Anda di halaman 1dari 9

Tren Terkini Dalam Pengajaran Bahasa Inggris

Parlindungan Pardede
Universitas Kristen Indonesia

Abstract
Owing to the use of English as a global lingua franca, the trends in English teaching
could probably be well perceived by considering the language’s inseparability from
globalization. First of all, since globalization has affected almost the whole aspects of life
in the world, English, which is used as the main means of communication those sectors, is
also closely connected to them. Consequently, any consideration of the teaching of English
should be linked to them. Secondly, with its multiple forms or uses in some specific
locations, has emerged the phenomena of Englishes and been challenged as the only one
type to be learned. Finally, the massive use of ICT has also contributed to many new
possibilities of using technology for teaching English.
Kata kunci: globalisasi, Englishes, pengajaran bahasa Inggris

Pendahuluan
Status bahasa Inggris sebagai bahasa internasional utama membuat pembahasan
tentang tren yang sedang berlangsung dalam pengajaran bahasa Inggris tidak dapat
dipisahkan dengan globalisasi. Penggunaannya yang masif dalam banyak bidang
kehidupan di seluruh dunia, sektor, upaya-upaya intensif sektor pendidikan negeri maupun
swasta untuk memampukan peserta didik menguasainya, perannya yang sangat dominan di
media global, forum-forum internasional, bisnis, politik, keuangan, diplomasi, hiburan dan
olah raga internasional menunjukkan bahwa bahasa Inggris tidak hanya digunakan secara
global tapi juga fakta bahwa bahasa Inggris merupakan bagian integral dari seluruh proses
globalisasi. Akibatnya, segala hal yang terkait dengan bahasa Inggris, termasuk tren
pengajaran bahasa Inggris menjadi topik yang sangat kompleks, dan sebaiknya diawali
dengan membahas hakikat globalisasi.
Dalam kesempatan ini, pembahasan tentang globalisasi difokuskan pada berbagai
sisi globalisasi yang berimplikasi pada bahasa Inggris. Pertama, globalisai tidak hanya
berhubungan dengan ekonomi global tetapi juga proses politik, teknologi dan budaya. Oleh
karena itu globalisasi sering dipandang sebagai interkoneksi dan aliran perdagangan dan
orang diantara bangsa-bangsa yang berdampak langsung pada transformasi kehidupan
dalam sisi sosial, ekonomi, politik, teknologi, ideologi, ekologi, dan individu. Dalam setiap

1
sisi kehidupan itu, bahasa Inggris merupakan media komunikasi utama. Bahkan, bahasa ini
berperan sebagai gerbang utama untuk memperoleh pekerjaan yang lebih, khususnya di
perusahaan-perusahaan multinasional (Cooke dalam Pennycook, 2001).
Implikasi utama dari fenomena ini adalah peningkatan kebutuhan akan penguasaan
bahasa Inggris bagi seluruh bangsa yang tidak ingin tersisih dari pergaulan internasional.
Menurut Guardian (2004), bidang pengajaran bahasa Inggris sedang dan akan terus
meroket karena di tahun 2005 separuh dari penduduk dunia akan menggunakan bahasa
Inggris. Dua miliar orang akan mempelajari bahasa Inggris dalam kurun waktu 2010—
2015. Namun ‘booming’ ini akan berakhir pada tahun 2050. Diperkirakan orang yang
pelajar bahasa Inggris pada saat itu akan turun dari 2 miliar hingga 500 juta orang. Efek
langsung dari peningkatan kebutuhan ini, adalah peningkatan kebutuhan guru dan fasilitas
pengajaran bahasa Inggris yang tinggi hingga 2050.
Kedua, arus globalisasi tidak hanya berlangsung satu arah dari negara ‘kuat/maju’
(AS atau Dunia Barat) ke bagian dunia lainnya, tetapi juga sebaliknya. Sebagai contoh,
Kentucky Fried Chicken, McDonald, dan Levis memang menyebar dari AS ke seluruh
dunia. Akan tetapi, Toyota, Sony, dan Hanamasa dari Jepang, kungfu dari China, dan
musik Keroncong dari Indonesia juga menyebar ke Amerika, Dunia Barat, dan bagian
dunia lainnya. Dihubungkan dengan bahasa Inggris dan pengajarannya, jelaslah bahwa di
satu sisi bahasa Inggris dan pengajarannya mempengaruhi seluruh bahasa di dunia dan
pengajarannya. Namun, disisi lain, masing-masing bahasa (dan pengajarannya) di dunia
juga berpotensi mempengaruhi bahasa Inggris dan pengajarannya. Menurut (Baumgardner
& Brown, 2003) sewaktu bahasa Inggris diajarkan di luar wilayah penutur asli, konteks
lokal pasti terlibat. Hal ini mendorong terjadinya diversifikasi dan keragaman bahasa
Inggris, baik dalam aspek kosa kata, tata-bahasa, maupun lafal (McKay, 2002: 53-55). Bahasa
Inggris yang digunakan di Hongkong memiliki keunikan, dan demikian pula halnya
dengan bahasa Inggris di India, Filipina, Australia, Afrika Selatan, dan tempat-tempat
lainnya. Oleh karena itu, saat ini bahasa Inggris pada hakikatnya tidak lagi ditulis dalam
nomina “English”, melainkan “Englishes”.
Keberagaman bahasa Inggris pada dasarnya sudah tercermin dalam pengelompokan
penutur bahasa Inggris di akhir abad ke-20, dibedakan ke dalam tiga kelompok. Kelompok
pertama adalah kelompok “inner-cicle”, atau pengguna bahasa Inggris sebagai bahasa ibu
(first language), yang oleh Graddol (2000) diperkirakan berjumlah 375 juta penutur.
Penutur yang termasuk dalam kelompok ini mencakup pengguna yang sejak lahir

