Oleh :
Sawitri Supardi Sadarjoen**)
I. PENDAHULUAN :
Keluarga baru terbentuk sebagai unit terkecil masyarakat bila diawali oleh terjadinya
perkawinan yang terjadi antar dua pasang individu lain jenis. Untuk itu kita harus
memahami konsep inti dari suatu perkawinan. Bila kita simak beberapa difinisi dari
perkawinan yang terurai dibawah ini, maka kita akan dapat memperoleh pemahaman
yang jelas akan perkawinan itu sendiri.
Ada beberapa difinisi perkawinan sbb. :
There are two essentials dimension to marriage - the economic and the sexual.
When a man and a woman are interdependent both economically and sexually,
they may be said to be married (George Murdock, 1949)
Marriage, the union of person who opposite sex as a husband and wife, forming a
new family, sanctioned by custom and religion. Marriage is a generally initiated
by ride combining word and symbolic act, dramatizing and making public the new
relationship (Leon J. Saul, Dominian, 1968)
Marriage is the socially recoqnized relationship between a man and a woman that
provides for sexual relation, legitimized childbearing and establishes a divison of
labor between spouses (Duval & Miller, 1985)
1
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai
suami dan sebagai istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa (UU
Perkawinan N0. I/Bab I Pasal l UUD RI).
Dari keempat difiinisi tersebut dapat diungkap beberapa esensi yang terkandung
dalam perkawinan sbb. :
• Ikatan batin berdasar Ketuhanan yang Maha Esa
• Relasi sosial yang terorganisasi antara laki-laki dan perempuan yang
memberikan peluang terjadinya relasi seksual dan secara hukum berhak
melahirkan dan membesarkan anak kandung dan pembagian hak dan
kewajiban.
• Interdependesi dalam masalah seksual dan finansial.
Jadi, bersatunya dua sejoli dengan dua latar belakang kehidupan, perkembangan
jiwa, lingkungan budaya dalam ikatan perkawinan, dipastikan membawa konsekuensi
berbagai masalah penyesuaian baik psikologis, seksual, finansial dll, yang tidak
sederhana, sehingga peluang konflikpun tidak dapat dielakkan.
2
pasangannya dan memiliki kebutuhan untuk pengaruhi-mempengaruhi dengan cara
masing-masing. Jadi perilaku salah satu pasangan akan mempengaruhi diri mereka
sebagai diri maupun sebagai pasangan.
4) Dengan kosekuensi ikatan emosi yang kuat tersebut, maka relasi mereka benar-benar
bersifat mutualitas dalam artian saling mengisi dan diisi.
5) Kualitas dari kedekatan ini dapat di toleransi, karena akibat dari kedekatan relasi ini
maka akan tercipta relasi penuh kepercayaan dan terpercaya diantara pasangan, sehingga
mereka dapat bersikap terbuka dan jujur satu sama lain.
6). Akhirnya, diantara pasangan tercipta suatu kesepakatan ( commitment) dalam
relasinya.
Memang sulit menemukan keenam komponen keintiman relasi dalam satu ikatan
perkawinan yang berfungsi secara sempurna. Jadi bisa saja komponen satu ada sementara
komponen lain tidak ada, Karena bisa juga perkawinan yang tidak berbahagia, oleh
berbagai konflik yang tidak terselesaikan, kedua pasangan tetap menghayati kadar
interdependensi tertentu. Karena, seburuk apapun kondisi relasi yang terbentuk diantara
pasangan perkawinan tetap relatif lebih intim dari pada relasi mereka dengan kenalan
lain diluar rumah.
3. Konflik perkawinan
Konflik dalam perkawinan memang tidak dapat terelakkan, yang perlu dicermati
adalah bahwa tidak setiap konflik perkawinan yang terjadi antar pasangan bersifat
destruktif, karena ada juga konflik yang bersifat konstruktif, yaitu konflik yang justru
membuat kedua pasangan lebih saling memahami dan mengenali apa yang diinginkan
oleh pasangannya, sehingga penyesuaian antar pasangan dapat diciptakan dengan hasil
yang lebih baik.
