Anda di halaman 1dari 8

Teologi CINTA SEBAGAI lelaki normal, aku sangat mengaguminya.

Selain berparas ayu, dia hampir memiliki segala kelebihan yang memang sangat patut dikagumi, terutama oleh para lelaki yang mendambakan kenikmatan cinta yang sejati. Kalau bicara, tutur katanya halus, lembut, dan indah. Dia hampir tak pernah sekali pun merajuk sebagaimana umumnya gadis-gadis sebayanya. Dia juga tak pernah bermanja-manja kepada siapa saja. Dia pun tak pernah mengumbar emosinya sehingga uring-uringan, marah, memaki, mengumpat, menghina, mencela, dan sebagainya sama sekali tak pernah dia lakukan. Dan, dia juga selalu on untuk diajak berbicara tentang apa saja. Dia memang nyaris sempurna sebagai seorang manusia, sebagai seorang gadis, sebagai seorang anak, sebagai seorang sahabat, dan sebagainya. Masya Allah!!! Aku sangat mengagumimu dan mencintaimu. Lahir dan batin. Jasmani dan rohani. Hidup dan mati. Dalam suka maupun duka, kataku berterus terang, dalam suatu kesempatan tatap muka dengannya. Cinta yang keberapa yang kamu berikan kepadaku? tanyanya, sambil menyunggingkan sebuah senyum yang amat manis. Tentu saja, cinta yang pertama sekaligus terakhir. Cinta yang utama dan segala-galanya. Setitik pun tidak ada cinta yang tertinggal, semua kupersembahkan hanya kepadamu, jawabku, dengan intonasi serta mimik sangat serius. Ah, jangan begitu! Aku justru tidak mau kalau cinta pertama itu kamu berikan kepadaku, apalagi hanya kepadaku. Juga, aku tidak mau kalau kamu menyerahkan segala-galanya kepadaku. Sekali lagi, aku tidak mau cinta seperti itu, jawabnya, mantap. Maksudmu? Kamu harus tetap realistis. Kamu harus tetap menempatkan sesuatu pada tempatnya. Jangan menempatkan sesuatu bukan pada tempat yang sebenarnya. Kamu tidak boleh fasik! tuturnya, lembut namun menyentuh relung hatiku yang terdalam. Artinya? Ya, aku hanya manusia biasa yang tak lepas dari cela. Aku bukan manusia sempurna, bahkan, mungkin, sangat jauh dari sempurna. Kalau pun manusia sempurna, aku masih juga belum berhak dan pantas menerima cinta pertama dari siapa pun. Juga penyerahan atas segalanya dari siapa saja, aku tak berhak menerima, dan karena itu aku wajib menolaknya, jelasnya. Lalulalulalu? Ya sudah, titik. Tidak boleh lalu, lalu. Aku masih belum paham maksudmu. Belum paham atau tak mau paham? Aku diam. Namun, hatiku bergejolak. Aku penasaran. Ingin rasanya segera mendapatkan jawaban yang melegakan dari dia. Kamu orang beragama kan? tanyanya, menyengat hatiku. Ya, tentu!, jawabku dengan nada agak tinggi, namun masih dalam kendali kesabaran. Kamu juga

