Anda di halaman 1dari 9

KETELADANAN RASULULLAH SAW.

“Sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat teladan yang baik bagi kamu……” [QS al-Ahzab
[33]: 21 ]

Rani paham bahwa sebagai seorang Muslim, sudah sepantasnya ia mengidolakan Rasulullah. Ia
ingin kedua putra-putrinya pun mengidolakan manusia yang dipilih Allah untuk menjadi teladan bagi
seluruh makhluk. Karenanya ia mulai memperkenalkan sosok Rasulullah pada kedua putra-putrinya
tersebut sejak balita melalui cerita-cerita yang rajin ia dongengkan pada kedua buah hatinya tersebut.

Namun Rani lupa bahwa cerita-cerita mengenai Rasulullah hanyalah sebagai dongeng belaka bagi
kedua anaknya, jika sebagai seorang ibu, ia tidak menjadikan Nabi Saw sebagai panutan bagi dirinya
sendiri. Tiap hari si kecil dicekokinya dengan dongeng-dongeng Nabi, namun Rani sendiri kurang
menghayati dan mengaplikasikan ajaran Nabi Allah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Jika begini, anjuran untuk mencintai Nabi Saw atau mengikuti semua ajarannya menjadi ‘pepesan
kosong’ bagi si kecil. Apalagi jika mereka tidak melihat sendiri contoh nyata di sekitar mereka.
Mengapa? Karena bagi anak, terutama yang masih balita, sosok Rasulullah lebih sulit dijangkau
dibanding dengan sosok yang selalu ada di sekitar mereka, seperti kedua orangtuanya. Tentu sulit bagi
mereka untuk meneladani perilaku Nabi Allah tersebut, tak semudah meniru perilaku kedua
orangtuanya yang selalu ada di dekat mereka.

Lalu bagaimana untuk memperkenalkan sosok yang luar biasa ini pada si kecil sehingga mereka dapat
mengikuti teladannya. Caranya antara lain:

1. Sebagai orangtua, cobalah untuk memahami dan menghayati kisah atau ajaran yang
disampaikan oleh Rasulullah Saw serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Cobalah untuk mewujudkan perasaan cinta yang tulus pada sosok Nabi Allah ini. Menurut
sebuah penelitian mirror neuron mengungkapkan bahwa seorang anak sejak bayi tak hanya
mengimitasi ekspresi serta perilaku sang ibu, namun juga bisa merasakan emosi yang
dirasakan sang ibu [Dr. Stephen Briers dalam buku ]. Karenanya, bukan tidak mungkin rasa
cinta yang tulus dirasakan orangtua terhadap sosok Nabi Saw juga dapat ditangkap si kecil dan
membuatnya menumbuhkan perasaan yang sama terhadap sosok yang luar biasa ini.
3. Coba untuk lebih berhati-hati dalam bertingkah laku, jika tidak ingin perilaku tersebut ditiru
mentah-mentah oleh si kecil. Berpikir panjang sebelum mengambil suatu tindakan sangat
dianjurkan.
4. Tentu saja menceritakan si kecil dengan cerita-cerita tentang Nabi Saw dapat diterapkan.
Cerita-cerita ini dapat dipilih dan disesuaikan dengan usia dan kemampuan si kecil untuk
memahaminya.
5. Sesuaikan kisah Nabi Saw dengan persoalan yang ditemui si kecil di dunia nyata. Misalnya
ketika membawa si kecil berkunjung ke panti asuhan, maka Anda dapat menceritakan kisah
Nabi Muhammad Saw yang juga seorang yatim piatu, namun beliau tegar dalam menghadapi
kenyataan tersebut. Atau ketika mengajarkan si kecil untuk menyayangi binatang dengan
contoh kisah Nabi Saw yang juga menjadi penyayang binatang.
6. Melengkapi koleksi buku si kecil dengan buku-buku mengenai kisah Nabi Saw. Tentu saja
sesuaikan jenis buku dengan usia dan kemampuan si kecil.
7. Mengajak si kecil ikut dalam acara Maulid Nabi, misalnya mengikuti tabligh akbar atau
perlombaan-perlombaan di sekolah yang biasa digelar untuk memperingati hari lahirnya Nabi
Muhammad Saw. « [esthi]