3
dengan kesadaran akan cinta – kasih yang terjalin maka, kedua pasangan akan berupaya
mempertemukan mimpi tersebut semaksimal mungkin.
Untuk mengenali apakah mimpi tentang keluarga yang ingin dibangun tersebut
benar-benar tercipta, maka kedua pasangan dapat menelusuri dan menilai berbagai
kegiatan bersama yang dilakukan. Ada beberapa aspek kehidupan yang memang perlu
dinilai dan didiskusikan oleh kedua pasangan dalam menjalani perkawinannya yang a.l.
sbb. :
• Kenyamanan : apakah komunikasi yang terjalin saat melakukan kegiatan bersama
benar-benar menyenangkan, mengasyikkan serta membuat relasi semakin erat.
• Karir : apakah karir masing-masing pasangan, membanggakan satu sama lain
• Kekayaan : apakah status sosial ekonomi kedua pasangan menggambarkan
harapan dan mimpi pasangan atau kalau belum tercapai, apakah usaha kedua
pasangan berimbang dalam meraihnya.
• Agama: apakah keyakinan beragama diantara pasangan membuat mereka merasa
nyaman dalam beribadah
• Individualitas : apakah kesempatan untuk mengembangkan kehidupan personal
masih terbuka dalam kebersamaan yang intim diantara pasangan.
• Kesepakatan sosial : apakah dukungan pasangan terhadap aktivitas sosial masing-
masing dirasakan kedua belah pihak.
• Survival : apakah kontribusi masing-masing pasangan dirasakan kedua pasangan
berimbang saat menuju pencapaian mimpi keluarga yang disepakati kedua
pasangan.
Bila ternyata hasil penilaian sebagian besar aspek-aspek dalam kehidupan
perkawinan tersebut diatas positif, maka keintiman relasi dengan sendirinya secara
bertahap dirasakan meningkat dan korelasi dengan keeratan relasi kasihpun menjadi
positif. Kebersamaan membuat kedua pasangan benar-benar merasa nyaman.
Kalaupun terjadi konflik disana-sini pada berbagai area, maka kesepakatan solusi
akan relatif lebih mudah dicapai oleh kedua pasangan. Bahkan konflik itu sendiri
dapat menjadi bumbu bagi kemesraan serta keintiman relasi penuh kasih diantara
pasangan.
4
5. Empat area perilaku intim
Kecuali itu, setiap pasangan perkawinan memiliki aturan khusus yang dibuat
untuk memberikan pengaruh bagi terciptanya kehidupan keluarga yang berkualitas baik.
Schwebel et.al ( 1980) mengungkap 4 area perilaku intim yang patut dipertimbangkan
keluarga masa kiini, agar konflik-konflik yang tidak terelakkan dapat diatasi dengan
baik, yaitu :
• Pertama, keintiman relasi cinta-kasih yang saling mendukung. Jenis relasi ini
mengacu pada saling memperhatikan, lembut, dan penuh pengertian satu sama
lain yang membuat kedua pasangan merasa dihargai dan dianggap penting.
Kondisi penuh kasih tersebut akan membuat pasangan akan lebih kuat saat
menghadapi situasi stres. “ Saya sangat mencintai Nano, suami saya, rasanya
perkawinan kami berjalan baik. Saat saya terpukul oleh berita bahwa ibu saya
menderita penyakit kanker hati stadium 3, Nano selalu menemani saya. Saat saya
menangis melihat penderitaan ibu, Nano selalu akan memeluk saya dan
memberikan elusan di punggung saya penuh pengertian. Nano juga kelihatan
selalu berusaha berada dekat saya dan mendampingi saya. Danr sikap Nano
yang terasa penuh kasih dan dukungan benar-benar menguatkan hati saya serta
meningkatkan keeratan relasi intim diantara kami berdua“ Suport penuh kasih
yang diungkap Nano terhadap istrinya, tidak tergantikan oleh apapun, karena
mengetahui bahwa pasangan kita selalu disamping kita saat dibutuhkan, yang
selalu bersikap membantu dan mendukung membuat kehidupan menjadi lebih
mudah dan sekaligus menciptakan loyalitas kokoh pada keluarga.
