A. Pengertian
Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi diabetes yang
menyebabkan kebutaan. Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu
retinopati diabetik non proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik
non proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati
diabetik.
Visualisasi Pada Retinopati Diabetik
Retinopati proliferatif.
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium
yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif
adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina.
Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata
sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina
sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak
retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan
kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.
C. Anatomi
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina,
dan terdiri atas lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping dan sel kerucut.Membran limitan eksterna yang merupakan membran
illusi
2. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis
diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
3. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
4. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapis
ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
5. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin
dan sel ganglion.
6. Lapis sel ganglion yang merupakan lpis badan sel daripada neuron kedua.
7 .Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik.
Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia. Pembuluh
darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmica, arteri retina sentral masuk retina
melalui papil saraf optik yang akan memberi nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau
sel
kerucut
dan
batang
mendapat
nutrisi
dari
koroid.
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif retina seperti: tajam
penglihatan,
penglihatan
warna,
dan
lapangan
pandang.
Pemeriksaan
ojektif
adalh
D. Patogenesis
Diabetes merusak pembuluh darah kapiler retina, mekanisme pasti masih merupakan
subjek penelitian dan perdebatan.
E. Gejala Klinis
Retinopati diabetik sering asimtomatis, terutama pada tahap awal penyakit. Seiring
dengan bertambah beratnya penyakit, penglihatan pasien dapat memburuk atau bierubah-ubah.
Retinopati tahap lanjut dapat berakibat kebutaan total.
Non-proliferative diabetic retinopathy dikarakteristikan pada tahap awal dengan
ditemukannya bilateral dot/bintik perdaraan intraretina, eksudat baik keras maupun tidak,
mikroaneurisma, dan cotton wool spots. Dengan bertambah beratnya retinopati, dapat terlihat
rangkaian vena dan abnormalitas pembuluh darah kecil intraretina.
Kehilangan penglihatan berhubungan dengan iskemia dan edema makula, digolongkan
CSME apabila terdapat salah satu dari:
1. Penebalan retina <500 m dari tengah fovea
2. Hard exudatei <500 m dari tengah fovea dengan penebalan disekitarnya
3. Penebalan retina >1 diskus pada daerah <1 diskus diameter dari tengah fovea pada titiktitik kebocoran.
F. Penatalaksanaan
Terapi utama untuk retinopati diabetik yang mengancam penglihatan adalah laser.
Angiogram fluoresein dapat dilakukan pada beberapa pasien untuk menilai derajat iskemia retina
dan mendapatkan area kebocoran baik dari mikroaneurisma maupun dari pembuluh darah baru.
Makulopati diabetik diterapi dengan mengarahkan laser pada titik-titik kebocoran.
Indirect of Thalamoskop
Diperiksa seluruh permukaan fundus sampai belakang penggantung lensa dapat dilihat dengan
alat indirect oftalmoskop, yang sebelumnya mata pasien ditetes dengan midirasil.
2. Foto fundus
Dilakukan foto fundus dengan foto-polaroid, sehingga akan nampak optikus, retina dan
pembuluh darah diretina, sebelumnya penderitaditetesi medriasil.
3. Foto Fluorescein Angiografi
Dilakukan pemotretan fundus, seperti diatas tetapi sebelumnya penderita selain ditetes medriasil,
akan diinjeksi intravena dengan zat kontrassehingga gambaran detail halus epitel pigmen retina,
aliran sirkulasi darah retina, gambaran pembuluh darah dan integritas fungsinya. Selain itu FFA
juga berfungsi untuk memonitor terapi fotokoagulasi pada penyakit Retina dan Khoroid.
4. Foto Koagulasi Laser
Adalah teknik terapi menggunakan sumber sinar kuat untuk mengkoagulasikan jaringan,
tujuannya merusak jaringan retina yang tidak normal, antara lain menghilangkan adanya
pembuluh darah, melekatkan jaringan chorioretina yang terlepas maupun robek dll.
5. Operasi Vitreoretina, Vitrektomi
Penderita Diabetes Retinopati yang telah lanjut, didapatkan Vitreus/badan kaca keruh akibat
pendarahan retina masuk kebadan kaca, dan juga berakibat adanya jaringan ikat dibadan kaca
yang akan mengakibatkan tarikan retina, sehingga akan berakibat terlepasnya retina atau ablasioretina. Operasi Vitrektomi digunakan untuk menjernihkan badan kaca dan juga mengupas
jaringan ikat yang ada, sehingga lokasi asal perdarahan dapat dilakukan photokoagulasi laser,
dan adanya tarikan retina dapat dihindarkan.
