Anda di halaman 1dari 42

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

D A F T A R I S I
2 3 4

Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia


Editorial Prinsip-prinsip Olympism Latihan Kekuatan untuk Lari Sprint
Aaron Holt, Edith Cowan University, Perth, Australia

Persiapan Dasar untuk Usia Dini (7 11 tahun)


Akbar

16 19 26

Tes Fisik untuk Olahraga Pertempuran


Dr Greg Wilson, PhD, Program Manajer KOI

Karotenoid : Nutrisi Ajaib Pendobrak Performa Olahragawan

Wahyu Wijaya, Leenawaty Limantara, Ma Chung Research Center for Photosynthetic Pigments, Universitas Ma Chung

PETUNJUK UNTUK KONTRIBUSI KARANGAN / ARTIKEL

36

EDITORIAL OFFICE
Gedung Direksi Gelora Bung Karno Jl. Pintu I Senayan, Jakarta 10270, Indonesia

EDITORIAL REVIEW PANEL


Arie Ariotedjo Gregory J. Wilson Abdul Rauf Ade Lukman Dr. Mulyana, Universitas Negeri Jakarta Dr. Yul Kurniarobbi, Universitas Indonesia

EDITOR
Arie Ariotedjo

ASSISTANT EDITOR
Ben Haryo Wiena Octaria

CONTACT AND MAILING DETAILS


Website: www.olympic.or.id Email: www.wiena.octaria@olympic.or.id Phone & Fax: 021-5742426

1 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

EDITORIAL
Selamat datang di jurnal Strength and Conditioning Indonesia. Jurnal ini merupakan hasil kerjasama antara Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dengan Australian Strength and Conditioning Association (ASCA). Keputusan untuk membuat jurnal ini sebagai hasil pembahasan KOI dengan Editor in Chief untuk Journal of Australian Strength and Conditioning (JASC), Dr. Gregory J. Wilson (Program Manager KOI). Karena terbatasnya jurnal olahraga serupa JASC di tanah air maka disepakatilah kerjasama KOI-ASCA dalam bentuk Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia (JLKI). Tujuan dibuatnya JLKI adalah untuk menyebarkan informasi-informasi praktis dan mengikutsertakan hasil penelitian dari bidang Strength and Conditioning untuk para atlet dan pelatih. Mengingat Jurnal ini merupakan kerjasama antara KOI dan ASCA maka para pembaca akan dapat menemukan satu atau dua artikel dari JASC yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Staf editorial dari JLKI menerima kontribusi yang menyangkut Strength and Conditioning dari semua individu. Untuk itu, review juga akan dilakukan dengan cara yang konstruktif dan mendukung demi menghasilkan bahan bacaan yang berguna, praktis dan mudah diterapkan. Jurnal ini tidak hanya akan berisi artikel-artikel dengan informasi akademis saja tetapi juga artikel-artikel dengan informasi yang bisa digunakan oleh para pelatih dan atlet atau dipraktekkan secara langsung di bidang yang bersangkutan seperti: dalam pelajaran sekolah, klub olahraga lokal, institusi olahraga profesional ataupun akademi olahraga. Semua pembaca dianjurkan untuk membaca instruksi "Authors Guidelines" yang terdapat di akhir jurnal dan merupakan tujuan dari KOI-ASCA agar para pembaca bisa turut berkontribusi sehingga bisa mencerminkan luasnya jangkauan ide-ide dan aplikasi yang bisa digunakan menurut bidangnya. Kami sangatlah gembira dengan terbentuknya jurnal ini dan sangat menantikan masukan atau pendapat para pembaca. Saya juga berharap semua dapat menikmati serta mendapatkan banyak manfaat dari informasiinformasi yang tersedia dalam edisi perdana ini. Hormat Saya,

Arie Ariotedjo

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

Prinsip Dasar Olympism


1. Olympism adalah filosofi hidup, mengagungkan dan mengkombinasikan keseimbangan seluruh kualitas dalam badan, keinginan dan pikiran. Olahraga bercampur dengan kebudayaan dan pendidikan, Olympism mencari dan menciptakan jalan hidup berdasarkan pada usaha dan kesenangan, nilai pendidikan dari contoh yang baik dan menghormati etika prinsip dasar universal. 2. Tujuan Olympism untuk menempatkan olahraga atas pengabdian orang dalam pengembangan secara harmonis, dengan maksud untuk mempromosikan pada masyarakat secara damai yang perduli terhadap pemeliharaan dari martabat manusia. 3. Pergerakan Olympiade adalah terkonsentrasi, terorganisir, universal dan tindakan secara permanen, di bawah otoritas tertinggi dari IOC, dari semua individu dan organisasi yang terinspirasi dari nilai Olympism. Itu mencakup lima benua. Dan mencapai puncaknya dengan membawa atlitatlit dunia secara bersamaan di festival olah raga besar yaitu Olimpiade. Dengan Simbol lima cincin yang saling mengikat. 4. Praktek dalam berolahraga adalah hak asasi manusia. Setiap individu harus mempunyai kesempatan berlatih olahraga, tanpa diskriminasi tentang segala hal dalam semangat Olimpiade, yang memerlukan pemahaman timbal balik dalam semangat persahabatan, kesetiakawanan dan permainan secara adil. Organisasi, administrasi dan manajemen dari olahraga harus dikontrol oleh organisasi olahraga independen. 5. Apapun bentuk dari diskriminasi sehubungan dengan suatu negara atau seseorang berdasarkan ras, agama, politik, jenis kelamin adalah tidak sesuai dengan pergerakan Olimpiade. 6. Termasuk pergerakan Olimpiade memerlukan persetujuan dari Piagam Olimpiade dan pengakuan oleh IOC.

3 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

STRENGTH TRAINING FOR SPRINTING (LATIHAN KEKUATAN UNTUK LARI SPRINT)


Artikel Oleh Aaron Holt Edith Cowan University, Perth, Australia. ABSTRAK: Berlari Sprint (Sprinting) membutuhkan ketrampilan yang sangat tinggi, karena terdiri atas pengerahan tenaga yang maksimal dalam waktu yang relative sangat singkat. Analisa Biomekanikal dari para pelari Sprint kelas elite menunjukkan adanya sudut yang tinggi dari lututlutut mereka saat melakukan gerakan-gerakan Sprint. Pembentukan kekuatan dan tenaga otot yang maksimal adalah cara bagi seorang sprinter untuk meningkatkan kinerja mereka. Hal ini dapat dicapai dengan berbagai teknik latihan dan stimulus di fasilitas beban yang memadai, diperkuat dengan latihan-latihan plyometric dan resisted sprints (lari sprint dengan hambatan/resistance). Berlari sprint adalah sebuah ketrampilan dengan metode latihan yang sangat mendetail agar dapat menghasilkan adaptasi-adaptasi khusus, dimana adaptasi-adaptasi ini akan meningkatkan kinerja saat bertanding. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memperhatikan secara lebih mendetail mengenai otot-otot yang digunakan dalam berlari sprint, dan caracara untuk menguatkan otot-otot tersebut secara benar agar dapat meningkatkan kinerja. Artikel ini akan membahas lebih jauh mengenai latihan kekuatan (strength training) yang diperlukan untuk lari sprint secara lurus (straight-line sprinting), mulai dari akselerasi awal, sampai dan saat berada di posisi sprinting yang paling maksimal. Artikel ini juga bermanfaat bagi para atlit lompat (baik nomor lompat jauh maupun lompat jangkit) atau lari gawang (100-110m) yang ingin meningkatkan kecepatan lari mereka. Artikel ini akan mendiskusikan peranan dari latihan kekuatan untuk meningkatkan tenaga dan kekuatan, serta metode-metode lainnya yang digunakan oleh para atlit elite.
KATA KUNCI - Sprinting, Maximal Strength, Muscular Power.

ANALISA BIOMEKANIK LARI SPRINT Bagian ini akan mengulas mengenai dua aspek penting dalam lari sprint: yaitu sudut sendi lutut saat start, dan sudut sendi saat kecepatan sprint yang maksimal. Hal ini adalah karena artikel ini berfokus kepada latihan kekuatan, bukan kepada analisa biomekaniknya. Penulis merasa bahwa adalah penting untuk mengulas mengenai kedua aspek diatas sebagai dasar pemikiran untuk syarat-syarat latihan kekuatan yang akan penulis bahas secara mendalam didalam artikel ini. Posisi Block Start saat lomba lari Sprint memungkinkan atlit untuk mengoptimisasikan posisi kaki mereka pada sebuah situasi yang telah dapat ditetapkan sebelumnya. Para atlit dapat mengatur posisi awal mereka ke posisi yang lebih nyaman dan memungkinkan mereka untuk berakselerasi lebih cepat setelah reaksi awal. Begitu para atlit berada di posisi Block Start pada posisi set (ambil ancang-ancang), sudut kaki belakang bisa berkisar antara 120-130 derajat. Ini berbeda dengan sudut kaki depan yang berkisar antara