orang beriman kan? Ya, pasti!, jawabku dengan rasa dongkol di dalam hati, namun kedongkolan itu kubungkus rapat-rapat dengan daun-daun kesabaran dan ketabahan. Kalau begitu, Kamu pasti yakin dan percaya kepada Alloh kan? Ya, otomatis, jawabku dengan kedongkolan yang semakin sulit kututupi. Apakah Kamu mencintai Alloh? Sangat cinta!, jawabku sambil berupaya keras untuk memegang teguh kesabaran dan kedewasaan berpikir. Cinta yang keberapa yang Kamu berikan kepada Alloh? Aku terdiam. Berpikir dalam-dalam, berintrospeksi. Aku sadar bahwa cinta yang seharusnya kupersembahkan kepada Alloh adalah cinta yang pertama dan utama. Aku juga sadar bahwa yang seharusnya menerima dan berhak atas segala penyerahanku hanyalah kepada Alloh. Dan, kini aku pun benar-benar paham mengapa dia menolak cinta pertamaku dan segala penyerahanku. Sudah paham? tanyanya, mengejar. Sudah, jawabku, pendek, dan tanpa sedikit pun rasa dongkol. Apakah Kamu masih tetap ingin menyerahkan cinta pertama Kamu kepadaku? kejarnya. Tidak! Cinta pertama hanya pantas diberikan kepada Alloh, jawabku. Dia tersenyum tipis, yang kemudian perlahan-lahan senyum itu mengembang hingga menjadi sebuah tawa yang indah, bukan tawa yang terbahak-bahak. Kalau begitu, cinta yang kupersembahkan kepadamu adalah cinta yang kedua, setelah cinta kepada Alloh, lanjutku. Oh, jangan! Jangan! Jangan! Yang kedua pun aku belum berhak dan belum pantas menerimanya. Aku kembali diam. Terpekur. Introspeksi lagi. Bertanya-tanya kepada hati sanubari, siapa gerangan yang paling berhak menerima cinta keduaku. Kamu percaya kepada utusan-utusan Alloh? tanyanya, kemudian. Ya, saya percaya karena itu satu paket dengan percaya kepada Alloh, jawabku. Kalau begitu, Sampean juga cinta kepada utusan Alloh yang paripurna? lanjutnya. Lagi-lagi, aku terdiam, tersadar, dan terpekur. Aku tahu bahwa pertanyaan selanjutnya yang harus kujawab adalah Cinta keberapa yang Kamu berikan kepada utusan Alloh yang paripurna itu? Kok, nggak jawab, apa Kamu tidak cinta kepada utusan Alloh yang terakhir itu? Aku sangat mencintainya, dan karena itu, sekarang aku sadar bahwa cinta keduaku seharusnya untuk junjunganku itu, jawabku. Kalau begitu, apakah Kamu akan memberikan cinta yang ketiga kepadaku? kejarnya. Aku diam. Aku mencoba berpikir dalam-dalam. Aku yakin dia pasti akan menolak lagi jika itu kuutarakan. Pasti! Aku benar-benar bodoh. Aku ingin tahu, cinta keberapa yang seharusnya kau inginkan dariku??! tanyaku. Yang keenam! jawaban gadis itu, pendek. Lho, yang ketiga, keempat, dan kelima untuk siapa? tanyaku, heran. Yang ketiga untuk jihad di jalan Alloh, yang keempat untuk Ibumu, dan yang kelima untuk Bapakmu, jawabnya. Berarti, cinta yang kupersembahkan kepadamu harus merupakan sisa-sisa dari kelima cinta itu?

tanyaku. Cinta itu bukan benda padat, bukan benda cair, dan bukan pula benda gas. Cinta itu tidak akan pernah habis meski diberikan kepada siapa saja dalam kadar yang sangat besar sekalipun. Cinta juga bukan bilangan matematika. Cinta juga tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka-angka dan persentase. Aku hanya mengangguk-angguk mendengarkan petuah cintanya. Aku semakin menyadari kebodohanku selama ini, terutama tentang cinta yang benar. Selama ini sangat banyak orang yang salah menempatkan cinta. Cinta kepada sesuatu diletakkan di atas cinta kepada ibu-bapaknya, di atas cinta kepada jihad di jalan Tuhan, di atas cinta kepada utusan Tuhan, dan bahkan di atas cinta kepada Tuhan sendiri. Karena itu, berjuta-juta pelanggaran cinta pun terjadi dan terus-menerus selalu terjadi di mana pun, kapan pun, dan dalam situasi-kondisi bagaimanapun. Orang tidak segan-segan durhaka kepada ibu-bapaknya, keluar dari jalan Tuhan, keluar dari ajaran rasul, dan bahkan berani menantang Tuhan hanya karena cintanya yang sangat tidak proporsional kepada harta, tahta, wanita, keluarga, saudara, kolega, penguasa, dan sebagainya, tuturnya, jelas dan tandas. Kini aku semakin paham dan jelas akan makna teologi cinta yang semestinya, senyatanya, dan sebenarnya. Aku pun sadar bahwa selama ini aku belum mengenal teologi cinta yang benar itu. Selama ini wawasan cintaku sangat sempit, dangkal, dan rendah. Seiring dengan kesadaran itu, sebuah pemikiran jernih yang bersemayam di dalam sanubariku yang suci seketika itu pun kontan melayang-layang mengitari alam bebas nan luas. Kesalahan menempatkan cinta itulah, sebenarnya, yang merupakan sumber segala malapetaka, musibah, dan bencana yang menimpa manusia. Kesalahan penempatan cinta oleh para pembuat atau penentu kebijakan pasti melahirkan kebijakan atau keputusan yang salah, yang pasti akan menimbulkan malapetaka, musibah, bencana, kehancuran, dan kebinasaan bagi siapa dan apa saja yang berada di dalam kawasan berlakunya kebijakan atau keputusan itu. Kesalahan penempatan cinta oleh para pembuat dan pelaksana kebijakan di bidang politik akan melahirkan kerusakan di bidang politik; kesalahan penempatan cinta oleh para pembuat dan pelaksana kebijakan di bidang hukum akan melahirkan kerusakan di bidang hukum; serta kesalahan penempatan cinta oleh para pembuat dan pelaksana kebijakan di bidang ekonomi akan melahirkan kerusakan di bidang ekonomi. Demikian pula kesalahan penempatan cinta oleh para pembuat dan pelaksana kebijakan di bidang-bidang lainnya sosial, budaya, pertahanan-keamanan, lingkungan hidup, hak asasi manusia, dan sebagainya, pasti akan melahirkan kerusakan, kehancuran, dan kebinasaan bagi siapa dan apa saja yang berada dalam kawasan berlakunya kebijakan itu. Begitu pemikiran jernihku berhenti melayang-layang di alam bebas nan luas, aku pun merasa telah sampai di suatu titik kesadaran yang setinggi-tingginya. Tiba-tiba, dari dalam sanubariku tercetus ikrar kesetian kepada Tuhan, pencipta sekaligus pemilik kebenaran dan kebaikan hakiki dan sejati. Mulai saat ini, hamba-Mu yang lemah dan sering zalim ini akan selalu berupaya sekuat tenaga untuk menempatkan cinta kepada-Mu di tempat yang pertama, utama, dan tertinggi. Dan, hamba juga akan berusaha sekuat tenaga untuk senantiasa menempatkan cinta kepada selain Engkau di tempat yang sebenarnya dan semestinya.

