Peran Zinc Pada Saluran Pernafasan
Peran Zinc Pada Saluran Pernafasan
DIVISI RESPIROLOGI
Kepada Yth,
November 2015
Pendahuluan
Zink adalah elemen mikronutrien yang terdapat pada organ tubuh, jaringan dan cairan tubuh.
Zink merupakan elemen terbesar kedua pada tubuh dan dibutuhkan pada proses metabolisme
protein sepeti pembelahan sel, replikasi DNA dan imunitas tubuh. Defisiensi zink masih
terjadi di negara berkembang dan sering disertai dengan adanya proses infeksi. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa kebutuhan zink yang cukup pada anak menurunkan tingkat
morbiditas dan mortalitas serta mempercepat proses penyembuhan dari suatu infeksi.1,2
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) terutama infeksi saluran pernafasan bagian
bawah merupakan penyebab utama kematian anak usia di bawah 5 tahun. Defisiensi zink
menyebabkan kematian sebesar 118.000 pada anak berusia di bawah 5 tahun. 2 Penelitian di
India melaporkan bahwa anak berusia 6 sampai 35 bulan dijumpai prevalensi defisiensi zink
sekitar 33,8% sampai 73,3%.3
Kejadian ISPA pada balita di Indonesia diperkirakan berkisar 3 sampai 6 kali lipat per
tahunnya. Penelitian di Indonesia tahun 2010 melaporkan bahwa terdapat 62% anak ISPA
berusia 12 sampai 60 bulan menderita defisiensi zink dan didapatkan hubungan yang
bermakna antara defisiensi zink dan vitamin A. Penelitian di Mexico tahun 2006 juga
melaporkan adanya peningkatan kejadian ISPA sekitar 23% pada anak menderita defisiensi
zink dan vitamin A.4
Penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Prof.Dr.R.D.Kandou Manado, Indonesia
tahun 2012 melaporkan bahwa pemberian zink pada anak penderita pneumoni berusia 2
sampai 5 tahun bermanfaat memperbaiki waktu demam (22,5%), sesak nafas (28,9%) dan laju
nafas (65,8%).5
Penelitian di India tahun 2011, randomized control trial, melaporkan pemberian
profilaksis zink pada anak selama 2 minggu menurunkan tingakt morbiditas pada kasus
infeksi pernafasan akut. Penelitian meta-analisis menyebutkan bahwa perlunya pemberian
profilaksis dan terapeutik pada anak dengan ISPA dalam mengurangi durasi, tingkat
keparahan dan insiden terjadinya infeksi saluran pernafasan akut.
Tujuan
Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk menjelaskan peran dari zink pada
saluran pernafasan.
Zink
Zink merupakan elemen mikronutrien essential untuk proses metabolism yang
mengkatalisasi lebih dari 100 enzim, sintesa protein dan membantu regulasi dari ekspresi gen.
Zink termasuk elemen kedua terbanyak di dalam tubuh setelah besi dan dapat dijumpai pada
makanan seperti daging sapi, daging unggas,beberapa makanan laut, yang berasal dari sumber
hewani diserap lebih baik daripada sumber nabati yang sering diikat oleh fitat, dan biji-bjian
seperti beras. Defisiensi zink meningkat pada keadaan malnutrisi, riwayat minum minuman
beralkohol, gangguan saluran cerna seperti inflammatory bowel disease dan gangguan
malabsorpsi.2,4,6,7
Gejala dari defisiensi zink adalah non-spesifik, misalnya diare, alopecia, glossitis,
menurunnya imunitas tubuh, nail dystrophy, hypognadisme pada anak laki-laki. Di negara
berkembang suplementasi zink berguna dalam pencegahan infeksi saluran pernafasan.6
Penggunaan preparat zink (Zn) perlu diperhatikan untuk mengurangi efek samping
yang ditimbulkan seperti metallic taste, rasa mual, muntah dan dapat menyebabkan
penenggangan dinding perut. Preparat zink juga dapat menginhibisi absorpsi dari obat-obatan
seperti penicillin, tetrasiklin dan kuinolon. Selain itu, absorpsi dari preparat zink juga dapat
berkurang apabila diberikan bersamaan dengan zat besi, phytate seperti jagung dan kacangkacangan. Selain itu, preparat zink juga berbeda-beda pada tiap negara.6
Tubuh membutuhkan Zn 46 mg/hari, berdasarkan AKG (angka kecukupan gizi)
yaitu untuk bayi 5 mg/hari, usia 110 tahun 10 mg/hari, dan untuk anak di atas usia 10 tahun
15 mg/hari. Di Indonesia, angka kecukupan Zn yang ditetapkan berdasarkan Widya Karya
Pangan dan Gizi tahun 1998 adalah untuk bayi 3-5 mg/hari, usia 1-9 tahun 8 -10 mg/hari, dan
usia 10 tahun atau lebih membutuhkan 15 mg/hari.7
sedangkan ekskresi melalui jaringan tubuh lain terjadi dalam kulit, sel dinding usus, cairan
haid, dan sperma.7
Fungsi Zink
Fungsi zink pada tubuh adalah7:
1. Zink memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh. Bagian integral dari enzim
dan sebagai kofaktor enzim. Zink berperan sebagai bagian dari 70 sampai 200 enzim yang
sebagian besar termasuk kelompok metalloenzymes. Sebagai contoh, karboksi-anhidrase
esensial membawa karbondioksid ke paru, sebagaimana hemoglobin yang berperan
membawa oksigen.
