Disusun Oleh :
Agatha Kartika (07120110045)
Bellyana Octavia (07120110083)
Pembimbing :
Dr. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M.Kes
dr. Siti Zaenab Oktarina
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan evaluasi program yang berjudul Evaluasi
Program Kesehatan Indera : Kajian Penanggulangan Katarak di Wilayah Puskesmas Balaraja,
Periode 01 Januari 2015 s/d 31 Desember 2015 dengan baik dan tepat waktu.
Laporan evaluasi program ini disusun selama penulis melakukan kegiatan
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Balaraja sejak tanggal 18 Januari
12 Maret 2016. Adapun evaluasi program ini disusun dalam rangka untuk memenuhi salah
satu persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Studi Profesi
Dokter serta memiliki tujuan untuk menunjang kemajuan puskesmas mengenai program
kesehatan panca indera, terutama bagian mata.
Laporan ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari banyak
pihak. Oleh karena itu, kami selaku penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada berbagai pihak atas segala bantuan dan dukungan yang telah
diberikan, serta kerja sama dalam pembuatan laporan ini. Selain itu, secara khusus kami juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1
dr. Hj. Murdiyati, selaku Kepala Puskesmas Balaraja, yang telah memberikan kami
kesempatan dalam berpartisipasi, melayani, dan melakukan observasi dalam seluruh
program di Puskesmas Balaraja.
dr. Siti Zaenab Oktarina, sebagai dokter pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Balaraja, yang telah memberikan waktu, arahan,
bimbingan, dan bantuan dalam proses penyusunan laporan evaluasi program ini.
dr. Santi Widyawati, sebagai ketua program yang bertanggung jawab atas program
kesehatan indera : kajian penanggulangan katarak di Puskesmas Balaraja, yang telah
Penulis menyadari bahwa laporan evaluasi program ini masih jauh dari sempurna dan
membutuhkan masukan dan saran agar menjadi lebih baik. Oleh sebab itu, penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan laporan evaluasi
program ini, juga selama menjalankan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas Balaraja. Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak demi
kesempurnaan laporan evaluasi program ini agar dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat
bagi pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................1
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................5
1.2 PERUMUSAN MASALAH.......................................................................................8
1.2.1. Pernyataan Masalah...........................................................................................8
1.2.2. Pertanyaan Masalah...........................................................................................8
1.3. TUJUAN.....................................................................................................................9
1.3.1.Tujuan Umum.....................................................................................................9
1.3.2.Tujuan Khusus....................................................................................................9
1.4. MANFAAT................................................................................................................10
1.4.1.Bagi Evaluator (Dokter Muda).........................................................................10
1.4.2.Bagi Perguruan Tinggi......................................................................................10
1.4.3.Bagi Puskesmas.................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................68
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Katarak merupakan salah satu penyakit panca indera penglihatan yang cukup sering
ditemui pada kalangan masyarakat lansia dan merupakan salah satu penyakit penyebab
kebutaan di Indonesia. Penyakit katarak menjadi dapat menjadi suatu masalah yang serius
karena seseorang dapat kehilangan penglihatannya sehingga membuat kualitas hidupnya
menurun. Katarak dapat digolongkan menjadi beberapa jenis dan tahapan dalam
progresivitasnya, oleh karena itu, deteksi dini katarak senilis pada lansia sangat dianjurkan
untuk menghindari konsekuensi dari katarak stadium lanjut.
Menurut World Health Organisation pada tahun 2010, estimasi jumlah orang dengan
gangguan penglihatan di seluruh dunia adalah 285 juta orang atau sebanyak 4,25% dari total
populasi, dimana 0,58% atau 39 juta orang menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta
orang mengalami penurunan visus. 65% penduduk dengan gangguan penglihatan dan 82%
penduduk dengan kebutaan rata-rata berusia >50 tahun.
Penyebab gangguan penglihatan atau menurunnya visus di seluruh dunia adalah
gangguan refraksi yang tidak terkoreksi, akan tetapi katarak menduduki peringkat kedua.
Sedangkan penyebab nomor satu kebutaan di seluruh dunia adalah katarak, yaitu 51% dan
diikuti oleh glaukoma (8%) dan degenerasi makula (5%).
Riskesdas tahun 2013 yaitu 51,6% tidak mengetahui menderita katarak, 11,6% tidak mampu
membiayai operasi, dan 8,1% takut untuk dioperasi. Indonesia merupakan negara yang telah
mencanangkan diri untuk memusatkan perhatian pada masalah kebutaan dalam komitmen
terhadap VISION 2020, the Global Initiative for the Elimination of Avoidance Blindness.
Indonesia memiliki angka prevalensi tertinggi di Asia Tenggara, yaitu 1,5% dengan 52% dari
jumlah tersebut (0,78%) disebabkan oleh katarak.
Kelompok usia memiliki kaitan dengan terjadinya katarak, dimana seseorang dengan
usia >45 tahun (lansia awal menurut kategori dari DepKes) cenderung berpotensi. Oleh sebab
itu, prevalensi kebutaan oleh karena katarak ditemukan semakin tinggi dengan bertambahnya
usia, yaitu 20/1000 populasi pada usia 45 59 tahun dan tertinggi (50/1000 populasi) pada
kelompok usia >60 tahun. Biro Pusar Statistik pada tahun 2010 telah memperkirakan pada
tahun 2025, jumlah penduduk dengan kelompok usia >55 tahun akan meningkat menjadi 61
juta. Dengan kasus - kasus lama yang tidak tertangani oleh karena rendahnya angka operasi
katarak per tahunnya ditambah dengan kasus baru sebanyak 0,1% setiap tahunnya, akan terus
membuat penumpukan kasus katarak yang disebut dengan backlog.
