Anda di halaman 1dari 33

BATUK DAN BATUK DARAH

 
BAHAN KULIAH PULMONOLOGI ILMU PENYAKIT DALAM

OLEH: Dr. Aditiawarman, SpPD

Referensi:
1. Buku ajar penyakit dalam. Balai Penerbit FK UI
2. Harrison’s Principles of internal medicine
3. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis
BATUK
 
1. DEFINISI:
adalah suatu ekspirasi yang eksplosive, merupakan mekanisme perlindungan
normal untuk membersihkan tracheobronchial tree dari sekret dan benda
asing.
berlebihan  mengganggu  mencari pertolongan medik, karena rasa tidak
nyaman, mengganggu kehidupan normal, cemas: kanker atau AIDS.
 
2. MEKANISME
 
Batuk dapat terjadi dengan sengaja atau karena reflek. Refleks batuk terjadi
melalui afferent dan efferent pathways.
Batuk dimulai dengan inspirasi dalam diikuti dengan menutupnya glotis,
relaksasi diafragma, dan kontraksi otot melawan penutupan glotis  tekanan
intratoraks meningkat .
Ketika glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran napas
dan udara luar menghasilkan aliran udara yang cepat melewati trakea.
Batuk membantu membuang mukus dan bahan2 asing.
Refleks batuk dapat ditimbulkan oleh:
1. Mekanik
stimulasi pada reseptor iritan pada epitel
permukaan saluran napas, oleh debu, asap,
distorsi saluran napas, fibrosis paru,
atelektasis atau massa intrabronkial
2. Proses inflamasi spt post nasal drip, refluks
gastro esofageal, laringitis, trakeobronkitis
3. Stimulasi psikogenik
Rangsangan psikogenik dapat meningkatkan
batuk karena stimulasi mekanis dan
inflamasi
3. ETIOLOGI
 
Batuk dapat terjadi karena

 irritants saluran napas : merokok, debu, asap, sekresi saluran napas


atas, isi lambung. Terpapar irritants terus menerus juga dapat
menyebabkkan inflamasi saluran napas  batuk dan mensensitisasi
saluran napas pada irritants lain.
   Inflamasi paling sering karena infeksi saluran napas, mulai viral atau
bakterial bronchitis sampai bronchiektasis.
 Asma   
 Kanker paru yng menginfiltrasi diniding saluran napas
 granuloma seperti pada endobronchial sarcoidosis atau tuberkulosis.
 Kompresi saluran napas karena massa ekstrinsik, termasuk lymph
nodes, tumor2 mediastinum, dan aneurisma aorta.
 penyakit parenkim paru: penyakit paru interstitial, pneumonia, abses paru.
 gagal jantung kongestif  edema peribronkial  batuk
 ACE inhibitors terjadi pada 5 sampai 20% dari pasien  non produktif
 
Menurut lamanya batuk:

 Batuk akut (<3 minggu)


paling sering karena infeksi saluran napas atas ( khususnya common
cold, sinusitis bakterial akut, dan pertusis), tetapi kelainan yang lebih
serius seperti pneumonia, emboli paru, dan congestive heart failure, juga
dapat terjadi.

 Batuk kronik (3 minggu)


pada perokok meningkatkan kemungkinana PPOK atau kanker bronkogenik.

Pada bukan perokok dengan foto toraks normal dan tidak menggunakan
ACE inhibitor, penyebab batuk paling sering adalah postnasal drip, asma,
and gastroesophageal reflux.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Radiografi dada
 Massa intratoraks
 Infiltrat paru, penyakit interstitial difus atau alveolar
 Honeycom appearance atau bentuk kistik  bronkiektasis
 symmetric bilateral hilar adenopathy  sarcoidosis.
 
b. Test faal paru
untuk mengetahui fungsi paru abnormal yang mungkin menyertai

c. Laborat: sputum segar dan mikroskopik


 Purulent  chronic bronchitis, bronchiectasis, pneumonia, or lung abscess.
 Blood in the sputum.
 Gram and BTA dan kultur  infeksi patogen
 Sitologi sputum  diagnosis keganasan paru
 
7. KOMPLIKASI
 Sakit dinding dada dan abdomen
 Inkontinensia urin
 kelelahan
 serangan batuk mendadak  syncope
 Patah tulang iga  fraktur patologik.
HEMOPTISIS

 Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung


bercak
darah dan berasal dari saluran napas bawah.
 Hemoptisis masif adalah batuk darah antara 100 sampai 600 mL dalam
waktu 24 jam.
 