4 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia 97-103 derajat. Hal ini menunjukkan bahwa ada lebih banyak flexion, atau pelipatan para lutut kaki depan daripada lutut kaki belakang pada posisi set saat berada di starting blocks (14). Juga penting untuk diingat, bahwa dari block start, atlit harus mengatasi inertia, yang disebabkan oleh tidak adanya momentum untuk memulai, sehingga penting untuk memiliki tenaga reaktif (reactive strength). Dalam sebuah lomba lari 100m, setelah akselerasi awal, dan kira-kira menjelang akhir dari fase akeselerasi (kira-kira di jarak 30m untuk par atlit elite), sudut lutut saat touchdown rata-rata berkisar antara 148.48 derajat. Berikutnya, ada tambahan knee flexion (penekukan lutut) lebih jauh yaitu sebesar 6.26 derajat (nilai rata-rata/mean). Untuk para atlit elite dalam lari 100m sprint, pada jarak 70m mereka akan mencapai sudutsudut yang lebih tinggi (sudut lutut 150.89 derajat, dan mengalami knee flexion 13.98 derajat lebih jauh saat mengambil ancangancang), menunjukkan bahwa walaupun ada peningkatan sudut lutut menjelang akhir lomba, namun penekukan lutut ini minimal saja saat melakukan aksi sprint (3). Hal ini cukup relevan, karena saat latihanlatihan khusus seperti squat dan latihan lainnya, terjadi peningkatan sudut penekukan lutut, tentunya dalam latihan-latihan yang berhubungan dengan sprint training. AKSELERASI Akselerasi awal dalam lari sprint adalah amat penting. Semakin dekat jarak sprint, maka semakin besar penekanan pada fase reaksi dan akselerasi. Dalam kejuaraan atletik, para atlit nomor sprint dapat memulai pertandingan dengan memanfaatkan starting block yang memungkinkan akselerasi yang lebih cepat. Akan tetap, dalam banyak studi kasus, akselerasi bias dimulai dari posisi berdiri (standing position), dan dalam banyak kasus di olahraga beregu, dari walking start. Untuk mencapai akselerasi, perlu ada penekanan yang kuat untuk menggunakan otot-otot ekstensor dari pinggul (otot gluteal/bokong), dan ada banyak latihanlatihan yang dapat digunakan untuk memperkuat otot-otot tersebut. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, sudut-sudut lutut berbeda antara kaki depan dan belakang saat atlit berada di posisi ancang-ancang dengan memakai starting blocks. Riset yang dilakukan terhadap para pelari sprint lapangan telah menemukan bahwa fase kontak dengan lantai/tanah pada lari sprint jarak pendek lebih didominasi oleh tenaga propulsif (propulsive forces, daya lenting) jika dibandingkan dengan tenaga penahan (braking forces), dan dengan aksi otot concentric. Hal inilah yang menyebabkan mengapa para pelatih harus mengajarkan atlit untuk mendorongkan kakinya pada starting block, bukan menarik kaki menjauh dari starting block. Impuls horizontal rata-rata dari starting block dan kontak awal dengan lantai/tanah menunjukkan adanya korelasi antara kecepatan awal lari jika dihubungkan dengan bobot tubuh atlit. Baru ada sedikit riset yang telah dilakukan untuk menemukan bentuk/gaya yang paling tepat bagi para atlit agar dapat mencapai akselerasi secara optimal. Pembentukan tenaga Concentric (sebagaimana diterangkan diterangkan pada fase mendorong diatas) adalah factor yang esensial untujk mendapatkan kinerja start yang baik, dan oleh karena itu, tenaga lonjakan concentric amat berhubungan dengan kinerja lari sprint (20). Sehingga, peningkatan pada latihan-latihan

5 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia yang berhubungan dengan hal tersebut akan memberikan hasil yang positif untuk mencapa waktu akselerasi yang lebih baik. KECEPATAN MAKSIMUM (MAXIMUM SPEED) Kecepatan maksimum dapat ditingkatkan dengan meningkatkan salah satu dari dua hal berikut, yaitu menambah panjang langkah (stride length), atau meningkatkan frekuensi langkah dalam bilangan waktu tertentu. Telah ada studi terdahulu yang telah diterbitkan, yang menjabarkan bahwa ada perbedaan karakteristik biomekanik sehubungan dengan posisi tubuh, panjang langkah, frekuensi langkah, sudut lutut minimum, sudut pinggul dan waktu kontak dengan tanah/lantai antara lari sprint pendek 10m (saat akselerasi) dan saat mencapai kecepatan lari maksimum (21). Keterangan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tingkat atlit elit, kecepatan lari sprint atlit putrid berkisar antara 10.2-10.7 meter/detik, dan kecepatan tertinggi ini biasanya muncul pada jarak 45-58m saat menempuh jarak 100m tersebut. Atlit putra memiliki kecepatan lebih tinggi yaitu berkisa 11.5-11.8 meter/Detik, dan kecepatan ini muncul lebih lambat, yaitu diperkirakan pada jarak 60m dalam lari 100 meter. (16). Tabel 1Perbandingan akselerasi dan kecepatan maksimal Sprint dalam hubungannya dengan karakteristik Biomekanik Umum
Saat Akselerasi Postur Saat Berlari Lebar Langkah Frekuensi Langkah Sudut Lutut minimum mendekati mid support Condong Kedepan Lebih Pendek Sub Maksimum Lebih Kecil Saat Kecepatan Maksimum Tegak Lebih Panjang Maksimum Lebih Besar Hyperextension pada pinggul Waktu kontak dengan tanah/lantai Lebih Kecil Lebih Panjang Lebih Besar Lebih Pendek

PERIODISASI UNTUK LATIHAN KEKUATAN Seperti pada semua event olahraga, adalah penting untuk melakukan periodisasi (pengaturan waktu) untuk latihan kekuatan agar memperoleh keuntungan yang maksimal dari hasil latihan tersebut. Seorang pelatih perlu untuk mengikuti rencana tahunan, menulis rencana menjelang kompetisi, menyusun fase-fase latihan dan mengatur muatan latihan per minggu supaya mendapatkan muatan latihan yang benar. Faktor penting lainnya adalah usia dan status latihan dari atlit yang dilatih. Untuk referensi bagi persiapan latihan atlit junior dan atlit yang baru berkembang, dapat dibaca artikel dari Medlicott (13). PERSIAPAN UMUM Untuk lari sprint, pelatih perlu melihat faktorfaktor yang perlu dikembangkan agar para atlit dapat menunjukkan peningkatan. Pada fase persiapan umum, para atlit perlu dilatih dengan penekanan pada memperkuat seluruh badan, dan latihan conditioning secara umum. Contohnya ialah dengan circuit training, alatalat latihan dan/atau latihan dengan medicine ball. Para pelatih dapat menggunakan daya kreatif mereka untuk mengembangkan program latihan yang sesuai pada fase ini. Dua metode yang berbeda bisa digunakan untuk circuit training, yaitu latihan-latihan yang bisa dilakukan dalam sejumlah repetisi (10-20), atau latihan-latihan yang dapat dilakukan pada jangka waktu tertentu (30detik-1 menit). Recovery time (waktu pemulihan) antara sesisesi latihan dapat dibuat variasi, ditambah atau dikurangi sesuai dengan intensitas latihan tersebut. Atlit-atlit muda dan atlit-atlit yang masih yunior/masih dalam tahap 6

www.olympic.or.id

Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia perkembangan akan sangat membutuhkan latihan-latihan persiapan umum seperti ini. Sedangkan atlit-atlit berpengalaman yang sudah matang hanya perlu sesekali menjalankan latihan-latihan umum seperti ini jika sedang dalam fase persiapan yang panjang. Mobilitas (kemampuan bergerak) dan fleksibilitas (kelenturan) tubuh memiliki peranan yang amat penting dalam kinerja atlit, sehingga harus menjadi fokus sepanjang fase persiapan umum. PRA-KOMPETISI Saat masa latihan sudah mulai bergerak maju dalam hitungan tahun, titik berat (fokus) pelatihan akan berubah menjadi lebih spesifik. Kekuatan dan Kekuatan Maksimal (Strength and maximal strength), dan intensitas latihan akan meningkat. Latihanlatihan ini akan menggunakan heavy resistance, dan eksekusi teknik secara cepat. Latihan-latihan untuk bagian tubuh sebelah bawah ditekankan pada sudut-sudut sendi yang digunakan untuk sprinting, ( yaitu 1/4 atau 1/2 squats), sehingga variasi-variasi dari latihan-latihan yang digunakan pada fase-fase latihan terdahulu dapat menjadi keuntungan. Latihan kekuatan akan menjadi lebih dinamis dan sasarannya adalah meningkatkan tenaga (power). Aspek-aspek latihan lainnya yang akan menjadi fokus dalam kompetisi adalah teknik-teknik pemulihan seperti pemijatan (massage) dan mandi air panas/dingin (hot/cold contrast baths). KOMPETISI Fase latihan ini bisa dibagi menjadi Pre-Peak Competition phase(fase puncak pra kompetisi), dan Peak Competition Phase (Fase puncak saat kompetisi). Dalam fase ini, volume latihan perlu dikurangi, namun intensitas latihan kekuatan strength training yang vital tetap dipertahankan. Jika menyangkut para atlit sprint, hal ini berarti bahwa disarankan untuk mempertahankan tingkat tenaga dan kekuatan selama final tapering process (proses latihan yang makin lama makin dikurangi volumenya). Hal ini amat penting karena besarnya peranan tenaga dan kekuatan pada hasil yang akan dicapai oleh para atlit. Pada umumnya, atlit pria sebaiknya memulai tapering process lebih awal daripada putri; faktor penting lainnya adalah mengoptimisasi pemulihan tenaga dan regenerasi. Ini adalah proses dimana pelatih menggunakan pengalamannya saat melatih para atlit, agar supaya pengalamannya tersebut dapat menjadi pelajaran berharga bagi atlit-atlit asuhannya. Namun penting juga untuk disadari bahwa setiap atlit tentu akan mempunyai reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapinya. PILIHAN AKAN METODE-METODE LATIHAN Lari sprint secara alamiah membutuhkan tenaga, sehingga logis kiranya jika digunakan metode-metode latihan yang dapat menghasilkan peningkatan kekuatan otot-otot yang berhubungan dengan kegiatan berlari. Meningkatkan tenaga dan kekuatan dari bagian bawah tubuh (dengan tidak melupakan bagian atas tubuh yang juga memiliki peranan dalam sprinting) harus menjadi fokus dari pemilihan metode latihan bagi para atlit. Angkat beban dengan gaya Olympic style dan variasi-variasinya telah dipergunakan dalam rangka resistance training untuk para atlit. Latihan-latihan seperti pull to chest (tarikan tinggi), serta front and back squat (squat depan dan belakang) telah direkomendasikan untuk keperluan ini. Bagi para atlit lompat, angkatan snatch juga telah direkomendasikan (21). Walaupun latihanlatihan tersebut telah digunakan oleh pelatih-