PERDAMI telah menetapkan target yang disebut dengan Cataract Surgical Rate
untuk mengevaluasi angka operasi katarak per tahun. Target CSR adalah 1000 tindakan
operasi per 1 juta populasi per tahun, antara lain 250.000 operasi per 250 juta total populasi di
Indonesia. Dengan meningkatkan jumlah CSR per tahun, backlog kasus katarak yang terjadi
karena penumpukan dari kasus lama dan kasus baru dapat teratasi. Pada tahun 2006 WHO
menyebutkan CSR di Indonesia hanya berkisar 465, dimana jika angka CSR <500 akan
mendapatkan warna merah pada peta kebutaan VISION 2020. Pada pertemuan tahunan yang
diselenggarakan oleh Perdami, disebutkan angka CSR di Indonesia pada tahun 2012
mengalami peningkatan hingga kisaran 700 800, namun data tersebut belum valid oleh
karena belum ada pmebuktian data yang baik.
1.2
PERUMUSAN MASALAH
1.2.1. Pernyataan Masalah
Insidensi katarak di Indonesia adalah 0,1% dalam populasi 250 juta penduduk,
dimana diperkirakan angka kasus baru katarak mencapai 250.000 per tahun. Insidensi
ini diperkirakan akan terus meningkat dikarenakan peningkatan jumlah penduduk per
tahunnya. PERDAMI telah mentargetkan Cataract Surgical Rate (CSR) minimal
1000 kasus 1 juta populasi sebagai komitmen dalam memperbaiki kesehatan
masyarakat khususnya untuk menurunkan angka kebutaan akibat katarak. Pada tahun
2006, WHO menyebutkan angka CSR di Indonesia hanya 465, dimana tergolong
sangat rendah.
Apa saja alternatif yang dapat menjadi pemecahan masalah yang dapat
dilakukan dalam rangka pencapaian program tersebut?
1.3.
TUJUAN
1.4.
MANFAAT
dan
halangan
dalam
program
kesehatan
indera
kajian
Balaraja
dapat
memperbaiki
kinerja
serta
meningkatkan
kompetensi dan rasa kerja sama antar tenaga kesehatan dalam melayani
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI KATARAK
Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi dapat
disembuhkan. Definisi katarak menurut World Health Organisation (WHO) adalah kekeruhan
yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi
karena faktor usia, namun dapat juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dalam kondisi
tersebut. Katarak juga dapat terjadi akibat trauma, inflamasi, atau penyakit lainnya. Katarak
senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50
tahun.1
11
2.2.
ANATOMI MATA
Lensa Mata
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
tampak transparan. Tebal lensa sekitar 4 mm dengan diameternya 9 mm. Di belakang iris,
lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula tersebut
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UPH
Periode 18 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016
12
menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa.
Kapsul ini merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa.
65% lensa terdiri atas air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringanjaringan tubuh lainnya), dan sedikit mineral. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
di kebanyakan jaringan tubuh lain.2
Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan, tersusun atas
jaringan kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini mengandung isi
lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul
13
berada di bagian anterior dan posterior zona preekuator, sedangkan bagian paling tipis berada
di bagian tengah kutub posterior.2
Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula
tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul
lensa.2
Epitel Lensa
Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel. Sel-sel
epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya, seperti sintesis
DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapat membentuk ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan menuju equator lalu
berdiferensiasi menjadi serat lensa.2
serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat yang baru akan
membentuk korteks dari lensa.2
2.3.
kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai penyedia nutrisi dan
sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena
aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa membangun jalur
komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low resistance gap junction
antar sel.2
14
bertambahnya usia. Sekitar 5% air di dalam lensa berada di ruang ekstrasel. Konsentrasi
sodium di dalam lensa adalah 20 M dan potasium sekitar 120M. Konsentrasi sodium dan potasium
di luar lensa cenderung lebih tinggi.2
Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa sangat tergantung dari
permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa sodium, Na+, K+ ATPase. Inhibisi Natrium Kalium
ATPase dapat mengakibatkan hilangnya keseimbangan elektrolit dan meningkatnya air di dalam lensa.2
Keseimbangan Kalsium juga sangat penting bagi lensa. Konsentrasi Kalsium yang normal di
dalam sel adalah 30 M, sedangkan di luar lensa sekitar 2 M. Perbedaan konsentrasi Kalsium ini diatur
sepenuhnya oleh Kalsium ATPase. Hilangnya keseimbangan Kalsium ini dapat menyebabkan depresi
metabolisme glukosa, pembentukan protein high molecular weight, dan aktivasi protease destruktif.2
Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan nutrisi lensa. Asam amino
aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa sodium yang berada di sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara
difusi terfasilitasi, tidak langsung seperti sistem transpor aktif.2
Akomodasi lensa
Mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat
disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh badan siliar terhadap serat-serat zonula.
Setelah umur 40 tahun, kekakuan yang terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya akomodasi.
