Demensia Riri Aridocx PDF
Demensia Riri Aridocx PDF
AuthorS :
1
Files of DrsMed
FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)
PENDAHULUAN
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau
progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk daya
ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan
daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi
kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi,
perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.1,2
DEMENSIA
Definisi
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai
pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti
keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif
seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini
tidak reversibel, sebaliknya progresif.1
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan
kesadaran.2
Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif serta
terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir , daya
orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai.
Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada kalanya diawali
oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom
ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang
secara primer atau sekunder mengenai otak.3
Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia
sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun
prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia
diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.1,2,4
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita
jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimers
diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk
seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada
wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe
Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed). 1,2,4
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang
secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor
predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30
3
persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang
yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10
hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.1,5
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5
persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai
jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington
dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai
banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien
dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu. 1
Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah
(1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain
yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body
dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia
alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan
penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis
berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya
hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat),
atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat kemungkinan
penyebab demensia :
Tabel 2.1. Kemungkinan penyebab demensia2
Demensia Degeneratif
Trauma
Penyakit Alzheimer
Dementia pugilistica,
posttraumatic dementia
Demensia frontotemporal
(misalnya; Penyakit Pick)
Subdural hematoma
Infeksi
Penyakit Parkinson
Penyakit Prion (misalnya
Demensia Jisim Lewy
penyakit Creutzfeldt-Jakob,
Ferokalsinosis serebral idiopatik
bovine spongiform encephalitis,
(penyakit Fahr)
(Sindrom Gerstmann Kelumphan supranuklear yang
Straussler)
progresif
Acquired immune deficiency
Lain-lain
syndrome (AIDS)
Penyakit Huntington
Sifilis
Penyakit Wilson
Kelainan jantung, vaskuler dan
Leukodistrofi metakromatik
4
Neuroakantosistosis
Kelainan Psikiatrik
Pseudodemensia pada depresi
Penurunan fungsi kognitif pada
skizofrenia lanjut
Fisiologis
Hidrosefalus tekanan normal
Kelainan Metabolik
Defisiensi vitamin (misalnya
vitamin B12, folat)
Endokrinopati (e.g.,
hipotiroidisme)
Gangguan metabolisme kronik
(contoh : uremia)
Tumor
Tumor primer maupun metastase
(misalnya meningioma atau tumor
metastasis dari tumor payudara
atau tumor paru)
anoksia
Infark serebri (infark tunggak
mauapun mulitpel atau infark
lakunar)
Penyakit Binswanger
(subcortical arteriosclerotic
encephalopathy)
Insufisiensi hemodinamik
(hipoperfusi atau hipoksia)
Penyakit demielinisasi
Sklerosis multipel
Obat-obatan dan toksin
Alkohol
Logam berat
Radiasi
Pseudodemensia akibat
pengobatan (misalnya
penggunaan antikolinergik)
Karbon monoksida
Gambar.2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa
serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya
kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal.2
Gambar.2.3 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal.7
Faktor Genetik
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah terjadi
kemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi
gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai riwayat
keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetik
dianggap berperan dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan
tentang peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar monozigotik,
dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada angka kejadian pada
kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan baik, gangguan
ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau transmisi tersebut
jarang terjadi.2
Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit Alzheimer.
Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar
daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang memiliki dua kopi gen
E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar daripada yang tidak memiliki gen tersebut.
Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini, karena gen
tersebut ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan pada
seluruh penderita demensia.2
Neuropatologi
Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit
Alzheimer
menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran ventrikel serebri.
Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe Alzheimer adalah plak
senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal loss (biasanya ditemukan pada korteks dan
hipokampus), dan degenerasi granulovaskuler pada sel saraf. Kekusutan serabut neuron
(neurofibrillary tangles) terdiri dari elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun
jenis protein sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak khas
ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada sindrom Down,
demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) kompleks Parkinson-demensia Guam, penyakit
Hallervon-Spatz, dan otak yang normal pada seseorang dengan usia lanjut. Kekusutan serabut
neuron biasanya ditemukan di daerah korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.
7
Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis penyakit
Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan dalam
beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal.2
Neurotransmiter
Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia Alzheimer adalah
asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer.
