Anda di halaman 1dari 21

Marcellia Crenata 08/265344/TK/33617 Teknik Kendaraan Sistem Steering pada Kendaraan Sistem steering suatu kendaraan dimaksudkan untuk

mengendalikan arah kendaraan. Suatu sistem steering dikatakan ideal untuk suatu kendaraan jika ia memiliki sifat-sifat: 1. Dapat digunakan sebagai pengendali arah kendaraan untuk segala kondisi, segala jenis belokan, dan segala jenis kecepatan. 2. Dapat menjamin serta menjaga stabilitas arah kendaraan pada segala jenis gerakan belok dan pada segala kecepatan. 3. Tidak membutuhkan tenaga yang besar dari pengemudi untuk menggerakkan roda kemudi dalam mengendalikan arah gerak kendaraan. 4. Tidak membahayakan pengemudi jika terjadi kecelakaan pada kendaraan. Sistem steering yang dipakai pada kendaraan jika ditinjau dari tenaga yang dipakai untuk membelokkan roda kemudi, dapat dibedakan menjadi: 1. Manual Steering Pada kemudi ini semua tenaga yang dibutuhkan untuk membelokkan roda dating dari tenaga yang dating dari lingkar kemudi yang diputar oleh tenaga dari pengemudi. 2. Power Steering Pada sistem kemudi ini tenaga untuk membelokkan dating dari tenaga hidrolik atau elektrik, tidak datang dari tenaga pengemudi. Putaran lingkaran kemudi oleh pengemudi hanya merupakan sinyal bagi sistem tenaga bagi sistem kemudi. Ditinjau dari jumlah roda yang berbelok saat lingkar kemudi diputar, sistem kemudi dapat dibedakan menjadi:

1. Sistem kemudi dua roda, yaitu sistem kemudi yang hanya menggunakan belokan dua roda (umumnya roda depan) untuk mengendalikan arah gerakan kendaraan. 2. Sistem kemudi empat roda, yaitu sistem kemudi yang menggunakan belokan keempat roda untuk mengendalikan arah gerakan. Belokan roda depan berfungsi sebagai pemberi arah, sedangkan belokan roda belakang berfungsi sebagai pengendali atau penyetabil arah dari gerakan kendaraan. a. Manual Steering Sistem kemudi ini sering juga disebut konvensional dimana semua tenaga yang diperlukan untuk membelokkan roda dating dari pengemudi yang ditransmisikan melalui sistem kemudi. Untuk kendaraan penumpang atau kendaraan kecil umumnya menggunakan mekanisme rack dan pinion dalam sistem kemudi. Salah satu model system kemudi dengan rack dan pinion ditunjukkan oleh gambar di bawah ini :

Gigi pinion tersebut berpasangan dengan rack yang datar. Perbandingan putaran pinion dan gerakan rack menggambarkan perbandingan kemudi. Tie rod dipasang pada ujung-ujung rack dimana ia berfungsi untuk memutar lengan kemudi yang berikutnya akan memutar roda. b. Power Steering Kendaraan yang menggunakan power steering memiliki sistem tenaga untuk membantu pengemudi membelokkan roda kendaraan. Tenaga yang diperlukan dari pengemudi hanya kecil yaitu umumnya hanya untuk memberi sinyal atau menggerakkan katup pengatur sistem tenaga. Sebagian besar sistem tenaga dari power steering pada kendaraan adalah sistem hidrolik. Sebuah pompa hidrolik mensuplai hidrolik bertekanan tinggi jika pengemudi memutar lingkar kemudi. Fluida bertekanan tenaga dari pompa tersebut untuk memberikan semua yang dibutuhkan

membelokkan roda. Beberapa kendaraan ada yang memakai electronic power steering, sistem ini menggunakan motor listrik untuk menggerakkan roda. Komponen utama dari power steering adalah : Pompa hidrolik Pompa ini digerakkan oleh tenaga dari mesin. Fungsinya untuk menghasilkan fluida bertekanan tinggi yang dapat mencapai 200 psi, jenis pompa biasanya pompa vane, pompa gigi, dan pompa roller. Hose dan fitting Fungsinya adalah menyalurkan fluida dari pompa ke katub kontrol. Dia harus tahan terhadap tekanan tinggi, temperatur tinggi, dan flexibel

Pendingin fluida rem Beberapa kendaraan mempunyai pendingin fluida khusus untuk fluida rem. Ini dimaksudkan agar temperatur fluida rem tidak terlalu tinggi agar tidak merusak seal dan komponen lain.

