Anda di halaman 1dari 21

Askep Retinopati Diabetik

A. Pengertian
Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi diabetes yang
menyebabkan kebutaan. Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu
retinopati diabetik non proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik
non proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati
diabetik.
Visualisasi Pada Retinopati Diabetik

B. Macam-macam retinopati diabetik


Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :
a) Retinopati nonproliferatif.
Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes, keadaan ini
menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan kecil pada
pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan
protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak
berbentuk cotton wool berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna
putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak
mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak
menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula
edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.
b)

Retinopati proliferatif.
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium

yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif
adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina.
Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata
sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina
sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak

retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan
kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.

C. Anatomi
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina,
dan terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping dan sel kerucut.Membran limitan eksterna yang merupakan membran
illusi
2. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis
diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
3. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
4. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapis
ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
5. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin
dan sel ganglion.
6. Lapis sel ganglion yang merupakan lpis badan sel daripada neuron kedua.
7 .Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik.
Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia. Pembuluh
darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmica, arteri retina sentral masuk retina
melalui papil saraf optik yang akan memberi nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau
sel

kerucut

dan

batang

mendapat

nutrisi

dari

koroid.

Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif retina seperti: tajam

penglihatan,

penglihatan

warna,

dan

lapangan

pandang.

Pemeriksaan

ojektif

adalh

elektroretinografi (ERG), elektrookulografi (EOG), dan visual evoked response (VER).

D. Patogenesis
Diabetes merusak pembuluh darah kapiler retina, mekanisme pasti masih merupakan
subjek penelitian dan perdebatan.

E. Gejala Klinis
Retinopati diabetik sering asimtomatis, terutama pada tahap awal penyakit. Seiring
dengan bertambah beratnya penyakit, penglihatan pasien dapat memburuk atau bierubah-ubah.
Retinopati tahap lanjut dapat berakibat kebutaan total.
Non-proliferative diabetic retinopathy dikarakteristikan pada tahap awal dengan
ditemukannya bilateral dot/bintik perdaraan intraretina, eksudat baik keras maupun tidak,
mikroaneurisma, dan cotton wool spots. Dengan bertambah beratnya retinopati, dapat terlihat
rangkaian vena dan abnormalitas pembuluh darah kecil intraretina.
Kehilangan penglihatan berhubungan dengan iskemia dan edema makula, digolongkan
CSME apabila terdapat salah satu dari:
1. Penebalan retina <500 m dari tengah fovea
2. Hard exudatei <500 m dari tengah fovea dengan penebalan disekitarnya
3. Penebalan retina >1 diskus pada daerah <1 diskus diameter dari tengah fovea pada titiktitik kebocoran.

F. Penatalaksanaan
Terapi utama untuk retinopati diabetik yang mengancam penglihatan adalah laser.
Angiogram fluoresein dapat dilakukan pada beberapa pasien untuk menilai derajat iskemia retina
dan mendapatkan area kebocoran baik dari mikroaneurisma maupun dari pembuluh darah baru.
Makulopati diabetik diterapi dengan mengarahkan laser pada titik-titik kebocoran.

G. Pemeriksaan dan Terapi


Pemeriksaan dan terapi yang dapat dilakukan penderita Retinopati Diabetika antara lain:
1.

Indirect of Thalamoskop

Diperiksa seluruh permukaan fundus sampai belakang penggantung lensa dapat dilihat dengan
alat indirect oftalmoskop, yang sebelumnya mata pasien ditetes dengan midirasil.

