Pertama adalah prioritas ilmu atas amal. Menurut beliau bahwa sesungguhnya
ilmu pengetahuanlah yang menjelaskan mana perbuatan yang diterima dan
mana perbuatan yang ditolak; mana perbuatan yang diutamakan dan mana pula
yang tidak diutamakan. Ilmu pengetahuan juga menjelaskan perbuatan yang
benar dan juga perbuatan yang rusak; perbuatan yang dikabulkan dan yang
ditolak; perbuatan yang termasuk sunnah dan perbuatan yang termasuk bid'ah.
Setiap perbuatan disebutkan "harga" dan nilainya, menurut pandangan agama.
Keempat adalah prioritas maksud dan tujuan atas penampilan luar. Yang
dimakudkan disini ialah bagaimana kita mengetahui, memahami, menyelami
berbagai tujuan yang terkandung dalam syariah. Kemudian mengetahui rahasia
dan sebab-sebabnya, mengaitkan antara satu sebab dengan sebab yang lain,
mengembalikan bagian-bagian atau cabang ke pokoknya, dan tidak
mengganggu penampakan dari luarnya. Bahwa agama ini tidak mensyari’atkan
sesutau tanpa perhitungan, tetapi dibuatdengan terkandung hikmah yang sesuai
dengan kesempurnaan Allah, ilmu, rahmat, dan kebaikan-nya kepada setiap
makhluk-Nya. Bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia, syariah
yang kaku, dan tidak berguna.
Kelima adalah prioritas ijtihad atas taqlid. Prioritas ini berhubungan dengan
prioritas diatas, yakni persoalan pemahaman atas hafalan dan maksud dan
tujuan syariah. Seperti yang di tulisakan dalam Al-Qur’an dalam suarat Al-Isra
ayat 36, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya.....” . Ini adalah dasar Ibn Qayyim dalam melarang
melakukan taqlid. Karena perbedaan waktu dan zaman, pengaruh umur,
kematangan atau tempat, para imam ahli ijtihad juga telah banyak melakukan
perubahan terhadap pendapat mereka ketika mereka masih hidup.
Keenam adalah prioritas dan perencanaan pada urusan dunia. Ini adalah
penegasan bahwa pentingnya ilmu dalam urusan dunia.