobatan tertentu pula sehingga zat-zat yang tidak perlu tidak akan
ikut terkonsumsi. Obat ini telah teruji secara klinis, yakni sudah pernah
diujicobakan pada manusia sehingga kualitasnya terjamin .
Sebenernya, bagaimana sih si obat herbal ini bekerja di dalam tubuh?
Pada dasarnya, pengobatan dengan obat herbal dilakukan melalui
pendekatan yang bersifat holistik, yaitu tubuh kita itu dipandang
memiliki suatu sistem harmoni yang selalu seimbang . Apabila ada
salah satu bagian tubuh bermasalah, akan timbul pula masalah pada

bagian tubuh yang lain. Trus, obat herbal di sini bekerja dengan cara
memberi energi pada organ tubuh dan kelenjar tertentu serta
menyeimbangkan kondisi tubuh sehingga membantu mengembalikan
keharmonisan dan keseimbangan tubuh secara keseluruhan. Selain itu,
obat herbal juga digunakan untuk mempertahankan sistem imun tubuh
kita untuk melawan patogen atau bibit penyakit yang menyerang dari
luar.
Jadi, bahwa mengonsumsi obat herbal dalam jangka panjang tidak
akan menimbulkan komplikasi dalam tubuh kita. Iyakah?
Ketidaktepatan menggunakan obat herbal sering kali dijumpai saat ini,
baik disebabkan kesalahan informasi yang ada, maupun anggapan
yang keliru mengenai penggunaan obat herbal sehingga tidak jarang
justru obat herbal malah menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan. Harapan untuk sembuh pun sirna karena timbul masalahmasalah baru.
Dalam hal ini, ada beberapa contoh tanaman obat yang perlu
diperhatikan, misalnya daun seledri (Apium graveolens). Tanaman ini
mampu menurunkan darah tinggi, namun apabila dosisnya berlebih
dapat menurunkan tekanan darah secara drastis. Oleh karena itu,
jangan mengonsumsi lebih dari satu gelas perasan seledri untuk sekali
minum dong.
Selain itu, tahukan kamu bahwa minyak dari tanaman jarak (Oleum
recini) juga dapat digunakan untuk mengobati masalah pencernaan.
Tapi, namun jika penggunaannya tidak terukur malah akan
menyebabkan iritasi saluran pencernaan.
Lain pula dengan keci beling (Strobilantus crispus), tanaman ini dapat
mengobati batu ginjal, namun apabila dikonsumsi lebih dari 2 gram
sekali minum dapat menimbulkan iritasi saluran kemih . Pada beberapa
pasien yang mengonsumsi tanaman tersebut untuk pengobatan batu
ginjal, ditemukan adanya sel-sel darah merah dengan jumlah melebihi

batas normal pada urinnya. Hal ini mungkin disebabkan daun


kecibeling merupakan diuretik kuat sehingga dapat menimbulkan iritasi
pada saluran kemih.
Contoh lainnya adalah buah pare. Seorang pria penderita diabetes
mendadak mengalami impotensi setelah rutin mengonsumsi buah pare
untuk menurunkan gula darahnya. Setelah dilakukan penelusuran,
ternyata hal itu disebabkan buah pare yang dikonsumsi adalah mentah
dan overdosis .
Contoh lainnya, pada pengonsumsian buah mahkota dewa dan temu
putih yang dijadikan andalan untuk penumpas sel kanker. Pasien yang
mengonsumsi secara berlebihan mengalami sakit tenggorokan
mendadak dan juga mengalami pendarahan. Faktanya, biji mahkota
dewa memang tidak boleh dikonsumsi karena sangat beracun.
Selain itu, buah mahkota dewa dan temu putih tidak boleh diminum
selagi haid karena akan memperhebat pendarahan. Hal ini berkaitan
dengan khasiatnya yang memang menumpas sel kanker sekaligus
menggerus dinding rahim .
Fenomena lain terjadi pada Ginkgo, herbal yang makin laris untuk
memompa daya ingat itu juga tidak aman seratus persen. Terapi herbal
itu hanya akan efektif jika penurunan daya ingat disebabkan oleh
melemahnya aliran darah ke otak. Kondisi seperti ini bisa diperbaiki
dengan konsumsi Ginkgo. Bagaimana jika melemahnya daya ingat
disebabkan oleh faktor lain, misalnya ketidakseimbangan hormonal?
Tentu saja hal ini dapat menimbulkan efek negatif.
Contoh lagi nih, tanaman echinacea yang biasa digunakan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh melawan flu sebaiknya tidak
dikonsumsi oleh kamu yang mempunyai gangguan autoimun karena
akan meningkatkan kerja sistem imun yang sudah terlalu aktif.