2. Foto fundus
Dilakukan foto fundus dengan foto-polaroid, sehingga akan nampak optikus, retina dan
pembuluh darah diretina, sebelumnya penderitaditetesi medriasil.
3. Foto Fluorescein Angiografi
Dilakukan pemotretan fundus, seperti diatas tetapi sebelumnya penderita selain ditetes medriasil,
akan diinjeksi intravena dengan zat kontrassehingga gambaran detail halus epitel pigmen retina,
aliran sirkulasi darah retina, gambaran pembuluh darah dan integritas fungsinya. Selain itu FFA
juga berfungsi untuk memonitor terapi fotokoagulasi pada penyakit Retina dan Khoroid.
4. Foto Koagulasi Laser
Adalah teknik terapi menggunakan sumber sinar kuat untuk mengkoagulasikan jaringan,
tujuannya merusak jaringan retina yang tidak normal, antara lain menghilangkan adanya
pembuluh darah, melekatkan jaringan chorioretina yang terlepas maupun robek dll.
5. Operasi Vitreoretina, Vitrektomi
Penderita Diabetes Retinopati yang telah lanjut, didapatkan Vitreus/badan kaca keruh akibat
pendarahan retina masuk kebadan kaca, dan juga berakibat adanya jaringan ikat dibadan kaca
yang akan mengakibatkan tarikan retina, sehingga akan berakibat terlepasnya retina atau ablasioretina. Operasi Vitrektomi digunakan untuk menjernihkan badan kaca dan juga mengupas
jaringan ikat yang ada, sehingga lokasi asal perdarahan dapat dilakukan photokoagulasi laser,
dan adanya tarikan retina dapat dihindarkan.

H. Deteksi Dini
Sekurang-kurangnya 50% kebutaan akibat diabetes melitus dapat dicegah dengan
penatalaksanaan laser pada retina; penatalaksanaan seperti ini memberi hasil yang paling efektif.
Bila dimulai sebelum penderita mengalami penurunan tajam penglihatan serta sebelum
timbulnya perdaerahan vitreum dan ablasio retina akibat tarian. Dengan demikian, selama
perawatan penderita diabetes, diharapkan dokter puskesmas melakukan pemeriksaan tajam
penglihatan dan mempertimbangkan pe-meriksaan fundoskopi pada setiap perawatan lanjutan.

Perlu diingat bahwa retinopati diabetik stadium yang paling mudah diobati dapat terjadi tanpa
disertai dengan gejala klimis. Untuk mempermudah dan menegaskan peranan dokter puskesmas
dalam pencegahan kebutaan pada penderita diabetes melitus, perlu diperhatikan garis pedoman
sistem rujukan yang dikeluarkan oleh American Academy of Ophthalmology berikut ini :
a) Penderita diabetes melitus tipe I sebaiknya lperiksa oleh ahli mata setiap tahun dimulai dalam
waktu a tahun setelah diagnosis diabetes melitus ditegakkan, karena retinopati tidak timbul
hingga lima tahun setelah diagnosis.
b) Penderita diabetes melitus tipe II perlu mendapatkan pe-meriksaan ahli mata setiap tahun dalam
waktu beberapa bulan setelah diagnosis, sebab retinopati yang dapat diobati mungkin terjadi
pada saat diagnosis.
c) Penderita yang tidak mendapatkan kontrol diabetes, tekanan darah tinggi atau proteinuri secara
memadai sebaiknya menjalani pemeriksaan yang lebih sering, karena penderita tersebut
mempunyai risiko yang sangat tinggi untuk mengalami retinopati yang timbul cepat.
d) Penderita dengan retinopati pra-proliferatif perlu diperiksa oleh ahli mata setiap tiga sampai
empat bulan, karena terdapat risiko menderita retinopati proliferatif.
e) Penderita yang telah menjalani perawatan bedah laser atau vitrektomi sebaiknya menepati jadtial
perawatan lanjutan yang ditetapkan oleh ahli mata yang merawatnya.
f)

Wanita hamil dengan diabetes tipe I sebaiknya menjalani pemeriksaan ahlimataselama trimester
pertamadanselanjutnya setiap tiga bulan hingga melahirkan.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan ( Doenges, 1999)
a.

Aktivitas / istirahat ;
Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan , kram otot, tonus otot menurun,
Gangguan tidur dan istirahat, takikardi dan takipnea, letargi, disorientasi, koma, penurunan
kekuatan otot

b. Sirkulasi ;

Adanya riwayat hipertensi, MCI

Klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas

Ulkus, penyembuhan luka lama

Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tak ada, disritmia,
krekles

Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung

c.

Integritas ego;
Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi, Ansietas,
peka rangsang

d. Eliminasi ;

Poliuri, nokturia, disuria, sulit brkemih, ISK baru atau berulang

Diare, nyeri tekan abdomen

Urin encer, pucat, kuning, atau berkabut dan berbau bila ada infeksi

Bising usus melemah atau turun, terjadi hiperaktif ( diare ), abdomen keras, adanya asites

e.