H. Deteksi Dini
Sekurang-kurangnya 50% kebutaan akibat diabetes melitus dapat dicegah dengan
penatalaksanaan laser pada retina; penatalaksanaan seperti ini memberi hasil yang paling efektif.
Bila dimulai sebelum penderita mengalami penurunan tajam penglihatan serta sebelum
timbulnya perdaerahan vitreum dan ablasio retina akibat tarian. Dengan demikian, selama
perawatan penderita diabetes, diharapkan dokter puskesmas melakukan pemeriksaan tajam
penglihatan dan mempertimbangkan pe-meriksaan fundoskopi pada setiap perawatan lanjutan.
Perlu diingat bahwa retinopati diabetik stadium yang paling mudah diobati dapat terjadi tanpa
disertai dengan gejala klimis. Untuk mempermudah dan menegaskan peranan dokter puskesmas
dalam pencegahan kebutaan pada penderita diabetes melitus, perlu diperhatikan garis pedoman
sistem rujukan yang dikeluarkan oleh American Academy of Ophthalmology berikut ini :
a) Penderita diabetes melitus tipe I sebaiknya lperiksa oleh ahli mata setiap tahun dimulai dalam
waktu a tahun setelah diagnosis diabetes melitus ditegakkan, karena retinopati tidak timbul
hingga lima tahun setelah diagnosis.
b) Penderita diabetes melitus tipe II perlu mendapatkan pe-meriksaan ahli mata setiap tahun dalam
waktu beberapa bulan setelah diagnosis, sebab retinopati yang dapat diobati mungkin terjadi
pada saat diagnosis.
c) Penderita yang tidak mendapatkan kontrol diabetes, tekanan darah tinggi atau proteinuri secara
memadai sebaiknya menjalani pemeriksaan yang lebih sering, karena penderita tersebut
mempunyai risiko yang sangat tinggi untuk mengalami retinopati yang timbul cepat.
d) Penderita dengan retinopati pra-proliferatif perlu diperiksa oleh ahli mata setiap tiga sampai
empat bulan, karena terdapat risiko menderita retinopati proliferatif.
e) Penderita yang telah menjalani perawatan bedah laser atau vitrektomi sebaiknya menepati jadtial
perawatan lanjutan yang ditetapkan oleh ahli mata yang merawatnya.
f)
Wanita hamil dengan diabetes tipe I sebaiknya menjalani pemeriksaan ahlimataselama trimester
pertamadanselanjutnya setiap tiga bulan hingga melahirkan.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan ( Doenges, 1999)
a.
Aktivitas / istirahat ;
Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan , kram otot, tonus otot menurun,
Gangguan tidur dan istirahat, takikardi dan takipnea, letargi, disorientasi, koma, penurunan
kekuatan otot
b. Sirkulasi ;
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tak ada, disritmia,
krekles
c.
Integritas ego;
Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi, Ansietas,
peka rangsang
d. Eliminasi ;
Urin encer, pucat, kuning, atau berkabut dan berbau bila ada infeksi
Bising usus melemah atau turun, terjadi hiperaktif ( diare ), abdomen keras, adanya asites
e.
Makanan / cairan ;
Anoreksia, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa / karbohidrat
Haus dan lapar terus, penggunaan diuretic ( Tiazid ), kekakuan / distensi abdomen
Kulit kering bersisik, turgor kulit jelek, bau halitosis / manis, bau buah (nafas aseton).
f.
Neurosensori :
g. Nyeri / kenyamanan ;
Abdomen tegang/nyeri, wajah meringis, palpitasi
h. Pernafasan ;
i.
Keamanan ;
Kulit kering, gatal, ulkus kulit, kulit rusak, lesi, ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang
gerak, parestesia/ paralysis otot, termasuk otot-otot pernafasan,( jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam) ,demam, diaphoresis
j.
Seksualitas ;
1.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin, penurunan
intake oral, status hipermetabolisme
2.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotic, kehilangan cairan gastric
berlebihan , pembatasan cairan
3.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan fungsi lekosit, perubahan
sirkulasi
4.
Resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan zat kimia endogen,
ketidakseimbangan elektrolit, glukosa, insulin
5.