2
menggunakan bahasa Inggris di Kanada, Amerika, Inggris, Australia, dan beberapa negara
lain. Kelompok kedua disebut “outer-circle”, atau pengguna bahasa Inggris sebagai bahasa
kedua (second language), yang oleh Graddol (2000) diperkirakan berjumlah 375 juta
penutur. Penutur yang termasuk dalam kelompok ini mencakup pengguna yang sejak lahir
menggunakan bahasa Inggris di Nigeria, Singapura, Filipina, dan berbagai negara lain.
Penutur kelompok kedua inilah yang cenderung menambahkan unsur lokal ke dalam
bahasa Inggris dan menciptakan ragam bahasa Inggris tersendiri sebagai akibat code-
switching. Pada umumnya penutur di kelompok ini mahir menggunakan bahasa Inggris
ragam internasional bila berhadapan dengan orang dari luar kelompoknya. Namun ketika
berhadapan dengan penutur dari kelompoknya, mereka cenderung menggunakan bahasa
Inggris mereka tersendiri. Kelompok ketiga disebut “expanding-circle”, atau pengguna
bahasa Inggris sebagai bahasa asing (foreign language). Menurut Graddol (2000), penutur
dalam kelompok ini sekitar 375 juta penutur. Penutur yang termasuk dalam kelompok ini
mencakup pengguna yang sejak lahir menggunakan bahasa Inggris di Indonesia, Thailand,
Jepang, dan berbagai negara lain. Fenomena pembentukan ragam bahasa Inggris yang unik
juga berlangsung di kelompok ketiga ini. Di kelompok ini terjadi pembentukan “creole”—
yang terbentuk menjadi sebuah bahasa yang stabil dari “pidgin” (ragam bahasa yang
dikembangkan oleh sekelompok penutur yang sama-sama tidak sepenuhnya menguasai
bahasa tersebut).
Seiring dengan perubahan jumlah penduduk (karena kelahiran) di masing-masing
kelompok, komposisi jumlah penutur di setiap kelompok penutur bahasa Inggris terus
mengalami perubahan. Hal ini terlihat dari perbandingan estimasi jumlah penutur antara
tahun 1990-an (Crystal, 1997) dan tahun 2000 (Graddol, 2000: 10) dalam tabel berikut.

