Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

Ibn Al-Arabi
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu: Azhar Saleh, M.A. Drs.

Disusun oleh:
Zahra Nurul Fadhilah (1113025100005)
Muhammad Zaky (1113025100028)

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/ 2015 M

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf adalah kajian pendekatan menuju pada Tuhan. Sudah
umumnya

ada

dua

pendekatan,

yaitu

pendekatan

sunni

dan

pendekatan falsafi. Pendekatan sunni manitik beratkan pada tasawuf


akhlaki dan tasawuf amali. Salah satu tokoh yang terkenal adalah
Hasan al-Basri.
Sedangkan tasawuf dengan pendekatan falsafi adalah hubungan
pendekatan seorang sufi yang menggunakan jalan berfilosof. Filusuf
adalah orang yang berkecimpung dibidang filsafat. Menurut Bertens
(1999:17) Filsafat berasal dari kata-kata Yunani philosophos yang
berarti cinta kebijaksanaan. Seorang filusuf tidak hanya mencintai
kebijaksanaan, namun bagaimana mendalami kebenaran tersebut dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan. Salah satu tokoh yang terkenal
dalam tasawuf falsafi adalah Ibnu Arabi.
Ibnu Arabi merupakan seorang filusuf yang juga seorang sufi.
Nama lengkap ibnu Arabi adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin
Abdullah Ath-Tai Al-Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara,
Spanyol, tahun 560 H dan meninggal pada tahun 638 H. Menurut Ucha
(20012) Diantara orang yang pernah menjadi guru dari Ibn Arabi
adalah Madyan AlGhauts, at-Talimsari, Musyaniyah, Ibn Rusyid dan Al
Mariyah.

Ibn Arabi yang memang memiliki latar belakang pengetahuan


filsafat dari guru-gurunya. Maka tidak aneh jika Ibn Arabi berfilsafat
ketika melakukan pendekatan tasawuf. Menurut Shamad (2012) di
antara
Wihdatu

pemikiran-pemikiran
al-Wujud,

Wihdatu

Ibnu

Arabi

al-adyan,

adalah

sebagai

Epistemologi

berikut:

dan

Teori

manifestasi. Pemahaman Wahdatul al-wujud (penyatuan wujud) yang


mengundang pro dan kontra dan sangat berpengaruh bagi tokoh-tokoh
tasawuf falsafi setelahnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang

diatas

maka

penulis

merumuskan

permasalahan sebagai berikut:


1. Siapakah Ibn Al-Arabi?
2. Bagaimana konsep dasar pemikiran tasawuf Ibn Arabi?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan

masalah

diatas,

penulisan

bertujuan untuk:
1. Mengetahui tentang Ibn Al-Arabi
2. Mengetahui konsep dasar pemikiran tasawuf Ibn Arabi

makalah

ini

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Ibn Al-Arabi


Nama lengkap Ibnu Arabi adalah Muhammad bin Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Abdullah al-Hatimi. Ia keturunan dari
Abdulah bin Hatim saudara Adiy bin Hatim dari kabilah Thai. Kuniahnya
adalah Abu Bakar dan laqab (julukannya) adalah Muhyiddin. Ia juga
populer dengan sebutan Al-Hatimi dan dengan sebutan Ibnu Arabi
(tanpa al) untuk membedakannya dengan Qadhi Abu Bakar ibn alArabi. Ibnu Arabi lahir pada hari Senin tanggal 17 Ramadhan 560 H
bertepatan dengan 28 Juli 1165 M di Murcia, Andalusia. Ayahnya -Ali
bin Muhammad- termasuk salah seorang ahli fiqh dan hadits, juga
seorang sufi yang zuhud dan bertaqwa. Ayahnya adalah orang shalih
yang senantiasa tekun membaca Al-Quran dan memiliki beberapa
karamah,