Makanan / cairan ;

Anoreksia, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa / karbohidrat

Penurunan berat badan

Haus dan lapar terus, penggunaan diuretic ( Tiazid ), kekakuan / distensi abdomen

Kulit kering bersisik, turgor kulit jelek, bau halitosis / manis, bau buah (nafas aseton).

f.

Neurosensori :

Pusing, pening, sakit kepala

Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan penglihatan, disorientasi,


mengantuk, stupor / koma , gangguan memori ( baru, masa lalu ), kacau mental, reflek tendon
dalam menurun/koma, aktifitas kejang

g. Nyeri / kenyamanan ;
Abdomen tegang/nyeri, wajah meringis, palpitasi
h. Pernafasan ;

Batuk, dan ada purulen, jika terjadi infeksi

Frekuensi pernafasan meningkat, merasa kekurangan oksigen

i.

Keamanan ;
Kulit kering, gatal, ulkus kulit, kulit rusak, lesi, ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang
gerak, parestesia/ paralysis otot, termasuk otot-otot pernafasan,( jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam) ,demam, diaphoresis

j.

Seksualitas ;

Cenderung infeksi pada vagina.

Masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita


2. Diagnosa Keperawatan ( Doenges, 1999)
Diagnosa umum yang muncul pada pasien Diabetes Melitus :

1.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin, penurunan
intake oral, status hipermetabolisme

2.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotic, kehilangan cairan gastric
berlebihan , pembatasan cairan

3.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan fungsi lekosit, perubahan
sirkulasi

4.

Resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan zat kimia endogen,
ketidakseimbangan elektrolit, glukosa, insulin

5.

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang informasi, misinterpretasi pengobatan
3. Intervensi ( Doenges, 1999)

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin, penurunan intake
oral, status hipermetabolisme
Tujuan : klien mendapatkan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil:

BB stabil

BB mengalami penambahan ke arah normal


Intervensi :

Mandiri :

Timbang BB setiap hari sesuai indikasi

Tentukan program diet dan pola makan klien

Auskultasi bising usus, catat adanay nyeri , mual muntah

Berikan makanan oral yang mengandung nutrient dan elektrolit sesuai indikasi

Observasi tanda tanda hipoglikemi

Kolaborasi :

Pantau kadar gula darah secara berkala

Kolaborasi ahli diet untuk menentukan diet pasien

Pemberian insulin / obat anti diabetic

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotic, kehilangan cairan gastric
berlebihan , pembatasan cairan
Tujuan : klien memperlihatkan status hidrasi adekuat
Kriteria Hasil :

TTV stabil dan dalam batas normal

Nadi perifer teraba

Turgor kulit dan pengisian akpiler baik

Output urin tepat

Kadar elektrolit dalam batas normal


Intervensi :

Mandiri

Kaji riwayat muntah dan diuresis berlebihan

Monitor TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik

Kaji frekunsi, kwalitas dan dan pola pernafasan, catat adnya penggunaan otot Bantu, periode
apnea, sianosis,

Kaji suhu, kelembapan, warna kulit

Monitor nadi perifer, turgor kulit dan membran mukosa

Monitor intake dan output cairan, catat BJ urin

Kolaborasi

Pemeriksaan Hb, Ht, BUN, Na, K, Gula Darah

Pemberian terapi cairan yang sesuai (Nacl, RL, Albumin)

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan fungsi lekosit, perubahan
sirkulasi
Tujuan : klien terhindar dari infeksi silang
Kriteria hasil:

Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi

Klien mendemonstrasiakn tehnik gaya hidup untuk mencegah infeksi


Intervensi :

Mandiri

Observasi tanda tanda infeksi seperti panas, kemerahan, keluar nanah, sputum purulen

Tingkatkan upaya pencegahan dengan cucui tanganyang baik pada semua orang yang
berhubungan dengan klien, termasuk klien sendiri

Pertahankan tehnik aseptic pada setiap prosedur invasive

Lakukan perawatan perineal dengan baikdan anjurkan klien wanita untuk membersihkan daerah
perineal dengan dari depan ke belakang

Berikan perawatan kulit secara teratur, masase daerah yang tertekan , jaga kulit tetap kering

Auskultasi bunyi nafas dan atur posisi tidur semi fowler

Lakukan perubahan posisi dan anjurkan klien untuk batuk efektif / nafas dalam bila klien sadar /
kooperatif