Tabel 1: Jumlah Penutur Bahasa Inggris Berdasarkan Kelompok


Kelompok Tahun 1990-an Tahun 2000
“inner-cicle” 320-380 juta 375 juta
“outer-circle” 150-300 juta 375 juta
“expanding-circle” 100-1000 juta 750 juta

Pertumbuhan jumlah penduduk karena kelahiran di negara-negara kelompok


“expanding-circle” memberikan tantangan dan kesempatan besar tersendiri kepada bidang
pengajaran bahasa Inggris. Tingginya kebutuhan penguasaan bahasa Inggris telah

3
mendorong banyak negara memulai pengajaran bahasa ini lebih dini. Korea Selatan
memulai pengajaran bahasa Inggris sejak sekolah dasar mulai 1982 (Lee, 2001). Di
Indonesia, pengajaran bahasa Inggris sejak sekolah dasar mulai pada tahun 1994.
Sedangkan pemerintah Taiwan secara resmi mengizinkan pengajaran bahasa Inggris mulai
tahun 2002. (Wang, 2008). Sebagai sub-bagian baru, pengajaran bahasa Inggris kepada
anak-anak (Teaching English to Young Learners) perlu dikembangkan melalui penelitian
lintas disiplin yang relevan.
Selain karena faktor kelahiran, perubahan komposisi jumlah penutur di atas juga
disebabkan oleh perpindahan penutur dari satu kelompok “expanding-circle” ke kelompok
“outer-circle” dan kelompok “outer-circle” ke “inner-cicle” sebagai akibat peningkatan
intensitas komunikasi antar-
bangsa maupun migrasi.
Fenomena ini diungkapkan
Graddol (2000: 10) melalui
750 mil.
model pada Gambar 2 berikut. EFL Speakers
375 mil.
Model pada ini memperlihatkan
Speakers L2
bahwa jumlah penutur bahasa
Inggris di abad ke-21
375 mil.
kemungkinan besar akan Speakers L1
didominasi pengguna bahasa Gambar 1:
Model perpindahan antar
Inggris sebagai bahasa kedua kelompok penutur bahasa Inggris
(ESL), karena banyak penutur
EFL berubah status menjadi penutur ESL. Perubahan status ini diakibatkan oleh adanya
kecenderungan bagi keturunan penutur EFL menggunakan bahasa Inggris sebagai ESL
sejak mereka lahir. Akibatnya, ragam bahasa Inggris akan semakin banyak.
Paparan di atas memperlihatkan dua sisi bahasa Inggris yang kontras namun sama-
sama berkembang. Di satu sisi, bahasa Inggris semakin memantapkan posisinya sebagai
bahasa utama penghubung masyarakat internasional. Disisi lain, bahasa Inggris juga
menjadi penghubung kelompok masyarakat tertentu dalam skala yang lebih kecil, yang
menggunakan bahasa itu sebagai ESL atau EFL. Dengan demikian, bahasa Inggris yang
tidak mungkin lagi diakui sebagai milik ekslusif bangsa tertentu saja. Bahasa ini sudah
menjadi milik bersama para penutur di seluruh dunia.