Saat muskulus silliaris berkontraksi, serat zonular relaksasi yang mengakibatkan lensa menjadi
lebih cembung, ketebalan axial lensa meningkat, dan terjadi akomodasi. Saat muskulus silliaris relaksasi, serat
zonular menegang, lensa menjadi lebih pipih, dan kekuatan dioptri menurun.
Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus occulomotoris. Obat-obat
parasimpatomimetik (pilocarpin) memicu akomodasi, sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropin)
memblok akomodasi. Obat-obatan yang menyebabkan relaksasi otot ciliar disebut cyclopegik.2
15
2.4.
balik terjadinya katarak senilis amat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Namun
ada beberapa kemungkinan di antaranya terkait usia lensa mata yang membuat berat dan
ketebalannya bertambah, sementara kekuatannya menurun. Kerusakan lensa pada katarak
senilis juga dikaitkan dengan kerusakan oksidatif yang bersifat progresif. Beberapa penelitian
menunjukkan peningkatan produk oksidasi seperti oxidized glutathione dan penurunan
antioksidan (vitamin) dan enzim superoksidase. Teori stres oksidatif pada katarak disebut
kataraktogenesis.3
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, pada
bagian perifer terdapat korteks, dan mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna
seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (serat zonula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa, serta perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan bahkan menjadi
tidak ada sama sekali pada kebanyakan pasien yang menderita katarak senilis.
2.5.
KLASIFIKASI KATARAK
Katarak secara umum diklasifikasikan berdasarkan: Morfologi, Maturitas, dan Age of Onset.
Berdasarkan morfologinya, katarak dibedakan menjadi 4 ,6,7 :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UPH
Periode 18 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016
16
Katarak Nuklear
Pada katarak nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan nukleus
lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak ini lokasinya pada bagian tengah lensa
atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah menjadi
kuning sampai coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling
banyak terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan
baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik (miopisasi).
Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa serta
komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang pada lapisan yang
mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lambat, tetapi lebih cepat daripada katarak nuklear.
Katarak subcapsularis
Kekeruhan mulai dari kecil, daerah opak hanya dibawah capsul, dan biasanya ada di
belakang lensa. Pasien merasa sangat terganggu saat membaca di cahaya yang terang dan
biasanya melihat lingkaran halo pada malam hari. Dibagi menjadi katarak subcapsularis
posterior dan subcapsularis anterior. Katarak pada subcapsularis posterior biasa terdapat pada
pasien dengan Diabetes Mellitus, Myotonic Dystrophy, dan pengguna steroid jangka panjang.
Sedangkan katarak pada subcapsularis anterior biasanya terdapat pada pasien dengan
glaukoma sudut tertutup akut, toksisitas amiodaron, dan Wilson disease.
Katarak Capsularis
Dibagi menjadi 2 jenis:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UPH
Periode 18 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016
17
Anterior Capsular
1
Congenital: kelainannya pada membran pupil yang tidak dapat lepas pada
waktu lahir.
Posterior Capsular
1. Congenital: terdapat hubungan antara kapsul posterior dengan retina yang
seharusnya menghilang sejak lahir.
Katarak Lammelar
Katarak Sutural
18
iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan
dapat memberikan penyulit yaitu glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.
Katarak Immatur
Kekeruhan hanya mengenai sebagian lensa. Pada katarak imatur terdapat bertambahnya
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
Katarak Matur
Kekeruhannya telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion
Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Kekeruhan seluruh lensa yang lama akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa.
Katarak Hipermatur
Protein-protein di bagian korteks lensa telah mencair. Cairan ini bisa keluar dari
kapsul yang utuh, meninggalkan lensa yang mengkerut dengan kapsul yang keriput. Katarak
jenis ini sebenarnya berbahaya karena dapat menyebabkan inflamasi sehingga menyebabkan
uveitis.
Katarak Morgagni
Katarak hipermatur yang nukleus lensanya mengambang dengan bebas di dalam
kantung kapsulnya.
20
2.6.
sensitivitas mata terhadap silau atau cahaya. Selain itu, perubahan refraksi mata juga dapat
terjadi pada katarak. Katarak yang ringan biasanya tidak mempengaruhi penglihatan secara
signifikan. Namun, pada beberapa kasus, dapat ditemukan adanya penurunan visual acuity
pada mata pasien katarak. Sementara itu, adanya kekeruhan lensa mata pada pasien katarak
tidak selalu mengindikasi diperlukannya intervensi pembedahan atau operasi.
Akibat perubahan opasitas pada lensa, maka pada katarak terdapat berbagai gangguan
penglihatan termasuk 4,6,7 :
1. Penurunan tajam penglihatan. Katarak dapat menyebabkan terjadinya penurunan
tajam penglihatan yang bersifat progresif dan tanpa rasa nyeri. Penurunan tajam
penglihatan pada pasien katarak bergantung dari cahaya yang terlihat, ukuran pupil
pasien, dan derajat miopia yang dimiliki oleh pasien.
2. Penurunan sensitivitas kontras, dimana paien mengeluhkan sulitnya melihat benda
di luar ruangan pada cahaya terang. Untuk menilai sensitivitas kontras pada pasien,
maka dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan Snellen chart.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UPH
Periode 18 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016
21
6.
Halo
Pada penderita katarak dapat juga mengalami adanya halo (lingkaran pelangi) saat
meliht cahaya lampu. Halo dapat terjadi akibat terpecahnya sinar putih menjadi
spektrum warna oleh karena adanya peningkatan kandungan air dalam lensa.
