Anda di halaman 1dari 12

Skenario

Joni, 67 – years old man came to hsopital because of mass in left upper abdomen and
rapid feeking of fullness over the last 6 months. He also had night sweat, and denied
had a chronic fever, chills, cough, or abnormal bleeding.
Physical examination :
 No lymphadenopaty
 Heart: rate 80x/m, regular, the sound was normal.
 Abdomen: soft and tender, splenomegaly (S4), liver not palpable.
Laboratory result:
 CBC: WBCs 140,000/mm3, diff count: 0/1/81/10/4, hemoglobin 11 mg/dl,
platelets 660,000/mm3
 Blood smear: All granulocytes stadium were found

I. Klarifikasi Istilah
A. Chronic fever: suhu tubuh di atas normal >14 hari.
B. Rapid feeling of fullness: perasaan cepat kenyang.
C. Mass in LUA: adanya massa pada abdomen kanan atas.
D. Night sweat: keringat yang banyak pada malam hari.
E. Chills: menggigil.
F. Cough: ekspulsi udara secara tiba-tiba melalui mulut.
G. Abnormal bleeding: perdarahan yang tidak normal.
H. Lymphadenopaty: pembesaran kalenjar limfe.
I. Splenomegaly (S4): pembesaran lien dari arcus costae sampai umbilikus.
J. Granulocyte stadium: komponen prekursor leukosit yang bergranul.

II. Identifikasi Masalah


A. Joni, laki-laki (67), datang dengan keluhan adanya massa pada abdomen
kiri atas dan cepat merasa kenyang selama lebih dari 6 bulan.
B. Joni juga merasa berkeringat malam.
C. Hasil pemeriksaan fisik: splenomegali (S4).
D. Hasil pemeriksaan laboratoris:
 WBC ↑
 Diff count: neutrofil segmen ↑, limfosit ↓
 Platelet ↑
 Ditemukan semua stadium granulosit pada blood smear

III. Analisis Masalah


A. Mengapa Joni cepat merasa kenyang selama lebih dari 6 bulan?
B. Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan Joni?
C. Mengapa Joni berkeringat malam?
D. Bagaimana hubungan berkeringat malam dengan kkeluhan utama?
E. Mengapa terjadi splenomegali (S4)?
F. Bagaimana hubungan splenomegali dengan perjalanan penyakitnya?
G. bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang?
H. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan penunjang?
I. Mengapa terjadi anemia, leukositosis, dan trombositosis?
J. Bagaimana hubungan sebab akibat dari peningkatan neutrofil dan
penurunan limfosit?
K. Apa diagnosis banding kasus ini?
L. Bagaimana penegakkan diagnosisnya?
M. Apa diagnosis kerjanya?
N. Bagaimana patogenesis kasus ini?
O. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini?
P. Bagaimana prognosisnya?
Q. Apa komplikasinya?
R. Apa kompetensi dokter umum untuk kasus ini?

IV. Hipotesis
Joni, laki-laki (67) merasa cepat kenyang akibat menderita CML.
V. Pembahasan

A. Penyebab perasaan cepat kenyang


1. splenomegali
2. pembesaran atau tumor pada pankreas
3. semua penyakit yang menyebabkan splenomegali

Perasaan cepat kenyang pada kasus akibat splenomegali yang mendesak


lambung sehingga joni merasakan perutnya penuh meskipun baru makan
sedikit.

Hubungan usia joni, jenis kelamin dengan perasaan cepat kenyang yang
dialami joni
Perasaan cepat kenyang pada kasus akibat splenomegali yang mendesak
lambung merupakan salah satu manifestasi klinis dari leukemia mielositik
kronik sedangkan jenis kelamin,umur merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya leukemia mielositik kronik, dimana insiden terjadi pada orang
dewasa antara 25-60, dan insiden puncak pada dekade keempat dan kelima
adapun jenis kelamin laki-laki lebih cenderung untuk menderita dibandingkan
wanita.