4
Status bahasa Inggris sebagai milik dunia ini, terutama dalam konteks ESL dan EFL,
menimbukan paling tidak tiga isu pokok bagi bidang pengajaran dan para guru bahasa
Inggris di kelompok ESL dan EFL. Pertama, standar tata-bahasa Inggris yang mana yang
akan diajarkan kepada siswa? Kedua, pelafalan (pronunciation) yang mana yang harus
diajarkan? Ketiga, perlukah unsur budaya penutur asli dimasukkan dalam kurikulum? Isu
tentang standar tata-bahasa Inggris yang harus diajarkan masih sering menjadi perdebatan.
Namun, menurut (Kachru, 1985: 30), penutur asli bahasa Inggris tidak lagi memiliki hak
prerogatif eksklusif untuk mengontrol standardisasi bahasa Inggris. Yang harus dilakukan
adalah melakukan penelitian linguistik dan pengajaran dengan menggunakan paradigma
dan perspektif baru untuk menemukan formulasi pengajaran yang tepat dalam situasi
multingual dan multikultural tersebut. Dalam hal ini, penggunaan kajian tindakan kelas
(Action Research)—yang dapat memberikan pemahaman kepada guru tentang
keyakinannya sendiri, suasana hati dan persepsi siswa, kelemahan-kelemahan yang perlu
diperbaiki dan solusinya, sangat direkomendasikan. Selain itu, tujuan pembelajaran juga
harus dijadikan prioritas. Jika tujuan seorang pelajar Indonesia mempelajari bahasa Inggris
adalah agar bisa memperoleh skor yang tinggi, yang harus diajarkan padanya adalah
tatabahasa standar Amerika.
Hingga menjelang akhir abad ke-20, pengajaran bahasa Inggris masih sangat
menekankan esensi penguasaan pelafalan yang sama dengan penutur asli. Akan tetapi,
eksistensi ragam bahasa Inggris lokal (khususnya dalam konteks ESL) yang sudah
melembaga, seperti Filipino English dan Singapore English membuyarkan penekanan
tersebut. Dalam konteks EFL, pembelajaran pelafalan bahasa Inggris yang berorientasi
pada ragam bahasa Inggris Amerika, British, atau Australia cenderung diserahkan pada
individu yang mempelajarinya. Sangatlah aneh untuk memaksakan semua pelajar
mengadop model Amerika atau British jika bahasa Inggris yang dipelajari akan digunakan
untuk berkomunikasi dengan penutur ESL/EFL lain. Jenkins (2000) menegaskan:
“received pronunciation (RP) is an unattainable and an unnecessary target for second
language learners.” Dia mengusulkan bahwa silabus pelafalan bahasa Inggris memang
harus mempertahankan pelatihan bunyi-bunyi pembeda pokok namun tidak perlu
diarahkan untuk memproduksi ujaran yang identik dengan penutur asli. Selama ujaran
yang dihasilkan jelas dan mudah dipahami pendengar, hal itu sudah memadai.
Isu tentang pengintegrasian unsur budaya penutur asli ke dalam pengajaran bahasa
Inggris sangat tergantung pada tujuan pembelajaran. Dalam konteks ini, guru perlu

5
merekonseptualisasikan hubungan bahasa dengan budaya serta menyesuaikannya dengan
kebutuhan pelajar. Jika pembelajaran bahasa Inggris dimaksudkan untuk memampukan
pelajar tinggal di negeri penutur asli, kurikulum yang dipakai harus memasukkan unsur
budaya penutur asli. Dalam situasi seperti ini, guru perlu dan harus memiliki pemahaman
yang baik tentang budaya maupun sastra Amerika, Inggris atau Australia. Akan tetapi, jika
pembelajaran diarahkan untuk memampukan pelajar berkomunikasi dengan orang lain dari
berbagai negara, pengintegrasian unsur budaya penutur asli tidak lagi relevan. Dalam
situasi seperti ini, guru tidak perlu menjadi ahli tentang budaya penutur asli.
Sisi ketiga globalisasi yang tidak terlepaskan dari tren pengajaran bahasa Inggris
adalah kemajuan dan intensitas penggunaan teknologi komunikasi dan informasi (ICT/
information and communications technology). ICT yang berkembang dengan pesat ini
merupakan kontributor dan sekaligus hasil dari perkembangan sektor ekonomi dan sosial
masyarakat dunia. Perkembangan ICT juga merasuk dan mempengaruhi bidang pengajaran
bahasa Inggris dewasa ini. Berikut ini adalah pembahasan singkat tentang ICT dan
hubungannya dengan pengajaran bahasa Inggris.
Oleh banyak orang, internet dianggap sebagai armada utama bahasa Inggris global.
Pertumbuhan pemakaian komputer dan internet yang begitu pesat sangat mempermudah
pengaksesan informasi—yang menurut Mc Crum R. et al. (1986) 80% ditulis dalam
bahasa Inggris. Kecepataan pertumbuhan internet dapat dilihat dari data bahwa di Amerika
saja 3,4 triliun pesan e-mail dikirim selama tahun 1998, yang berarti rata-rata setiap orang
Amerika, mulai dari anak-anak hingga orang tua mengirimkan lebih dari 10.000 email
pada tahun itu (eMarketer, 1999). Penelitian American Management Association
International (1998) mengungkapkan e-mail telah mulai mengatasi jumlah komunikasi
bisnis secara tatap muka dan via telepon. Lebih dari 95% mahasiswa di Amerika
menggunakan internet untuk mengerjakan penelitian, mencari pekerjaan, atau berhubungan
dengan teman (Diederich, 1998). Walaupun AS cukup lama menjadi pengguna internet
utama di dunia, Negara-negara industry mulai menyusul. Pada tahun 2010, jumlah
pengguna internet di China diperkirakan akan lebih banyak daripada di AS (NUA Internet
Surveys, 1999).
Pada awal pemunculan internet, guru bahasa Inggris memandangnya hanya sebagai
salah satu media alternatif untuk mengajarkan bahasa. (Warschauer, 1995). Namun saat ini
internet telah menjelma menjadi revolusi keempat dalam komunikasi pengembangan
kebudayaan manusia—setelah revolusi penemuan bahasa, tulisan, dan teknologi