7.
Distorsi
Pasien yang menderita katarak biasanya akan melihat garis lurus menjadi
bergelombang. Hal tersebut biasanya ditemukan pada stadium awal katarak.
22
2.7.
Pendekatan diagnosis katarak dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik mata dan
penglihatan yang komprehensif, serta pemeriksaan tambahan lainnya.
1. Anamnesis
Dari anamnesis, kita dapat melihat dari data demografisnya (seperti usia, jenis
kelamin dan ras). Kemudian, kita harus menanyakan apakah terdapat penurunan tajam
penglihatan, baik yang bersifat akut ataupun gradual. Biasanya, katarak jarang menimbulkan
penurunan tajam penglihatan yang bersifat mendadak ataupun akut. Meskipun demikian,
katarak dapat berkembang selama bertahun-tahun, dan baru diketahui saat penglihatan pada
mata yang biasanya normal menjadi mengalami penurunan. Pasien harus ditanyakan
mengenai adanya masalah penglihatan tertentu yang lain, seperti penurunan kontras maupun
rasa silau pada mata.
Selain itu, pada anamnesis perlu juga ditanyakan mengenai riwayat penyakit mata
sebelumnya, amblyopia, riwayat operasi mata, riwayat trauma pada mata, dan juga riwayat
penyakit lainnya yang dapat menimbulkan terjadinya katarak (seperti diabetes mellitus).
Pasien juga perlu ditanyakan mengenai apakah adanya kesulitan dalam melakukan pekerjaan
yang berkaitan dengan penglihatan seperti saat menyetir ataupun membaca.4,6,7
23
24
25
3. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan juga diperlukan untuk menilai disabilitas fungsional lain dari
mata dan juga untuk menentukan apakah ada penyakit lain (seperti penyakit mata, penyakit
saraf optikus, dan penyakit retina). Beberapa contoh pemeriksaan tambahan lain yang dapat
dilakukan untuk menunjang diagnosis katarak yaitu diantaranya glare test, fluorescein
angiography, corneal pachymetry / endothelial cell count, color vision testing, B-scan
ultrasonography, tonography, dan electrophysiology.4,6,7
2.8.
KOMPLIKASI KATARAK
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan uveitis.
Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf
optik dan kebutaan bila tidak teratasi. Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus
uvea. Selain itu, Komplikasi katarak akan terjadi apabila penanganan terhadap penyakit ini
tidak cepat. Beberapa komplikasi katarak lain yang biasa terjadi antara lain adalah sebagai
berikut6.7 :
Pandangan mata semakin samar akibat lensa yang terus-menerus buram dan berwarna
seperti susu.
Sensitivitas terhadap cahaya matahari lebih tinggi dari waktu ke waktu sehingga
penderita benar-benar tidak nyaman terhadap silau.
Pada awalnya mungkin penglihatan terhadap suatu benda masih bisa jelas, namun
lama-kelamaan penderita akan merasa kurang nyaman dan melihat sebuah objek
seakan menjadi dua.
Lensa mata semakin buram dan terus berwarna seperti susu.
26
2.9.
TATALAKSANA KATARAK
Non-bedah
Tatalaksana ini hanya memperbaiki fungsi visual untuk sementara, bahkan hanya
mencegah agar tidak lebih buruk dengan cepat. Belum ada penelitian yang membuktikan
obat-obatan dapat menghambat progresivitas katarak. Beberapa obat yang diduga dapat
memperlambat katarak diantaranya: penurun kadar sorbitol, aspirin, antioksidan, vitamin C
dan E.6
Bedah
Indikasi dilakukan tatalaksana bedah untuk katarak adalah tingkat gangguan visual
terhadap aktivitas sehari-hari. Misalnya jika katarak masih imatur dengan visus 6/24 namun
pasien adalah seorang pelukis dan sangat terganggu maka bisa dilakukan operasi. Jika katarak
sudah matur namun pasien tidak merasa tidak terganggu berarti tidak perlu dilakukan bedah.
Namun jika katarak mencapai hipermatur dapat meningkatkan resiko terjadinya glaukoma
dan uveitis.
Persiapan yang perlu dilakukan sebelum dilakukannya operasi diantaranya:
penggalian riwayat kesehatan umum, pemeriksaan umum dan oftalmologis, pemeriksaan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UPH
Periode 18 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016
27
28
BAB III
WILAYAH KERJA
3.1.
pada tahun 2015. Untuk mewujudkan visi tersebut, Puskesmas Balaraja memiliki beberapa
misi, antara lain:
29
Berusaha meningkatkan
3.2.
DATA GEOGRAFI
Puskesmas Balaraja terletak di Jalan Raya Serang KM 24 dengan luas wilayah kerja
Utara
Barat
: Kecamatan Sukamulya
Timur
: Kecamatan Cikupa
Selatan
: Kecamatan Cisoka
30
Puskesmas Balaraja memiliki cakupan wilayah kerja wilayah yang luas, dengan 1
kelurahan (Balaraja) dan 4 desa (Talagasari, Saga, Sentul, Sentul Jaya) dengan jumlah KK
18502.
3.3.
DATA DEMOGRAFI
PKM Balaraja memilki cakupan wilayah yang cukup besar, sehingga cakupan jumlah
penduduk yang menjadi tanggung jawab PKM Balaraja juga tidak sedikit. Berikut adalah
gambaran jumlah penduduk di wilayah kerja PKM Balaraja.