Pada Tahu ngak ada berapa macam cinta menurut islam ? 8,9,10 atau brp yah ? terus kira-kira cinta yang paling tinggi derajat nya itu cinta apa yah ? terus siapa yah yg paling pantas buat kita sayangi selamanya ?. Yaya,dari pada penasaran now lets read this (afwan bhs inggrisnya masih blepotan hehe)..!! Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syaian katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syaian fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga :

(1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain (2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan (3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri. Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Alloh Subhanawata'ala, maka ia lebih suka berbicara dengan Alloh Swt, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Alloh Subhanawata'ala dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Alloh Subhanawata'ala daripada perintah yang lain. Dalam Quran cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya: 1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan nggemesi. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain. 2. Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Quran , kerabat disebut al arham, dzawi al arham, yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu bersilaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat. 3. Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Quran disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama. 4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir

tak menyadari apa yang dilakukan. Al Quran menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf. 5. Cinta rafah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Quran menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2). 6. Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Quran menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)

7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Quran tetapi dari hadis yang menafsirkan al Quran. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa matsur dari hadis riwayat Ahmad; wa asaluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqaika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa iltihab naruha fi qalb al muhibbi.

8. Cinta kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Quran ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286) "Tuhanku segala kebaikan diriku adalah berkat anugerah-Mu Engkau berhak memberi kepadaku. Dan segala keburukan diriku semata-mata karena keadilan-Mu, Engkau berhak menuntutku."

"Tuhanku, Bagaimana mungkin Kaubiarkan aku mengurusi diriku sementara Engkau menjaminku? Bagaimana mungkin aku akan dizalimi sementara Engkaulah penolongku? Bagaimana mungkin aku kecewa sementara engkau mengasihiku? Inilah diriku yang mendekat kepada-Mu melalui rasa butuhku kepada-Mu dengan sesuatu yang tidak mungkin sampai kepada-Mu? Bagaimana akan mengeluhkan keaadaanku kepada-Mu sementara Engkau mengetauinya? Dan bagaimana aku akan menterjemahkan lewat kata-kata sementara semua itu berasal dari-Mu dan kembali pada-Mu ? Bagaimana mungkin aku aku memutuskan harapan sementara ia telah sampai pada-Mu? Bagaimana mungkin keadaanku tidak menjadi baik sementara ia berasal dari-MU dan kembali kepada-MU?"