Beberapa penelitian melaporkan pada penyakit Alzheimer ditemukannya suatu degenerasi spesifik
pada neuron kolinergik pada nukleus basalis meynert. Data lain yang mendukung adanya defisit
kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan asetilkolintransferase
menurun.2
Spectroscopic; MRS) mendapatkan kadar alumunium yang tinggi dalam beberapa otak pasien
dengan penyakit Alzheimer.2
Demensia vaskuler
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala
berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan
8
faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral
berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel
yang menyebar luas pada otak (gambar 2.2). Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh
plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung). Pada
pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau pembesaran
jantung (gambar 2.3).2,3
Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus demensia
vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan globus
palidus.2
Gambar 2.5 Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan custodial. Pasien
biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap jari,khas pada jenis
ini.2
Penyakit Binswanger
Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, ditandai dengan
ditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai daerah korteks serebri
(Gambar 2.4). Dulu dianggap penyakit yang jarang terjadi tapi dengan pencitraan yang canggih
dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging; MRI) membuat penemuan
kasus ini menjadi lebih sering.2
Penyakit Pick
Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah
tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang
10
merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen
postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak diketahui.
Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering
pada laki-laki, khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan penyakit ini. Penyakit
Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium awal penyakit lebih sering
ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif
bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas)
lebih sering ditemukan pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer.2
Gambar.2.8. Penyakit Pick dengan kelainan patologi yang luas . Gambaran menunjukkan atrofi
yang paling luas pada lobus frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis .2,10
Gambar.2.10. Kortikal lewy bodies (panah), Dilahat dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin.
Lewy bodies lebih eosinophilik, setengah bulat, sitoplasmik inklusi.2
Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan demensia. Demensia
pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan abnormalitas
motorik yang lebih menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih ringan
dibandingkan demensia tipe kortikal.
perlambatan psikomotor dan kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi
memori, bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan penyakit. Dalam
perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran klinis yang membedakannya dengan
demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden depresi dan psikosis, selain gangguan
pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik.2
Penyakit Parkinson
Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada ganglia
basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 hingga 30 persen
pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan kognitif. Gerakan lambat
pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir pada beberapa
pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai bradifrenia.2
Gambaran Klinis
Perubahan Psikiatrik dan Neurologis
Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan
mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat menonjol selama
12
perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup serta menjadi kurang
perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang memiliki waham paranoid
umumnya lebih cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang
mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan
kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif.2
Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan
merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien dengan demensia,
meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien
dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang
nyata (misalnya tertawa dan menangis yang patologis). 2
Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia dan agnosia
dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya
yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10 persen
pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia vaskuler.
Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks
tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5
hingga 10 persen pasien.2
Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini Mental
State Exam (MMSE).9
13
Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh Kurt
Goldstein disebut perilaku abstrak. Pasien mengalami kesulitan untuk memahami suatu konsep
dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih jauh lagi, kemampuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan kemampuan menilai suara juga terganggu.
Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif
dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya mengkompensasi
defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan dalam kemampuan intelektualnya,
misalnya dengan cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa.
Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan
pada demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini
adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak wajar, ketidakpedulian terhadap
penampilan dan kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya.2
Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia dan terjatuh
secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih tua yang
mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang bereaksi secara berlebihan
14
terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga
muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan isyarat interpersonal
dihilangkan.2
Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III (PPDGJ III).1,3
(a) Menurut Umur:1
(a)
Reversibel
(b)
(c)
Tipe Alzheimer
Tipe non-Alzheimer
Demensia vaskular
Morbus Parkinson
Morbus Huntington
Morbus Pick
Morbus Jakob-Creutzfeldt
Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker
Prion disease
Multiple sklerosis
Neurosifilis
Tipe campuran
Demensia proprius
15
Pseudo-demensia
Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan
mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK (Yang Di-Tentukan-Yang DiKlasifikasikan ditempat lain)
F03 Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03 sebagai
berikut :
1. .X0 Tanpa gejala tambahan
2. .X1 Gejala lain, terutama waham
3. .X2 Halusinasi
4. .X3 Depresi
5. .X4 Campuran lain
16
peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus
mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia.2
menyebabkan demensia
dengan baik
misalnya, hipotiroidisme,
hiperkalsemia, neurosifilis,
infeksi HIV
sebelumnya)
2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif
berikut;
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan
depresif berat,Skizofrenia)
utuh
mengorganisasi, mengurutkan
secara klinis
17
dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1
dan A2 masing-masing
fungsi sebelumnya
berikut ;
serebrovaskuler, penyakit
hematoma subdural ,
hidrosefalus tekanan normal,
tumor otak
dalam
fungsi
eksekutif
(yaitu
merencanakan,
Sebutkan jika ;
Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III
Tabel 2.4. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain 2
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
19
(d) Gangguan
dalam
fungsi
eksekutif
(yaitu
merencanakan,
menetap
dari
pemakaian
zat
(misalnya,
suatu
obat
yang
disalahgunakan,medikasi)
Kode; Demensia menetap akibat (zat spesifik ) : alkohol ; inhalan; sedatif,
hipnotik, atau ansiolitik zat lain (atau tidak diketahui)
Tabel 2.6.Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Penyebab Multipel 2
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan
dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa
gangguan memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya trauma kepala ditambah pengguna
alkohol kronis , demensia tipe Alzheimer dengan perkembangan demensia demensia vaskuler
selanjutnya
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
21
Catatan penulisan ; Gunakan kode multipel berdasarkan demensia spesifik dan etiologi spesifik,
misalnya demensia tipe Alzheimer, dengan onset lanjut tanpa penyulit; demensia vaskuler tanpa
penyulit
Tabel 2.7. Kriteria untuk Demensia yang Tidak Ditentukan 2
Kategori ini digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi kriteria tipe spesifik
yang dijelaskan dalam bagian ini. Contohnya adalah gambaran klinis demensia yang tidak
terdapat bukti cukup untuk menegakkan etiologi spesifik
Berdasarkan PPDGJ III Demensia dapat ditegakkan apabila ditemukan : (1) Penurunan
kemampuan daya ingat dan daya fikir yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang
(personal activities of daily living) seperti: Mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air
besar, dan kecil, (2) Tidak adanya gangguan kesadaran (clear conciousness), gejala dan disabilitas
sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.4
Pedoman diagnostik F00 Demensia pada alzheimer adalah sebagai berikut;4
(1) Terdapatnya gejala demensia
(2) Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit ditentukan
waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam
perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata
(3) Tidak adanya yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak
atau
(misalnya
hipotiroidisme,
Pedoman diagnostik F01.0 Demensia Vaskuler Onset Akut adalah sebagai berikut;
Biasanya terjadi secara cepat sesudah seranngkaian stroke akibat trombosis serebrovaskuler,
embolisme atau perdarahan.5
Pedoman diagnostik F01.1 Demensia multi infark adalah sebagai berikut; Onsetnya lebih
lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskhemik minor yang menimbulkan akumulasi dari
infark parenkhim otak.5
Pedoman diagnostik F01.2 Demensia Vaskuler subkortikal adalah sebagai berikut; fokus
kerusakan akibat iskhemia pada subtansia alba dihemisfer serebral, yang dapat didsuga secara
klinis dan dibuktikan debngan CT-Scan. Korteks serebri tetap baik walaupun demikian gambaran
klinis masih mirip demensia pada alzheimer.5
Pedoman diagnostik F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal adalah
sebagai berikut; Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis,
Hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya.5
Pedoman diagnostik F02.0 Demensia pada penyakit PICK adalah sebagai berikut;
Demensia
progresif,
Gambaran
lobus
frontalis
yang
menonjol,
euforia,
phenomena
Pedoman diagnostik F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK (Yang Di-TentukanYang Di-Klasifikasikan ditempat lain) adalah sebagai berikut; demensia yang terjadi sebagai
manifestasi atau konsekuensi beberapa macam kondisi somatiik serebral lain.4
Pedoman diagnostik F03 Demensia YTT adalah sebagai berikut; Demensia yang terjadi
bila kriteria umum untuk diagnosis demensia terpenuhi , tetapi tidak mungkin diidentifikasi pada
salah satu tipe.4
beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia
yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan
tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi
yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan
(biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada
demensia yang terkait dengan trauma kepala). 2
Faktor Psikosial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor
psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin
tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan
demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada
pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan
memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan
mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan depresi.
Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang. 2
Diagnosis Banding
Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan
adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler seiring
berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut tidak
secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada
demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan
adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.2
Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi neurologis
fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit). Meskipun berbagai
mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh mikroemboli dari lesi
arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak sementara, dan gejala tersebut
biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan parenkim. Sekitar sepertiga pasien
dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi mengalami infark serebri di kemudian hari, dengan
demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi klinis penting untuk mencegah infark
25
serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler dan
sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya
gangguan fungsional baik pada batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem
karotis mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik.
Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah
reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada
pasien dengan TIA. 2
Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan
oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh
awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya,
eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan
perhatian dan persepsi yang menonjol. 2
Delirium
Demensia
Riwayat
Penyakit akut
Penyakit kronik
Awal
Cepat
Lambat laun
Sebab
Lamanya
Ber-hari/-minggu
Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit
Naik turun
Kronik progresif
Taraf kesadaran
Naik turun
Normal
Orientasi
Terganggu, periodik
Afek
Alam pikiran
Sering terganggu
Turun jumlahnya
Bahasa
Daya ingat
Persepsi
Halusinasi (visual)
Psikomotor
Normal
Tidur
Terganggu siklusnya
Atensi &
kesadaran
Amat terganggu
Sedikit terganggu
26
Reversibilitas
Sering reversibel
Penanganan
Segera
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar
dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai
psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related cognitive
dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi
kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih
menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta sering
memiliki riwayat episode depresi. 2
Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang didapat
(acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-gejala psikosis dan
gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia. 2
Gangguan lainnya
Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa kanan-kanan.
Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan tidak ada perburukan.
Depresi berat dimana memori terganggu biasanya akan memberikan respon terhadap terapi
antidepresan. 2
27
Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi
diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat dihambat
atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk
pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa
pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang
diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap
tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam
batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia
vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi
kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi
dalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor -2 dapat memperburuk
kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah
dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu
disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan
bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada
pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien
dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional
untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik,
termasuk perilaku yang merugikan. 2
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan demensia.
Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek hilang
sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien
biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi
memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi
pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit
menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan
yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya
(sense of self) menghilang. 2
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif
sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya.
Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan
28
disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh
dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat
dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi
kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara
berdamai dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah
orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan
untuk masalah-masalah daya ingat.2
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu. Hal
tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan
keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.2
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi
untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga
harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya
kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. 2
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang
digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer.
Obat-obat
tersebut
menurunkan
inaktivasi
dari
neurotransmitter
asetilkolin
sehingga
Antipsikotika atipik:
o
Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
o
Clobazam 1 x 10 mg
Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
Buspirone HCI 10 - 30 mg
Antidepresiva
o
Amitriptyline 25 - 50 mg
Tofranil 25 - 30 mg
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
Mood stabilizers
o
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak berguna lagi,
namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural and Psychological
Symptoms of Dementia):
Nootropika:
o
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
o
Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
o
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
Memantine 2 x 5 - 10 mg
Behavioural
Gangguan perilaku
Agitasi
Hiperaktif
Keluyuran
o Abulia kognitif
o Agresi
Verbal, teriak
Fisik
Tidur/bangun
Deviasi seksual
Piromania
Psychological
Gangguan afektif
o
Anxietas
lritabilitas
Gejala depresif.
Depresi berat
Labilitas emosional
o
Apati
paranoid, curiga
Pasangan / pengasuh
Palsu
Tak setia
Menelantarkan pasien
Cemburu patologik
Halusinasi
Visual
Auditorik
Olfaktoriik
Raba (haptik)
32
kesadaran
2. Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia
3. Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimers
diseases)
4. Perubahan psikiatrik dan neurologis pada pasien demensia meliputi kepribadian,
usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering
berakhir dengan kematian
8. Diagnosis Banding meliputi Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskuler, demensia
vaskuler lawan transient ishemic attacks , delirium, depresi, skizofrenia, proses penuaan
yang normal, gangguan lainnya (retardasi mental, gangguan ,depresi berat)
9. Penatalaksanaan pasien demensia meliputi
10. Terapi pada demensia meliputi psikososial, farmakoterapi, terapi dengan menggunakan
pendekatan lain, Behavioural And Psychological Symptoms Of Dementia (BPSD)
Saran
Demensia adalah suatu kelainan organik yang dalam penegakkan diagnosisnya membutuhkan
ketelitian baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan harus diingat
penatalaksanaan pada pasien demensia bukan hanya farmakologi tetapi bersifat holistic yang juga
mencakup psikososial dan Behavioural And Psychological Symptoms Of Dementia (BPSD)
33
DAFTAR PUSTAKA
1.
Roan
Witjaksana.
Delirium
dan
Demensia.
Diakses
dari
http://www.
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
3.
4.
5.
Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.2001,
Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26
6.
_________.
__________.
Memory
Disoders.
Diakses
dari
_________
Information
about
dementia.
Diakses
dari
http://www.geriatricsandaging.ca/fmi/xsl/article.xsl?-
Smith, David S. Field Guide to Bedside Diagnosis, 2nd Edition. 2007 Lippincott Williams &
Wilkins
10. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya: Airlangga University
Press. 2005.193
34