Fluida rem Fluida rem mempunyai kemampuan untuk tahan terhadap tekanan dan temperatur tinggi.

Switch tekanan Beberapa kendaraan memiliki switch tekanan untuk memberi sinyal pada Engine Control Module (ECM) agar menaikkan putaran mesin ideal pada saat tekanan pompa atau tenaga steer yang dihasilkan tidak mampu membelokkan roda. Salah satu sistem power steering yang dikembangkan

pada kendaraan Ford ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Kendaraan Ford juga mengembangkan variable-asist power steering yaitu sistem kemudi yang dapat mendeteksi kebutuhan tenaga untuk membelokkan roda dan dapat mengatur sistem kemudi agar dapat memberikan tenaga sesuai dengan kebutuhan tersebut. Skema dari sistem tersebut ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Pada power steering yang sensitif terhadap kecepatan, mempunyai tambahan komponen, diantaranya adalah : Electronic Control Module (ECM) yang berfungsi mengendalikan power steering. Sensor putaran lingkaran lingkar kemudi yang fungsinya untuk mendeteksi besarnya putaran lingkar kemudi. Sensor kecepatan kendaraan yang fungsinya untuk mendeteksi kecepatan kendaraan. Katup solenoid yang fungsinya mengatur besarnya tenaga hidrolik dari power steering. Pemutar lingkar kemudi dan kecepatan kendaraan yang dicatat oleh sensor adalah merupakan input untuk ECM. Dengan input tersebut ECM menentukan besarnya tenaga belok yang dibutuhkan dan kemudian mengirim sinyal yang sesuai untuk mengendalikan katup solenoid. Katup solenoid kemudian berfungsi sebagai Electronic Variable Orifice (EVO) yang dapat mengatur tekanan fluida rem sesuai dengan kebutuhan. c. Sistem Kemudi 2 Roda Hampir semua kendaraan roda empat saat ini masih menggunakan system kemudi 2 roda yaitu sistem kemudi yang hanya menggunakan 2 roda depan sebagai roda pengendali arah. Dengan perkembangan teknologi otomotif yang pesat dan tuntutan kebutuhan kualitas berkembang pesat, maka kecepatan kendaraan diharapkan semakin tinggi, kemampuan belok dan manuver semakin tinggi, dan stabilitas arah dari kendaraan juga semakin bagus. Kendaraan dengan sistem kemudi 2 roda pada saat belok bisa terjadi kondisi understeer atau oversteer. Umumnya pada kecepatan tinggi atau kondisi operasional kendaraan kurang bagus sering terjadi kondisi yang membingungkan pengemudi karena kendaraan tidak terkendali sehingga mengakibatkan kecelakaan. Permasalahan yang sering terjadi jika berbelok