Bantu klien melakukan oral hygiene

Anjurkan makan dan minum adekuat

Kolaborasi

Pemeriksaan kultur dan sensitivity test

Pemberian antibiotik yang sesuai

4. resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan zat kimia endogen,
ketidakseimbangan elektrolit, glukosa, insulin
Tujuan : persepsi sensori klien adekuat
Kriteria hasil :klien dapat mengobservasi adanya kerusakan persepsi sensori
Intervensi :
Mandiri :

Orientasikan klien terhadap orang, tempat dan waktu

Pantau TTV dan status mental

Pelihara aktifitas rutin klien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari

Jadwalkan intervensi keperawatan yang tidak mengganggu istirahat klien

Lindungi dari cedera, pasang pagar tempat tidur, dan bantal pada pagar

Evaluasi lapang pandang penglihatan

Kaji keluhan parestesia, nyeri / kehilangan sensori pada kaki, kaji danya ulkus, kehilangan
denyut nadi perifer

Bantu klien dalam ambulasi / perubahan posisi

Kolaborasi

Pemeriksaan laboratorium : gula darah, osmolalitas darah, Hb,Ht, ureum kreatinin

Pemberian obat-obatan yang sesuai

5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang informasi, misinterpretasi pengobatan
Tujuan : klien mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Kriteria hasil :

Mengidentifikasi tanda dan gejala serta proses penyakit

Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan


Intervensi :

Mandiri

Diskusikan topik utama seperti tanda dan gejala, penyebab, proses penyakit serta
komplikasiyang sesuai dengan tipe DM klien

Diskusikan rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat, dan manajemen diet

Buat jadwal aktifitas yang teratur, kaitkan dengan penggunaan insulin

Identifikasi gejal hipoglikemi, jelaskan penyebab dan penanganannya

Anjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan bebas

Diskusiakn tentang pentingnya kontro untuk pemeriksaan gula darah, program pengobatan dan
diet secara teratur

Diskusikan tentang perlunya program latihan


Berikan informasi tentang perawatan sehari-hari missal perawatan kaki
Pemeriksaan Penunjang
Semua penderita diabetes mellitus yang sudah ditegakkan diagnosanya segera
dikonsulkan ke dokter spesialis mata untuk diperiksa retinanya. Jika didapatkan
gambaran retinopati diabetika segera lakukan pemeriksaan di bawah ini :
1. Angiografi Fluoresein
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit
yang mengenai retina dan khoroid. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aliran darah
yang khas dalam pembuluh darah saat cairan fluoresein yang disuntikkan intra
vena mencapai sirkulasi darah di retina dan khoroid. Angiongrafi fluoresein akan
merekam gambaran rinci yang halus dari fundus pada bagian yang berukuran lebih
kecil dari kemampuan daya pisah ( minimum separable ) penglihatan mata masih
dapat diperiksa dengan pembesaran rekaman angiografi fluoresein.
Gambaran retinopati diabetika dengan angiografi fluoresein :
a. Retinopati Background, bentuk juvenile
Disini ditemukan proliferasi dan hipertrofi venula retina disertai pelebaran cabangcabang vena berbentuk kantong dan aneurisma kapiler. Terdapat area iskemik
terbatas.
b. Retinopati Background terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintikbintik. Endapan lemak pada polus posterior, kadang tersusun dalam bentuk
rangkaian bunga ( retinopati circinata ), biasanya pembuluh darah retina beraneka
ragam dan dindingnya terlihat menebal ( sklerosis ).
Pada retinopati background terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintikbintik dan bercak, eksudat keras berwarna kuning yang terdiri atas protein dan lipid
yang terdapat di lapisan pleksiform luar yang dikemudian hari juga terjadi
makulopati. Jika pasien mengidap hipertensi kardiovaskular, bercak yang mirip
kapas timbulnya akan lebih awal.
c. Retinopati proliferatif
Pada stadium ini terdapat pembentukan pembuluh darah baru yang mengakibatkan
neovaskularisasi yang tumbuh menonjol di depan retina terutama pada permukaan
belakang badan kaca yang mengalami ablasi.
2. Elekroretinografi
Pada pemeriksaan ini dilakukan perekaman kegiatan listrik retina yang sangat
berguna untuk memperoleh gambaran yang tepat mengenai fungsi retina yang
masih tersisa.
3. Pemeriksaan tajam penglihatan.
4. Pemeriksaan kejernihan lensa.