1. ETIOLOGI
Penting bedakan bahwa darah berasal dari saluran napas dan bukan dari
traktus gastrointestinal. Darah yang berasal dari gastrointestinal berwana
hitam kemerahan dan pH-nya asam, sebaliknya pada hemoptisis darah
merah terang dan ph-nya alkali.
 
Saluran napas dan paru2 terutama diperdarahi oleh sistem arteri-vena
pulmonalis dan sistem arteri bronkialis yang berasal dari aorta. Dari kedua
sistem ini perdarahan pada sistem arteri bronkialis lebih sering terjadi.
 
Penyebab hemoptisis secara umum dapat dibagi menjadi empat, yaitu
infeksi, neoplasma, kelainan kardiovaskular dan hal lain-lain yang jarang
kejadiannya. Infeksi adalah penyebab tersering hemoptisis, tuberkulosis
adalah infeksi yang menonjol.
 
Pada tuberkulosis, hemoptisis dapat disebabkan oleh kavitas aktif atau oleh
proses inflamasi tuberkulosis di jaringan paru. Apabila tuberkulosis
berkembang menjadi fibrosis dan perkijuan, dpat terjadi aneurisma arteri
pulmonalis dan bronkiektasis yang akan mengakibatkan hemoptisis pula.
2. DIAGNOSIS
 
a. Anamnesis
 Deskripsi hemoptisis
- blood-streaking dengan sputum mukopurulen atau purulen  bronkitis
- Produksi sputum kronik dg perubahan kuantitas dan gambaran sputum 
bronkitis kronik eksaserbasi akut.
- Demam dengan blood-streaked purulent sputum  pneumonia
- sputum yang berbau busuk  abses paru
- produksi sputum kronik dan banyak  bronkiektasis
- Pleuritic chest pain akut dan dispneu dengan hemoptisis  emboli paru.
 Penyakit lain yang berhubungan dengan hemoptisis
- penyakit ginjal  Goodpasture's syndrome or Wegener's granulomatosis
- SLE  lupus pneumonitis
- keganasan sebelumnya (recurrent lung cancer/ metastasis endobronkial
yang berasal dari tumor primer di luar paru).
- AIDS  endobronchial or pulmonary parenchymal Kaposi's sarcoma
- Faktor risiko kanker bronkogenik, khususnya rokok dan paparan asbestos
- kelainan perdarahan sebelumnya
- pengobatan dengan antikoagulan
- penggunaan obat yang dapat menyebabkan trombositopenia.
c. Pemeriksaan penunjang

 Foto toraks PA dan lateral


 Bronkoskopi
 CT scan dada
3. TERAPI
 Tujuan:
 Menghentikan perdarahan
 Mencegah obstruksi jalan napas
 Dukungan terhadap fungsi vital pasien
 Terapi penyakit dasar
 
Terapi Konservatif
 Bila perdarahan sedikit (15-20 ml/24 jam)  pasien cukup ditenangkan
 Pasien diistirahatkan, tirah baring hindari manipulasi dada berlebihan
 Bila darah keluar banyak jangan diberi antitusif, bila batuk berlebihan dan
darah sedikit dapat diberi antitusif
 Oksigen
 Cairan/ Transfusi darah
 Antibiotik
 Sedasi ringan
 
Indikasi operasi:

 batuk darah > 250 ml/ 24 jam dan pada observasi tidak berhenti
 Batuk darah antara 100-250 ml/ 24 jam dan Hb < 10 g/dl serta pada
observasi tidak berhenti
 Batuk darah antara 100-250 ml/ 24 jam dan Hb > 10 g/dl serta pada
observasi 48 jam tidak berhenti
TUBERKULOSIS

1. DEFINISI:
Penyakit infeksi pada jaringan tubuh (paru dan ekstra paru)
yang bersifat kronik dan dapat menular yang disebabkan oleh

M. tuberculosis

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan

bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah


penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok usia 
2. BAKTERIOLOGI
Penyebab adalah Mycobacterium tuberculosae. Yang tegolong kuman
Mycobacterium tuberculosae complex adalah:
M. tuberculosae
Varian Asian
Varian African I
Varian African II
M. bovis
Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan secara epidemiologi
 
Kelompok kuman M. tuberculosae dan Mycobacteria other than Tb (MOTT,
atypical)
M. kansasii
M. avium
M. intra cellulare
M. scrofulaceum
M. malmacerse
M. xenopi
3. PATOGENESIS
 
a. TUBERKULOSIS PRIMER
Batuk  partikel infeksi  terhisap, menepel pada jalan napas (dihadapi
netrofil dan makrofag)  jaringan paru  sarang primer/ afek primer/ fokus
Ghon  menyebar
 