dengan kecepatan tinggi adalah roda belakang skid kesamping sehingga terjadi gerakan yang terlalu besar sehingga pengemudi tidak mampu mengendalikan kendaraannya. Pada kondisi tersebut pengendalian kendaraan oleh pengemudi dengan menggunakan belokan roda depan saja sudah tidak mampu lagi menstabilkan kendaraan. Dengan permasalahan tersebut maka dikembangkan satu alternatif untuk mengatasi masalah perilaku arah tersebut berupa system kemudi 4 roda. Sistem kemudi 4 roda ini menggunakan belokan roda belakang untuk menstabilkan arah gerak kendaraan serta memperkecil kemungkinan terjadi kehilangan kendali pada kendaraan. d. Sistem Kemudi 4 Roda Perkembangan sistem kemudi 4 roda Pemakaian sistem kemudi 4 roda (4WS) pada kendaraan bermotor penumpang diawali oleh pabrik kendaraan bermotor Jepang diantaranya Honda Motor, Nissan Motor, dan Mazda Motor. Honda Motor mengeluarkan jenis kendaraan Honda Prelude (1986) menggunakan sistem 4WS murni, dimana sudut roda belakang (r) dikontrol penuh oleh system rida depan (f) melalui transmisi poros dan roda gigi. Nissan Motor mengeluarkan jenis kendaraan Nissan Skyline (1986) menggunakan sistem 4WS elektronik-hidrolik, dimana proses di dalam Electronic Control Unit (ECU) yang kemudian menggerakkan motor stepper dan selanjutnya menggerakkan actuator dengan hidrolik bertekanan. Sistem 4WS ini tentunya hanya bekerja pada kecepatan tinggi. Sementara Mazda Motor mengeluarkan jenis kendaraan Mazda Capella (1987) menerapkan sistem 4WS mekanik-elektronik-hidrolik, dimana sudut roda belakang (r) dikontrol oleh sudut roda depan (f) dan kecepatan longitudinal (U) melalui perpaduan antara

sistem mekanis dan system elektronik-hidrolik. Sistem mekanis pada sistem 4WS Mazda Capella meneruskan gerak steer depan dan sensor kecepatan ke dalam processor ECU. Sementara sistem elektronik-hidrolik berfungsi memproses sinyal yang masuk ke dalam ECU kemudian meneruskan ke motor stepper dan selanjutnya menggerakkan actuator sudut roda belakang melalui hidrolik bertekanan. Perbaikan sistem 4WS secara praktis dilakukan dengan menambahkan sensor maupun perbaikan mekanisme transmisinya. Penambahan sensor diantaraya adalah sensor kecepatan, sensor laju steer, dan sensor laju putaran kendaraan (yaw rate) sehingga dapat bekerja untuk kecepatan rendah dan tinggi. Sementara Nissan Motor memperbaiki sistem 4WS Nissan Skyline dengan mengeluarkan jenis kendaraan baru Nissan Sylvia (1988) yaitu menanbahkan sensor kecepatan dan sensor laju steer sehingga sistem 4WS bekerja pada kecepatan rendah dan tinggi dan dikontrol oleh laju steer. Pada tahun 1992 juga, Toyota Motor menerapkan sistem 4WS dengan sensor sudut steer depan, kecepatan dan menambahkan sensor laju putar kendaraan. Sensor laju putar berguna mengurangi gerak kendaraan yang tidak diharapkan dengan selalu mengontrol putaran kendaraan. Lee. A.Y. (1995) melakukan simulasi kontrol optimal dan test road melalui jalan zig-zag (lane change manuvers) bekerja pada kecepatan tinggi. Simulasi ini didasarkan pada kendaraan dengan 2 derajat kebebasan yaitu kea rah lateral dank e arah putar kendaraan (yawing) dengan umpan balik yaw rate. Hasil ini kurang memuaskan terutama untuk pengemudi berpengalaman.

Gambar di bawah ini menunjukkan sistem mekanis dari 4 roda yang digunakan Honda. Pada gambar tersebut juga ditunjukkan proses belokan roda depan dan belakang dimana terlihat bahwa belokan roda belakang maksimum yang searah dengan roda depan terjadi pada saat roda depan berbelok 8 yaitu sebesar 1,5. Sedangkan belokan roda belakang maksimum yang berlawanan arah dengan roda depan adalah sebesar 5,3 terjadi pada saat roda depan berbelok sebesar 30,3.

Sistem kemudi 4 roda dari Mazda di tunjukkan pada gambar di bawah ini. Kemampuan belok roda belakang maksimum baik searah maupun berlawanan arah dengan roda belakang adalah sama besar yaitu 5.