di

antara

karamahnya

adalah

bahwa

ia

tahu

hari

meninggalnya sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Arabi dalam


kitabnya Al-Futuhat Al-Makiyah.
Pada umur delapan tahun,

Ibn

Arabi

meninggalkan

kota

kelahirannya dan berangkat ke Lisbon, untuk menerima pendidikan


agama Islam pertamanya, yaitu membaca al-Quran dan mempelajari
hukum-hukum Islam dari Syekh Abu Bakar bin Khalaf, kemudian ia
pindah ke Seville yang saat itu merupakan pusat sufi Spanyol dan
menetap di sana selama tiga puluh tahun untuk mempelajari hukum,
hadits, teologi Islam, serta banyak belajar dari ulama-ulama dalam

mempelajari tasawuf. Ia belajar tasawuf kepada sejumlah sufi terkenal


seperti Abu Madyan al-Gauts at-Talimsari, dan melanglang buana ke
berbagai negeri seperti Yaman, Syiria, Irak, Mesir, dan akhirnya pada
tahun 620 H, ia menetap di Hijaz hingga akhir hayatnya.
Ibn Arabi wafat di Damaskus pada 16 November

1240

bertepatan tanggal 22 Rabiul Akhir 638 pada usia tujuh puluh tahun.
Pencapaian spiritualnya yang luar biasa telah menyebar ke hampir
seluruh Dunia Islam, dan bahkan Barat, hingga sekarang.

B. Konsep Dasar Pemikiran Tasawuf Ibn Arabi


Ibnu Arabi adalah seorang pemikir filsuf yang paling penting dan berpengaruh dalam
sejarah pemikiran Islam serta tokoh sufi pada abad 13. filsafat mistiknya, yang disebut
wahdatul wujud (kesatuan wujud), dan insan kamil (Manusia sempurna) sangat
mendominasi pemikiran tokoh berikutnya di Dunia Muslim seperti Hamzah Fansuri yang
mempunyai pemikiran sama tentang wahdatul wujud, begitu juga dengan muridnya alJilli yang melanjutkan pemikiran nya tentang insan kamil, maka dari itu kita perlu
menguraikan
kontribusi pemikiran-pemikiran Ibnu Arabi tentang wahdatul wujud, insan kamil,
konsep cinta, serta beberapa tingkatan maqam untuk mencapai derajat marifat.
a. Wahdat al - Wujud
Diantara ajaran terpenting Ibn Arabi adalah tentang kesatuan wujud (Wahdat al
-Wujud) yaitu faham bahwa manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan
wujud .Menurut faham ini bahwa setiap sesuatu yang ada memiliki dua aspek, yaitu
aspek luar dan aspek dalam .Aspek luar disebut makhluk(al- Khalq) aspek dalam disebut
Tuhan (al haqq). Menurut faham ini aspek yang sebenarnya ada hanyalah aspek dalam
(Tuhan)sedangkan aspek luar hanyalah bayangan dari aspek dalam tersebut.
Sebagaimana doktrin doktrin beliau dalam kitab Futuhad Al-Makkiyah dan
Fushush Al-Hikam esensi KeTuhanan bagi ibnu Arabi adalah segala yang ada yang bisa
dipandang dari dua aspek: (1) sebagai esensi murni,tunggal dan tanpa atribut( sifat); dan
(2) sebagai esensi yang dikaruniai atribut.Tuhan,karena dipandang tidak beratribut,berada
di luar relasi dan karenanya juga di luar pengetahuan.