B. Keringat malam
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai kompensasi tubuh terhadap
peningkatan produksi panas pada tubuh. Pengeluaran keringat ini
menyebabkan peningkatan pengeluaran panas tubuh melalui evaporasi.
Peningkatan suhu tubuh sebesar 10 C akan menyebabkan pengeluaran keringat
yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan
dari metabolisme basal 10 kali lebih besar.

Pada kasus, Joni mengeluh keringat malam. Keringat malam ini terjadi sebagai
kompensasi tubuh terhadap peningkatan produksi panas tubuh akibat
hipermetabolik.

Mekanisme:
Pengeluaran keringat dirangsang oleh impuls di area preoptik anterior
hipotalamus baik secara elektrik ataupun oleh panas yang berlebihan melalui
jaras otonom ke medulla spinalis dan kemudian melalui jaras simpatis ke kulit
seluruh tubuh.

Keganasan
(↑ proliferasi sel)

Butuh energi >> banyak

Hipermetabolik
(↑ katabolisme)

↑ produksi panas tubuh

Vasodilatasi PD perifer

Keringat >>

C. Hasil Pemeriksaan Fisik


Splenomegali (S4)
Penyebab splenomegali secara umum:
1. Hiperplasia sel-sel RES, pada ininfeksi sistemik akut dan penyakit
autoimun.
2. Splenomegali kongestif pasif, sering diakibatkan penyakit hati, terutama
sirosis.
3. Morfologi eritrosit yang abnormal (thalasemia, spherositosis herediter),
anemia hemolitik autoimun, dan polisitemia vera.
4. Hematopoesis splenik muncul sebagai akibat insufiensi sumsum tulang,
paling sering akibat metaplasia mieloid.
5. Keganasan, terutama akibat lymfoma dan leukemia.
6. Infiltrasi splen oleh material abnormal, misalnya amoloidosis
7. Hemangioma, kista, hematoma
Pada kasus ini (CML), splenomegali bisa diakibatkan karena:
1. Infiltrasi sel-sel granulositik ke spleen
2. Pematangan sel-sel granulositik pada spleen
3. Insufiensi sumsum tulang sehingga terjadi hematopoesis
ekstramedulari

D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Kasus Joni Nilai Normal Interpretasi
CBC: Sangat Tinggi Sekali
WBCs 140.000/mm3 4.000-10.000/mm3 Leukositosis_Leukemia
Diff Count:
Basofil 0 0-1 Normal
Eosinofil 1 1-3 Normal
Neutrofil batang 4 2-6 Normal
Neutrofil segmen 81 50-70 ↑
Limfosit 10 25-35 ↓
Monosit 4 2-8 Normal
Hemoglobin 11 mg/dl ♂ : 14-18 gr/dl Anemia Ringan
♀ : 12-16 gr/dl
3
Platelets 660.000/mm 150.000-400.000 Trombositosis
Blood Smear Semua (-) Leukemia Granulositik/
Stadium Leukemia Mieloid
Granulosit
ditemukan

E. Penegakan diagnosis
a. Anamnesis
Gejala klinis:1) gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya
penurunan berat badan, kelelahan, anoreksia, keringat malam
2) splenomegali disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri, teraba
massa, atau gangguan pencernaan
3) gambaran anemia,seperti pucat
4) jika terdapat gangguan trombosit, bisa terjadi perdarahan, seperti
memar, epistaksis, menorhagia
5) gout atau gangguan ginjal akibat hiperurikemia
6) Gangguan penglihatan(jarang ditemukan)

b. Pemeriksaan fisik
ditemukan: 1) pucat
2) splenomegaly

c. Pemeriksaan lab
ditemukan: 1) leukositosis (140.000/mm3)
2) DC: peningkatan jumlah netrofil
3) penurunan Hb (11 mg/dl)
4) peningkatan jumlah platelet (660.000/mm3)
5) Blood smear: gambaran seluruh stadium granulosit

d. Pemeriksaan tambahan
1) analisis sitogenetik : kromosom Ph(+)
2) tes Neutrophil Alkaline Phosphatase (NAP) : pada CML skor fosfatase alkali
netrofil selalu rendah(n: 20-100)
3) evaluasi sumsum tulang : pada CML ditemukan sumsum tulang hiperseluler
dengan predominasi granulopoiesis. Megakaryosit tampak lebih banyak. Dengan
pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang mengalami fibrosis.