Tabel 3.3.1. Jumlah penduduk sesuai jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Balaraja per 2015
No.
Desa /
Jumlah Penduduk
31
Kelurahan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Balaraja
6.118
5.763
11.881
2.
Talagasari
5.751
5.483
11.234
3.
Saga
14.556
14.238
28.796
4.
Sentul
4.590
4.090
8.680
5.
Sentul Jaya
5.584
5.019
10.603
36.559
34.593
71.192
Jumlah
Tabel 3.3.2. Jumlah kepala keluarga di wilayah Puskesmas Balaraja per 2015
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Desa / Kelurahan
Keterangan
Balaraja
Talagasari
Saga
Sentul
Sentul Jaya
2.849
3.368
6.896
3.226
2.163
Jumlah
18.502
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa Desa Saga mempunyai jumlah penduduk paling
banyak karena di Desa Saga terdapat tiga perumahan. Sedangkan, jumlah penduduk paling
sedikit yaitu di Desa Sentul Jaya.
Tabel 3.3.3. Jumlah penduduk sesuai jenis kelamin dan kelompok usia di kecamatan Balaraja tahun 2015.
No.
Umur
(tahun)
1.
2.
3.
4.
5.
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
Jumlah
(orang)
3.438
3.295
2.711
2.623
3.506
7.097
6.631
5.646
5.373
7.059
32
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
25-29
30-34
35-39
40-45
46-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75 +
Jumlah
4.106
4.000
3.661
2.757
1.563
989
630
365
275
173
137
4.049
4.068
3.385
2.179
1.140
792
532
403
288
217
183
8.155
8.068
7.046
4.936
2.703
1.781
1.162
768
563
390
320
34.889
32.809
67.698
Tabel 3.3.4. Klasifikasi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Balaraja tahun 2015
Mata Pencaharian
Jumlah
Petani
Petani Penggarap
Buruh Tani
Pedagang
Industri Rakyat
Buruh Industri
Pertukangan
PNS
Pensiunan PNS
ABRI
Purnawirawan ABRI
Perangkat Desa
Pengangguran Tidak Kentara
Pengangguran
1.581
11.109
215
5.850
607
10.216
298
1.399
642
347
232
271
2.795
2.159
4.20
29.52
0.57
15.54
1.61
26.90
0.79
3.71
1.70
0.92
0.61
0.72
7.42
5.73
Jumlah
37.631
100
Tabel 3.3.5. Klasifikasi penduduk menurut tingkat pendidikan di PKM Balaraja tahun 2015.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pendidikan
Perguruan Tinggi
SMU
SLTP
SD / MI
Tidak Tamat SD
Buta Huruf
Jumlah
Jumlah
13.121
10.952
14.338
3.316
1.303
563
43.593
%
30
25
33
8
3
1
100
33
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk wilayah Balaraja
memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi sebesar 30%. Namun, masih ada beberapa
penduduk yang tidak memiliki riwayat pendidikan / buta huruf sebesar 1%.
3.4.
SUMBER DAYA
Sumber Daya Kesehatan pada Puskesmas Balaraja meliputi pembiayaan, ketenagaan,
dan sumber pembiayaan. Tenaga kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
Tabel 3.4.1. Sumber Daya Manusia di Puskesmas Balaraja :
Status
Jumlah
No.
Kategori Tenaga
PNS/CPNS
PTT/TLL
Lain - lain
Dokter Umum
Dokter Gigi
SKM
Perawat
14
Bidan
12
22
Perawat Gigi
Gizi
Sanitasi
Farmasi
10
Analisi Lab
11
12
Kebersihan
13
Petugas Dapur
14
Supir
15
Satpam
16
Rekam Medis
28
11
28
65
Jumlah
34
3.5.
SARANA PRASARANA
Puskesmas Balaraja memiliki kelengkapan gedung rawat jalan dan gedung rawat inap.
Loket Pendaftaran
Balai Pengobatan Dewasa
Balai Pengobatan Gigi
Klinik Ibu Anak (KIA)/Keluarga Berencana (KB)
Balai Pengobatan Anak
Balai Pengobatan TB Paru
Laboratorium
Kasir
Apotek
Klinik Lansia Remaja
Pada gedung rawat inap, PKM Balaraja memiliki unit:
35
3.6.
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Kegiatan di Puskesmas Balaraja didukung dan dibiayai oleh APBD Kabupaten
3.7.
Ruang Laktasi
36
37
3.8.
Promosi Kesehatan
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
Posyandu
Saka Bakti Husada (SBH)
Dana Sehat
b
a
b
c
38
Vitamin A
Distribusi zat besi (Fe)
Bulan Penimbangan Balita (BPB)
Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Kegiatan Klinik Gizi
d
a
b
c
d
e
f
g
e
a
f
a
b
Program Pengobatan
Balai Pengobatan (rawat jalan)
Rawat Inap
39
Kesehatan Mata
Pada PKM Balaraja terdapat sistem rujukan yang dilakukan secara vertikal
misalnya dari PKM Balaraja ke RSU Balaraja dan secara horizontal dilakukan
antar Puskesmas Kecamatan.