Dalam esensi - Nya Tuhan terbebas dari penciptaan,tetapi dalam keTuhananNya,Tuhan membutuhkannya.Eksistensi Tuhan adalah absolut, ciptaannya ada secara
relatif,dan yang muncul sebagai relasi realitas adalah wujud nyata yang terbatasi dan
terindividualisasi. Karenanya segala sesuatu adalah atribut Tuhan dan dengan demikian
semua pada akhirnya identik dengan Tuhan, tanpa memandang bahwa semua itu
sebenarnya bukan apa apa.
Ibn Arabi memandang manusia dan alam sebagai cermin yang memperlihatkan
Tuhan dan berkata bahwa sang penerima berasal dari nol sebab ia berasal dari emanasiNya yang paling suci karena seluruh kejadian (eksistensi) berawal dan berakhir bersamaNya: kepada-Nya ia akan kembali dan dari-Nya ia berawal.
Menurut Ibnu Arabi wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk
pada hakikatnya adalah wujud khaliq pula. Tidak ada perbedaan antara keduanya dari
segi hakikat. Adapun kalau ada yang mengira bahwa antara wujud khaliq dan makhluk
ada perbedaan, hal itu dilihat dari sudut pandang panca indra lahir dan akal yang terbatas
kemampuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada Dzat-Nya dari kesatuan
dzatiah yang segala sesuatu berhimpun pada-Nya.
Menurutnya wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah
hakikat alam.Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim yang disebut Khaliq dan
wujud baru yang disebut makhluk. Kalau antara Khaliq dan makhluk bersatu dalam
wujudnya mengapa terlihat dua? Ibnu Arabi menjawab sebabnya adalah tidak
memandang dari sisi yang satu tetapi memandang keduanya dengan pandangan bahwa
keduanya adalah Khaliq dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi yang satu
Satu satunya wujud adalah wujud Tuhan,tidak ada wujud selain wujudNya. Ini
berarti apa pun selain Tuhan baik berupa alam maupun apa saja yang ada di alam tidak
memiliki wujud. Kesimpulannya kata wujud tidak diberikan kepada selain Tuhan. Akan
tetapi kenyataannya Ibnu Arabi juga menggunakan kata wujud untuk menyebut sesuatu
selain Tuhan. Namun ia mengatakan bahwa wujud itu hanya kepunyaan Tuhan sedang
wujud yang ada pada alam hakikatnya adalah wujud Tuhan yang dipinjamkan kepadanya.
Untuk memperjelas uraiannya ibnu Arabi memberikan contoh berupa cahaya.
Cahaya hanya milik matahari ,tetapi cahaya itu dipinjamkan kepada para penghuni bumi.
Ibn Al Arabi mengemukakan teori tajalli yang berarti menampakkan diri. Tajalli artinya
Allah menampakkan diri atau membuka diri, jadi diumpamakan Allah bercermin
sehingga terciptalah bayangan Tuhan dengan sendirinya. Dengan teori ini makhluk

adalah bayang bayang atau pencerminan Tuhan di mana Tuhan dapat melihat dirinya
sendiri tanpa kehilangan sesuatupun. Artinya tetap dalam kemutlakannya
Lebih lanjut Ibnu arabi menjelaskan hubungan antara Tuhan dengan alam,
menurutnya alam adalah bayangan Tuhan atau bayangan wujud yang hakiki dan alam
tidak mempunyai wujud yang sebenarnya. Oleh karena itu alam tempat tajali dan
mazhar(penampakan Tuhan) Menurutnya ketika Allah menciptakan alam ini. Ia juga
memberikan sifat sifat keTuhanan pada segala sesuatu. Alam ini seperti cermin yang
buram dan seperti badan yang tidak bernyawa. Oleh karena itu Allah menciptakan
manusia untuk memperjelas cermin itu. Dengan pernyataan lain alam ini merupakan
mazhar(penampakan )dari asma dan sifat Allah yang terus menerus. Tanpa alam sifat dan
asma-Nya akan kehilangan makna dan senantiasa dalam bentuk dzat yang tinggal dalam
ke- mujarrad-an (kesendirian)-Nya yang mutlak yang tidak dikenal oleh siapapun.
Sementara permasalahan Tasybih dan Tanzih Ibn Arabi berpendapat bahwa dalam
mengenal Allah manusia harus melihat TanzihNya (Kesucian Allah dari segala sifat yang
baru) pada TasybihNya (KeserupaanNya dengan yang baru) dan tasybihNya pada
tanzihNya. Artinya untuk mengenal Allah harus menggabungkan dua aspek tadi
sekaligus. Ibn Arabi sering mengutip perkataan Abu Said Al-Kharraj: Aku mengenal
Allah dengan menggabungkan dua hal yang bertentangan. Menurutnya apabila seorang
menganal Allah hanya dengan aspek tanzih berarti dia telah membatasi kemutlakanNya.
Karena tanzih berarti menafikan segala sifat bagi Allah seperti yang dilakukan ole
kalangan Mutazilah yang melucuti Tuhan dari segala sifat, hingga Allah menjadi suatu
yang tak bisa dikenal dan dijangkau. Hal ini mengakibatkan terputusnya hubungan Tuhan
dengan