F. Diagnosis Banding
Gejala Skenario CML CLL AML
Massa di kiri atas + + +
abdomen
Rasa penuh pada + +
abdomen
Keringat malam + + + +
Demam - - +/-
Batuk - - +/-
Abnormal bleeding - +/- + +
Lymphadenopaty - - +
Splenomegali + + +
Hepatomegali - - +
WBC Meningkat Meningkat 50%
meningkat
DC Peningkatan
NS
Hemoglobin Menurun Menurun Menurun
Platelet Meningkat Menurun
Granulosit Seluruh Berkurang
stadium
Kromosom Ph + +

G. Diagnosis Kerja
Leukemia mieloid kronik philadelphia positif
a. Definisi
Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu
penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan
menghasilkan sejumlah besar granulosit yang abnormal.

b. Etiologi
Penyakit ini berhubungan dengan suatu kelainan kromosom yang disebut kromosom
Filadelfia.
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti:

1. Radiasi
2. Faktor leukemogenik
Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi
frekuensi leukemia:
• Racun lingkungan seperti benzena
• Bahan kimia industri seperti insektisida
• Obat untuk kemoterapi
3. Epidemiologi
• Di Afrika, 10-20% penderita Leukemia Mielositik Akut (LMA)
memiliki kloroma di sekitar orbita mata
• Di Kenya, Tiongkok, dan India, Leukemia Mielositik Kronik (LMK)
mengenai penderita berumur 20-40 tahun
• Pada orang Asia Timur dan India Timur jarang ditemui Leukemia
Limfositik Kronik (LLK).
4. Herediter
Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar
dari orang normal.
5. Virus
Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus dan virus leukemia
feline.

c. Epidemiologi
Penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin (rasio pria: wanita sebesar 1,4:1), paling
sering terjadi antara usia 40 dan 60 tahun. Walaupun demikian penyakit ini dapat
terjadi pada anak, neonatus dan orang yang sangat tua.

d. Manifestasi Klinik
Pada stadium awal, LMK bisa tidak menimbulkan gejala.
Tetapi beberapa penderita bisa mengalami:
- kelelahan dan kelemahan
- kehilangan nafsu makan
- penurunan berat badan
- demam atau berkeringat di malam hari
- perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa).

Lama-lama penderita menjadi sangat sakit karena jumlah sel darah merah dan
trombosit semakin berkurang, sehingga penderita tampak pucat, mudah memar dan
mudah mengalami perdarahan.

Demam, pembesaran kelenjar getah bening dan pembentukan benjolan kulit yang
terisi dengan granulosit leukemik (kloroma) merupakan pertanda buruk.

Secara klinis berjalan dalam 3 fase :

1. Fase Kronis sering mengeluh pembesaran limfa,perut merasa kaenyang


akibat desakan limfa terhadap lambung.(semua ini merupakan gambaran
hipermetabolisme akibat proliferasi sel2 leukemia)

2. Fase akselerasi, disini terjadi anemi dan trombositopeni, dan proporsi sel
blast meningkat secara dramatis
3. Fase krisis blas, sel stem yang ganas hanya menghasilkan granulosit muda
saja, suatu pertanda penyakit semakin memburuk

e. Klasifikasi
1. Leukemia Mielositik Kronik, Ph positif
2. Leukemia Mielositik Kronik, Ph negative
3. Leukemia Mielositik Kronik Juvenilis
4. Leukemia Mielomonositik kronis
5. Leukemia Eusinofilik
6. Leukemia Neurofilik kronik

f. Diagnosa
LMK sering terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin.
Jumlah sel darah putih sangat tinggi, mencapai 50.000-1.000.000 sel/mikroliter darah
(mornal kurang dari 11.000).