Bahan: Superpowers for Parents - Dr. Stephen Briers dan berbagai sumber
Keteladanan Nabi Muhammad Saw

Assalâmu’alaikum wa Rahmatullâhi wa Barakâtuh,


Alhamdulillah it’s Friday,

Semoga Anda semua sehat wal ‘afiat, dan selalu berada dalam lindungan Allah
swt. Friday Readers, Nabi Muhammad--semoga shalawat dan salam tercurah
baginya, bagi keluarganya, sahabatnya, dan seluruh umatnya--telah memberi
teladan yang baik bagi umat manusia. Dalam al-Qur’an Allah swt berfirman,
“Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada Rasulullah suri teladan yang baik..”
[QS al-Ahzab [33]: 21]. Dan sebagai umatnya, wajiblah kita mengikuti teladan-
teladan itu.

Friday Readers, Rasulullah Saw telah mencontohkan kita empat sifat utamanya.
Shidq [berkata benar], amanah [dapat dipercaya], fathanah [cerdas], dan
tabligh [menyampaikan]. Empat sifat ini diajarkannya lewat perbuatan yang
bisa kita tiru. Jika perkataan dan perbuatan itu diterapkan dalam kehidupan kita
dengan baik, maka keselarasan hidup sebagai umat dan warga negara tentu
bukan sesuatu yang mustahil dicapai.

Friday Readers, melalui Maulid Nabi Muhammad Saw, 12 Rabi’ul Awal ini,
seyogyanya menambah kecintaan kita kepada beliau. Kita juga diharapkan kian
meneladani perilaku kehidupan Rasulullah Saw. Bukan saja menerapkannya
dalam kehidupan kita, tapi hendaknya lebih banyak menularkan keempat sifat
tersebut kepada lingkungan sekeliling kita. Semoga bermanfaat dan kita
termasuk kaum yang bisa meneladani akhlak Nabi Muhammad Saw. Wa Billâhi
taufîq wal hidâyah.

Wassalâmu’alaikum wa Rahmatullâh wa Barakâtuh.


Aqîmus shalâta wa âtuz zakât
KETELADANAN ROSULULLOH SAW
21 April 2008 · 6 Komentar

Mengungkapkan prihal kepribadian ahklak Rosululloh tak akan ada habisnya untuk diungkapkan,
keteladan ahkhlak mulia yang dimiliki rosululloh saw begitu luar biasa. Suatu ketika seorang Dusun
bernama Zahir bin Haram sedang berada di pasar Madinah ketika tiba-tiba seseorang memeluknya
kuat-kuat dari belakang. Tentu saja Zahir terkejut dan berusaha melepaskan diri, katanya: “Lepaskan
aku! Siapa ini?”

Orang yang memeluknya tidak melepaskannya justru berteriak: “Siapa mau membeli budak saya ini?”
Begitu mendengar suaranya, Zahir pun sadar siapa orang yang mengejutkannya itu. Ia pun malah
merapatkan punggungnya ke dada orang yang memeluknya, sebelum kemudian mencium tangannya.
Lalu katanya riang: “Lihatlah, ya Rasulullah, ternyata saya tidak laku dijual.”

“Tidak, Zahir, di sisi Allah hargamu sangat tinggi;” sahut lelaki yang memeluk dan ‘menawarkan’
dirinya seolah budak itu yang ternyata tidak lain adalah Rasulullah, Muhammad SAW.

Zahir Ibn Haram dari suku Asyja’, adalah satu di antara sekian banyak orang dusun yang sering
datang berkunjung ke Madinah, sowan menghadap Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Tentang Zahir
ini, Rasulullah SAW pernah bersabda di hadapan sahabat-sahabatnya, “Zahir adalah orang-dusun kita
dan kita adalah orang-orang-kota dia.”

Rosululloh dan Seorang Pengemis Buta Yahudi

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya
selalu berkata kepada setiap orang yang
mendekatinya, “WAHAI SAUDARAKAU JANGAN DEKATI MUHAMMAD , DIA ITU
ORANG GILA…..!!DIA ITU PEMBOHONG….!! DIA ITU TUKANG SIHIR..…!! .apabila
kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya” . Namun, setiap pagi
Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan,
dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan
yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui
bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan
hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW praktis tidak ada lagi orang yang
membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari
sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah
anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah SAW
dan beliau bertanya kepada anaknya itu,

“Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?”.