7 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia pelatih, ada juga beberapa metode latihan lainnya yang bisa dipergunakan, misalnya Hang Cleans atau Hang Snatches. Metode latihan lain yang memperkuat otot kaki antara lain squats dan leg press. Pada umumnya, latihan-latihan yang mengembangkan kekuatan dan tenaga adalah latihan multi-joint exercises (latihan yang menggunakan beberapa sendi sekaligus) dan yang sedapat mungkin meniru gerakan dan pola spesifik dari olahraga yang ditekuni atlit tersebut. Pelatih harus mencatat bahwa sprinting adalah olahraga yang mana kekuatan dan tenaga dihasilkan dari ancangancang single leg stance (karena kegiatannya adalah berlari) sehingga sebagian besar gerakan dalam cabang ini dilakukan dengan sudut lutut yang tinggi seperti sudah disinggung pada bagian sebelumnya. Oleh karena itu, metode-metode latihan yang dapat mensimulasi/mereplikasi sudut-sudut tersebut harus digunakan secara teratur sebagai latihan khusus peningkatan kekuatan bagi para sprinter. Adalah sangat penting bagi para sprinter untuk menggunakan teknik mengangkat secara benar (correct lifting technique) saat berlatih, agar dapat meningkatkan kemampuannya. Penggunaan otot-otot yang benar, terutama dalam angkatan-angkatan dan gerakan squat gaya Olympic (Olympic type lifts and squats) adalah sangat penting, karena latihan tersebut membebani otot-otot gluteal (bokong) dan hamstring (paha), supaya dapat meningkatkan kekuatan pada otot-otot tersebut terutama karena otot-otot tersebut dipergunakan saat fase akselerasi dan fase berlari dengan kecepatan maksimal (maximal sprinting phase). Angkatanangkatan bergaya Olympic ini dipertimbangkan sebagai contoh latihanlatihan yang terbaik untuk memaksimalkan kinerja dinamis para atlit (7). Juga tidak kalah pentingnya adalah penggunaan teknik yang benar saat berlatih agar dapat mengurangi resiko cedera, terutama saat melakukan gerakan angkatmengangkat. Jangan sampai secara berlebihan membebani tulang belakang (spine) terutama saat melakukan squatting dan Olympic lifting exercises. Dan sudah saatnya para pelatih secara logis menjelaskan dan mengajarkan kepada para atlit, tindakan apa yang tepat dilakukan jika tidak berhasil mengangkat beban (miss the lift) secara benar. Hal ini sangat penting terutama kalau atlit berusaha mengangkat beban yang telah mendekati batas kemampuannya, terlebih kalau beban itu sudah diangkat lebih tinggi dari kepala. Teknik-teknik yang benar untuk dilakukan saat gagal mengangkat beban adalah sangat penting untuk keamanan dan perkembangan jangka panjang dari atlit. Telah ada beberapa saran bahwa pemilihan metode latihan untuk program latihan para sprinters harus dilakukan dengan mempertimbangkan pentingnya otot-otot spesifik/khusus yang digunakan dalam gerakan berlari sprint. Disarankan bahwa latihan-latihan harus disesuaikan dengan komponen dari pertandingan yang mana sang atlit perlu melakukan peningkatanpeningkatan. Beberapa macam metode latihan dapat direkomendasikan, didasarkan pada sifat metode-metode tersebut, apakah general, medium atau highly specific kepada fase akselerasi atau fase maximum speed saat berlari (21). Contoh-contoh dari latihan spesifik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

8 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia Table 2 Latihan-latihan Spesifik yang bersifat Medium untuk Sprinting
Tahap Akselerasi Half Squat Single-Leg squats/lunges Power Clean/snatch from floor Push Press Bench Press Throws Tahap Maximum Speed Quarter Squat High-Speed machine hip flexion

(tahapan/urutan) dari gerakan/aksi otot untuk memaksimalkan pembuatan daya. PEMBENTUKAN KEKUATAN Jika kita mendiskusikan mengenai kekuatan, maka adalah penting untuk memahami bahwa kekuatan, disebut juga strength, memiliki beberapa komponen fungsional, yang akan didiskusikan lebih lanjut secara mendetil. Namun secara garis besarnya, kekuatan (strength) tampil dibawah enam kualitas spesifik, yaitu: 1. Maximum Strength- Yaitu beban paling berat yang bisa diangkat atlit, tanpa menggunakan kecepatan aksi otot (baik eccentric, concentric, isometric) 2. High Load Speed Strength- Kekuatan mengangkat beban berat secepat mungkin. 3. Low Load Speed Strength- Kekuatan mengangkat beban ringan secepat mungkin. 4. Rate of Force Development- Kecepatan sistim saraf otot (neuromuscular system) untuk menghasilkan daya (force). Hal ini akan didiskusikan dengan lebih mendetail. 5. Reactive Strength- Kemampuan otot untuk berubah seketika dari aksi eccentric ke concentric secepat mungkin. 6. Skill Performance- Koordinasi dari sistim otot untuk membuat sequence (tahapan/urutan) dari gerakan/aksi otot untuk memaksimalkan pembuatan daya. Pembentukan kekuatan maksimal dalam sprinting memiliki dampak kepada force output (keluaran daya) yang seorang atlit bisa tampilkan dalam fase akselerasi dan tahaptahap akhir saat melakukan lari sprint. Volume dari latihan harus diperiksa lagi agar mendapatkan respons latihan yang baik. Untuk mendapatkan maximal strength gains (perolehan kekuatan maksimal), maka beban >85% 1 RM dapat dipergunakan. Jumlah

Romanian dead lift Single-Leg squats/lunges Power blocks clean/snatch from

Drop jumps/hurdle jumps Bounding/hopping distance Bench Press Throws for

PEMBENTUKAN KEKUATAN Jika kita mendiskusikan mengenai kekuatan, maka adalah penting untuk memahami bahwa kekuatan, disebut juga strength, memiliki beberapa komponen fungsional, yang akan didiskusikan lebih lanjut secara mendetil. Namun secara garis besarnya, kekuatan (strength) tampil dibawah enam kualitas spesifik, yaitu: 1. Maximum Strength- Yaitu beban paling berat yang bisa diangkat atlit, tanpa menggunakan kecepatan aksi otot (baik eccentric, concentric, isometric) 2. High Load Speed Strength- Kekuatan mengangkat beban berat secepat mungkin. 3. Low Load Speed Strength- Kekuatan mengangkat beban ringan secepat mungkin. 4. Rate of Force Development- Kecepatan sistim saraf otot (neuromuscular system) untuk menghasilkan daya (force). Hal ini akan didiskusikan dengan lebih mendetail. 5. Reactive Strength- Kemampuan otot untuk berubah seketika dari aksi eccentric ke concentric secepat mungkin. 6. Skill Performance- Koordinasi dari sistim otot untuk membuat sequence

9 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia repetisi tertentu per latihan telah direkomendasikan oleh Bompa (4) didasarkan pada persentasi RM untuk setiap latihan tertentu, (secara pribadi, saya berpendapat bahwa volume yang direkomendasikan tersebut cukup besar). Berikut ini adalah contoh volume untuk atlit yang sudah sangat terlatih: 95-100%: 15-25 reps 90-95%: 20-40 reps 80-90%: 35-85 reps 75-80%: 70-110 reps

Contoh program kekuatan maksimum untuk atlit sprint kelas Intermediate atau Advanced bisa dilihat di Table 3. Latihan dengan resistance berat (Heavy resistance training >85% 1RM) dilaporkan dapat meingkatkan kekuatan maksimum, dan berarti juga meningkatkan kekuatan otot dan kinerja dinamis. Penggunaan beban berat secara teoritis didasarkan pada prinsip size yang menyarankan bahwa beban berat perlu dilakukan untuk melatih kemampuan unit motorik fast-twitch (Type II) (9). Table 3 Contoh sesi latihan kekuatan secara maksimum untuk sprinter kelas Intermediate-Advanced.
HANG CLEAN 4X3 (85% 1RM) 3X2 4X3 (85% 1RM) 3X2 4X6 (80% 1RM) 3X2 4X6 (80% 1RM) 3X2 (90% 1RM (90% 1RM) (90% 1RM) (90% 1RM)