BAB IV
BAHAN DAN METODE EVALUASI
40
Metodologi evaluasi merupakan cara atau pendekatan yang digunakan untuk menilai
keberhasilan maupun kegagalan suatu program. Evaluasi ini merupakan langkah akhir suatu
proses perencanaan program.
Evaluasi Program Pengembangan Kesehatan Indera Mata : Screening Katarak Pada
Populasi Penduduk di Kecamatan Balaraja menggunakan pendekatan sistem dimana program
atau organisasi dipandang menjadi suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen
sistem. Metode sistem memiliki beberapa unsur, antara lain:
program, terdiri atas 5M: man (tenaga), money (dana), material (sarana), method
(metode).
menggunakan sumber daya atau input untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, berupa
planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan
controlling (pengawasan).
Outcome
program.
merupakan
keuntungan
yang
diperoleh
partisipan selama dan sesudah pelaksanaan aktivitas program dalam ranah pendidikan,
pengetahuan, maupun perubahan perilaku.
Evaluasi program terutama dalam bidang kesehatan umumnya menggunakan pendekatan
pemecahan masalah (problem solving) yang terdiri dari 3 langkah yaitu:
Menetapkan
masalah
Menentukan
prioritas
masalah
Mencari
alternatif
jalan keluar
41
4.1
MENETAPKAN MASALAH
Sebelum menetapkan permasalahan, terlebih dahulu data harus dikumpulkan, diolah,
disajikan. Data-data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data-data yang
dimaksud tersebut antara lain :
1.
Data primer
Data primer merupakan data yang
diperoleh
dari
ini
berisikan
mengenai
jumlah sumber daya manusia dan kelengkapan peralatan yang digunakan dalam
skrining katarak, serta data dari rekam medis pasien mengenai diagnosis
katarak.
2.
Data sekunder
Data sekunder merupakan data
ini
diperoleh
dari
42
masukan, proses, keluaran, lingkungan, umpan balik dan dampak yang didapat dari program
kerja Puskesmas Balaraja tahun 2015. Jika terdapat kesenjangan antara hasil pengumpulan
data dengan tolok ukur di keluaran, maka hal ini menjadi masalah.
Lingkungan
Masukan
Proses
Keluaran
Dampak
Umpan Balik
Setelah data siap, dapat dilakukan identifikasi masalah dengan menganalisis setiap
variabel yang terkandung dalam program dengan bantuan tabel seperti di bawah ini :
Variabel
A. INPUT
Tenaga
Dana
Sarana
Metode
Tolak Ukur
Penyajian Data
Kesenjangan
B. PROSES
Perencanaan
Pengorganisasian
Pelaksanaan
Pengawasan
C. OUTPUT
D. LINGKUNGAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UPH
Periode 18 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016
43
Pendidikan
Pengetahuan
Perilaku
E. UMPAN BALIK
Pencatatan dan
pelaporan
Monitoring
Sumber : Modul Kepaniteraan IKM dan Kedokteran Keluarga FK UPH 2016.
Data yang telah diolah kemudian disajikan sedemikian rupa agar laporan evaluasi ini
lebih mudah dipahami dalam bentuk uraian, tabel dan grafik. Kemudian dalam proses
pengolahan data, dilakukan perbandingan antara tolak ukur dengan hasil yang dimiliki,
apakah ditemukan adanya kesenjangan. Dari titik inilah beranjak untuk dilakukan identifikasi
masalah, dimana adanya kesenjangan pada output merupakan masalah yang dapat
diidentifikasi, sedangkan setiap kesenjangan lainnya diluar output merupakan penyebab
masalah tersebut, untuk dapat dipikirkan cara penyelesaiannya.
masalah tersebut.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UPH
Periode 18 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016
44
Seriousness
(S)
Sejauh
mana
dampak
yang
ditimbulkan oleh masalah tersebut, sehubungan sengan mortalitas dan angka rawat.
MASALAH
1
2
4.3.
Alternatif jalan keluar dapat dirumuskan dan dianalisa dari masalah penyebab, yaitu
kesenjangan atau masalah yang terdapat di luar output, antara lain dari variabel masukan atau
input, proses, umpan balik, maupun lingkungan. Dengan menganalisa dan menentukan
alternatif jalan keluar dari masing-masing permasalahan yang dikaji, diharapkan dapat
mengatasi masalah tersebut.
45
BAB V
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN
5.1.
PENYAJIAN DATA
Dari pengumpulan data secara sekunder oleh penulis, diperoleh data-data kegiatan
Bulan
(2015)
(orang)
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
TOTAL
13
12
6
9
9
6
11
6
10
11
11
10
114 orang
Tabel 5.1.1. Jumlah pasien usia > 45 tahun yang didiagnosis menderita katarak tiap bulan
pada Puskesmas Balaraja, periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
46
Jumlah pasien > 45 tahun yang didiagnosis menderita katarak pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2015 di Puskesmas Balaraja
14
12
10
8
4
2
0
Grafik 5.1.1. Jumlah pasien usia > 45 tahun yang didiagnosis menderita katarak tiap bulan
pada Puskesmas Balaraja, periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
47
Dari data jumlah penduduk kecamatan Balaraja sesuai kelompok umur pada tahun 2015,
maka didapatkan perkiraan target sasaran skrining katarak di Puskesms Kecamatan Balaraja.