Aisyah RA menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan
hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu
saja”.

“Apakah Itu?”, tanya Abubakar RA.”Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi
keujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi
buta yang ada di sana”, kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan


untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu
lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai
menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu ?”.

Abubakar RA menjawab,”Aku orang yang biasa.”


“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku” , bantah si pengemis
buta itu. “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan
tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu
menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia
berikan padaku”, pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abubakar RA tidak
dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu,
“Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah
seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad
Rasulullah SAW”. Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar
penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama
ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku
sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu
mulia…. “
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA
saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam naluri,


fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat
dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Tuhan dan
kedudukan istimewa di sisi-Nya, sedang yang lain tidak
demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama
jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki
keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam
bahasa tafsir Al-Quran, "Yang sama dengan manusia lain adalah
basyariyah bukan pada insaniyah." Perhatikan bunyi firman
tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum.

Atas dasar sifat-sifat yang agung dan menyeluruh itu, Allah


Swt. menjadikan beliau sebagai teladan yang baik sekaligus
sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan)

"Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi


yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari
kemudian." (QS Al-Ahzab [33]: 2l).

Keteladanan tersebut dapat dilakukan oleh setiap manusia,


karena beliau telah memiliki segala sifat terpuji yang dapat
dimiliki oleh manusia

Dalam konteks ini, Abbas Al-Aqqad, seorang pakar Muslim


kontemporer menguraikan bahwa manusia dapat diklasifikasikan
ke dalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerta, dan yang tekun
beribadah.

Sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. membuktikan bahwa beliau


menghimpun dan mencapai puncak keempat macam manusia tersebut.
Karya-karyanya, ibadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, serta
pemikiran-pemikirannya sungguh mengagumkan setiap orang yang
bersikap objektif. Karena itu pula seorang Muslim akan kagum
berganda kepada beliau, sekali pada saat memandangnya melalui
kacamata ilmu dan kemanusiaan, dan kedua kali pada saat
memandangnya dengan kacamata iman dan agama.

Banyak fungsi yang ditetapkan Allah bagi Nabi Muhammad Saw.,


antara lain sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan) (QS Al-Fath [48]: 8), yang pada akhirnya bermuara
pada penyebarluasan rahmat bagi alam semesta.

Di sini fungsi beliau sebagai syahid/syahid akan dijelaskan


agak mendalam.

Demikian itulah Kami jadikan kamu umat pertengahan, agar kamu


menjadi saksi terhadap manusia, dan agar Rasul (Muhammad Saw.)
menjadi saksi terhadap kamu ... (QS Al-Baqarah [2]: 143)

Kata syahid/syahid antara lain berarti "menyaksikan," baik


dengan pandangan mata maupun dengan pandangan hati
(pengetahuan). Ayat itu menjelaskan keberadaan umat Islam pada
posisi tengah, agar mereka tidak hanyut pada pengaruh
kebendaan, tidak pula mengantarkannya membubung tinggi ke alam
ruhani sehingga tidak berpijak lagi di bumi. Mereka berada di
antara keduanya (posisi tengah), sehingga mereka dapat menjadi
saksi dalam arti patron/teladan dan skala kebenaran bagi
umat-umat yang lain, sedangkan Rasulullah Saw. yang juga
berkedudukan sebagai syahid (saksi) adalah patron dan teladan
bagi umat Islam. Kendati ada juga yang berpendapat bahwa kata
tersebut berarti bahwa Nabi Muhammad Saw. akan menjadi saksi
di hari kemudian terhadap umatnya dan umat-umat terdahulu,
seperti bunyi firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Nisa' (4):
41:

Maka bagaimanakah halnya orang-orang kafir nanti apabila Kami


menghadirkan seorang saksi dari tiap-tiap umat dan Kami
hadirkan pula engkau (hai Muhammad) sebagai saksi atas mereka
(QS Al-Nisa, [4]: 41).