2. Berperan sebagai kofaktor enzim DNA polimerase dan RNA polimerase, yang diperlukan
dalam sintesis DNA, RNA, dan protein. Peran Zn dalam pertumbuhan jaringan terutama
berhubungan dengan fungsi dalam pengaturan sintesis protein. Metaloenzim DNA dan
RNA polimerase dan deoksitimidin kinase sangat penting dalam sintesis asam nukleat,
yang dibutuhkan untuk penyimpanan timin pada DNA. Katabolisme RNA diatur oleh Zn
dengan mempengaruhi kerja ribonuklease. Enzim deoksinukleotil-transferase, nukleosidfosforilase, dan reverse-transkriptase juga membutuhkan Zn untuk kerja. Zink juga
dibutuhkan dalam proses transkripsi DNA.
3. Sebagai bagian dari enzim kolagenase, zink berperan dalam sintesis dan degradasi
kolagen. Dengan demikian, Zn dibutuhkan dalam pembentukan kulit, metabolisme
jaringan ikat, dan penyembuhan luka.
4. Berperan dalam produksi hormon pertumbuhan (Growth Hormon/GH). Zink dibutuhkan
untuk mengaktifkan dan memulai sintesis hormon pertumbuhan. Pada defisiensi Zn akan
terjadi gangguan pada reseptor GH, produksi GH yang resisten, berkurangnya sintesis
Liver Insulin Growth Factor (IGF)I dan protein yang membawanya/binding protein (BP)
yaitu IGFBP-3. Peran Zn dalam produksi hormon pertumbuhan akan menyebabkan
5.
dalam darah.
6. Berperan dalam fungsi imunitas, zinkum diperlukan untuk fungsi sel T dan pembentukan
antibodi oleh sel B. Defisiensi Zn menyebabkan atropi timus, berkurangnya produksi
limfokin, hormon yang diproduksi oleh timus, natural killer cell, aktifitas limfosit, dan
reaksi hipersentitifitas tipe lambat. Hubungan antara Zn dengan imunitas tubuh ini telah
banyak diketahui. Pada Jurnal Amj Clinical Nutrition tahun 1998 menyatakan bahwa zink
berperan dalam aktifasi limfosit T, produksi Th-1, dan fungsi limfosit B. Pada defisiensi
Zn yang berat seperti pada penyakit Akrodermatitis enteropatika terjadi gangguan pada
imunitas seluler dan memudahkan terjadi infeksi opurtunistik yang mengancam
kehidupan.
sehingga mencegah apoptosis sel saluran pernafasan. Meningkatnya rasio B-cell lymphoma-2
(Bcl-2)/Bax oleh zink juga mensupresi tingkat apoptosis pada saluran pernafasan.8
dalam patogenesis infeksi saluran napas. Seperti diketahui, zink dapat menurunkan akumulasi
spesies oksigen reaktif sehingga dapat menghambat apoptosis. Pada lapisan sel kelenjar
submandibular manusia, zink menginduksi ekspresi gen anti-apoptosis Bcl-2 dan melawan
apoptosis. Jika defisiensi zink menginduksi apoptosis sel T pada manusia, hal ini dapat
berdampak negatif bagi imunitas sel T manusia.8,9,10
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuevas LE, Konayagi A. Zinc in infection: a review. Annals of tropical paediatrics.
2005;25:149-160
2. Malik A, Taneja DK. Zinc supplementation for prevention of acute respiratory infections
in infants: a randomized control trial. Indian Pediatrics, volume 51. 2014;780-4
3. Taneja DK, Malik A. Zinc: an effective but neglected child survival intervention. Indian J
Community Med. 2014;39(4):191-3
4. Ferdiansyah, Nazir HM, Theodorus, Husin S. Hubungan kadar seng dan vitamin A dengan
kejadian ISPA dan diare pada anak. Sari Pediatri, 2010;4(12):241-6
5. Wahani A M I. Efektivitas suplemen zink pada pneumonia anak. Sari Pediatri,
2012;13(5):357-61
6. Saper R B, Rash R. Zinc: An essesntial micronutrient. American Family Physician.
2009;9(79):769-72
7. Agustian L, Sembiring T, Ariani A. Peran zinkum terhadap pertumbuhan anak. Sari
Pediatri, 2009;11(4):244-9
8. Tran AQT, Carter J, Ruffin R, Zalewski P. New insight into the role of zinc in the
respiratory epithelium. Immunology and Cell Biology. 2001;79:170-7
9. Pardede D K B. Peran zink dalam tata laksana pneumoni. CDK-205. 2013;40(6)
10. Prasad A S. Zinc: role in immunity, oxidative stress and chronic inflammation. Lippincott
Williams & Wilkins. 2009:647-52
11