"Tuhanku, betapa Engkau sangat mengasihiku padahal aku begitu dungu. Betapa Engkau menyayangiku padahal begitu buruk perbuatanku." "Tuhanku, betapa Engkau sangat dekat kepada-Ku dan betapa aku sangat jauh dari-Mu." "Tuhanku, Engaku sangat mengasihiku. jadi, apakah yang menghijabku dari-MU." "Tuhanku,lewat perubahan keadaan dan pergantiaan masa aku menyadari bahwa engkau hendak memperkenalkan diri-Mu kepadaku dalam segala sesuatu sehingga aku tidak lalai dari-Mu dalam setiap waktu." "Tuhanku ketika dosa-dosa membuatku bisu,kemurahan-Mu membuatku kembali bicara. Setiap kali peragaiku membuatku putus asa, karunia-MU membuatku kembali berharap." "Tuhanku, siapa yang kebaikannya berupa keburukan,apalgi keburukannya? Dan siapakah kebenarannya sekedar pengakuaan, tentu pengakuaannya hanya palsu." "Tuhanku,keputusan-Mu yang pasti berlaku dan kehendak-MU yang tak tertolak membuat kelu mereka yang pandai bicara dan membuat ringkih mereka yang tampak berlebih." "Tuhanku, betapa banyak ketaatan yang kulakukan dan keadaan yang kuperbaiki, tiba-tiba harapanku kepadanya dihancurkan oleh keadilan-Mu. Namun, karunia-Mu kemudian membebaskanku darinya." "Tuhanku, Engkau mengetahui bahwa meskipun aku tidak terus melakukan ketaatan, namun aku tetap berniat dan mencintai ketaatan." "Tuhanku, bagaimana aku bertekad sementara Engkaulah yang menentukan? Tetapi,bagaimana aku tidak akan bertekad sementara Engkau yang memberi perintah?" "Tuhanku, hilir-mudikku di alam benda ini menjauhkan perjalanan. Maka ,dekatkanlah aku kepada-Mu lewat peng-abdian yang menghantarkanku kepada-Mu." "Tuhanku bagaimana mungin sesuatu yang bergantung kepada-Mu dijadikan petunjuk kepada-Mu? Adakah yang lebih terang dari-Mu sehingga dapat dijadika petunjuk kepada-Mu? Kapankah Engkau tersembunyi sehingga dibutuhkan dalil yang menunjukan keberdaan-Mu? dan kapankah Engkau jauh sehingga alam ini dianggap bisa menghantarkan kepada-Mu?"

"Tuhanku,sungguh telah buta mata orang tidak mampu melihat-Mu sebagai Zat yang dekat dan mengawasi. Dan sungguh merugi hamba yang tidak meyertakan cinta kepada-Mu." "Tuhanku, Engkau menyuruhku kembali ke alam ini. Maka, kembalikan aku kepadanya diliputi selubung cahaya dan petunjuk mata hati sehingga aku bisa kembali kepada-Mu darinya dengan jiwa terpelihara dari mencintainya dan enggan bersandar kepadanya. Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu." "Tuhanku, ajarkan kepadaku samudra ilmu-Mu yang terjaga! Lindungi aku dengan rahasia nama-Mu yang terpelihara!" "Tuhanku, wujudkan aku dalam hakikat orang-orang yang dekat dengan-Mu dan nmasukan aku kejalan orang yang ditarik menuju-Mu."

"Tuhanku kelurkan aku dari hinanya diri! sucikan aku dari keraguaan dan syirik sebelum masuk liang kubur! Kepada-Mu aku meminta pertolongan. Maka, tolonglah aku! kepada-Mu aku bersandar maka jangan tinggalkan diriku! Keopada-Mu aku mengaitkan diri maka jangan jauhkan diriku! Dipintu-Mu aku bersimpuh maka jangan kauusir aku! Kepada-Mu aku meminta maka jangan kecewakan diriku! Serta karunia-Mu yang kuinginkan maka jangan Kau haramkan aku darinya!"