• Kedua, keintiman seksual. Keintiman seksual merupakan hal terpenting yang
harus dibina sejak awal perkawinan. Sikap seksual positif harus dibina antar
pasangan, dalam artian bahwa kedua pasangan menempatkan masalah seksual
dalam posisi yang positif, terbuka dalam mendiskusikannya tanpa rasa enggan
dan malu. Kebanyakan orang enggan dan ragu untuk secara bebas mengutarakan
pendapat tentang masalah keintiman seksual terutama bila terkait dengan
kebutuhan personalnya. Keadaan ini harus dihindarkan, karena bila dialog tentang
masalah seksual dengan pasangan dibatasi, maka salah satu atau bahkan kedua
pasangan bisa mengalami frustrasi seksual berlanjut dalam kehidupan
5
perkawinannya kelak. Hal lain yang perlu disimak adalah bahwa kebersamaan
hakiki yang nyaman dalam kehidupan keseharian antar pasangan akan justru
berpengaruh positif dan meningkatkan kenyamanan dalam keintiman seksual.
Keintiman suportif tersebut diatas yang terungkap dalam sikap mendukung dan
mendampingi pasangan saat dibutuhkan dapat dipastikan meningkatkan ekspresi
seksual antar kedua pasangan. Jadi kemarahan yang tertahan akan membuat
bloking dalam relasi seksual. Yakinilah bahwa menyenangi kegiatan seksual
dalam ikatan perkawinan merupakan pertanda kebahagian perkawinan. Untuk itu,
pasangan muda dapat mengikuti bimbingan dibawah ini sebagai acuan bagi
keintiman seksual sbb. :
Jadikan sex sebagai prioritas. Rencanakan waktunya dengan baik, artinya tidak
dalam keadaan lelah, ter-buru-buru apakah dipagi hari atau sore hari. Pusatkanlah
aktivitas fisik dengan penyertaan emosionalnya sehingga relasi seksual tidak
dibebani oleh pekerjaan atau isi pikiran lain. Carilah kesenangan pasangan kita
atau bahkan sampaikan apa yang kita inginkan dari pasangan kita saat melakukan
hubungan intim tersebut. Cara yang lebih imginatif akan membahagiakan
pasangan. Ingat akan kualitas hubungan yang harus diutamakan, yaitu berikan
kepuasan pasangan akan elusan, pelukan, permainan penyertaan yang
menyenangkan pasangan sebelum kita dan pasangan kita bersama-sama mencapai
orgasme. Jangan selalu berharap relasi intim sukses selalu, karena ada kalanya
tidak terlalu sukses, jadi kepuasan optimal tidak selalu dapat diraih bersama.
Yang penting keiintiman seksual dijadikan sarana utama bagi peningkatan
keintiman relasi keseharian.
• Ketiga, Keintiman dalam kegiatan diwaktu senggang. Lima hari dalam seminggu
masing-masing pasangan melakukan kegiatan berbeda sesuai dengan karir yang
sedang diraih. Sore hari, akhir minggu dan masa cuti merupakan peluang
pasangan untuk menikmati hari-hari istirahat yang menyenangkan. Dengan
melakukan permainan bersama, maka pengertian antar kedua pasangan akan
semakin meningkat. Apalagi bila aktivitas bersama itu diselingi ungkapan humor
yang membuat kedua pasangan merasa rileks. “ ya, Allah, dingin banget sih hari
6
ini”, “sini-sini papa akan membantu Allah menghangatkan badanmu”, sambil
kemudian suami memeluk istrinya.