Tingkat syahadat (persaksian) hanya diraih oleh mereka yang


menelusuri jalan lurus (shirath al-mustaqim), sehingga mereka
mampu menyaksikan yang tersirat di balik yang tersurat. Mereka
yang menurut Ibnu Sina disebut "orang yang arif," mampu
memandang rahasia Tuhan yang terbentang melalu qudrat-Nya.
Tokoh dari segala saksi adalah Rasulullah Muhammad Saw. yang
secara tegas di dalam ayat ini dinyatakan "diutus untuk
menjadi syahid (saksi)."

Sikap Allah Swt. terhadap Nabi Muhammad Saw.

Dari penelusuran terhadap ayat-ayat Al-Quran ditemukan bahwa


para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. telah diseru oleh Allah
dengan nama-nama mereka; Ya Adam..., Ya Musa..., Ya Isa...,
dan sebagainya. Tetapi terhadap Nabi Muhammad Saw., Allah Swt.
sering memanggilnya dengan panggilan kemuliaan, seperti Ya
ayyuhan Nabi..., Ya ayyuhar Rasul..., atau memanggilnya dengan
panggilan-panggilan mesra, seperti Ya ayyuhal muddatstsir,
atau ya ayyuhal muzzammil (wahai orang yang berselimut). Kalau
pun ada ayat yang menyebut namanya, nama tersebut dibarengi
dengan gelar kehormatan. Perhatikan firman-Nya dalam surat
Ali-'Imran (3): 144, Al-Ahzab (33): 40, Al-Fat-h (48): 29, dan
Al-Shaff (61): 6.

Dalam konteks ini dapat dimengerti mengapa Al-Quran berpesan


kepada kaum mukmin.

"Janganlah kamu menjadikan panggilan kepada Rasul di antara


kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang
lain... (QS Al-Nur [24]: 63).

Sikap Allah kepada Rasul Saw. dapat juga dilihat dengan


membandingkan sikap-Nya terhadap Musa a.s.

Nabi Musa a.s. bermohon agar Allah menganugerahkan kepadanya


kelapangan dada, serta memohon agar Allah memudahkan segala
persoalannya.

"Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah untukku


urusanku (QS Thaha [20]: 25-26).

Sedangkan Nabi Muhammad Saw. memperoleh anugerah kelapangan


dada tanpa mengajukan permohonan. Perhatikan firman Allah
dalam surat Alam Nasyrah, Bukankah Kami telah melapangkan
dadamu? (QS Alam Nasyrah [94]: 1).

Dapat diambil kesimpulan bahwa yang diberi tanpa bermohon


tentunya lebih dicintai daripada yang bermohon, baik
permohonannya dikabulkan, lebih-lebih yang tidak.

Permohonan Nabi Musa a.s. adalah agar urusannya dipermudah,


sedangkan Nabi Muhammad Saw. bukan sekadar urusan yang
dimudahkan Tuhan, melainkan beliau sendiri yang dianugerahi
kemudahan. Sehingga betapapun sulitnya persoalan yang dihadapi
-dengan pertolongan Allah-beliau akan mampu menyelesaikannya.
Mengapa demikian? Karena Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad
dalam surat Al-A'la (87): 8:

"Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."

Mungkin saja urusan telah mudah, namun seseorang, karena satu


dan lain sebab-tidak mampu menghadapinya. Tetapi jika yang
bersangkutan telah memperoleh kemudahan, walaupun sulit urusan
tetap akan terselesaikan.

Keistimewaan yang dimiliki beliau tidak berhenti di sana saja.


Juga dengan keistimewaan kedua, yaitu "jalan yang beliau
tempuh selalu dimudahkan Tuhan" sebagaimana tersurat dalam
firman Allah, "Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."
(QS Al-A'la [87]: 8).

Dari sini jelas bahwa apa yang diperoleh oleh Nabi Muhammad
Saw. melebihi apa yang diperoleh oleh Nabi Musa a.s., karena
beliau tanpa bermohon pun memperoleh kemudahan berganda,
sedangkan Nabi Musa a.s. baru memperoleh anugerah "kemudahan
urusan" setelah mengajukan permohonannya.