Perlu didorong untuk adanya Full recovery diantara tiap set, karena waktu tambahan ini memungkinkan pemulihan sistim saraf pusat dan ATP-PC (4). Juga disarankan bahwa untuk mendapatkan kekuatan maksimal, training perlu dijalankan pada intensitas rata-rata (mean intensity) 85% 1RM, dua hari per minggu, dan training volume rata-rata 8 sets per kelompok otot (muscle group) untuk mendapatkan hasil latihan yang diinginkan. (19). Pembangunan kapasitas kekuatan para atlit memiliki tiga fase yang berbeda yang membutuhkan bentuk latihan yang berbeda pula. Pendapat lain menyarankan bahwa ketiga level latihan ini membutuhkan variabelvariabel yang berbeda untuk muatan latihannya. Atlit Pemula (Novice), atlit Menengah (Intermediate) dan atlit yang sudah maju (Advanced athletes) membutuhkan muatan latihan yang berbeda (60-70% 1RM untuk Novice, 70-80% 1RM untuk Intermediate dan 70-100% 1RM untuk Advanced). Peningkatan jumlah hari latihan dalam seminggu bisa diberikan sejumlah 2-3 days per minggu untuk Novice, 4-6 days per hari untuk Advanced athletes. (10).

HALF SQUAT BENCH PRESS POWER CLEAN (SPLIT LEG)

Waktu Recovery antar Sets 3-5 min Waktu Recovery antar Bentuk Latihan 3-5 min Catatan: Latihan tambahan untuk memperkuat otot abdominal dan back extensors (otot punggung) belum ditambahkan disini. Perlu diingat bahwa latihan-latihan tersebut adalah komponen yang sangat direkomendasikan untuk ditambahkan. Agak sulit untuk merekomendasikan jumlah repetisi untuk metode-metode latihan ini karena jumlah tersebut akan bervarioasi sesuai dengan

10 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia intensitas latihan dan pengalaman latihan atlit yang bersangkutan. PEMBENTUKAN / PENGEMBANGAN DAYA (POWER) Pengembangan Daya (Power) untuk para sprinter adalah komponen penting yang seringkali mendasari hasil kinerja mereka. Daya mekanis (Mechanical power) bisa didefinisikan sebagai jumlah dari force dikalikan dengan kecepatan/velocity dari gerakan (9). Power = Work/Time = Force x Distance/Time = Force x Velocity Biasanya para atlit menggunakan latihan heavy resistance untuk mengembangkan kekuatan dan kinerja. Namun akhir-akhir ini, banyak variasi bentuk latihan yang digunakan untuk membentuk explosive power (daya eksplosif) misalnya dynamic weight training, plyometric training, atau kombinasi keduanya (11). Tidak diragukan lagi bahwa latihan plyometric exercises memainkan peranan penting dalam pengembangan kekuatan untuk para sprinters, dimana siklus tretch shortening cycle adalah komponen y yang dibangun lewat berbagai latihan dinamis seperti bounding, hoping atau depth jumping (15). Karena power adalah hasil dari force dan velocity, maka kedua komponen ini perlu diperhatikan dalam program latihan untuk membentuk daya otot. Namun, force dan velocity adalah saling terkait dalam gerakan otot. Saat velocity dari gerakan meningkat, force yang dihasilkan oleh otot makin berkurang saat otot melakukan gerakan concentric. Sehingga, power maksimal akan diperoleh dari kompromi antara force dan velocity (9). Telah ada riset mengenai efektivitas dari latihan balistik yang spesifik (misalnya jump squat) memiliki respons latihan (training response) yang lebih besar daripada metode latihan lainnya yang hanya memanfaatkan kontraksi eccentric dan concentric. Akibat rasional dari pemikiran tersebut adalah dengan menghilangkan latihan untuk fase deselerasi (deceleration phase) dan lebih menekankan secara spesifik untuk gerakan yang eksplosif (11). Latihan semacam ini biasa dilakukan dengan menggunakan peralatan yang mahal, sehingga mungkin tidak praktis untuk balai-balai latihan/gymnasium yang peralatannya belum memenuhi syarat. Saat berlatih jump squat untuk melatih akselerasi awal, pelatih dapat menggunakan split jump squat, (dengan posisi kaki dibuat sama dengan posisi ancang-ancang di starting blocks) untuk menduplikasi/replikasi gerakan tersebut, membuatnya lebih spesifik. Para pelari Elite bukan hanya menggunakan resistance training untuk meningkatkan kekuatan dan tenaga mereka, tapi sebagian dari program latihan mereka terdiri atas kombinasi plyometric training dan latihan bounding. Juga penting penggunaan latihan lari (running drills) dan latihan teknik lari untuk membentuk sistim neuromuscular. Para atlit sprint kelas elite juga memasukkan latihan-latihan acceleration drills bersama dengan over speed atau supramaximal velocity training (training percepatan supramaksimal)(8). MUATAN (LOADING) UNTUK LATIHAN POWER Direkomendasikan untuk menggunakan beban untuk latihan

11 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia pengembangan/pembentukan kekuatan otot (muscular-power development), dengan menggunakan beban yang memaksimalkan tenaga (power output) (9). Salah satu point yang didiskusikan dalam hal latihan resistance exercise untuk pengembangan tenaga/power adalah tipe muatan yang digunakan. Ada dua macam pemikiran disini, yaitu: (a) penggunaan muatan tinggi (80-100% 1RM) untuk menghasilkan fast twitch motor unit dengan ambang batas yang tinggi (highthreshold fast twitch motor units) dengan didasarkan pada prinsip-prinsip sesuai ukuran (size principle) dan (b) penggunaan muatan yang lebih ringan (30-40% 1RM) untuk mempertahankan kecepatan serta kekhususan latihan untuk memaksimalkan mechanical output. (12). Juga telah disarankan bahwa tujuan dari latihan adalah untuk menggerakan beban secara cepat, jadi bukan beban training yang menentukan respons latihan (2). Ini adalah sebuah point yang juga penting saat membentuk fase kekuatan maksimal, dimana beban besar (>85% 1RM) diangkat. Beban untuk mengoptimalkan tenaga/power untuk jump squat didefinisikan secara berbeda dalam riset-riset sebelumnya (berkisar antara 1RM squats dengan rasio 3080%) (9). Riset-riset lain menyarankan bahwa kekuatan rata-rata yang maksimal pada semua beban antara 30 sampai 60% dari 1RM, baik dari posisi traditional squat position, atau dari split squat, laat berlatih jump squat exercise (20). Masalah utamanya adalah bagaimana mengukur muatan/beban tersebut, dan subyek pengetesannya. Direkomendasikan untuk menggunakan standard protocol yang disepakati bersama, sebagaimana termaktub dalam artikel yang direferensikan oleh Dugan (6).

Kisaran repetisi untuk atlet dalam masa pembentukan akan berbeda-beda sesuai dengan status latihannya. Idealnya, para atlet perlu melakukan antara 1-3 set per sesi latian, dengan 1-6 repetisi untuk tiap set (10). Walaupun banyak study sebelumnya telah diselesaikan untuk membahas mengenai muatan optimal untuk pembentukan kekuatan dalam persiapan atlet sebelum bertanding, kelihatannya belum dapat ditentukan persentasi 1RM yang bisa disarankan oleh para pelatih. Hali ini disebabkan karena setiap metode latian dan setiap atlet adalah berbeda-beda dalam perkembangannya. Muatan yang optimal untuk latihan kekuatan harus ditentukan oleh banyak variabel. Contoh dari variabel tersebut adalah: pengalaman atlet itu sendiri, dan status latihan dalam program latihan tahunan. (9). Hal ini juga menunjukkan bahwa perbedaan antar individu amat penting, dan juga perlu adalnya rencana tahunan semua aspek untuk persiapan atlet. TINGKAT PEMBENTUKAN DAYA (RATE OF FORCE DEVELOPMENT) Kekuatan otot eksplosif dapat didefinisikan sebagai tingkat dan peningkatan daya kontraktil (rise of contractile force) yang bisa dikeluarkan saat awal kontraksi otot, misalnya tingkat pembentukan daya (rate of force development-RFD). Hal ini khususnya penting bagi para pelari sprint karena mereka hanya memiliki waktu yang amat singkat untuk menghasilkan daya yang maksimal (maximal force, misalnya, hanya punya waktu beberapa detik untuk akselerasi kecepatan lari setelah meninggalkan balok start), dan saat menyentuh lantai waktu kecepatan sprint maksimal yang harusnya sudah berada di kisaran angka 50-250 ms. Salah satu dari

12 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia adaptasi optimal untuk resistance training adalah peningkatan RFD, dan adaptasi semacam ini telah dapat dilihat waktu para atlet mengadopsi beberapa macam metode latihan yang bersifat balistik (misalnya Olympic Lifts dan jump squats). Peningkatan RFD yang timbul akibat resistance training memungkinkan peningkatan daya dan kecepatan maksimal (maximal force and velocity) yang dapat diperoleh saat kecepatan sprint maksimal (1). Beban yang diangkat juga bisa memiliki dampatk terhadap proses pembentukan RFD development. Metode angkat beban secara eksplosif dibawah rasio 60-80% dari 1RM telah disarankan seabgai muatan yang ideal untuk meningkatkan RFD para atlet. (9). COMPLEX TRAINING (PENGGUNAAN BERMACAM-MACAM CARA LATIHAN DALAM SATU SESI) Penggunaan bermacam-macam cara latihan (selain dari melakukan latihan lari sprint), telah digunakan selama beberapa dekade. Hal ini dapat dilihat pada program mingguan dimana atlit sprint berlatih dengan bermacam-macam cara, mulai dari latihan di lapangan, dikombinasikan dengan latihan di ruang beban, latihan plyometrics dan resisted sprints, untuk mengoptimalkan peningkatan kinerja mereka. Penggunaan berbagai mode/gaya training antar-sesi seperti ini telah banyak mendapat perhatian dewasa ini. Complex training melibatkan implementasi dari latihan heavy resistance (1-5RM), diikuti dengan latihan lain yang serupa secara biomekanik, namun dilakukan dengan lebih cepat dan resistance yang lebih ringan. Contoh dari hal ini adalah jika latihan heavy back squat dilakukan lalu langsung diikuti dengan satu seri lompat jangkit (hurdle jumps). Contoh dari satu sesi menggunakan complex training bisa dilihat pada tabel 4.