Dengan demikian terlihat bahwa kedua sistem tersebut kurang mampu untuk mengurangi radius putar yang cukup untuk memudahkan proses parkir. Sistem kemudi 4 roda Honda yang hanya membelokkan 1,5 roda belakang searah roda depan masih belum mampu mengatasi oversteer dengan baik. Perilaku belok Sistem kemudi 4 roda dapat membelokkan roda belakang searah atau berlawanan arah dengan belokan roda depan. Pada kondisi kendaraan berbelok understeer yang umumnya terjadi pada kecepatan rendah untuk mempertajam belokan, maka roda belakang dibelokkan berlawanan arah dengan belokan roda depan. Sebaliknya jika kendaraan oversteer yang umumnya terjadi pada kecepatan tinggi untuk menghindari yaw yang tinggi, maka roda belakang dibelokkan searah dengan roda depan. Karena roda belakang hanya berfungsi sebagai penyeimbang arah maka besar sudut beloknya umumnya jauh lebih kecil dari sudut belok roda depan. Pada kecepatan rendah dimana sudut slip dari ban masih kecil, maka radius belok kendaraan dengan sistem kemudi 2 roda lebih besar dari kendaraan dengan sistem kemudi 4 roda. Kondisi belok untuk kendaraan dengan sistem kemudi 2 roda dan 4 roda terlihat pada gambar di bawah ini :

Dari gambar tersebut dapat dirumuskan radius belok kendaraan dengan kemudi 2 roda (R2) dan kemudi 4 roda (R4) sebagai berikut : R2 = ((L)/(f-f+r)) x 57,29 R4 = ((L)/( f+r-f+r)) x 57,29 Dimana : L : panjang wheel base

f r

: belokan roda depan : belokan roda belakang Untuk kendaraan yang oversteer dan cenderung

f, r : sudut slip roda depan dan belakang sulit dikendalikan terlihat pada gambar di bawah ini :

Kondisi tersebut umumnya terjadi pada kendaraan dengan sistem kemudi 2 roda. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan membelokkan roda belakang searah dengan roda depan yaitu dengan sistem kemudi 4 roda seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini :

Dari gambar tersebut terlihat jelas bahwa sistem kendali 4 roda dapat mengatasi masalah oversteer yang berlebihan pada kemudi 2 roda. Pada dasarnya untuk mengatasi kondisi oversteer yang berlebihan, perencanaan sistem kemudi 4 roda umumnya sedemikian hingga posisi pusat putar kendaraan selalu berada pada daerah rancangan pusat putar seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini :

Analisa sudut belok roda Inti dari perancangan sistem kemudi 4 roda adalah besar dan arah belok roda belakang yang tepat untuk membantu pengendalian arah dari kendaraan. Sistem kemudi 4 roda dapat dirancang untuk dapat berperan multifungsi, dengan fungsi-fungsi : o Untuk mempermudah gerakan parkir sehingga dapat memperkecil ruang gerak yang dibutuhkan untuk parkir. Dalam hal ini dibutuhkan radius belok yang kecil. o Untuk mempertajam belokan kendaraan pada kecepatan rendah, sehingga kendaraan menjadi lebih lincah untuk belok tajam dan zig-zag. Dalam hal ini dibutuhkan radius belok kecil dengan arah belok terkendali sepenuhnya oleh pengemudi dengan belokan lingkar kemudi. o Untuk menjaga kestabilan kendaraan pada saat berbelok dengan kecepatan tinggi yang umumnya terjadi pada saat mendahului kendaraan lain pada jalur yang sama dan menghindari sesuatu pada kecepatan tinggi. Dalam hal ini dibutuhkan

pengendalian besarnya radius belok agar dapat memperkecil gaya sentrifugal dan pengendalian arah belok atau pengendalian sudut slip (). Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisa besar dan arah belok pada roda belakang dari sistem kemudi 4 roda agar dapat berperan dalam 3 fungsi di atas. Metoda pendekatan tersebut adalah : 1. Metoda sudut berimbang (f = r) Metoda ini lebih cocok untuk gerakan parkir atau pada di kecepatan depan rendah dimana dibutuhkan radius belok yang kecil. Seperti diuraikan gerakan kendaraan seperti tersebut membutuhkan arah belok roda belakang berlawanan arah dengan roda depan seperti yang ditunjukkan dengan model 2 roda atau model seperda pada gambar di bawah ini :