Itu bukan berarti bahwa Nabi Muhammad Saw. dimanjakan oleh


Allah, sehingga beliau tidak akan ditegur apabila melakukan
sesuatu yang kurang wajar sebagai manusia pilihan.

Dari Al-Quran ditemukan sekian banyak teguran-teguran Allah


kepada beliau, dari yang sangat tegas hingga yang lemah lembut

Perhatikan teguran firman Allah ketika beliau memberi izin


kepada beberapa orang munafik untuk tidak ikut berperang.

"Allah telah memaafkan kamu. Mengapa engkau mengizinkan


mereka? (Seharusnya izin itu engkau berikan) setelah terbukti
bagimu siapa yang berbohong dalam alasannya, dan siapa pula
yang berkata benar (QS Al-Tawbah [9]: 43)

Dalam ayat tersebut Allah mendahulukan penegasan bahwa beliau


telah dimaafkan, baru kemudian disebutkan "kekeliruannya."

Teguran keras baru akan diberikan kepada beliau terhadap


ucapan yang mengesankan bahwa beliau mengetahui secara pasti
orang yang diampuni Allah, dan yang akan disiksa-Nya, maupun
ketika beliau merasa dapat menetapkan siapa yang berhak
disiksa.

"Engkau tidak mempunyai sedikit urusan pun. (Apakah) Allah


menerima tobat mereka atau menyiksa mereka (QS Ali 'Imran [3]:
128).

Perhatikan teguran Allah dalam surat 'Abasa ayat 1-2 kepada


Nabi Muhammad Saw., yang tidak mau melayani orang buta yang
datang meminta untuk belajar pada saat Nabi Saw. sedang
melakukan pembicaraan dengan tokoh-tokoh kaum musyrik di
Makkah

"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah


datang seorang buta kepadanya..."

Teguran ini dikemukakan dengan rangkaian sepuluh ayat, dan


diakhiri dengan:

"Sekali-kali jangan (demikian). Sesungguhnya ajaran-ajaran


Allah adalah suatu peringatan" (QS 'Abasa [80]: 11).

Nabi berpaling dan sekadar bermuka masam ketika seseorang


mengganggu konsentrasi dan pembicaraan serius pada saat rapat;
hakikatnya dapat dinilai sudah sangat baik bila dikerjakan
oleh manusia biasa. Namun karena Muhammad Saw. adalah manusia
pilihan, sikap dernikian itu dinilai kurang tepat, yang dalam
istilah Al-Quran disebut zanb (dosa).
Dalam hal ini ulama memperkenalkan kaidah: Hasanat al-abrar,
sayyiat al-muqarrabin, yang berarti "kebajikan-kebajikan yang
dilakukan oleh orang-orang baik, (dapat dinilai sebagai) dosa
(bila diperbuat oleh) orang-orang yang dekat kepada Tuhan."

--oo0oo--

Disadari sepenuhnya bahwa uraian tentang Nabi Muhammad Saw.


amat panjang, yang dapat diperoleh secara tersirat maupun
tersurat dalam Al-Quran, maupun dari sunnah, riwayat, dan
pandangan para pakar. Tidak mungkin seseorang dapat menjangkau
dan menguraikan seluruhnya, karena itu sungguh tepat
kesimpulan yang diberikan oleh penyair Al-Bushiri,

"Batas pengetahuan tentang beliau, hanya bahwa beliau adalah


seorang manusia, dan bahwa beliau adalah sebaik-baik makhluk
Allah seluruhnya."

Allahumma shalli wa sallim 'alaih. []