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin, penurunan intake
oral, status hipermetabolisme
Tujuan : klien mendapatkan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil:
BB stabil
Mandiri :
Berikan makanan oral yang mengandung nutrient dan elektrolit sesuai indikasi
Kolaborasi :
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotic, kehilangan cairan gastric
berlebihan , pembatasan cairan
Tujuan : klien memperlihatkan status hidrasi adekuat
Kriteria Hasil :
Mandiri
Kaji frekunsi, kwalitas dan dan pola pernafasan, catat adnya penggunaan otot Bantu, periode
apnea, sianosis,
Kolaborasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan fungsi lekosit, perubahan
sirkulasi
Tujuan : klien terhindar dari infeksi silang
Kriteria hasil:
Mandiri
Observasi tanda tanda infeksi seperti panas, kemerahan, keluar nanah, sputum purulen
Tingkatkan upaya pencegahan dengan cucui tanganyang baik pada semua orang yang
berhubungan dengan klien, termasuk klien sendiri
Lakukan perawatan perineal dengan baikdan anjurkan klien wanita untuk membersihkan daerah
perineal dengan dari depan ke belakang
Berikan perawatan kulit secara teratur, masase daerah yang tertekan , jaga kulit tetap kering
Lakukan perubahan posisi dan anjurkan klien untuk batuk efektif / nafas dalam bila klien sadar /
kooperatif
Kolaborasi
4. resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan zat kimia endogen,
ketidakseimbangan elektrolit, glukosa, insulin
Tujuan : persepsi sensori klien adekuat
Kriteria hasil :klien dapat mengobservasi adanya kerusakan persepsi sensori
Intervensi :
Mandiri :
Pelihara aktifitas rutin klien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari
Lindungi dari cedera, pasang pagar tempat tidur, dan bantal pada pagar
Kaji keluhan parestesia, nyeri / kehilangan sensori pada kaki, kaji danya ulkus, kehilangan
denyut nadi perifer
Kolaborasi
Mandiri
Diskusikan topik utama seperti tanda dan gejala, penyebab, proses penyakit serta
komplikasiyang sesuai dengan tipe DM klien
Diskusikan rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat, dan manajemen diet
Diskusiakn tentang pentingnya kontro untuk pemeriksaan gula darah, program pengobatan dan
diet secara teratur
Abstrak
Retinopati diabetika merupakan suatu gangguan pada mata yang disebabkan akibat penyakit
diabetes mellitus yang diderita dalam waktu yang relatif lama . Jumlah insidens penderitanya
yang cukup tinggi ditambah pula dengan manifestasi klinis tahap akhir berupa kebutaan ;
keduanya merupakan tantangan tersendiri bagi para klinisi untuk mengoptimalkan
penatalaksanaan bagi penderita diabetes mellitus sebelum mereka kehilangan daya
penglihatannya . Terapi yang dilakukan hingga saat ini adalah mengontrol faktor penyebab dan
laser terapi .
Diperlukan telaah yang lebih dalam , agar dapat ditemukan suatu cara yang lebih optimal guna
menghindari terjadinya retinopati diabetika ini pada penderita deabetes mellitus .
pendahuluan
Diabetes mellitus merupakan gangguan dari metabolisme karbohidrat , dimana tepung dan gula
tidak disimpan atau dipakai dengan semestinya . Hal ini menimbulkan gangguan pula pada
nutrisi jaringan diseluruh tubuh, termasuk mata . Pengobatannya dengan diit dan insulin , dapat
memperpanjang umur penderita diabetes mellitus , sehingga proses degenerasi dimata menjadi
bertambah penting . Yang paling khas adalah penyulitnya di retina . (1,2)
Retinopati diabetika biasanya timbul setelah penderita
selama 5 15 tahun. Dimana angka kejadian pada wanita lebih banyak daripada pria . Umur
yang terbanyak menderita retinopati diabetika adalah 50 65 tahun . (3) Walaupun demikian
Watkins memberikan batasan rentang umur yang lebih panjang lagi yaitu berkisar antara 30 69
tahun .(9) Retinopati ini merupakan penyulit yang paling penting dari diabetes mellitus , dengan
frekuensi 40 50% dari penderita diabetes . Prognosanya kurang baik untuk penglihatan. Di
Amerika Serikat , 5000 orang pertahunnya menjadi buta oleh retinopati diabetika, sedang di
Inggris , keadaan ini merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan .
Selain oleh karena kelainan endokrin, stresspun dapat menimbulkan diabetes mellitus .(3)
Patogenesa
Beberapa teori dikatakan dapat menyebabkan terjadinya retinopati diabetika . Namun
terdapat 2 buah teori yang paling banyak menarik perhatian para pakar , yaitu (10)
1. Teori Enzim katalisis aldose reduktase .
Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol . Bila kadar glukosa
intraselular meningkat , hal ini akan meningkatkan pula kadar sorbitor intraselular, yang
kemudian akan menghambat sintesis mio-inositol yang terdapat pada glomerular dan
jaringan saraf . Penurunan kadar mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme fosfoinositidin, yang kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-ATPase dan
memperburuk kerusakan mikrovaskular .