6
percetakan. Berbeda dengan ketiga revolusi terdahulu, revolusi yang dipicu oleh internet
berlangsung sangat cepat. Akibat revolusi ini, banyak kegiatan di bidang penggunaan dan
pengajaran bahasa dilakukan dengan cepat dan akurat. Berikut ini adalah beberapa aktivitas
penggunaan dan pengajaran bahasa yang dilakukan dengan menggunakan bantuan ICT.

Mempelajari Bahasa
Sangat kontras dengan pembelajaran bahasa tradisional, saat ini bahasa dapat
dipelajari melalui internet. Menemukan “kelas bahasa” di dunia maya dapat dilakukan
hanya dalam hitungan detik. “Guru bahasa” di kelas-kelas tersebut dapat diminta memberi
pelajaran atau latihan yang sesuai dengan tingkatan dan keinginan siswa setiap saat. Siswa
yang ingin belajar dapat melakukannya dari manapun juga. Ribuan kelas bahasa itu juga
menawarkan pelatihan semua kemahiran berbahasa maupun pelajaran tentang cabang-
cabang ilmu bahasa. Hal ini dimungkinkan oleh ITC yang memuat dan menyajikan data
audio-visual secara kompak dan interaktif.

Membaca
Kebanyakan aktivitas membaca saat ini telah berpindah dari kegiatan melihat
halaman buku ke melihat monitor komputer, khususnya bagi kaum muda yang tumbuh
bersama komputer (Reinking, 1998). Perpindahan ini, disukai atau tidak, mengharuskan
perubahan konsep pengajaran membaca. Aktivitas skimming, scanning, dan menebak
makna kata dengan menggunakan konteks yang begitu penting perannya dalam membaca
halaman buku sekarang harus digantikan kemahiran meng-“klick” wilayah yang tepat di
monitor komputer. (McKenna, 1998). Selain itu, membaca di monitor komputer
membutuhkan keaktifan yang lebih tinggi daripada membaca buku. Bahan bacaan
mengenai sebuah topik (baik yang dapat dipercaya maupun berkelas “sampah”) tersedia
dalam jumlah sangat besar di internet sehingga pembaca harus dapat menimbang sumber
mana yang layak dipercaya, dan mana yang harus diabaikan.

Menulis
Perubahan dramatis yang dialami aktivitas membaca juga terjadi pada aktivitas
menulis. Sebagai gambaran, jika dalam proses menulis tradisional persoalan ejaan dan
tatabahasa sering menjadi masalah, dalam menulis dengan bantuan komputer dan internet
persoalan seperti itu langsung terdeteksi dan dapat segera diperbaiki. Penulis juga dapat

7
merujuk kamus, ensiklopedia, tesaurus untuk memilih diksi yang tepat dalam hitungan
detik. Selain itu, terhubungnya penulis dengan sumber data tak terbatas di internet
membuat penelusuran informasi dapat dilakukan seketika sehingga penyelesaian tulisan
dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.

Pembangunan Jejaring
Internet membuat pembangunan jejaring tanpa batas, baik yang didasarkan kesamaan
minat atau tujuan maupun untuk sekedar “chatting” dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini
dapat dimanfaatkan oleh guru bahasa Inggris untuk berbagi ide dan pengalaman dengan
banyak kolega. Keterlibatan dalam jejaring seperti ini akan sangat membantu dalam upaya
menemukan dan memodifikasi materi pembelajaran yang dibutuhkan. Dengan demikian,
ketergantungan guru bahasa Inggris terhadap materi ajar cetak menjadi semakin kecil.