Pemikiran dibalik munculnya complex training adalah bahwa kemampuan eksplosif otot akan menjadi besar setelah mengalami konstraksi maksimal atau mendekati maksimal. Fenomena ini disebut sebagai potensiasi pasca aktivasi. Modal latihan ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, agar bisa dibandingkan dengan program latihan lain yang menargetkan pada pengembangan kekuatan otot. Set dan pengulangan masih belum jelas (5). Table 4 Sebuah contoh bagaimana latihanlatihan yang kompleks dapat dimasukkan kedalam sesi latihan. (Catatan: latihan kedua dimulai segera setelah latihan pertama).
Half Squat Low Hurdle Jumps Bench Press Clap Push Ups Leg Press Squat Jumps 3x5 (85% 1RM) 6 3x5 (85% 1RM) 6 3x5 (85% 1RM) 6

KESIMPULAN Sebuah program latihan yang terstruktur dengan baik dapat menghasilkan peningkatan kinerja para atlit sprint. Peningkatan dari kekuatan maksimal dan tenaga otot dapat dicapai jika variabel-variabel yang terkait dengan latihan dapat diatur secara sesuai. Adalah penting untuk memanfaatkan teknik angkat beban gaya Olympiade (Olympic lifts) dan varian-variannya untuk mencapai hasil tersebut; namun muatan yang optimal bisa berbeda-beda tergantung dari atlit dan dari metode/macam latihan yang digunakan. Metode latihan lainnya juga memegang peranan penting dalam latihan pembentukan kekuatan, demikian juga dengan komponen latihan laiunnya seperti latihan plyometrics, latihan running drills dan latihan over speed conditioning.

13 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia REFERENSI


1. Aagrad, P, Simonsen, E, Anderson, J, Magnusson, P, Dyhre-Poulsen, P,. Increased Rate of Force Development and Neural Drive of Skeletal Muscle following Resistance Exercise. Journal of Applied Physiology. 93 1318-1326. 2002. 2. Behm, D,G, Sale, D,G,. Intended rather than actual movement velocity determines velocityspecific training response. Journal of Applied Physiology. 74 359-368. 1993. 3. Bruggemann, G, P. Koszewski, D. Muller, H, (Ed). Biomechanical Research Project Athens 1997. Final Report. Meyer & Meyer Sport. International Athletic Federation. 1997. 4. Bompa. T, Carrera, M. Periodization Training for Sports, Human Kinetics. United States of America. 2005. pp.174-175. 5. Docherty, D, Robbins,D, Hodgson, M,. Complex Training Revisted: A Review of its Current Status as a Viable Training Approach. Strength and Conditioning Journal. 26 6 52-57. 2004. 6. Dugan, E, Doyle, T, Humpheries, B, Hasson, C, Newton, R,. Determining the Optimal Load for Jump Squats: A review of Methods and Calculations. Journal of Strength and Conditioning Research. 18 3 668-674. 2004. 7. Haff, G, G, Whitely, A, Potteiger. A brief review: Explosive exercises and sports performance. Strength and Conditioning Journal. 11. 269-272. 2001. 8. Hawley, J., (Ed). Running. 45-46. Blackwell Science Ltd: Oxford, United Kingdom. 2000 pp 4546. 9. Kawamori, N, Haff, G. The Optimal training Load for the Development of Muscular Power. Journal of Strength and Conditioning Research. 18 3 675684. 2004. 10. Kraemer, W.J, Ratamess, N, A. Fundamentals of Resistance Training: Progression and Exercise Prescription. Medicine and Science in Sport and Exercise. 36 4 674-688. 2004. 11. Lyttle, A, Wilson, G, Ostrowski, K. Enhancing Performance: Maximal Power Versus Combined Weights and Plyometrics Training. Journal of Strength and Conditioning Research. 10 3 173-179. 1996. 12. McBride, J, Triplett-McBride, T, Davie, A, Newton, R. The Effect of Heavy vs. Light-Load Jump Squats on the Development of Strength, Power, and Speed. Journal of Strength and Conditioning Research. 16 1 75-82. 2002. 13. Medlicott, R. Medium to Long Term Development of Strength and Power Developing Sprinting. Modern Athlete and Coach. 44 18-27. 2006. 14. Mero, A, Kuitunen, S, Harland, M, Kyrolainen, H, Paavo, K,. Effects of muscle-tendon length on joint movement and power during sprint starts. Journal of Sport Sciences. 24 2 165-173. 2006. 15. Moura, N, A, & Fernandes de Paula Moura, T. Training Principles for jumpers: Implications for Special Strength Development. New Studies In Athletics. 16 4 51-61. 2001. 16. Muller, H, Hommel H,. Biomechanical Research Project at the VIth World Championships in Athletics, Athens 1997: Preliminary Report. New Studies in Athletics. 12. 2. 43-73. (1997). 17. Newton, R, Kraemer, W, Hakkinen, K. Effects of Ballistic training on preseason preparation of elite volleyball players. Medicine and Science in Sport and Exercise. 31 2 323-330. 1999. 18. Paish, W. The Development of Strength and Power. New Studies in Athletics. 7 2 45-54. 1992. 19. Peterson, M, Rhea, M, & Alvar, B. Maximising strength development in Athletes: A meta-analysis to determine the Dose-Response Relationship. Journal of Strength and Conditioning Research. 18 2 377-382. 2004. 20. Sleivert, G, Taingahue, M. The relationship between maximal jump-squat power and sprint acceleration in athletes. European Journal of Applied Physiology. 91. 46-52. 2004. 21. Young, W, Benton, D, Pryor, J. Resistance Training for Short Sprints and Maximum-Speed Sprints. Strength and Conditioning Journal. 23 2 713. 2001. 22. Zawieja-Koch, M,. Weightlifting in training for Athletics-Part I. New Studies in Athletics. 1. 7-23. 2005.

14 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

INTERNATIONAL GUEST SPEAKERS KEYNOTE PRESENTATIONS DEMONSTRATIONS & PRACTICAL WORKSHOPS TRADE DISPLAYS NETWORK OPPORTUNITIES WELCOME COCKTAIL PARTY & CONFERENCE GALA DINNER

www.strengthandconditioning.org
For further conference information contact the ASCA
The ASCA | Bridging The Gap Between Sports Science And Practical Application. PO Box 71 Beenleigh QLD Australia 4207 | Ph + 61 7 38077119 | Fax + 61 7 38077445 Info@strengthandconditioning.org | www.strengthandconditioing.org

15

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

Persiapan Dasar untuk Usia Dini (7 11 tahun)


Oleh: Akbar

I. Pendahuluan Sebagai seorang pelatih, tantangan terbesar yang akan dihadapi adalah menemukan cara yang terbaik untuk mengembangkan potensi para perenang kita di Indonesia. Dengan adanya penurunan prestasi renang di Indonesia dan kekurangan minat masyarkat akan olahraga renang, kita sebagai pelatih harus dapat mengkaji dan memperbaiki sistim yang telah kita miliki. Perubahan di dunia renang dalam 10 tahun terakhir ini dan kurangnya informasi yang kita dapatkan, menyebabkan penurunan prestasi renang di negara kita. Pesatnya perkembangan dunia renang juga menyebabkan banyak pelatihpelatih yang ingin mengangkat metodemetode baru tanpa adanya pertimbangan mengenai latar belakang dan kemampuan atlit itu sendiri. Kelengahan kita terhadap hal-hal dasar yang menjadi kunci dari kesuksesan, membuat prestasi kita semakin terpuruk. Adapun hal-hal penting yang perlu diperhatikan sebagai seorang pelatih untuk memaximalkan potensi seorang atlit adalah : 1. Komunikasi 2. Pengetahuan Psikologi 3. Perencanaan metode latihan Komunikasi Komunikasi merupakan salah satu hal penting dan yang paling banyak di lupakan oleh para pelatih. Tingginya tuntutan pelatih untuk selalu memajukan

seorang perenang menimbulkan tekanan yang luar biasa. Hal ini menyebabkan pelatih lupa untuk berkomunikasi dalam mengetahui situasi dan kondisi perenang. Pengetahuan Psikologi Pentingnya seorang pelatih dalam mengetahui karakter seorang perenang, memudahkan pelatih untuk mengetahui lebih banyak cara atau metode yang dapat digunakan terhadap perenang kita. DEngan adanya pengetahuan akan caraa dan metode yang dapat dilakukan, pelatih dapat memaksimalkan program tanpa adanya keraguan akan timbulnya kejenuhan atau ketidak cocokan dalam program yang diberikan. Perencanaan metode latihan Perencanaan yang baik dan jelasnya arah tujuan dari pada latihan yang di tuju akan memaksimalkan hasil dari pada program yang akan kita berikan. Hal ini juga akan memberikan motifasi dan arah yang jelas kepada perenang kita.

