Anda di halaman 1dari 2

Hukum Chating Ikhwan Akhawat Bukan Muhrim

Hukum Cating Ikhwan Vs Akhwat Bukan Muhrim


Ditulis Oleh Ulyadi Yesma, Lc, Diplom

Assalamualaikum warahmatullahhi wabarakatuh

Semoga ustadz dalam keadaan baik-baik saja dan selalu dalam lindungn Allah Swt. Saya
mau bertanya ustadz, berhubung zaman saat ini semakin modern, sehingga dalam hal
komunikasi pun kita lebih mudah, seperti layanan internet. Kita mengetahui ada program
yahoo mesengger yang memudahkan kita, untuk berkomunikasi dengan yang lain. Tapi
hal ini juga memicu terbukanya komunikasi seorang ikhwan dan akhwat, ataupun
sebaliknya yang bukan muhrimnya. Bagaimana hukum chatting antara ikhwan dan
akhwat yang bukan muhrim itu Ustadz? Syukron atas jawabannya
Waalaikumussalam wr. wb.

Terima kasih atas doa yang akhi aturkan semoga akhi mendapatkan yang lebih baik. Akhi
karim yang dimuliakan Allah. Sebagaimana yang akhi sampaikan bahwa, komunikasi
dengan tulisan melalui jaringan internet atau yang lebih dikenal dengan chatting baru
muncul dan populer beberapa tahun terakhir. Yaitu, tepatnya setelah ditemukannya
jaringan internet. Karena itu dalam buku-buku ulama dahulu khususnya buku fiqih, istilah
ini tidak bakal ditemukan. Namun substansi hukum dari chatting ini sebenarnya sudah
dibahas oleh ulama, jauh sebelum jaringan internet ditemukan.

Chatting dengan lawan jenis yang bukan mahram sama halnya dengan berbicara lewat
telepon, SMS, dan berkiriman surat. Semuanya memiliki kesamaan. Yaitu sama-sama
berbicara antara lawan jenis yang bukan mahram. Kesamaan ini juga mengandung
adanya kesamaan hukum. Karena itu akhi! Ada dua hal yang perlu kita bahas sebelum
kita lebih jauh membicarakan hukum chatting itu sendiri. Pertama, adalah hukum bicara
dengan lawan jenis yang bukan mahram. Kedua, adalah hukum khalwat.

Berbicara antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram pada dasarnya tidak
dilarang apabila pembicaraan itu memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh
syara’. Seperti pembicaraan yang mengandung kebaikan, menjaga adab-adab kesopanan,
tidak menyebabkan fitnah dan tidak khalwat. Dalam sejarah kita lihat bahwa istri-istri
Rasulullah berbicara dengan para sahabat, ketika menjawab pertanyaan yang mereka
ajukan tentang hukum agama. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman yang artinya:

Karena itu janganlah kamu (isteri-isteri Rasul) tunduk dalam berbicara sehingga orang
yang dalam hatinya ada penyakit memiliki keinginan buruk. Tetapi ucapkanlah
perkataan yang baik. (QS. al-Ahzab: 32) Imam Qurtubi menafsirkan kata alkhudhu’
(tunduk) dalam ayat di atas dengan arti lainul qaul (melembutkan suara) yang
memberikan rasa ikatan dalam hati.

Artinya pembicaraan yang dilarang adalah pembicaraan yang menyebabkan fitnah


dengan melembutkan suaraTermasuk di sini adalah kata-kata yang diungkapkan
dalam bentuk tulisan. Karena dengan tulisan seseorang juga bisa mengungkapkan
kata-kata yang menyebabkan seseorang merasakan hubungan khusus, kemudian
menimbulkan keinginan yang tidak baik.

Termasuk juga dalam melembutkan suara adalah kata-kata atau isyarat yang mengandung
kebaikan, namun bisa menyebabkan fitnah. Yaitu dengan cara dan bentuk yang
menyebabkan timbulnya perasaan khusus atau keinginan yang tidak baik pada diri lawan
bicara yang bukan mahram. Baik dengan suara ataupun melalui tulisan.
Adapun khalwat, hukumnya dilarang dalam agama Islam. Sebagai mana dalam sabda
Rasulullah Saw yang artinya: "Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat dengan
seorang wanita kecuali dengan mahram." (HR. Bukhari dan Muslim)

Khalwat adalah perbuatan menyepi yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan
yang bukan mahram dan tidak diketahui oleh orang lain. Perbuatan ini dilarang karena ia
dapat menyebabkan atau memberikan peluang kepada pelakunya untuk terjatuh dalam
perbuatan yang dilarang.

Khalwat bukan saja dengan duduk berduaan. Tetapi ngobrol lewat telepon di luar
kebutuhan syar’i juga dihitung berkhalwat. Karena mereka sepi dari kehadiran
orang lain, meskipun fisik mereka tidak berada dalam satu tempat. Bahkan lewat
telepon mereka lebih bebas membicarakan apa saja selama berjam-jam tanpa
merasa dihantui.

Hukum chatting sama dengan menelpon sebagai mana yang sudah kita terangkan di atas.
Artinya chatting di luar kebutuhan yang syar’i termasuk khalwah.Walaupun dengan niat
berdakwah. Karena berdakwah bukanlah kebutuhan syar’i.Namun bila ada tuntutan syar’i
yang darurat, maka itu diperbolehkan sesuai kebutuhan. Tentunya dengan syarat-syarat
yang sudah kita jelaskan di atas. Demikian yang dapat ana sampaikan. Semoga dapat
bermanfaat. Wallahu a’lam.s

Anda mungkin juga menyukai