manusia.

Kemudian

jika

hanya

mengenal

Allah

dalam

aspek

tasybih saja seperti yang dilakukan kalangan al_mujassimah maka mengakibatkan keseru
paan Tuhan dengan yang baru.
b. Pemikiran Tentang Insan Kamil
Insan kamil (manusia sempurna) adalah istilah yang digunakan oleh kaum sufi
untuk menamakan seorang Muslim yang telah sampai pada keperingkat tinggi, yaitu
peringkat seorang yang telah sampai pada fana fillah (sirna di dalam Allah). Manusia
menurut Ibnu Arabi adalah tempat tajalli (penampakan) diri Tuhan yang paling
sempurna, karena Dia adalah al-kaun al-jamil, atau manusia merupakan sentral wujud,

yakni alam kecil (mikrokosmos) yang tercermin pada alam besar (makrokosmos), dan
tergambar kepadanya sifat-sifat keTuhanan. Oleh karena itulah manusia di angkat sebagai
kholifah. pada diri manusia terhimpun rupa Tuhan dan rupa alam, dimana subtansi Tuhan
dengan segala sifat dan asma-Nya tampak padanya. Dia dalam sebuah cermin yang
menyingkapkan wujud Allah SWT.
Dan yang di maksud insan kamil menurut Ibnu Arabi seperti yang di jelaskan
dalam kitabnya fusus al-hikam adalah:
-Ain Al-Haqq, artinya manusia adalah perwujudan dalam bentuknya sendiri
dengan segala keesaanya berbeda dengan segala sesuatu yang lain, meskipun al-Haqq
(Tuhan) ain segala sesuatu, tetapi segala sesuatu itu bukan ain (zat)-nya karena ia hanya
perwujudan sebagian asma-Nya, bukan Tuhan bertajalli (menampakkan diri) pada sesuatu
itu dalam bentuk zat-nya. Dan apabila kamu berkata insan maka maksudnya adalah
manusia sempurna dalam kemanusiaanya, yaitu Tuhan bertajalli (menampakkan) diri
dalam bentuk sifat dan asmanya sendiri itulah yang di sebut dengan ain-Nya
- al-insan al-kamil (Manusia sempurna) dalam pandangan Ibnu Arabi tidak bias
dilepaskan kaitannya dengan paham adanya Nur Muhammad seperti ditegaskan:
ketahuilah bukanlah yang dimaksudkan dengan al-insan kamil kecuali Nur Muhammad,
yaitu roh Illahi yang dia tiupkan kepada Adam. Oleh karena itu Adam adalah esensi
kehidupan dan awal kejadian manusia. katakanlah Nabi Muhammad SAW adalah insan
kamil yang paling sempurna. (Alhaqiqah al Muhammadiyah.)dan dengn hakekat
Muhammad inilah orang bisa mencapai derajat insan kamil
c. Pemikirannya tentang Cinta
Ibnu Arabi menyatakan kesempurnaan marifatilah dengan melalui tujuh obyek
pengetahuan yaitu 1. Mengetahui asma Illahi 2. Mengetahui tajalli Illahi 3. Mengetahui
talif Tuhan terhadap hamba-nya 4. Mengetahui kesempurnaan dan kekurangan wujud
alam semesta 5. Mengetahui diri sendiri 6. Mengetahui alam akhirat 7. Mengetahui sebab
dan obat penyakit batin. Bila seorang sufi mengetahui tujuh obyek tersebut sampailah
sufi pada tahap marifat yang sempurna.
Marifat meninbulkan Mahabbah (cinta). cinta merupakan puncak dari maqamad
yang ditempuh oleh sufi disini bertemu kehendak Tuhan dan kehendak insan. Kehendak