Jumlah sasaran program skrining katarak Puskesmas Kecamatan Balaraja periode
1 Januari 2015 s/d 31 Desember 2015 = 71.192 orang
Target penapisan skrining katarak pada kecamatan Balaraja periode 1 Januari
2015 s/d 31 Desember 2015 = 0.78 % x 71.192 orang
= 555 orang.
Sedangkan, hasil penemuan kasus katarak pada periode 1 Januari 2015 s/d 31
Desember 2015 hanya sebesar 114 orang saja.
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
TOTAL
54
60
Tabel 5.1.2. Jumlah kasus katarak yang ditemukan berdasarkan jenis kelamin setiap bulan
pada Puskesmas Balaraja, periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
48
Jumlah kasus
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Laki-laki
Perempuan
Oktober
3
5FK UPH
Periode
18 Januari 2016 s/d 12
November
0 Maret 2016
1
Desember
0
4
TOTAL
40
42
49
Tabel 5.1.3. Jumlah penderita katarak yang dirujuk ke rumah sakit setiap bulan
Jumlah
penderita
yang dirujuk
kedengan
rumah
sakit setiap
pada
Puskesmas
Balaraja,katarak
periode 1 Januari
2015 sampai
31 Desember
2015. bulan
pada kecamatan Balaraja, periode 1 Januari 2015 s/d 31 Desember 2015.
7
6
5
Jumlah kasus
Laki-laki
Perempuan
2
1
0
Grafik 5.1.3. Jumlah penderita katarak yang dirujuk ke rumah sakit setiap bulan
pada kecamatan Balaraja, periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
50
TOTAL
6
4
6
2
2
2
0
0
3
2
3
4
4
2
0
0
31
27
Tabel 5.1.4. Jumlah pasien katarak yang sudah dioperasi setiap bulan
pada Puskesmas Balaraja, periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
Jumlah kasus
Perempuan
2
1
0
5.2.
Grafik 5.1.4. Jumlah pasien katarak yang sudah dioperasi setiap bulan
pada
Puskesmas Balaraja,MASALAH
periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
MENETAPKAN
1. (INPUT)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UPH
Periode 18 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016
51
TOLAK
PENYAJIAN
UKUR
DATA
1 Kapuskes
Ada
Tidak ada
1 orang
Ada
Tidak ada
indera.
Petugas terlatih
1 dokter, 1
Dokter belum
Ada
untuk skrining
perawat
pelatihan,
A. TENAGA
Kepala Puskesmas
Medis
(Kapuskes)
Penanggung jawab
KESENJANGAN
program kesehatan
katarak
perawat sudah
pelatihan.
B. DANA
Dana operasional
Dana penyuluhan
C. SARANA
Gedung Puskesmas
Medis
Non- medis
Snellen chart
Slit lamp
Senter
Tonometer
Buku pedoman
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada (1 buah)
Ada (1 buah)
Ada (1 buah)
Ada (1 buah)
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Ada poster,
Ada
tentang penyakit
katarak
Sarana KIE
(Komunikasi,
tetapi kurang
Informasi, Edukasi)
leaflet / brosur,
lembar balik
D. METODE
Penemuan kasus dan skrining kasus
Ada
Ada
Tidak ada
katarak.
Penyuluhan tentang katarak di
Dilakukan
Dilakukan
Tidak ada
secara teratur
secara teratur
2. PROSES
VARIABEL
TOLAK
PENYAJIAN
KESENJANGAN
52
DATA
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
2.
melakukan program.
Adanya penanggung jawab
Ada
Ada
Tidak ada
3.
program.
Penyusunan jadwal
Ada
Ada
Tidak ada
A. PERENCANAAN
1. Dilakukan penyuluhan ke
desa-desa di Balaraja
mengenai katarak (penyebab,
faktor risiko, gejala, cara
pemeriksaan, pencegahan dan
2.
pengobatannya).
Dilakukan penemuan kasus
dan skrining katarak di dalam
dan luar gedung (Posbindu,
penjaringan, Pustu,
3.
Poskesdes).
Dilakukan sosialisasi
mengenai pencatatan dan
pelaporan kasus katarak pada
klinik, BPS di kecamatan
4.
Balaraja.
Dilakukan on job training
mengenai penemuan kasus
katarak pada tenaga
5.
kesehatan di Puskesmas.
Dilakukan pelatihan skrining
katarak bagi petugas
6.
kesehatan di Puskesmas.
Pencatatan dan pelaporan
jumlah kasus katarak setiap
7.
bulan.
Tindakan follow up pasien
pada 4 minggu setelah
operasi katarak.
B. PENGORGANISASIAN
1. Struktur organisasi yang
bertanggung jawab dalam
53
4.
Ada
Ada
Tidak ada
5.
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Dilakukan secara
Tidak ada
C. PELAKSANAAN
1. Dilakukan penyuluhan ke
desa-desa di Balaraja
teratur
2.
pengobatannya).
Dilakukan penemuan kasus
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Dokter belum
Ada
3.
Poskesdes).
Dilakukan sosialisasi
..
4.
Balaraja.
Dilakukan on job training
bagi tenaga kesehatan di
5.
Puskesmas.
Pelatihan mengenai
skrining katarak bagi
6.
petugas kesehatan.
Pencatatan dan pelaporan
dilatih.
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
7.
bulan.
Tindakan follow up pada 4
minggu setelah operasi
katarak.
D. PENGAWASAN
1. Pelaporan program dan
54
2.
Ada
Ada
Tidak ada
3.