5. Pemeriksaan tekanan bola mata.


II.7 Pengobatan
Terapi retinopati diabetic ada dua yaitu fotokkoagulasi sinar laser dan vitrektomi.
Fotokoagulasi panretina argon, tekniknya dengan menembakkan sinar laser pada
retina yang rusak dengan tidak mengenai bagian sentral yang dibatasi oleh discus
dan pembuluh vascular temporal utama diharapkan dapat menutup kebocoran
pembuluh darah disekitar macula, menimbulkan regresi dan hilangnya
neovaskularisasi. Pada kasus sulit dan tidak berhasil ditangani dengan koagulasi
sinar laser diperlukan tindakan pembedahan misalnya vitrektomi digunakan untuk
terapi perdarahan vitreus dan pelepasan retina yang tidak teratasi. Vitrektomi
adalah tindakan bedah mikro yang dikerjakan dengan bius umum dikamar operasi.
Dalam hal ini vitreus yang penuh darah akan dikeluarkan dan diganti dengan cairan
jernih. Sekitar 70% penderita yang menjalani operasi vitrektomi akan mengalami
perbaikan penglihatan. Harapan perbaikan setelah operasi vitrektomi lebih besar
pada kasus yang pernah menjalani fotokoagulasi laser dan pada kasus dengan
macula yang masih melekat.

Abstrak
Retinopati diabetika merupakan suatu gangguan pada mata yang disebabkan akibat penyakit
diabetes mellitus yang diderita dalam waktu yang relatif lama . Jumlah insidens penderitanya
yang cukup tinggi ditambah pula dengan manifestasi klinis tahap akhir berupa kebutaan ;
keduanya merupakan tantangan tersendiri bagi para klinisi untuk mengoptimalkan
penatalaksanaan bagi penderita diabetes mellitus sebelum mereka kehilangan daya
penglihatannya . Terapi yang dilakukan hingga saat ini adalah mengontrol faktor penyebab dan
laser terapi .
Diperlukan telaah yang lebih dalam , agar dapat ditemukan suatu cara yang lebih optimal guna
menghindari terjadinya retinopati diabetika ini pada penderita deabetes mellitus .
pendahuluan

Diabetes mellitus merupakan gangguan dari metabolisme karbohidrat , dimana tepung dan gula
tidak disimpan atau dipakai dengan semestinya . Hal ini menimbulkan gangguan pula pada
nutrisi jaringan diseluruh tubuh, termasuk mata . Pengobatannya dengan diit dan insulin , dapat
memperpanjang umur penderita diabetes mellitus , sehingga proses degenerasi dimata menjadi
bertambah penting . Yang paling khas adalah penyulitnya di retina . (1,2)
Retinopati diabetika biasanya timbul setelah penderita

menderita diabetes mellitus

selama 5 15 tahun. Dimana angka kejadian pada wanita lebih banyak daripada pria . Umur
yang terbanyak menderita retinopati diabetika adalah 50 65 tahun . (3) Walaupun demikian
Watkins memberikan batasan rentang umur yang lebih panjang lagi yaitu berkisar antara 30 69
tahun .(9) Retinopati ini merupakan penyulit yang paling penting dari diabetes mellitus , dengan
frekuensi 40 50% dari penderita diabetes . Prognosanya kurang baik untuk penglihatan. Di

Amerika Serikat , 5000 orang pertahunnya menjadi buta oleh retinopati diabetika, sedang di
Inggris , keadaan ini merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan .
Selain oleh karena kelainan endokrin, stresspun dapat menimbulkan diabetes mellitus .(3)
Patogenesa
Beberapa teori dikatakan dapat menyebabkan terjadinya retinopati diabetika . Namun
terdapat 2 buah teori yang paling banyak menarik perhatian para pakar , yaitu (10)
1. Teori Enzim katalisis aldose reduktase .
Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol . Bila kadar glukosa
intraselular meningkat , hal ini akan meningkatkan pula kadar sorbitor intraselular, yang
kemudian akan menghambat sintesis mio-inositol yang terdapat pada glomerular dan
jaringan saraf . Penurunan kadar mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme fosfoinositidin, yang kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-ATPase dan
memperburuk kerusakan mikrovaskular .