Kompleks primer (Ranke): sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis
regional
Selanjutnya dapat
- sembuh sama sekali
- sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
- Komplikasi dan menyebar
Per kontinuitatum
Secara bronkogen
Secara limfogen
Hematogen
b. TUBERKULOSIS POST PRIMER (TUBERKULOSIS SEKUNDER)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis
post primer-TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%
 
Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun :
 malnutrisi
 alkohol
 penyakit maligna
 DM
 AIDS
 Ginjal

Dimulai dengan sarang dini di regio atas paru (bagian apikal posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus
hiler paru
 
Sarang dini  tuberkel ( granuloma terdiri dari granulosit dan sel Datia-
Langhans yang dikelilingi oleh limfosit dan jaringan ikat).
- Direarbsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat
- Mula-mula meluas tetapi segera menyembuh  kavitasmeluas kembali
- memadat dan membungkus diri ( tuberkuloma)
- bersih dan menyembuh (open healed cavity)
 
Secara keseluruhan ada 3 macam sarang:
1.   sarang yang sudah sembuh  tidak perlu obat
2.   sarang aktif eksudatif  perlu pengobatan lengkap
3.   antara aktif dan sembuh  sebaiknya diobati
4. KLASIFIKASI
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan
klinis, radiologis, dan mikrobiologis:

 Tuberkulosis paru
 Bekas tuberkulosis paru
 Tuberkulosis paru tersangka
a.  BTA negatif, tanda-tanda lain positif : TB paru tersangka diobati
b.  BTA negatif, tanda lain meragukan : TB paru tersangka tidak diobati

Dalam 2-3 bulan harus sudah dipastikan TB paru aktif / bekas TB paru
WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori, yaitu:
 Kategori I, ditujukan terhadap:
-   kasus baru dengan sputum positif
- kasus baru dengan kerusakan parenkim yang luas
-   Kasus baru dengan bentuk TB ekstra paru berat
 Kategori II:
-    kasus kambuh
-    kasus gagal dengan BTA positif
 Kategori III:
-    kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
-    kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
 Kategori IV:
-    TB kronik
5. GEJALA-GEJALA KLINIS

Secara anamnesis dan pemerikssan fisik TB paru sulit dibedakan dengan


pneumonia biasa
a. Anamnesis
 Demam
 Batuk/ batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Malaise
 
b. Pemeriksaan fisik
 Konjungtiva/ kulit pucat, demam, kurus, berat badan turun
 Lesi yang dicurigai: Bagian apeks paru
 Infiltrat, kavitas, penebalan pleura
 Lanjut: fibrosis, kor pulmonal
 Efusi pleura
c. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Lokasi lesi : apeks paru (segmen apikal lobus atas dan lobus bawah)
 Awal: bercak seperti awan dengan batas-batas tidak tegas
Bila sudah diliputi jaringan ikat : tuberkuloma
 Kavitas
 Kalsifikasi
 Atelektasis
 TB milier
 Penebalan pleura/ empiema
 Efusi pleura/ pneumotoraks
 
d. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 
 Darah (tidak sensitif dan tidak spesifik)
- Hitung jenis bergeser ke kiri
- LED meningkat
 
 Sputum
- Mikroskopik: pengecatan: Tan Thiam Hok, Kinyoun Gabbet, auramin-
rhodamin
- Kultur : Media: Loenstein Jensen, Kudoh, Ogawa
 
 Tes tuberkulin
-Tes Mantoux

 Serologi : PAP-TB
6. DIAGNOSIS
Dalam diagnosis dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status
radiologis dan status kemoterapi
 
 Pasien dengan sputum BTA positif:
- ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan mikroskopik,
atau
- Satu sediaan sputum positif disertai kelainan radiologis yang sesuai
dengan
TB aktif, atau
- Satu sediaan sputum positif disertai biakan positif
 
 Pasien dengan sputum BTA negatif:
- tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2 x pemeriksaan mikroskopik tetapi
gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif, atau
- Pada pemeriksaan tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakan
positif
 