Pada pemeriksaan mikroskopik darah, tampak sel darah putih muda yang dalam
keadaan normal hanya ditemukan di dalam sumsum tulang.

Jumlah sel darah putih lainnya (eosinofil dan basofil) juga meningkat dan ditemukan
bentuk sel darah merah yang belum matang.

Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan untuk menganalisa kromosom


atau bagian dari kromosom.
Analisa kromosom hampir selalu menunjukkan adanya penyusunan ulang kromosom.
Sel leukemik selalu memiliki kromosom Filadelfia dan kelainan penyusunan
kromosom lainnya.
Penatalaksanaan
Sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya
memperlambat perkembangan penyakit.
Pengobatan dianggap berhasil apabila jumlah sel darah putih dapat diturunkan sampai
kurang dari 50.000/mikroliter darah. Pengobatan yang terbaik sekalipun tidak bisa
menghancurkan semua sel leukemik.

1) Hidroksiurea per-oral (ditelan) merupakan kemoterapi yang paling banyak


digunakan untuk penyakit ini
Regimen biasa dimulai dengan 1,0-2,0gr/hari dan kemudian diturunkan tiap minggu
sampai mencapai dosis rumatan sebesar 0,5-1,5 g/hari

2) Busulfan juga efektif, tetapi karena memiliki efek samping yang serius, maka
pemakaiannya tidak boleh terlalu lama.
Dosis 4-8 mg/hari per oral, dapat dinaikan sampai 12 mg/hari. Harus dihentikan bila
lekosit antara 10-20.000/mm3 dan dimulai kembali setelah lekosit>50.000/mm3
3) Inhibitor tirosin kinase-Imatinib mesylate
Untuk menghambat aktivitas tirosin kinase dari fusi gen BCR-ABL
Fase kronik, dosis 400 mg/hari setelah makan. Dosis dapat ditingkatkan sampai 600
mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3 bulan pemberian.

4) Obat interferon alfa


Biasa digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh hidroksiurea.
Regimen yang biasa digunakan adalah dari 3-9 megaunit yang diberikan antara tiga
sampai tujuh kali setiap minggu sebagai injeksi subkutan

5) pencangkokan sumsum tulang.


Pencangkokan paling efektif jika dilakukan pada stadium awal dan kurang efektif jika
dilakukan pada fase akselerasi atau krisis blast.
Indikasi: a) usia tidak lebih dari 60 tahun
b) ada donor yang cocok
c) termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan Socal

6) Terapi penyinaran untuk limpa kadang membantu mengurangi jumlah sel


leukemik.

7) Splenektomi untuk:
- mengurangi rasa tidak nyaman di perut
- meningkatkan jumlah trombosit
- mengurangi kemungkinan dilakukannya transfusi.
Prognosis
Dubia et malam
Sekitar 20-30% penderita meninggal dalam waktu 2 tahun setelah penyakitnya
terdiagnosis dan setelah itu sekitar 25% meninggal setiap tahunnya.

Banyak penderita yang bertahan hidup selama 4 tahun atau lebih setelah penyakitnya
terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal pada fase akselerasi atau krisis blast.
Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi
kadang bisa memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan.

Komplikasi
1. Perdarahan, perdarahan intrakranial yang paling berbahaya
2. Gagal ginjal
3. Gejala gout akibat infiltrasi ke tulang
4. Infeksi oleh virus atau bakteri merupakan komplikasi yang sering dijumpai, ada
3 macam perubahan gambaran hematologis yang mungkin terjadi apabila terjadi
infeksi:
- Mieloblas bertambah secara cepat
- Terjadi proliferase monosit
- Terjadi leukopeni

Kompetensi Dokter Umum


Kompetensi kasus leukimia mielositik kronik adalah 3. merujuk ke spesialis yang
relevan.

Anda mungkin juga menyukai