2. Teori protein Aminoguanidin .


Aminoguanidin ( suatu fraksi dari protein esensial ) , melalui mekanisme yang masih
terus diselidiki , pada tikus tikus percobaan ternyata dapat memperlambat pertambahan
mikroaneurisma dan penumpukan deposit protein pada kapiler kapiler di retina .
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati , sebagai akibat dari gangguan
metabolik , yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi . Peningkatan gula darah sampai ketinggian
tertentu , mengakibatkan keracunan sel sel tubuh , terutama darah dan dinding pembuluh darah ,
yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan irreversibel dari molekul
glukosa dengan protein yang disebut proses glikosilase protein .(1,2,3)
Dalam keadaan normal , proses glikosilase ini hanya sekitar 4-9% , sedang pada
penderita diabetes mencapai 20% .(4) Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh
darah , yang secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah , gangguan
aliran darah , yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil , kemudian disusul dengan
gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan yang diurusnya .

Kelainan kelainan ini didapatkan juga didalam pembuluh pembuluh darah retina , yang dapat
diamati dengan melakukan (2)
1. fundus fluorescein angiography
2. pemotretan dengan menggunakan film berwarna
3. oftalmoskop langsung dan tak langsung
4. biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman
Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan
mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein . Keadaan ini menetap untuk waktu yang
lama tanpa mengganggu penglihatan . Dengan melemahnya dinding kapiler , maka akan
menonjol membentuk mikroaneurisma . Mula mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena
sekitar makula, yang tampak sebagai titik titik merah pada oftalmoskop . Adanya 1-2
mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika . (2) Pada keadaan lanjut ,
mikroaneurisma didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun arteri . Baik kapiler
yang abnormal maupun aneurisma menibulkan kebocoran , yang tampak sebagai edema, eksudat,
perdarahan, di sekitar kapiler dan mikroaneurisma . (8)
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila terdapat di daerah makula,
edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan berlangsung dalam waktu relatif lama
akan menyebabkan degenerasi kistoid . Bila hal ini terjadi di daerah makula , ketajaman
penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada keadaan semula meskipun dilakukan
fotokoagulasi pada pengobatan . (4,5)
Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma . Kebocoran lipoprotein , tampak sebagai eksudat keras , menyerupai lilin
berkelompok yang berbentuk lingkaran di daerah makula, yang disebut bentuk sirsiner berwarna
putih kekuning kuningan . Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang gemuk dengan
kadar lemak darah yang tinggi . (2,3 )
Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah , dapat menimbulkan penyumbatan
yang dimulai di kapiler, kearteriola, dan pembuluh darah besar ; karenanya timbul hipoksi,
disusul dengan daerah iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral . Hipoksi mempercepat
timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang baru . Akibat hipoksi timbul
eksudat lunat yang disebut cotton wool patch , yang merupakan bercak nekrose .(7,8)

Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Juga disini
terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga didapatkan perdarahan sepanjang pembuluh darah
vena . Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat
timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau dimana saja . Bentuknya dapat berupa
gulungan atau rete mirabile . Letaknya intraretina dan menjalar menjadi preretina .
Neovaskularisasi ini diikuti kemudian diikuti dengan jaringan proliferasi . (5) Bila jaringan
fibrivaskular ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan dan tarikan pada retina sehingga
menyebabkan ablasi retina dengan atau tanpa robekan . Hal ini dapat menimbulkan penurunan
ketajaman penglihatan sampai kebutaan . Perdarahan yang timbul didalam badan kaca dapat
menyebabkan glaukoma hemoragik , yang sangat

sakit dan menimbulkan kebutaan . (7)

Perdarahan di dalam badan kaca juga diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik yang disertai
neovaskularisasi , yang juga dapat mengkerut dan menyebabkan ablasi retina dan kebutaan .
Dengan demikian, bila tidak diambil tindakan , retinopati diabetika cepat atau lambat akan
berakhir dengan kebutaan . (2)
Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris yang disebut rubeosis iris, yang dapat
menimbulkan glaukoma akibat tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru tersebut
dan juga akibat perdarahan , karena pecahnya rubeosis iris .