Tuhan adalah kerinduan-nya untuk bertajali pada alam, sedangkan kehendak insan ialah
kembali kepada esensinya yang sebenarnya, yakni wujud mutlak.
Ibnu Arabi dalam konsepnya tentang cinta, memandang bahwa cinta adalah
sebab dari penciptaan alam, karena atas dasar cintalah Tuhan bertajali pada alam.
Demikian pula cinta, cinta juga menjadi sebab kembalinya semua menifestasi kepada
esensinya yang semula dan hakiki, karena atas dorongan rasa cinta mereka ingin kembali
kepada asalnya, jadi cinta itu bersifat unifersal, ia melandasi kehendak yang pencipta dan
kehendak makhuk.
Menurut Ibnu Arabi bila dibedakan ada tiga macam cinta yang merupakan tiga
cara mewujud 1. cinta Illahiah, yang pada satusisi adalah cinta Khalik kepada makhluk
dimana Dia menciptakan diri-Nya, yakni menerbitkan bentuk tempat dia mengungkapkan
dirinya, dan disisi lain cinta makhluk kepada khaliknya, yang tidak lain adalah hasrat
Tuhan yang tersingkap dalam makhluk, rindu untuk kembali kepada dia, setelah Dia
merindukan sebagai Tuhan yang tersenbunyi, untuk dikenal dalam diri makhluk inilah
dialog ada diantara pasangan Illahi Manusia 2.Cinta spiritual terletak pada makhluk yang
senantiasa mencari wujud dimana bayangannya dia cari di dalam dirinya, atau yang
didapati olehnya bahwa bayangan (citra image) itu adalah dia sendiri inilah dalam diri
makhluk, cinta yang tidak memperdulikan, mengarah, menghendaki apapun selain cukup
sang kekasih, agar terpenuhi apa yang dia kehendaki. 3.cinta alami yang berhasrat untuk
memiliki dan mencari kepuasan hasratnya sendiri tanpa memperdulikan kepuasan
kekasih dan sayangnya kata Ibnu Arabi, seperti inilah kebanyakan orang memahami
cinta masa kini
d. Pemikirannya tentang Maqam untuk mencapai Marifat
Maqam adalah tingkat-tingkat kerohanian jamanya dari maqamat. Dalam
perjalanan melalui tingkat-tingkat kerohanian itu seoarang sufi akan mengalami berbagai
keadaan batin. Di dalam Futuhat Al-Makkiyah Ibnu Arabi menyebutkan enam puluh
maqam yang di tempuh seorang sufi untuk bermujahadah kepada Allah, dan ia berusaha
menjelasakan akan tetapi Ibnu Arabi tidak menulisnya secara sistematis tahap- tahap tiap
maqam yang harus di lalui seorang sufi. Dalam menempuh maqamat itu seoarang sufi