Ada
Ada
Tidak ada
4.
Puskesmas.
Supervisi dari Dinas
Ada
Ada
Tidak ada
Kesehatan.
3. OUTPUT
VARIABEL
TOLAK
PENYAJIAN
UKUR
DATA
penduduk)
0.78 % x 71.192 =
di kecamatan Balaraja
114 orang
Ada
58 kasus
Ada
555 orang
penduduk / tahun)
71192 / 1000 =
per tahun.
71 kasus
Follow-up Rate
> 50 %
0%
katarak)
follow up)
KESENJANGAN
1 / 1000 populasi
Ada
Ada
4. LINGKUNGAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UPH
Periode 18 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016
55
TOLAK
PENYAJIAN DATA
KESENJANGAN
Masyarakat mengetahui
Masyarakat kurang
Ada
memahami
pencegahan, dan
komplikasi katarak
pengobatannya) dan
secara jelas.
UKUR
pentingnya screening
katarak
Ekonomi
penghambat terlaksananya
penghambat.
Tidak Ada
Paradigma /
Sosial Budaya
penghambat terlaksananya
penghambat
Tidak ada
B. LINGKUNGAN FISIK
Lokasi Puskesmas
Transportasi menuju
Puskesmas
Mudah diakses
transportasi umum
Tidak ada
Tidak ada
ojek sebagai
sarana
transportasi
umum dengan
biaya murah.
- Jalur jalan raya
yang rata dan
tidak sukar dilalui
56
5. UMPAN BALIK
VARIABEL
TOLAK
PENYAJIAN
UKUR
DATA
KESENJANGAN
Terpenuhi
Tidak ada
pelaporan hasil
Dilakukan
Dilakukan
Tidak ada
kegiatan
Monitoring hasil
Terpenuhi
Tidak ada
supervisi
dimanfaatkan untuk
pelaksanaan
program
selanjutnya
B. MONITORING
Rapat kerja yang
membahas laporan
5.3.
MASALAH SESUNGGUHNYA
Berdasarkan
hasil
evaluasi
program
kesehatan
indera
mengenai
kajian
57
MASALAH
a)
b)
4
3
4
3
c)
3
3
d)
3
3
Seriousness (S)
Manageability (M)
5
4
5
4
3
5
3
3
TOTAL (CC+P+S+M)
17
15
14
12
KETERANGAN :
Seriousness
masalah tersebut.
(S)
Sejauh
mana
dampak
yang
ditimbulkan oleh masalah tersebut, sehubungan sengan mortalitas dan angka rawat.
58
5.4.
PENYEBAB MASALAH
Berdasarkan perbandingan unsur input, proses dan lingkungan, maka dapat
ditetapkan penyebab masalah tidak tercapainya target program kesehatan indera : kajian
penanggulangan katarak di wilayah Puskesmas Balaraja, yaitu :
59
5.5.
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini, akan dibahas mengenai perbandingan data-data mengenai
60
5.6.
61
62
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
KESIMPULAN
Setelah dilakukan evaluasi program kesehatan indera : kajian penanggulangan katarak
di wilayah Puskesmas Balaraja pada periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember
2015, dengan menggunakan pendekatan sistem, didapatkan jumlah penemuan kasus katarak
pada populasi penduduk kecamatan Balaraja sebesar 114 orang dari total seluruh penduduk,
yaitu 71.192 orang, dengan jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki sebesar 54 orang dan
penderita berjenis kelamin perempuan sebesar 60 orang. Dari total kasus yang ditemukan,
sebanyak 82 kasus dirujuk dan sebanyak 58 kasus telah dioperasi tanpa tindakan follow-up
pada 4 minggu pasca operasi.
Setelah melakukan evaluasi program dengan melihat unsur input, proses, lingkungan,
dan umpan balik, penulis dapat menyimpulkan terdapat beberapa kesenjangan antara target
program dengan hasil akhir data yang didapatkan dalam program kesehatan indera : kajian
penanggulangan katarak di wilayah Puskesmas Balaraja, periode 1 Januari 2015 sampai
dengan 31 Desember 2015, yaitu :
63
64
kajian penanggulangan katarak pada wilayah Puskesmas Balaraja kurang optimal dan dapat
lebih ditingkatkan pada masa mendatang, sehingga target penemuan jumlah kasus katarak per
tahun dapat lebih terpenuhi.
6.2.
SARAN
Adapun saran-saran dari penulis untuk penyelesaian masalah yang ada yaitu :
6.2.1. Untuk Puskesmas
Mengusulkan kepada Dinas Kesehatan untuk mengadakan pelatihan tentang
skrining katarak untuk petugas kesehatan Puskesmas Balaraja.
Mengadakan penyuluhan di masyarakat mengenai penyakit katarak,
khususnya risiko dan komplikasi dari katarak, serta pentingnya melakukan
skrining katarak.
Mengusulkan ketersediaan alat-alat untuk pemeriksaan fisik mata yang dapat
mendukung / menunjang diagnosis penyakit katarak.
Mengadakan kegiatan jemput bola skrining kasus katarak ke desa-desa di
kecamatan Balaraja.
Mengadakan koordinasi antara petugas pemegang program katarak dengan
bidan desa, mengenai follow up 4 minggu pasca operasi katarak.
65
66
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Blindness : Vision 2020 : The global initiative for the
elimination
of
avoidable
blindness.
Diakses
dari
67