(8)

Manifestasi klinis
Penurunan ketajaman pada penglihatan sentral berlangsung secara perlahan lahan ,
tergantung dari lokalisasi, luas dan beratnya kelainan .(7)
Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan fibrovaskuler,
tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat, perdarahan yang terdapat di daerah
makula, yang disebut makulopati, cepat menimbulkan gangguan penglihatan. Pada umumnya
visus pada stadium ini masih baik, tetapi bila sudah terjadi pembentukan jaringan fibrovaskuler ,
gangguan visus pasti menyusul .(9)
Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika : (2)
1. Obstruksi kapiler , yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.
2. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler. Merupakan tanda awal dari retinopati
diabetika
3. Eksudat berupa :

a. hard eksudat

: berwarna kuning karena eksudasi plasma yang lama . Pada

angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin diluar pembuluh darah .


Terutama terdiri dari lipid yang didapatkan pada hiperlipoproteinemia .
b. cotton wool patch : berwarna putih , tidak berbatas tegas, dihubungkan dengan
iskemik retina .
4. Shunt arteri vena , akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler
5. Pelebaran vena , lumennya tidak teratur, berkelok kelok, terjadi akibat kelainan sirkulasi .
Dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma .
6. Perdarahan

bintik

atau

perdarahan

bercak,

akibat

gangguan

permeabilitas

mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler .


7. Akibat proliferasi sel sel endotel , timbul neovaskularisasi , tampak sebagai pembuluh
darah yang berkelok kelok , yang merupakan tanda awal dari penyakit yang berat . Mula
mula terdapat pada retina, kemudian menjalar ke preretina untuk kemudian masuk
kedalam badan kaca. Bila neovaskularisasi ini pecah dapat menimbulkan perdarahan di
retina, preretina, dan juga didalam badan kaca .
8. Neovaskularisasi preretina diikuti pula dengan proliferasi sel glia .
9. Edema makula , kondisi ini merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan pada
pasien pasien diabetes . Dalam setahunnya di Amerika , didapatkan 75.000 kasus baru .
Berdasarkan kelainan diatas . Daniel Vaughan membagi retinopati diabetes menjadi stadium : (2)
I.

Mikroaneurisma , yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan bulat


kecil didaerah papil dan makula ; dengan vena sedikit melebar dan secara histologis
didapatkan mikroaneurisma di kapiler bagian vena dilapisan nuklear luar .

II.

Vena melebar ; tampak eksudat kecil kecil seperti lilin , tersebar , dan terletak
dilapisan pleksiform luar .

III.

Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibar iskemik pada arteriola terminal .

IV.

Vena vena melebar, sianosis, disertai sheating pembuluh darah . Perdarahan nyata
besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina dan preretina .

V.

Perdarahan besar di retina dan preretina, juga infiltrasi ke badan kaca . Disusul
dengan terjadinya retinitis proliferans , yang diakibarkan timbulnya jaringan fibrotik
dan neovaskularisasi .

Derajat retinopati ini berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus diderita .
Pengobatan yang baik dapat memperlambat timbulnya retinopati , namun sekali timbul ,
tampaknya tidak ada satu obatpun yang mampu mempengaruhi jalannya keadaan ini .(5)
Diabetes pada orang muda , dapat menyebabkan retinopati diabetes yang hebat dalam 20
tahun meskipun dikontrol dengan baik .(7)
Beberapa keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes adalah (2,3)
1. arteriosklerosis dan hipertensi arteri
2. hipoglikemi
3. hiperlipoproteinemi
4. kehamilan pada penderita diabetes juvenilis.
Terapi
Pengobatan dari diabetes melitusnya sendiri dengan diit dan pemberian obat obat anti
diabetik . Kontrol gula yang ketat dapat menurunkan insidens dan perbutukan dari retinopati
diabetika ini , terutama pada penderita diabetes IDDM .(6)
Fotokoagulasi dengan Xenon Arc Fotokoagulator atau Argon Laserphoto Koagulator . Dimana
sinar dari alat tersebut ditembakan secara tidak langsung sehingga menimbulkan jaringan parut
di khorioretina, sehingga mengurangi kebutuhan metabolisme dan berakibat regresinya
neovaskularisasi . Tujuan dari fotokoagulasi ini adalah menutup kebocoran , merangsang
penyerapan cairan , mengurangi neovaskularisasi, mencegah timbulnya ablasi retina , dengan
harapan dapat menghambat menurunnya visus.(7)
Kesimpulan :
1. Retinopati diabetika merupakan salah satu penyulit yang paling penting pada penderita
diabetes melitus , dan sangat berpotensi menyebabkan kecacatan berupa kebutaan .
2.