Kelainan kelainan ini didapatkan juga didalam pembuluh pembuluh darah retina , yang dapat
diamati dengan melakukan (2)
1. fundus fluorescein angiography
2. pemotretan dengan menggunakan film berwarna
3. oftalmoskop langsung dan tak langsung
4. biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman
Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan
mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein . Keadaan ini menetap untuk waktu yang
lama tanpa mengganggu penglihatan . Dengan melemahnya dinding kapiler , maka akan
menonjol membentuk mikroaneurisma . Mula mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena
sekitar makula, yang tampak sebagai titik titik merah pada oftalmoskop . Adanya 1-2
mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika . (2) Pada keadaan lanjut ,
mikroaneurisma didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun arteri . Baik kapiler
yang abnormal maupun aneurisma menibulkan kebocoran , yang tampak sebagai edema, eksudat,
perdarahan, di sekitar kapiler dan mikroaneurisma . (8)
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila terdapat di daerah makula,
edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan berlangsung dalam waktu relatif lama
akan menyebabkan degenerasi kistoid . Bila hal ini terjadi di daerah makula , ketajaman
penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada keadaan semula meskipun dilakukan
fotokoagulasi pada pengobatan . (4,5)
Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma . Kebocoran lipoprotein , tampak sebagai eksudat keras , menyerupai lilin
berkelompok yang berbentuk lingkaran di daerah makula, yang disebut bentuk sirsiner berwarna
putih kekuning kuningan . Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang gemuk dengan
kadar lemak darah yang tinggi . (2,3 )
Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah , dapat menimbulkan penyumbatan
yang dimulai di kapiler, kearteriola, dan pembuluh darah besar ; karenanya timbul hipoksi,
disusul dengan daerah iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral . Hipoksi mempercepat
timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang baru . Akibat hipoksi timbul
eksudat lunat yang disebut cotton wool patch , yang merupakan bercak nekrose .(7,8)
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Juga disini
terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga didapatkan perdarahan sepanjang pembuluh darah
vena . Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat
timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau dimana saja . Bentuknya dapat berupa
gulungan atau rete mirabile . Letaknya intraretina dan menjalar menjadi preretina .
Neovaskularisasi ini diikuti kemudian diikuti dengan jaringan proliferasi . (5) Bila jaringan
fibrivaskular ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan dan tarikan pada retina sehingga
menyebabkan ablasi retina dengan atau tanpa robekan . Hal ini dapat menimbulkan penurunan
ketajaman penglihatan sampai kebutaan . Perdarahan yang timbul didalam badan kaca dapat
menyebabkan glaukoma hemoragik , yang sangat
Perdarahan di dalam badan kaca juga diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik yang disertai
neovaskularisasi , yang juga dapat mengkerut dan menyebabkan ablasi retina dan kebutaan .
Dengan demikian, bila tidak diambil tindakan , retinopati diabetika cepat atau lambat akan
berakhir dengan kebutaan . (2)
Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris yang disebut rubeosis iris, yang dapat
menimbulkan glaukoma akibat tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru tersebut
dan juga akibat perdarahan , karena pecahnya rubeosis iris .
(8)
Manifestasi klinis
Penurunan ketajaman pada penglihatan sentral berlangsung secara perlahan lahan ,
tergantung dari lokalisasi, luas dan beratnya kelainan .(7)
Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan fibrovaskuler,
tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat, perdarahan yang terdapat di daerah
makula, yang disebut makulopati, cepat menimbulkan gangguan penglihatan. Pada umumnya
visus pada stadium ini masih baik, tetapi bila sudah terjadi pembentukan jaringan fibrovaskuler ,
gangguan visus pasti menyusul .(9)
Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika : (2)
1. Obstruksi kapiler , yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.
2. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler. Merupakan tanda awal dari retinopati
diabetika
3. Eksudat berupa :
a. hard eksudat
bintik
atau
perdarahan
bercak,
akibat
gangguan
permeabilitas
II.
Vena melebar ; tampak eksudat kecil kecil seperti lilin , tersebar , dan terletak
dilapisan pleksiform luar .
III.
Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibar iskemik pada arteriola terminal .
IV.
Vena vena melebar, sianosis, disertai sheating pembuluh darah . Perdarahan nyata
besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina dan preretina .
V.