CONTOH KETELADANAN NABI MUHAMMAD SAW

Bupati Jombang Drs. H. Suyanto mengajak seluruh masyarakat untuk mencontoh keteladan Nabi
Muhammad SAW yang secara iklas dan konsisten dalam mensiarkan agama islam dimasa lalu belum
dikenalnya. Untuk itu Nabi Muhammad SAW terus – menerus mensiarkan walaupun ada halangan.
Hal ini disampaikan Bupati Suyanto pada acara Peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW di Ds.
Jogoloyo Kec. Sumobito, tanggal 8 April 2007.
Hadir pada acara tersebut adalah Camat dan Anggota Muspika, Tokog Masyarakat dan Agama
serta diikuti Muslimat NU se Kec. Sumobito.
Lebih lanjut Bupati Suyanto juga menyampaikan bahwa dengan diperingatinya hari kelahiran nabi
Muhammad SAW tersebut merupakan salah satu upaya masyarakat islam untuk membangkitkan
kembali semangat perjuangan maupun untuk peningkatan iman dan taqwanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Selain itu juga disampaikan bahwa semua kegiatan pembangunan baik fisik maupun non
fisik harus dengan melalui proses, dan proses tersebut harus dihadapi dengan kesabaran. Untuk itu
keteladanan Nabi Muhammad perlu sekali dicontoh dalam mensiarkan agama islam dimasa sekarang
maupun dimasa mendatang.
Disamping itu, umat islam sekarang ini banyak menghadapi tantangan dalam melakukan ibadahnya
karena pada waktu – waktu tersebut banyak tayangan TV yang disenangi, akhirnya untuk kebutuhan
ibadah ditinggalkan, seperti kegiatan yasinan maupun tiba”an ataupun pengajian seperti ini.
Diakhir sambutannya Bupati Suyanto juga menjelaskan bahwa sebentar lagi Pemerintah Kab.
Jombang akan melakukan pemilihan kepala Desa, untuk itu diharapkan agar masyarakat untuk tetap
dapat menjaga kebersamaan dan kekompakan yang ada dilingkungannya, serta untuk tetap menjaga
desanya agar tetap kondusif seperti sediakala.
Untuk acara selanjutnya, disampikan ceramah agama oleh KH Nadjib Muhammad dari Jombang.
Setelah dari Pengajian Maulud Nabi Muhammad SAW di Ds. Jogoloyo Bupati Jombang Drs. H.
Suyanto meresmikan kolam Pancing di Ds. Sumber Agung kec. Megaluh.
Pada malam harinya, yaitu tanggal 8 April 2007 Bupati Jombang Drs. H. Suyanto juga menghadiri
acara pengajian Maulud Nabi Muhammad SAW di Ds. Watugaluh Kec. Diwek dengan ceramah
agama yang disampaikan oleh KH. Syairodji dari Lamongan.

Alinea baru

Dengan memperingati maulid atau kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, kita setidak-tidaknya
ingat akan figur yang memiliki akhlak, memberikan rahmat dan keteladanan yang sangat luar biasa
mulianya disisi Allah, bagi seluruh umat manusia, ungkap Ir Darmawan Asisten III Setda Kab.
Sambas saat membacakan Sambutan Wakil Bupati dalam rangka Gabungan Organisasi Wanita
(GOW) memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1428 H, di Balairung Sari Rumah Dinas Bupati
Sambas Kamis (12/4) yang dihadiri Asisten Pemerintahan Drs. H. Zulkifli Msi, Ketu MUI, Kepala
Dinas dan Kantor.
Ia mengatakan, banyak sekali pelajaran yang diambil dari peringatan maulid Nabi Muhammad SAW,
terutama berkaitan tingkah laku beliau semasa hidupnya. Dari peristiwa kelahiran Rasulullah yang
kita pelajari dalam Al-Quran, ada tiga makna yang terkandung dalam peristiwa besar yang diajarkan
Rasulullah yang harus diaplikasikan bagi umatnya sehari-hari, bahwa Nabi Muhammad SAW di utus
ke dunia ini adalah sebagai rahmat sekaliaan alam, sebagai penyempurna akhlak yang mulia dan
bahwa rasulullah dalam peribadinya terkandung contoh dan keteladanan sejati, ujar Darmawan.

Lanjut dr. Hj. Djuliarti Djuardi Alwi, MPh, Ketua GOW Kabupaten Sambas mengungkapkan dengan
diadakan peringantan maulid Nabi Besar Muhammad SAW kita sebagai umat islam dapat mengambil
keteladanan yang hendaknya menjadi cerminan dan pedoman hidup dalam menjalani kehidupan ini di
jadikan manajemen hati, dimana sifat kejujuran, tanggung jawab dan kecerdasan serta keterbukaan
bukan hanya diwujudkan di dalam kehidupan bermasyrakat, namun lebih jauh dari itu diperlukan
sekali dalam melaksanakan proses pembangunan dan proses berbangasa dan bernegara, jelas Wakil
Bupati.