• Keempat. Keintiman dengan keluarga besar kedua pasangan. Untuk beberapa
keluarga keintiman antar kedua pasangan perkawinan akan diperkaya dengan
relasi yang terjalin baik dengan keluarga besar, seperti orang tua, mertua, paman,
bibi, ipar dari kedua belah pihak. Berkumpul saat-saat hari natal, tahun baru,
lebaran membuat kedua pasangan memperoleh perasaan diterima keluarga besar
dan meningkatkan penerimaan masing-masing akan pasangannya. Tentu saja,
kebersamaan dengan keluarga besar seyogianya terbebas dari rasa iri hati akan
keberhasilan lebih dari anggota keluarga lain. Yang penting adalah upaya
pengantin baru ini untuk bebas dari ketergantungan sosial – ekonomi dari baik
kedua orang tua atau kelurga besarnya.
Yang perlu disimak adalah kehilangan keempat perilaku intim diantara kedua pasangan
akan mengakibatkan kehilangan oasis keintiman. Sementara itu, bila kedua pasangan
kehilangan oasis keintiman, maka dinamika interrelasi antar pasangan akan diwarnai
oleh antara lain:
Kedua pasangan merasa kesepian. Mereka merasa sendiri dengan problema-
problema mereka, merasa tidak dipahami dan merasa tidak mampu menjelaskan apa
yang mereka inginkan untuk mendapatkan simpati.
Kedua pasangan merasa ditolak sehingga merasa tidak diinginkan dan tidak aman
dalam kebersamaannya.
Kedua pasangan menderita oleh kekurangan komunikasi. Tidak mampu
berbicara dengan manis tentang problem-problem mereka dan tidak mampu
menghadapi problem-problem bersama.
Kedua pasangan kehilangan perspektif. Mereka telah melupakan semua hal yang
pernah pada suatu saat membuat mereka menyukai satu sama lain, mereka juga
melupakan hal-hal apa yang membuat mereka pernah bisa merasa senang bersama
dan memberikan kenikmatan bersama itu. Mereka juga kehilangan keceriaan dan
optimisme. Mereka merasa tidak berdaya dan tidak memiliki harapan akan masa
depan. Jadi mereka gagal untuk kembali kepada oasis dari keintiman yang mereka
7
harapkan sebelumnya. Komunikasinya tidak dalam dan tidak dilandasi oleh kepekaan
perasaan dan kesamaan pola pikir yang mendalam. Mereka juga tidak mampu
mengungkapkan perasaannya dan tidak mampu bergandengan tangan dengan dekat
sebagai teman terpercaya, mereka tidak menemukan rasa aman yang tulus, simpati
dan support yang dibutuhkan setiap orang serta dijanjikan oleh apa yang diharapkan
dalam suatu perkawinan. Mereka merasa asing satu sama lain bahkan bisa saja
bermusuhan satu sama lain, walaupun tetap terikat dalam pernikahan dan tinggal
dibawah satu atap.
8
b). Investasi keluarga atas nama suami, dengan alasan untuk kepentingan masa depan
keluarga tanpa kesepakatan pihak istri, sementara fihak istri sibuk berupaya mengatur
penghasilannya untuk kepentingan keluarga. Kondisi ini memicu ungkapap : “ Lebih
nyaman tetap melajang, penghasilan dipakai sendiri, sekarang jadi banyak tanggungan,
repot, sementara suami enak-enak-an “
7. Intervensi Psikologis.
a). Couple Therapy,
b). Konseling keluarga, yang dilakukan oleh psikolog/psikiater yang kompeten dalam
menangani masalah perkawinan.
9
Kepustakaan :
1. BROWN, Joe H. & BROWN, Carolyn S. 2002. Marital Therapy, Concepts and Skills
for Effective Practise. Brooks/Cole. USA
2. LAUER, Robert H and LAUER, Jeanette. 2000. Marriage and Family, The Question
of Intimacy. McGraw Hill. New York.
4. LAUER, Robert H and LAUER, Jeanette. 2000. Marriage and Family, The Question
of Intimacy. McGraw Hill. New York.
10
---SSS---
11