Perdarahan besar di retina dan preretina, juga infiltrasi ke badan kaca . Disusul
dengan terjadinya retinitis proliferans , yang diakibarkan timbulnya jaringan fibrotik
dan neovaskularisasi .
Derajat retinopati ini berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus diderita .
Pengobatan yang baik dapat memperlambat timbulnya retinopati , namun sekali timbul ,
tampaknya tidak ada satu obatpun yang mampu mempengaruhi jalannya keadaan ini .(5)
Diabetes pada orang muda , dapat menyebabkan retinopati diabetes yang hebat dalam 20
tahun meskipun dikontrol dengan baik .(7)
Beberapa keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes adalah (2,3)
1. arteriosklerosis dan hipertensi arteri
2. hipoglikemi
3. hiperlipoproteinemi
4. kehamilan pada penderita diabetes juvenilis.
Terapi
Pengobatan dari diabetes melitusnya sendiri dengan diit dan pemberian obat obat anti
diabetik . Kontrol gula yang ketat dapat menurunkan insidens dan perbutukan dari retinopati
diabetika ini , terutama pada penderita diabetes IDDM .(6)
Fotokoagulasi dengan Xenon Arc Fotokoagulator atau Argon Laserphoto Koagulator . Dimana
sinar dari alat tersebut ditembakan secara tidak langsung sehingga menimbulkan jaringan parut
di khorioretina, sehingga mengurangi kebutuhan metabolisme dan berakibat regresinya
neovaskularisasi . Tujuan dari fotokoagulasi ini adalah menutup kebocoran , merangsang
penyerapan cairan , mengurangi neovaskularisasi, mencegah timbulnya ablasi retina , dengan
harapan dapat menghambat menurunnya visus.(7)
Kesimpulan :
1. Retinopati diabetika merupakan salah satu penyulit yang paling penting pada penderita
diabetes melitus , dan sangat berpotensi menyebabkan kecacatan berupa kebutaan .
2.
Perjalanan penyakit akan semakin memberat bila faktor penyebabnya yaitu diabetes
melitus tidak diatasi .
5. Pembetian aspirin pada keadaan retinopati diabetika hingga saat ini masih mengundang
berbagai pendapat , baik yang setuju ataupun tidak .
Daftar Pustaka
1. Kline LB, Bajandas FJ . Neuro-ophthalmology Review Mannual 5th ed. Slack
Incorporated New Jersey 2001; 155-6
2. Sudiana N . Ilmu Penyakit Mata. Trisakti Press , Jakarta 1990;
3. Valero SO, Droilhet JH . Background of retinopathy Diabetic . E medicine 2004
4. Harding S, Kohner E. Clinical Evidence of Retinopathy Diabetic : Virectomy in
people with maculopathy . E-medicine 2005
5. Ryder B . Screening for diabetic retinopathy . BMJ 1995;311:207-208
6. Kohner EM .Aspirin for diabetic retinopathy . BMJ 2003;327:1060-1061
7. Christie B . Scotland to start screening programme for diabetic retinopathy. BMJ
April 2002;324:871
8. Feman SS . Ocular Problem in Diabetes Mellitus . NEJM July 329: 286-287
9. Watkins PJ . ABC of diabetes retinopathy . NEJM April BMJ 2003;326:924-926
10.Clark CM, Lee DA . Prevention and treatment of the complication of Diabetes Mellitus. NEJM
1995;333(12): 810
Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi
masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara
dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat duakali lipat
pada
dekade
berikutnya.
Meningkatnya
prevalensi
diabetes,
mengakibatkan
dan
neuropati,
yang
mempunyai
dampak
besar
retinopati,
terhadap
sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati
diabetik non proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat
menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien
diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di
Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan
sebagian atau total setiap tahun.(1,2,3)
. Faktor Resiko
Faktor resiko retinopati diabetik antara lain: 1.3.10
1.
Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa
dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun
ketidakseimbangan cairan.
Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I
6.
dan II
Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi
penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan
retinopati
diabetik
didasarkan
atas
hasil
pemeriksaan
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti,
namun
keadaan
hiperglikemik
lama
dianggap
sebagai
faktor
resiko
berfungsi
membantu
mempertahankan
mempertahankan
fungsi
struktur
kapiler,
barrier
dan
mengatur
transportasi
kontraktilitas,
kapiler
serta
kapiler
yaitu
(1)
pembentukkan
mikroaneurisma,
(2)
peningkatan
pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari
jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua
komponen darah.1,6
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik
yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia
yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C. (1,2)
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan
termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak
dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel
dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel. (1,2)
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA.
Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan
perubahan fungsi sel.(1,2)
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa. (1,2)