Kemudian Drs. H. Jawani selaku penceramah mengatakan barang siapa selalu memperingati maulid
Nabi Besar Muhammad SAW setiap tahunnya mereka adalah menegakkan agama islam. keteladanan
dan sunah yang disampaikan rasulullah haruslah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan selalu
diperbanyak membaca selawat dan istipar kepada junjungan bersar Nabi Besar Muhammad SAW,
Jelas ia. Mantan Kepala Depertemen Agama Kab. Sambas mengingkatkan janganlah membicarkan
aib saudara kita itu sama juga memakan daging saudara kita sendiri, Pintannya.

WAHYU DAN AKAL IMAN DAN ILMU


[Kolom Tetap Harian Fajar]WAHYU DAN AKAL – IMAN DAN ILMU
755. Najasi dari Habasyah vs Rombongan dari Najran

Hari Sabtu, 11 November 2006, saya menghadiri upacara Milad (Dies Natalis) XLI
Universitas Islam Negeri Alauddin dan Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap
Prof.DR.H.Ahmad M Sewang, MA. Sebelumnya, 9 November dalam acara halalbihalal
(menurut Prof.Ahmad Sewang penulisan yang baku kata itu harus dituliskan
bersambung) di IMMIM meminta kepada saya untuk memberi umpan balik nanti dalam
hubungannya dengan isi Pidato Pengukuhan beliau dua hari yang akan datang itu.
Adapun Pidato Pengukuhan Guru Besar tsb., yaitu Hubungan Antarumat Beragama di
Masa Nabi Muhammad SAW (Bahasan Buku Sirat Nabawiyah Ibn Hisyam).

Saya kutip halaman 19-23:


Dialog Ja'far ibn Abi Talib dengan Najasi.
Ketika kaum Quraisy mengetahui bahwa sebagian kaum Muslim hijrah ke negeri
Habsyah, maka mereka mengutus dua orang, Amr ibn As dan Umarah ibn al-Walid,
untuk mempersembahkan beberapa hadiah dengan harapan agar orang-orang yang
berhijrah itu diekstradisi. Najasi berkata kepada keduanya. "Aku tidak akan
menyerahkan kepada mereka, sebelum saya mengundang dan melakukan konfirmasi
kepada mereka." Ummu Salamah mengemukakan jawaban Ja'far sebagai pimpinan
Muhajirin atas pertanyaan Najasi.
Keterangan Ja'far ibn Abi Talib itulah yang mempengaruhi Najasi untuk memberikan
perlindungan keamanan kepada para Muhajirin. Sekalipun demikian , utusan Quraisy
tadi tetap berusaha mempengaruhi Najasi bahwa ajaran Muhammad sesungguhnya
menghina dan merendahkan Nabi Isa dan ibunya, Maryam. Mendengar penyampaian
utusan Quraisy tersebut , maka raja meminta agar Ja'far menjelaskan tentang
pandangan Islam terhadap Nabi Isa dan ibunya. Ja'fa rkemudian membacakan QS
Maryam (19): 30-33,
QAL ANY ‘ABD ALLH aATNY ALKTB WJ’ALNY NBYA 30 WJ’ALNY MBARKA AYN MA KNT WAWShNY
BALShWt MA DMT hYA 31 WBRA BWALDTY WLM YJ’ALNY hBARA SyQYA 32 WASLAM ‘ALY YWM
WLDT WYWMAB’ATs Hya 33 (transliterasi huruf demi huruf) 30. Berkata Isa:
"Sesungguhnya aku Ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan dia
menjadikan aku seorang nabi, 31. Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkati
di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup; 32. Dan berbakti kepada ibuku, dan dia tidak
menjadikan Aku seorang yang sombong lagi celaka. 33. Dan kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari Aku dilahirkan, pada hari Aku meninggal dan pada
hari Aku dibangkitkan hidup kembali".
Ummu Salamah menceritakan bahwa mendengar Alquran dibacakan, Al-Najasi menangis
hingga janggutnya basah oleh air mata. Para uskup juga menangis hingga air mata
mereka membasahi mushaf-mushaf mereka, ketika mendengar apa yang dibacakan pada
mereka. Kemudian Najasi mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya ke tanah.
Dengan gembira Najasi berkata. "Antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya
tidak lebih dari garis ini."
***