Perjalanan penyakit akan semakin memberat bila faktor penyebabnya yaitu diabetes
melitus tidak diatasi .

3. Penatalaksaan diabetes yang tepat , akan memperlambat perjalanan retinopati diabetika


4. Terapi yang digunakan hingga saat ini adalah kontrol yang ketat dari diabetes melitus
dan fotokoagulasi .

5. Pembetian aspirin pada keadaan retinopati diabetika hingga saat ini masih mengundang
berbagai pendapat , baik yang setuju ataupun tidak .

Daftar Pustaka
1. Kline LB, Bajandas FJ . Neuro-ophthalmology Review Mannual 5th ed. Slack
Incorporated New Jersey 2001; 155-6
2. Sudiana N . Ilmu Penyakit Mata. Trisakti Press , Jakarta 1990;
3. Valero SO, Droilhet JH . Background of retinopathy Diabetic . E medicine 2004
4. Harding S, Kohner E. Clinical Evidence of Retinopathy Diabetic : Virectomy in
people with maculopathy . E-medicine 2005
5. Ryder B . Screening for diabetic retinopathy . BMJ 1995;311:207-208
6. Kohner EM .Aspirin for diabetic retinopathy . BMJ 2003;327:1060-1061
7. Christie B . Scotland to start screening programme for diabetic retinopathy. BMJ
April 2002;324:871
8. Feman SS . Ocular Problem in Diabetes Mellitus . NEJM July 329: 286-287
9. Watkins PJ . ABC of diabetes retinopathy . NEJM April BMJ 2003;326:924-926
10.Clark CM, Lee DA . Prevention and treatment of the complication of Diabetes Mellitus. NEJM
1995;333(12): 810

Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi
masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara
dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat duakali lipat
pada

dekade

berikutnya.

Meningkatnya

prevalensi

diabetes,

mengakibatkan

meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti


nefropati,

dan

neuropati,

yang

mempunyai

dampak

besar

retinopati,
terhadap

pasien maupun masyarakat.(2)


Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25
kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.Resiko mengalami
retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes.Pada
waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan
pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan

sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati
diabetik non proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat
menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien
diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di
Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan
sebagian atau total setiap tahun.(1,2,3)
. Faktor Resiko
Faktor resiko retinopati diabetik antara lain: 1.3.10
1.

Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa
dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun

sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencpai 90%.


2.
Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2
dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4.
Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati
diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang
terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta
5.

ketidakseimbangan cairan.
Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I

6.

dan II
Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi
penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan

retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.


7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan hiperlipidemia.
VI.
Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik
Diagnosis

retinopati

diabetik

didasarkan

atas

hasil

pemeriksaan

funduskopi.Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan


metode diagnosis yang paling dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan
oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.Ada banyak klasifikasi
.

Etiologi dan Patogenesis

Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti,

namun

keadaan

hiperglikemik

lama

dianggap

sebagai

faktor

resiko

utama.Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan


biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh
darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi
platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid
serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas
darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf.Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea.Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana
basalis dan sel endotel.Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang
terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan
normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel
perisit

berfungsi

membantu

mempertahankan

mempertahankan

fungsi

struktur

kapiler,

barrier

dan

mengatur

transportasi

kontraktilitas,
kapiler

serta

mengendalikan proliferasi endotel.Membran basalis berfungsi sebagai barrier


dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel
endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang
digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina. 1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana
pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai
10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di
tingkat

kapiler

yaitu

(1)

pembentukkan

mikroaneurisma,

(2)

peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi

pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari
jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua
komponen darah.1,6
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik
yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia
yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C. (1,2)

Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan
termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak
dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel
dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel. (1,2)

Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA.
Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan
perubahan fungsi sel.(1,2)

Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa. (1,2)

Anda mungkin juga menyukai