"Tuhanku rida-Mu sana sekali tidak bergantung pada sebab dari-Mu. Maka,bagaimana mungkin rida-Mu bergantung pada sebab dariku? Engkau Mhacukup dengan zat-Mu sehingga tidak membutuhkan manfaat dari-Mu. jadi bagaimana mungkin Engkau membutuhkan sesuatu dariku?" "Tuhanku, ketentuan dan ketetapan-Mu telah mengalahkanku. Namun, hasrat terhadap ikatan syahwat telah menawanku. Karena itu, jadilah penolong yang menolongku dan menolong yang lain lewat diriku. Cukupkan aku dengan kemurahan-Mu sehingga aku tak perlu lagi meminta. Engakulah yang menerbitkan cahaya di dalam hati para wali-Mu sehingga mereka mengenal dan mengesakan-Mu. Engkaulah yang menghilangkan kotoran dunia dari hati para kekasih-Mu sehingga mereka tidak mencintai selain-Mu dan hanya bersandar kepada-Mu. Engkaulah penentram hati mereka ketika dunia merisaukan mereka. Engkaulah yang memberinya petujuk kepada mereka sehingga semua tanda menjadi terang . Adakah yang tersisa bagi mereka yang kehilangan-Mu? Sungguh malang orang yang rida dengan selain-Mu dan sungguh rugi orang yang beranjak dari-Mu." "Tuhanku, bagaimana mungkin aku berharap kepada selainMu sementara Engkau tidak pernah berhenti melimpahkan kebaikan? Bagaimana mungkin aku meminta kepada selainMu sementara Engkau senantiasa mmemberi anugerah? Wahai Zat yang menciptakan manisnya munajat kepada para kekasihNya sehingga mereka bersimpuh mesra dihadapan-Nya. Wahai Zat yang memakaikan baju keagunganNya kepada para wali-Nya sehingga mereka bangga dengan kemuliaan-Nya. Engkaulah Zat yang ingat sebelum mereka ingat. Engkau tela berbuat baik sebelum mereka mengabdi. engkaulah yang dermawan, yang memberi sebelum mereka meminta. Engkaulah maha pemberi dan dan kemudian Kau pinjam pemberian tadi (untuk dibayar berlipat ganda) "Tuhanku, panggilah diriku dengan rahmat-Mu sehingga aku sampai kepada-Mu. Tarik aku lewat anugerah-Mu sehingga aku mendatangi-Mu." "Tuhanku, harapanku kepada-Mu tidak pernah putus meskipun aku berbuat maksiat kepada-Mu; kecemasanku tidak akan pernah sirna meskipun aku menanti-Mu."

"Tuhanku, dunia telah menyeretku kepada-Mu dan pengetahuankuakan kemurahan-Mu membuatku berdiri dihadapan-Mu." "Tuhanku bagaimana aku kecewa sementara Engkaulah harapanku? Bagaimana aku terhina sementara Engkaulah sandaranku?" "Tuhanku, bagaimana aku merasa mulia sementara kaucampakan aku dalam kehinaan? Tetapi bagaimana aku tidak merasa mulia sementara kepada-Mu Kaukaitkan diriku?" "Tuhanku,bagaimana aku tidak merasa fakir sementara Engkaulah yang menempatkanku dalam kefakiran? Namun, bagaimana aku merasa fakir sementara Engau mencukupiku dengan kemurahan-Mu? Hanya Engkau ,dan tiada Tuhan selain-Mu. Engkau telah memperkenalkan diri kepada segala sesuatu sehingga tida ada yang tidak mengenal-Mu. Engkau memperkenalkanku kepada segala sesuatu sehingga

aku melihat-Mu dalam segala sesuatu. Wahai Zat yang dengan Rahman-Nya yang bersemayam dalam Arasy sehingga Arasy lenyap dengan naungan Rahman-Nya sebagaimana dunia lenyap dalam Arasy-Nya. Kaumusnahkan alam dengan alam dan Kau lenyapkan dunia dengan kepungan cakrawala cahaya. Wahai Zat yang tersembunyi dibalik pagar kemuliaan-Nya sehingga tidak terjangkau pandangan mata. Wahai zat yang menjelma lewat sempurna keagunggan-Nya sehingga Tampak jelas keagunggan-Nya. Bagaimana mungkin Engkau tersembunyi padahal Engkau Maha-tampak? bagaimana mungkin Enkau gaib padahal engkaulah Pengawas Yang Mahahadir?" Saya berharap semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya melalui tulisan ini. Sungguh Dia Maha Mendengar, Maha Dekat. dan Maha Mengabulkan.Salawat dan salam semga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, kepada keluargannya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya hingga hari akhir.

SALAM UKHUWAH FILLAH

Anda mungkin juga menyukai