Selanjutnya saya kutip halaman 34-35:


Di antara delegasi itu terdapat mereka yang sudah memeluk agama Kristen yang
berasal dari Najran, tinggal di Jazirah Arabia bagian selatan. Wilayah tersebut
termasuk bagian kekuasaan Byzantium. Rombongan mereka 60 orang yang dipimpin oleh
Abdul Masih, Abu Al-Harif ibn Alqamah dan Ibn a-Harit.
Rombongan dari Najran tersebut diterima Nabi di Masjid Madinah, sebagian menginap
di masjid itu dan sebagian lainnya di rumah sahabat. Mereka tinggal beberapa
hari, bahkan sempat melakukan kebaktian di Masjid Nabawi. Selama di Madinah
terjadi dialog antara Nabi dan pimpinan delegasi tersebut. Ada beberapa perbedaan
antara Nabi dan mereka berkaitan dengan teologis, terutama menyangkut dengan Nabi
Isa. Perbedaan itulah yang kemudian menjadi latar belakang turunnya QS Ali 'Imran
(3): 59-61.
(Untuk menghemat ruangan ayat aslinya tidak ditransliterasi, langsung artinya
saja-HMNA-):
59. Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah berfirman
kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia.
60. (Apa yang telah kami ceritakan itu), Itulah yang benar, yang datang dari
Tuhanmu, Karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
61. Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak
kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan
diri kamu; Kemudian marilah kita bermubahalah(*) kepada Allah dan kita minta
supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.
--------------------
(*)
Mubahalah ialah masing-masing pihak diantara orang-orang yang berbeda pendapat
mendoa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, agar Allah menjatuhkan la'nat
kepada pihak yang berdusta. nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah
tetapi mereka tidak berani-HMNA-

***

Inilah umpan balik dari saya.

Flavius Valerius Aurelius Constantinus (280 - 337) M, Roman emperor (306 - 377)
M. Persuaded to adopt Chritianiy, became sole Emperor of the West (312) M; called
the great Council of Nicaea (325) M at which Nicene Creed was adopted. [Webster's
Biographical Dictionary, Spring field, USA, pg. 342]. The Creed of Nicaea: "We
believe in one God the Father, Almighty, maker of all things visible and
invisible; and in one Lord Jesus Christ, the Son of God, begotten of the Father,
only begotten that is, from the substance of the Father; God from God, light from
light, Very God from Very God".." (The History of Christianity, a Lion handbook,
p. 177). Creed ini menguatkan doctrine Athanasius, di mana dalam council doctrine
Athanasius memenangkan secara mayoritas doctrine Arius Alexander bahwa hanya ada
satu Tuhan, yaitu Tuhan yang selalu Ada dan tidak mempunyai asal usul, Dia Ada
tanpa keberadaan sebelumnya. Dalam hal ini Arius membedakan antara unsur
keistimewaan yang tetap ada di dalam Tuhan, yang merupakan kekuatan yang
kekal dengan unsur keistimewaan Jesus sebagai suatu kelebihan yang diberikan
oleh Tuhan selayaknya seorang Nabi.

Penganut doctrine Athanasius kemudian dikenal dengan Trinitarian Christian yang


mayoritas sampai sekarang, sedangkan doctrine Arius dikenal dengan Unitarian
Christian, yang sekarang merupakan golongan minoritas, yaitu ummat Qibthi (Copti)
di Mesir. Secara teologis Unitarian Christian ini sangat dekat dengan ajaran
Islam, seperti yang didemontrasikan oleh Najasi sebagai garis sambil berkata:
"Antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini."
Ini menunjukkan bahwa Najasi penganut doctrine Arius Alexander. Sedangkan para
delegasi dari Najran adalah pengatut Trinitarian Chistian, sehingga secara
teologis tidak bisa ketemu dengan ajaran Islam, yang menjadi asbabun nuzul, latar
belakang turunnya ayat tentang mubahalah. Wallahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 26 November 2006


[H.Muh.Nur Abdurrahman]

Anda mungkin juga menyukai