Dengan memperhatikan gambar diperoleh : f r 4 : 90 - f + f : 90 - r - r : 180 - f r = f + r f + r

Dengan

metoda

sudut

berimbang

sudut

belok roda belakang (r) dapat dihitung dengan rumus : r = f f r Jika metoda ini diterapkan pada kendaraan dengan kecepatan tinggi dengan arah belok roda belakang searah dengan roda depan makan dapat digambarkan dengan model seperti gambar di bawah ini :

Dengan memperhatikan gambar, diperoleh : f r 4 : 90 - f + f : 90 - r - r : 180 - f r = f + r f + r

Dengan menerapkan f = r maka sudut belok roda belakang dapat dirumuskan : r = f+r f Radius belok kendaraan dengan sistem kemudi 4 roda dapat dirumuskan secara

pendekatan geometri sebagai berikut : R4 = ((L)/( f-r-f+r)) x 57,29 2. Metoda tanpa sudut slip ( = 0) Metoda ini sangat cocok untuk meminimalkan radius belok sehingga tepat untuk gerakan parkir dan belokan tajam dimana umumnya arah belok roda belakang berlawanan arah dengan roda depan seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini :

Dengan

memperhatikan

gambar

di

atas

diperoleh : f = 90-f+f r = 90+r-r Tan f = (R4)/(a) Tan r = (R4)/(b) R4 = a tan f = b tan r Dari rumus-rumus di atas, sudut belok roda belakang dapat dirumuskan sebagai berikut : r = 90-r-arc tan [d/b x tan (90-f+f)]

Jika metoda ini diterapkan untuk kecepatan tinggi dimana arah r searah dengan f, maka kondisi belok kendaraan dapat digambarkan sebagai berikut :

Dari

gambar

di

atas

dapat

ditumuskan

sebagai berikut : f = 90-f+f r = 90+r-r a tan f = b tan r Dengan menggabungkan rumus-rumus di atas , diperoleh rumus untuk menganalisa sudut belok roda belakang : r = arc tan [a/b x tan (90-f+f)]+r-90 3. Metoda radius ackerman ( R4 = Rack) Metoda ini cocok dipakai untuk belokan tajam pada kecepatan rendah, karena dapat menjamin arah belok dan radius putar yang kecil yaitu sama dengan radius ackerman. Utuk kondisi dimana arah belok roda

belakang berlawanan dengan roda depan, maka kondisi belok dapat ditunjukk seperti pada gambar berikut :

Dari rumusan tentang radius ackerman dan radius belok kendaraan dengan kemudi 4 roda, dimana r berlawanan arah dengan f adalah : Rack = ((a+b)/f) x 57,29 R4 = ((a+b)/(f+r-f+r) x 57,29 Dengan menyamakan persamaan di atas diperoleh belakang berikut : r = f-r Dengan menerapkan metoda ackerman rumusan yang besaran belok roda sesuai adalah sebagai

maka besaran sudut belok roda belakang dapat dirumuskan sebagai berikut : r = r-f 4. Metoda slide slip terkendali (0ack) Metoda ini cukup tepat untuk kecepatan rendah maupun tinggi dengan arah r berlawanan arah atau searah dengan f. Dengan berpatokan pada metoda tanpa slide slip, dan dengan memperhatikan kondisi ackerman, maka diperoleh : ack = acr.sin ((b-f)/(a+b)x 57,29) Untuk r berlawanan arah dengan f : r{90-r-arc.tan[a/b tan(90-f+f)]} Dengan demikian harga r dapat ditentukan berdasarkan pengendalian sudut , dengan rumusan sebagai berikut : |r|r|90-r-arc.tan[a/b tan (90-f+f)]| Untuk r serah dengan f : r{arc.tan[a/b tan (90-f+f)]+r-90} Dengan konsep side slip terkendali maka didapat harga r dengan rumusan sebagai berikut : |arc.tan[a/b tan (90-f+f)]+r-90|rr

Anda mungkin juga menyukai