Kesimpulan
Terpilihnya bahasa Inggris sebagai bahasa utama pergaulan internasional
memberikan peluang dan sekaligus tantangan besar bagi bidang pengajaran bahasa Inggris.
Di satu sisi, jumlah orang yang sedang dan akan mempelajari bahasa Inggris yang begitu
besar membuat bidang ini ‘booming’. Di sisi lain, kombinasi antara karakteristik usia,
tujuan, lokasi, budaya para pelajar yang sangat variatif dan perubahan yang berlangsung
akseleratif dalam masyarakat dunia membuat pengajaran bahasa Inggris menjadi kompleks
dan sekaligus dinamis. Kehadiran dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
juga semakin membuka berbagai kemungkinan baru dalam pengajaran bahasa Inggris.
Konsekuensi dari seluruh fenomena ini adalah: selama beberapa dekade yang akan datang,
bidang pengajaran bahasa Inggris akan sangat prospektif. Akan tetapi, peluang yang begitu
besar tersebut akan sia-sia jika guru bahasa Inggris tidak terus mengembangkan diri agar
dapat menjawab segala tantangan yang senantiasa berjalan seiring dengan peluang yang
tersebut.

Referensi
American Management Association International. (1998). E-Mail tops telephone, say HR
execs at 69th annual human resources conference. [Article Online]. Diunduh pada
tanggal 4 Februari 2000 dari: http://www.amanet.org/survey/hrc98.htm..

Baumgardner, R.J. & Brown, K.. World Englishes: Ethics and Pedagogy. World Englishes.
2003. Vol.22, No.3: 245-251.

8
Diederich, T. (1998). Web use among students continues to rise. [Article Online]. Diunduh
pada tanggal 7 Juni 2000 dari: http://cnn.com/TECH/computing/9808/31/opstud.
idg/index.html

eMarketer. (1999). eMarketer tallies the number of e-mail messages sent in 1999. [Article
Online]. Diunduh pada tanggal 7 Juni 2000 dari: http://www.emarketer.com/estats/
020199_email.html

Graddol, David. 2000. The Future of English? London: British Council.

Guardian.co.uk. 2004. “English Teaching Industry Set for Boom”. Published in Guardian
News and Media Limited, Thursday 9 December 2004. [Article Online].Diunduh
pada tanggal 15 Agustus 2010 dari http://www.guardian.co.uk/education

Jenkins, Jennifer 2000. The Phonology of English as an International Language. Oxford:


Oxford University Press.

Lee, In. 2001. Challenges for the New Millennium in Korea: English Education. A paper,
published in JALT2000 Conference Proceedings. Tokyo: The Japan Association for
Language Teaching

Maybin, Janet and Joan Swann (eds). 2010 The Routledge Companion to English
Language Studies. New York: Routledge.

McCrum R., Cran W. and McNeil R.1986. The Study of English. London: Faber & Faber.

McKay, S.L.. 2002. Teaching English as an International Language: Rethinking Goals


and Approaches. Oxford: Oxford University Press.

McKenna, M. C. (1998). Electronic texts and the tranformation of beginning reading. In D.


Reinking, M. C. McKenna, L. D. Labbo, & R. D. Kieffer (Eds.), Handbook of
literacy and technology:Transformations in a post-typorgraphic world. Mahwah, NJ:
Lawrence Erlbaum Associates.

NUA Internet Surveys. (1999). Chinese users to outnumber US users by 2010, [Article
Online]. Diunduh pada tanggal 12 Desember 2009 dari: http://www.nua.ie/surveys/
?f=VS&art_id=905355392&rel=true .

Pennycook, A. 2001. English in the World/The World in English. In Burns, A. & Coffin, C.

Reinking, D. (Ed.). (1998). Handbook of literacy and technology: Transformations in a


post-typographic world. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Wang, Wei-Pei. 2008. Teaching English to Young Learners in Taiwan: Issues Relating to
Teaching, Teacher Education, Teaching Materials and Teacher Perspectives. An
upublished thesis at The University of Waikato.

Warschauer, M. 2000. “The changing global economy and the future of English teaching.”
TESOL Quarterly.

Anda mungkin juga menyukai