 TB ekstra paru
- Pasien dengan kelainan histologis atau/ dengan gambaran klinis sesuai
dengan TB aktif atau
- Pasien dengan satu sediaan dari organ ekstra paru menunjkkan hasil
Berdasarkan riwayat penyakit

a. Kasus baru
Pasien belum pernah mendapat obat anti TB (OAT)
Pasien mendapat OAT < 1 bulan
b. Kasus kambuh
Pasien pernah dinyatakan sembuh, tetapi kemudian timbul lagi TB aktif
c. Pindahan (Transfer in)
Penderita yang pindah berobat dari satu tempat ke tempat lain
d. Default/ drop-out
Pasien sudah berobat minimal 1 bulan, kemudian berhenti 2 bulan /
lebih, kemudian datang kembali berobat
e. Kasus gagal
Pasien yang sputum BTA nya tetap positif atau kembali positif pada
akhir bulan ke 5 (1 bulan sebelum akhir pengobatan)
f. Kasus kronik
Pasien yang sputum BTA nya tetap positif setelah mendapat pengobatan
ulang lengkap yang disupervisi baik
7. KOMPLIKASI

Komplikasi dini
 Pleuritis
 Efusi pleura
 Empiema
 Laringitis
 Menjalar ke organ lain
 
Komplikasi lanjut
 Obstruksi jalan napas  SOPT
 Kerusakan parenkim berat  SOPT/ fibrosis/ kor pulmonal
 Amiloidosis
 Karsinoma paru
 Sindrom gagal napas dewasa (ARDS)
8. PRINSIP PENGOBATAN TUBERKULOSIS

Aktivitas obat

 Aktivitas bakterisid

Rifampisin dan INH dapat masuk ke seluruh populasi kuman: nilai 1


PZA hanya bekerja di lingkungan asam: nilai1/2
Streptomisin dalam lingkungan basa: nilai 1/2
Etambutol tidak mendapat nilai

 Aktivitas sterilisasi

Etambutol, tiasetazon, rifampisin, pirazinamid, INH, streptomisin


a. FAKTOR KUMAN TUBERKULOSIS

 Populasi A
- Kuman tumbuh berkembang biak terus menerus dengan cepat
- INH, Rifampisin, Streptomisin

 Populasi B
- Kuman tumbuh sangat lambat dalam lingkungan pH asam
- Pirazinamid

 Populasi C
- Kuman dalam keadaan dormant (tidak ada aktivitas
metabolisme), kadang- kadang aktif dalam waktu singkat
- Rifampisin
 Populasi D

- Kuman sepenuhnya dormant (complete dormant)


- Hanya dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh
manusia
b. PADUAN OBAT
Pengobatan dibagi dalam 2 tahap yakni:
 Tahap intensif (initial phase), dengan 4-5 macam obat per hari,
dengan tujuan:

- mendapatkan konversi sputum lebih cepat


- menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut
- Mencegah timbulnya resistensi obat

 Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan


2 macam obat per hari atau secara intermiten dengan tujuan:

- menghilangkan bakteri yang tersisa dan mencegah kekambuhan


WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori, yaitu:
Kategori I, ditujukan terhadap:
-  kasus baru dengan sputum positif
- kasus baru dengan kerusakan parenkim yang luas
-  Kasus baru dengan bentuk TB ekstra paru berat
-  2 RHZE/ 4 RH (4R3H3) (6HE)
Kategori II:
-   kasus kambuh
-   kasus gagal dengan BTA positif
-   2 RHZSE/ 1 RHZE/ 5 R3H3E3
Kategori III:
-    kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
-    kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
-    2 RHZ / 4 RH (4R3H3) (6HE)
Kategori IV:
-    TB kronik
 
PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS PARU DENGAN
KEHAMILAN
Semua aman kecuali streptomisin
DOTS:
Directly observed treatment short-course
5 komponen:

1. Jaminan pemerintah
2. Penemuan kasus dg pemeriksaan mikroskopik
3. Pemberian obat yang diawasi langsung oleh PMO
(Pengawas menelan obat)
4. Terjaminnya ketersediaan obat
5. Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang
baik
EFEK SAMPING OBAT
 INH
- neuropati perifer, cegah dengan B6
- hepatotoksik
 Rifampisin
- sindrom flu
- hepatotoksik
 Streptomisin
- nefrotoksik
- gangguan nervus VIII kranial
 Etambutol
- neuritis optika
- nefrotoksik
- skin rash/ dermatitis
 Etionamid
- hepatotoksik
- gangguan pencernaan
 PAS
- hepatotoksik
- gangguan pencernaan
EVALUASI PENGOBATAN

 Klinis: tiap minggu selama tahap intensif, selanjutnya


tiap bulan

 Bakteriologis (Pemeriksaan dahak 2 kali ):


akhir tahap intensif,
sebulan sebelum akhir pengobatan atau akhir pengobatan
Contoh untuk yang 6 bulan: akhir bulan ke 2, 5 dan 6

Anda mungkin juga menyukai