II. Pemahaman program dasar untuk usia dini Seperti kita ketahui, olah raga renang adalah salah satu olah raga yang berat. Olah raga ini membutuhkan komitmen yang sangat tinggi,disiplin,dan rutinitas yang sangat membosankan. Maka dari itu Persiapan usia dini ada lah persiapan yang sangat penting bagi perenang. Di masa ini lah yang akan menentukan arah dari pada sang perenang. Bibit yang kita miliki di Indonesia ini sangat banyak. Kendala yang kita hadapi adalah kurangnya peran kita

16 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia terhadap bagai mana menarik peratian bibit-bibit kita dan memupuknya dengan baik agar mereka tertarik untuk berkecimpung di dunia renang. Banyaknya bibit-bibit perenang yang padam di masa dini mereka menjadikan kendala utama bagi kemajuan dunia renang di Indonesia. Tingkat kejenuhad yang tinggi adalah alasan utama hilangnya rasa meminati olahraga ini di kalangan anak usia dini. Memupuk rasa menyukai olahraga ini membutuhkan pemikiran yang tak hentihenti. Bagian penting yang musti kita perhatikan adalah, bagai mana caranya membuat olahraga yang monoton ini menjadi sesuatu yang menyenangkan. Adanya beberapa fariasi latihan yang di berikan bisa menjadi contoh pertama untuk mengatasi kejenuhan. Jumlah latihan yang tidak terlalu banyak juga bisa menimbulkan rasa kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan nya. Mengajarkan teknik yang benar juga melatih kefokusan sang anak tanpa memikirkan hal diluar renang yang membuat mereka merasa bosan melakukan hal yang sama. Mengadu kemampuan antara perenang salah satu hal yang dapat di lakukan di dalam latihan untuk membangun keberanian dan rasa ingin menang di dalam anak. Hal-hal di atas lah yang dapat membantu menarik bibit-bibit baru dan juga menjaga yang sudah ada. Dengan seperti itu, besar kemungkinan kita untuk meraih kesuksesan pembinaan di masa dini. yang di sarankan disa di mulai dari 5 pertemuan sampai dengan 7 pertemuan dalam satu minggu. Apabila sudah menentukan berapa banyaknya pertemuan, saat nya membagi berapa banyak pertemuan yang dilakukan pada pagi hari maupun sore hari. Untuk menghidari kesan yang berat bagi mereka, disarankan lebih memperbanyak pertemuan di sore hari. Ini akan menjaga keminatan sang perenang tanpa lepas juga mengajarkan disiplin bangun pagi. Durasi dan banyaknya jumlah tatihan di dalam satu pertemuan akan menjadi hal yang musti di pertimbangkan. Durasi yang di sarankan adalah tidak melebihi dari 90 menit atou 120 menit. Dengan menjaga durasi latihan tidak terlalu lama, ini bisa mengantisipasi rasa jenuh di setiap perenang. Banyaknya jumlah latihan di dalam satu pertemuan bisa di nilai dari kondisi masing2 perenang. Jumlah yang di sarankan mulai dari 3000 meter sampai dengan 5000 meter bagi yang sudah lebih lama melakukan rutinitas ini. Dalam pembuatan program, alangkah baiknya memegang dasar-dasar dari pembangunan kemampuan perenang anda yang dapat di kembangkan di masa yang akan datang. Yaitu: 1. teknik 2. dasar aerobik 3. kecepatan Teknik Ini adalah kunci utama dalam kesuksesan para perenang. Dengan teknik yang bagus dan menunjang, perenang dapat melintasi air lebih efisien tanpa menciptakan banyaknya hambatan. Dengan ini perenang terus dapat di asah sampai puncak kemampuan nya. Dasar Aerobik Latihan ini dapat meningkatkan stamina para perenang. Ini juga membiasakan

III. Contoh program Program yang cukup untuk memulai persiapan dini bisa di mulai dari memutuskan berapa banyak pertemuan latihan didalam satu minggu. Pertemuan

17 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia tubuh mereka beradap tasi dengan gaya yang mereka pelajari. Latihan ini sangat bagus untuk membiasakan perenang agar berenang dengan kecepatan tinggi dengan mempertahankan teknik yang bagus. Ini juga dapat menimbukan jiwa kompetisi yang tinggi. Latihan-latihan tambahan yang dapat di lakukan di luar air adalah senam pelemasan yang bersifat membantu peningkatan kelenturan tubuh perenang. Gerakan-gerakan dasar seperti push up, sit up, dan jongkok berditi juga sangat baik di lakukan untuk meningkatkan kekuatan para perenang. Latihan tambahan tersebut sebaiknya dilakukan dengan berat beban masing-masing perenang. Demikian lah garis besar persiapan dasar untuk usia dini yang dapat di lakukan. Dengan banyaknya fariasi yang di tawarkan oleh perkembangan cara melatih sekarang, hendaknya memperhatikan 3 hal penting yang sudah kita bicarakan di awal pembicaraan kita yaitu: komunikasi,pengenalan psikologi dan perencanaan metode latihan. Dengan memegang 3 kunci keberhasilan ini, besar kemungkinan anda untuk mencetak perenang- perenang yang dapat di harapkan untuk mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.

Kecepatan Adapun contoh-contoh set yang dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Contoh latihan teknik: 4x200m : 50m kaki, 50m tangan, 50m drill, 50m hitung stroke atau 12x50m : (2x50m drill + 1x50m hitung stroke )x3 set. 2. Contoh latian dasar erobik: (100m + 200m + 300m + 400m)x2 set. Latihan ini dilakukan dengan kelipatan waktu per 50m sesuai kemampuan perenang anda atau 20x100m dengan istirahat tidak melebihi dari 15 detik per 100m nya. Untik memantau keakuratan latihan ini, perenang di anjurkan menjaga denyut nadi di bawah 25 denyutan per 10 detik. 3. Contoh latihan kecepatan: (3x25m cepat menggunakan start + 1x50m cepat menggunakan start)x3 set. Pastikan latihan ini di lakukan dengan sangat cepat dan menggunakan istirahat yang panjang guna memberi kesempatan kepada para perenang untuk memulihkan kondisinya masing- masing, agar di setiap renangan bisa mencapai kecepatan yang maksimal.

18 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

Tes Fisik untuk Olahraga Pertempuran


oleh Dr Greg Wilson, PhD Program Manajer KOI

Tes Fisik Test yang dikembangkan memerlukan peralatan minimal sehingga dapat dilakukan oleh atlet-atlet yang mungkin tidak mempunyai latar belakang luas didalam pelatihan beban maupun akses peralatan gymansium atau alat pengujian canggih. Satu-satunya peralatan yang dibutuhkan adalah sepasang dambel, ukuran meter,chin up bar, stop watch dan rintangan dengan tinggi 30 cm KOI berharap bahwa pengembangan test ini dan target yang berhubungan akan bertindak sebagai motivasi untuk semua atlit dalam meningkatkan kekuatan serta kondisi mereka sebelum kompetisi internasional dan mengoptimalkan hasil kompetitif mereka.

3.

Chin Ups 3 kali pengulangan untuk laki-laki dengan 10 kg dambel diapit dikaki, 3 kali pegulangan untuk wanita tanpa beban tambahan harus jangkauan penuh dari gerakan.

Tes Kekuatan 4. Lemparan 10 m pergerakan dengan waktu 20 detik eksplosif, hanya untuk laki-laki. Lompat jauh Lebih dari 2.5 m untuk laki-laki, lebih dari 2 m untuk wanita.

5.

Tes Kecepatan dan Ketangkasan Tes fisik terdiri dari : Tes Tenaga 1. Buaya berjalan jarak 10 m dengan waktu 30 detik dengan kontrol yang baik dada harus menyentuh lantai pada setiap gerakan lengan tangan dan badan dalam posisi lurus. Berjalan dengan memegang dambel jarak 10 m dengan waktu 30 detik , beban dambel 30% dari berat badan pada masing-masing tangan; lutut harus menyentuh lantai pada setiap langkah. Tes Ketangkasan dan Kekuatan 7. daya tahan 6. 3 x 2 m Speed Test di bawah 3 detik

Tes lompatan ketangkasan 30 detik sebanyak 60 lompatan.

2.

Fleksibilitas Tes 8. Duduk dan jangkauan tangan adalah 10 cm di depan jari-jari kaki.