harus senantiaa melakukan bermacam-macam ibadah (mujahadah) dan kontemplasi yang


sesuai dengan ajaran agama sehingga tiap maqam satu persatu dapat dilaluinya.
Maqam pertama yang harus ditempuh oleh sufi adalah tawbah (tobat) setelah itu
menempuh beberapa jalan yang lain yaitu mujahadah (kesungguhan), khalwat (bersunyi
diri), uzlah (menghindar dari mayarakat), taqwa (melaksanakan aturan syariah, baik yang
fardu maupun yang sunnah), wara (mengekang dan menahan diri), zuhd (zuhud), sahr
(bangun malam ), Khawf (takut pada Allah), raja (mengharap ) huzn (sedih), ju (lapar),
tark-al-syahawat (menahan keinginan), khusu (khusuk), mukhalafah al-nafs (menentang
keinginan), tark al-hasad wa il-ghadalah wa I-ghibah (menghindar dari dengki marah
dan memfitnah), tawakkal (tawakal), syukr (syukur), yaqin (yakin), shabr (sabar),
muraqabah (sadar terhadap pengawasan Allah), ridla (rela), ubudiyah (pengabdian),
istiqomah (teguh pandirian), ikhlas (iklas), shidq (jujur), haya (malu), huraiyyah
(kemerdekaan), zhikr, wa fikr, wa tafakkur (zikir, fikir, dan tafakur), futuwah (murah hati
disertai kesetiaan), firasah (firasat), khulq (beraklak), ghirah (cemburu), walayah
(kewalian), nubuwah (kenabian), risalah (kerasulan) qurbah (kedekatan), faqr
(kefakiran), tashawwuf (tasawuf), tahqiq (mengenal kebenaran), hikmah (bijaksana),
saadah (bahagia), adab (adab), shubbah (persahabatan), tawhid safar (perjalanan)
husnal-khatimah (akhir hayat yang baik), marifah (marifat pengenalan hakiki),
mahabbah (cinta), syawq(rindu), ihtiramal-syuyukh, (memuliakan para pembimbing
rohani) sama (mendengar) karamah (keramat), mujizat (mukjizat), dan ruya (mimpi)

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Konsep Ibn Arabi tentang Wahdat al-Wujud adalalah menurutnya


semua yang ada ini adalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk
adalah wujud khalik pula. Insan Kamil menurut Ibn Arabi adalah: Ain alHaqq maksudnya adalah manusia merupakan wujud dari sebagian
asma-Nya dan Al Insan Al Kamil yaitu menurutnya insan kamil yang
paling

sempurna adalah Nabi Muhammad dan dengan hakikat

Muhammad inilah orang dapat mencapai derajat insan kamil. Ibnu Arabi
dalam konsepnya tentang cinta, memandang bahwa cinta adalah sebab dari penciptaan
alam, karena atas dasar cintalah Tuhan bertajali pada alam. Menurut Ibn Arabi cinta dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Cinta Illahiah, 2. Cinta Spiritual, dan 3. Cinta Alami. Dan
di dalam bukunya Futuhat Al-Makkiyah Ibnu Arabi menyebutkan ada enam puluh
maqam yang harus di tempuh seorang sufi untuk bermujahadah kepada Allah.

DAFTAR PUSTAKA

M.sholihin. 2008. Ilmu Tasawuf.Bandung: Pustaka Setia.


Jamil,M. 2007. Cakrawala Tasawuf: Sejarah,Pemikirandan kontekstualitas.
Jakarta: GP Press.
Ariyanti. 2011. Pemikiran Tasawuf Ibnu Arabi, dalam http://ariyantimenulis.blogspot.
com/2011/12/pemikiran-tasawuf-falsafi-ibnu-arabi.html, diakses tanggal 09 Mei
2016
Ucha,
2012.
Inti
Ajaran
Tasawuf
Ibnu
Arabi,
http://uchamsimgl2011.blogspot.com/2012/03/inti-ajaran-tasawuf-ibnuarabi.html, diakses pada tanggal 09 Mei 2016

dalam

Shamad.
2012.
Teosofi
Ibn
Arabi.
from
http://philosopherscommunity.blogspot.com diunduh pada tanggal 09 Mei
2016

Anda mungkin juga menyukai