Walaupun diberi label herbal, proses pembuatan dan


pengujian obat tetap harus dilakukan berdasarkan prosedur
yang telah distandarisasi
Suatu tanaman dapat dikategorikan sebagai tanaman obat jika telah
melewati beberapa uji dan penelitian seperti penelitian fisik, kimiawi,
farmakologis, biologis, dan uji toksisitas (racun). Tanaman obat yang
tidak memenuhi ketentuan di atas, yaitu bahan bakunya belum
terstandarkan, mudah tercemar, higroskopis, dan voluminous terhadap
berbagai mikroorganisme dikatakan belum layak menjadi obat yang
dapat dikonsumsi.
Nah, kalo melihat kondisi di masyarakat kita, obat-obatan herbal
umumnya masih diolah secara tradisional yang berarti tidak melalui
proses atau standar kesehatan yang ditetapkan lembaga resmi
pemerintah (Badan Pengawas Obat dan Makanan ataupun Departemen
Kesehatan). Dengan teknik, pengetahuan kimia, dan alat seadanya,
kebersihan proses racikan dan packaging-nya justru lebih gak bisa
terstandarisasi bagi kemanan dan kesehatan. Mungkin banget kan
obatnya terkontaminasi parasit, virus, atau bakteri karena prosesnya
dilakukan secara manual. Belum lagi kita gak bisa jamin
bahwa penjualnya paham betul tentang dosis yang sesuai bagi tubuh
manusia. Beda sama obat pabrikan yang racikannya pasti melalui riset
dan lulus uji standar. Proses pembuatannya juga udah dirancang
sedemikian rupa supaya steril.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan obat herbal bisa saja
lebih besar dibanding obat pabrikan
Pada beberapa obat yang berasal dari tumbuhan, bisa jadi kandungan
zat aktifnya sangat sedikit. Maka tidak menutup kemungkinan ada pula
senyawa selain zat aktif yang ikut terkonsumsi pula. Zat tersebut tidak
berkhasiat, namun dapat pula mengganggu aktivitas biologis atau
bahkan toksik untuk tubuh. Setiap tanaman memiliki jumlah dan jenis

kandungan kimia berbeda. Kandungan beberapa zat kimia tertentu


pada obat herbal dapat pula menimbulkan efek samping dan sifat
toksik. Efek samping itu bisa disebabkan oleh zat itu sendiri maupun
kontaminan (seperti pestisida dan zat pengotor) atau zat sintesis yang
ditambahkan.
Pada tanaman obat sebetulnya terdapat pula penangkal atau penetral
efek samping yang mungkin timbul. Hal ini terlihat misalnya pada
kunyit. Kunyit memiliki zat yang merugikan tubuh, namun di dalam
kunyit ada pula zat yang menekan dampak negatif tersebut . Lain
halnya dengan tebu, meskipun perasan air tebu memiliki senyawa
saccharant yang berfungsi sebagai anti diabetes, namun penderita
diabetes (kencing manis) tetap saja tidak boleh mengonsumsi gula
hasil pemurnian tebu . Jadi, meskipun setiap tumbuhan ada zat
penangkal efek sampingnya, perlu diperhatikan pula beberapa hal lain
dari tumbuhan itu sendiri seperti jenis dan kandungan zat kimia
tertentu yang ada di dalamnya.
Ada hal yang harus kita perhatikan dalam mengkonsumsi obat
herbal
Salah satunya adalah konsentrasi obat herbal. Jika setelah diekstrak
konsentrasinya lebih pekat, maka yang perlu dikonsumsi hanya sedikit.
Beberapa obat herbal dapat rusak atau mengalami penguraian oleh
panas, cahaya, dan udara (bereaksi dengan oksigen). Waspadalah,
apabila belum lebih dari satu jam mengonsumsi herbal muncul gejala
mual, diare, pusing, dan berkeringat deras! Hentikan konsumsi obat
herbal dan segera konsultasikan kepada ahli herbal atau dokter.
Efek toksik obat herbal dapat dihindari jika cara pemakaiannya benar
dan sudah teruji secara praklinik serta klinik. Selain itu, standardisasi
obat herbal lebih tepat dilakukan jika diterapkan kaidah Cara yang
Benar pada proses pembibitan hingga produksi. Bukan hanya itu,
pemerintah dalam hal ini BPOM (Badan Pengawasan Obat dan

Makanan) harus berperan aktif dalam pengawasan. Khasiat dan


keamanan obat herbal harus sudah teruji sebelum obat-obat tersebut
mendapat izin edar. Hingga kini, jumlah obat herbal terstandar
diketahui ada 19 produk dan fitofarmaka baru 5 produk . Oleh karena
itu, telitilah sebelum membeli serta harus pintar dan selektif dalam
mengonsumsi. Terutama terhadap kuantitas obat herbal, jenis, zat
yang terkandung, dan efek lainnya terhadap tubuh.
"All things are poisons, for there is nothing without poisonous qualities. It is
only the dose which makes a thing poison."- Paracelsus (Bapak Toksikologi)

Anda mungkin juga menyukai