19 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia lurus di dalam langkah pergerakan maju. Kamu punya maximum 30 detik untuk menyelesaikan tes ini. 3. Chin Ups: Ini adalah test dari kekuatan badan bagian atas. Genggaman posisi tangan dilakukan 3 kali pengulangan dengan dagu di naikkan pastikan chin up start digerakan dengan lengan tangan yang seluruhnya lurus dan berakhir dengan dagu di atas tangan. Pergerakan harus dilakukan secara pelan-pelan di bawah Kendali dan untuk para pria dilakukan dengan satu 10 kg dambel tambahan diapit diantara kaki. Para wanita akan melakukan dagu naik/chin up hanya menggunakan berat badan mereka . Lemparan Buaya/crocodile throw : Ini adalah test dari tenaga badan bagian atas. Posisi yang sama dari Crocodile Walk digunakan tapi anda melemparkan diri Anda sendiri ke udara dengan masing-masing gerakan maju lengan tangan secara berurutan dengan cepat dan kuat. Dilakukan untuk jarak 10 meter hanya untuk laki-laki. Kamu punya maximum 20 detik untuk menyelesaikan tes ini. Lompat jauh : Ini adalah test tenaga badan bagian bawah. Berdiri kaki bersama - sama di balik penanda ,atlit harus melompat maju menggunakan tenaga yang kuat dari kaki serta gerakan lengan tangan untuk mendarat . diukur dari tumit sepatu sedikitnya 2.5 meter di depan penanda . 3 x 3 m Test kecepatan: Ini adalah test dari kecepatan badan bagian bawah. Atlit-atlit dengan 20 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

Tes daya tahan Kekuatan 9. Hover Circuit (menahan badan) 1 menit depan dan belakang dengan beban 20 kg, 1 menit setiap sisi.

Tes daya tahan 10. Cooper's adalah lari selama 12 menit lebih dari 2.4 km.

Uraian dan urutan Tes : 1. Buaya Berjalan/crocodile walk : Ini adalah test badan bagian atas yang mendorong kekuatan. dimulai dengan berat anda terhadap tangan anda dengan satu mitra memegang kaki anda dan badan dalam posisi horisontal. Berjalan dengan tangan anda dan tekuk setiap lengan tangan sedemikian rupa sehingga dada anda menyentuh lantai , seperti anda maju menggunakan satu tangan ditekuk dengan perluasan dari gerakan lengan tangan. Menjaga badan dalam posisi horisontal lurus dalam melangkah maju terkontrol untuk 10 meter. Kamu punya maximum 30 detik untuk menyelesaikan tes ini. Berjalan dengan memegang dambel: Ini adalah test kekuatan badan bagian bawah. Ambil dambel dengan satu beban adalah 30% dari berat badan anda pada setiap tangan. Berjalan di setiap langkah harus jauh/panjang dan terkontrol dalam 10 meter pastikan lutut menyentuh lantai pada setiap langkah. Posisi badan harus tegak

4.

5.

2.

6.

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia cepat bergerak diantara dua penanda sepanjang 3 meter sebanyak 3 kali pengulangan. Dalam pergerakan maju mundur atlit harus 1 kali maju atau 1 kali mundur diantara penanda, serta tidak diijinkan untuk melompat diantara penanda tetapi harus menggunakan gerakan langkah yang cepat atau dengan kaki diseret. 3 kali pengulangan harus dilakukan kurang dari 5 detik. 7. Test Lompat Ketangkasan 30 detik: Ini adalah test menggerakan daya tahan badan bagian bawah. Atlit berdiri dengan nyaman dengan kedua kaki rata di atas tanah, tegaklurus pada rintangan adalah tinnginya 30 cm . Start pemilihan waktu dari permulaan pergerakan. Atlit melompat dengan kedua kakinya dari satu sisi rintangan dan mendarat dengan kedua kakinya di sisi lain rintangan, kemudian ulangi dengan cepat. Test berlanjut selama 30 detik, dengan target 60 lompatan diselesaikan di dalam perioda 30 detik. Test duduk dan menjangkau : Test ini untuk mengukur fleksibilitas dari punggung dan urat-urat lutut lebih rendah. Atlit duduk di atas lantai dengan kaki mereka lurus ke depan mereka. Badan ditekuk lalu tangan ditempatkan diatas telapak kaki dan maju atau didorong dalam gerakan yang sangat terkontrol untuk mencapai maksimal perluasan posisi, dan posisi ini ditahan selama 3 detik. Kaki harus lurus di dalam test dan pergerakan sangat terkontrol. Target harus dicapai sedikitnya panjang telapak tangan 10 cm di depan jari-jari kaki. 9. Test Hover Circuit: Ini adalah test dari daya tahan kekuatan otot dinding abdominal. Atlit-atlit menjaga badan mereka dengan posisi menghadap ke lantai, badan dalam posisi horisontal lurus hanya jari-jari kaki dan lengan bawah menyentuh lantai . Kaki harus dirapatkan dan badan harus lurus tanpa bengkok didaerah pertengahan badan selama test ini dilakukan. Posisi depan dan belakang delakukan selama 1 menit setiap posisi digunakan beban 20 kg ditaruh di atas badan. Untuk side hover tidak ada penambahan beban. Atlit berputar kepada satu sisi yang lain dan menahannya selama 1 menit dan kemudian berputar ke sisi lain serta mempertahankan posisi ini untuk 1 menit. Tidak boleh selama tes ini badan atlit menyentuh lantai atau menaikkan pantat. Cooper's adalah Test daya tahan Aerobic: Ini adalah test dari daya tahan aerobic untuk sistem cardiovasculer. Atlit harus lari selama 12 menit dengan jarak sedikitnya 2.4 km.

8.

10.

21 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia Referensi 1. Australian Sports Commission assessment book: Physiological Tests for Elite Athletes. Human Kinetics Champaign IL., C.J. Gore (Editor), 2000.

2. Abernethy, P., Wilson, G.J. & Logan, P. (1995): Strength and power assessment: issues, controversies and challenges. Sports Medicine. 19(6): 401-417.

3. Baker, D., Wilson, G. and Carlyon, B. (1994): Generality versus specificity: A comparison of dynamic and isometric measures of strength and speed-strength. European Journal of Applied Physiology 68(4): 350-355.

4. Cooper, K. H. (1968): A means of assessing maximal oxygen uptake. Journal of the American Medical Association 203:201-204.

5. Robs Top End Sports Web Page http://www.topendsports.com

6. Wilson, G.J. and Murphy, A.J. (1995): The efficacy of isokinetic, isometric and vertical jump tests in exercise science. Australian Journal of Science and Medicine in Sport 27(1): 62-66.

7. Wilson, G.J. and Murphy, A.J. (1996): Strength diagnosis: the use of test data to determine specific strength training. Journal of Sport Sciences. 14: 167-173.

8. Wilson, G.J and Murphy, A.J. (1997) The Validity of Isometric Tests in Athletic Assessment. Sport & Medicina 14(5): 21-29. (In Italian).

9. Wilson, G.J. (2009): The crocodile walk: developing upper body strength, endurance and power. Australian Journal of Strength and Conditioning. 17(1): 23-24.

10. Wilson, G.J. (2009): The crocodile jump: enhancing upper body power. Australian Journal of Strength and Conditioning. 17(1): 23.

11. Wilson, G.J. (2009): The 3 x 2 m speed drill: enhancing short range movement speed. In press Australian Journal of Strength and Conditioning. 17(2).

12. Young, W.B., Wilson, G.J., and Byrne, C. (1999): A comparison of drop jump training methods: effects on leg extensor strength qualities and jumping performance. International Journal of Sports Medicine. 20(5): 295-303.

22 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

Data Normatif
Duduk dan jangkauan tangan Tes Fisiologis untuk Elite Athletes Australia Sports Commission (2000) p 139 tabel 9.6: Duduk dan jangkauan tangan skor untuk Atlet Australia (cm di depan jari-jari kaki)
Olahraga Team beregu Nomor dalam (cm) Standar Deviasi Jangkauan

Bola basket Permainan kriket

Untuk pria National wanita

4.4

11.2

-15.5 s/d 19

62 Pria Nasional 27 Propinsi Bola voli Wanita Aust Open AI U/21 SASI U/19 SASI U/17 U/17 Pelayaran Wanita Nasional Pria Nasional Sepakbola Wanita Propinsi Pria Propinsi Softbal Wanita Propinsi 12 59 46 39 6 13 12 9 12 76 59

13.4

5.7

3.5 s/d 29.5

11.6 12.1

7.6 7.0

-12 s/d 22 -5.5 s/d 28

15.5 17.3 16.3 11.6 11.5

5.8 6.2 5.3 5.9 6.7

4 s/d 25 4.5 s/d 24 6 s/d 21.5 -2 s/d 20 -15 s/d 28

15

8 s/d 20

14

-10 s/d 25.5

15.0

7.0

-6 s/d 28.5

7.4 12.1

12.4 7.0

-4 s/d 24 -5.5 s/d 28

23 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia Chin Up Tes Tes Fisiologis untuk Elite Atlet Australia Sports Commission (2000) p 332 tabel 22.5: Data Normatif untuk total tes dagu atas tanpa beban dan 3 RM (Repetition Maximum) menimbang dagu atas untuk Australia Rugby Union pemain pria menggunakan genggaman tangan kedepan bahu dengan jangkauan penuh dari gerakan (berarti + simpangan baku) Bermain Position/Mengangkat Ketat 4 baris depan ke depan 9.1 + 6 3.5 + 3.7 Backrow dan hookers Di dalam punggung Punggung luar

Total dagu naik tanpa beban 3 dagu RM menguji beban tambahan mengangkat (kg)

15.5 + 10.5 10.0 + 10.2

14.6 + 5.9 11.3 + 4.8

23.7+10.5 15.0 + 4.5

Tes Fisiologis untuk Elite atlet Australia Sports Commission (2000) p 421 tabel 30.8: Data Normatif untuk 3 RM dengan bebab dagu atas untuk pemain pria Australia Waterpolo menggunakan genggaman lebar bahu pukulan overhand dengan jangkauan penuh dari gerakan (rata-rata dengan jangkauan dari nilai terdaftar)

3 dagu-naik RM berarti 21.25 kg terbentang dari 10 sampai 30 kg.

Tes Duduk dan Jangkauan Tangan dari referensi Top end sport laki-laki luar Biasa baik sekali baik rata-rata cukup buruk sangat buruk > +27 +17 sampai +27 +6 sampai +16 0 sampai +5 -8 sampai 1 -19 sampai -9 < -20 wanita > +30 +21 sampai +30 +11 sampai +20 +1 sampai +10 -7 sampai 0 -14 sampai -8 < -15

Cooper adalah tes lari selama 12 menit dari referensi top end sport

24 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

Hasil Tabel Untuk Pria Dewasa penilaian Lompat jauh kedudukan dari referensi top end sports baik sekali baik rata-rata di bawah rata-rata buruk jarak (meter) > 2700 m 2300 - 2700 m 1900 - 2300 m 1500 - 1900 m < 1500 m

penilaian baik sekali sangat baik di atas rata-rata rata-rata di bawah rata-rata buruk sangat buruk

para pria (cm) > 250 241-250 231-240 221-230 211-220 191-210 < 191

para wanita (cm) > 200 191-200 181-190 171-180 161-170 141-160 < 141

Hover test pengujian hanya 1 sisi saja dari referensi top end sports

Skor adalah total waktu diselesaikan untuk setiap sisi. Bandingkan kinerja pada kedua sisi. Tabel di bawah menunjukan sebagai petunjuk penilaian skor untuk keduanya, yaitu pria dan wanita.

Penilaian Baik sekali Baik Rata-rata Buruk

Waktu (detik) < 90 75 untuk 90 60 untuk 75 > 75

25 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia Karotenoid : Nutrisi Ajaib Pendobrak Performa Olahragawan Wahyu Wijaya1,2 dan Leenawaty Limantara1,3 Workstation of Mochtar Riady Institute for Nanotechnology, Boulevard Jend. Sudirman 1688, Lippo Karawaci, Tangerang 15811, Jakarta 2 Program Pascasarjana Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 3 Ma Chung Research Center for Photosynthetic Pigments, Universitas Ma Chung, Villa Puncak Tidar N-1, Malang 65151 E-mail: leenawaty.limantara@machung.ac.id
1

Abstrak Karotenoid merupakan pigmen berwarna kuning, jingga, atau merah yang umumnya dijumpai pada sayuran dan buah-buahan. Karotenoid telah diteliti manfaatnya di bidang kesehatan, yaitu memiliki fungsi sebagai antioksidan yang cukup kuat. Di bidang olahraga, karotenoid merupakan nutrisi vital yang harus ada dalam diet olahragawan karena karotenoid mampu meningkatkan kekuatan fisik dan performa. Salah satu pengembangan karotenoid untuk mendukung performa olahragawan adalah menciptakan berbagai macam produk suplemen olahraga. Tujuan tulisan ini adalah membahas berbagai peran karotenoid dalam meningkatkan performa saat melakukan aktivitas fisik khususnya bagi olahragawan yang sehariharinya melakukan intensitas fisik tinggi. Kata kunci: karotenoid, suplemen karotenoid, performa olahragawan

yang dibutuhkan dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, air dan sejumlah serat pangan. Mikronutrien layaknya vitamin dan mineral sangat mutlak dibutuhkan agar fungsi fisiologi tubuh bisa berjalan dengan optimal. Olahragawan biasanya membutuhkan 2-3 kali asupan vitamin dari diet harian yang direkomendasikan atau RDA (Recommended Dietary Allowances). Diet tinggi sayuran dan buah-buahan yang memiliki berbagai macam warna sangat dianjurkan dalam memenuhi asupan vitamin dan serat (Maughan, 2000). Salah satu komponen vitamin yang jumlahnya cukup tinggi dalam tanaman adalah karotenoid. Sedikitnya ada 450 jenis karotenoid yang telah diidentifikasi dan beberapa diantaranya memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi dan berfungsi sebagai provitamin A. Golongan karotenoid dibedakan menjadi 2 berdasarkan fungsinya yaitu karotenoid provitamin A (-, -karoten, dan -kriptoxantin) dan karotenoid nonprovitamin A (lutein, zeaxantin dan likopen). Walaupun terdapat karotenoid yang tidak memiliki aktivitas vitamin A, karotenoid tersebut memiliki peran positif lainnya di dalam tubuh, sehingga memberikan banyak kontribusi dalam peningkatan performa olahragawan. (Veeramachanen dan Wang, 2009).

Pendahuluan Kebutuhan nutrisi sangatlah penting bagi manusia apapun aktivitasnya. Asupan nutrisi yang baik juga penting terutama bagi mereka yang rutin menjalankan aktivitas olahraga. Diet yang seimbang harus memberikan komposisi yang tepat dengan jumlah nutrisi

26 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

Karotenoid Provitamin A
-karoten -kriptoxantin

-karoten-15,15,-monooksigenase

Karoten-9,10,-monooksigenase -karoten

PEMBELAHAN PUSAT Retinol Retinal

PEMBELAHAN EKSENTRIK -apo-karotenal

Retinil ester

Asam retinoat

-apo-asam karotenoat

Karotenoid non-provitamin A
Lutein Zeaxantin

Likopen

Gambar 1.

Jalur metabolisme -karoten dan struktur kimia karotenoid provitamin A (-karoten dan -kriptoxantin) dan karotenoid non-provitamin A (lutein, zeaxantin dan likopen) (dimodifikasi dari Veeramachanen dan Wang, 2009).

27 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

Efek Menguntungkan Interaksi dengan faktor pertumbuhan (IGF1) dan hormone Antioksidan Meningkatkan komunikasi antar sel

Reseptor retinoid (RARs and RXRs), proliferasi peroksisom aktivasi reseptor (PPARs) dan orphan reseptor Pengaturan proliferasi sel dan apoptosis

Induksi fase II detoksifikasi enzim Retinoid Tingkat yang diinginkan

Dosis Rendah Karotenoid Karotenoid metabolit

Apo-karotenoid Apo-likopenoid Tingkat

Dosis Tinggi Merokok atau minum alkohol berlebihan

perusakan
Asiklo-retinoid Hidroksil-retinoid -lonone Meningkatkan senyawa karsinogen yang terikat pada DNA Stres oksidatif Peroksidasi lipid Prooksidan

Induksi enzim CYP450

Efek Berbahaya

Aktivasi dari prokarsinogen

Gangguan terhadap metabolisme retinoid

Kerusakan oksidatif DNA

Kerusakan fungsi mitokondria

Gambar 2.

Metabolisme karotenoid pada efek yang menguntungkan dan merugikan bagi kesehatan manusia (dimodifikasi dari Veeramachanen dan Wang, 2009)

Karotenoid dan Olahraga Ketahanan Olahraga yang melatih ketahanan seperti triatlon (renang, bersepeda dan lari) akan meningkatkan kekuatan fisik dan kondisi kesehatan yang optimal, tetapi apabila dikerjakan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan terbentuknya senyawa yang disebut radikal bebas. Senyawa inilah yang merupakan penyebab timbulnya keletihan fisik selama berolahraga dan dapat menyebabkan terjadinya cedera pada otot.

Radikal bebas diproduksi setiap saat ketika oksigen diproses. Pada kenyataannya, oksigen didapatkan dari respirasi dan metabolisme yang dilakukan. Saat berolahraga jumlah produksi radikal bebas akan meningkat karena konsumsi oksigen yang tinggi, sehingga mendorong terbentuknya reaksi kimia yang dinamakan peroksidasi lipid (Jenkins, 1988). Karotenoid sebagai senyawa antioksidan mampu melindungi tubuh dari stress oksidatif. Latihan fisik dapat meningkatkan aktivitas enzim penghasil radikal bebas, tetapi

28 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia antioksidan natural (misalnya: karotenoid) dapat menjadi pelindung tubuh selama intensitas latihan tinggi yang menyebabkan kerusakan otot. Para ilmuwan di bidang olahraga telah meneliti pentingnya asupan tambahan antioksidan seperti karotenoid dalam menu makan olahragawan. Olahraga Aktivitas ketahanan tersebut akan meningkatkan menghasilkan 19 tahun yang direkrut dari tim skating Cina menunjukkan hasil yang memuaskan. Sebanyak 32 laki-laki dan 27 perempuan mendapatkan suplementasi dengan minuman karotenoid sebanyak 120 mL. Semua subyek menjalankan diet yang sama selama program pengamatan. Evaluasi dilakukan dengan alat yang disebut biophotonic scanner yang mampu mengukur skin carotenoids score (kandungan karotenoid pada kulit) sebagai marker antioksidan. terjadi Hasil penelitian skin menunjukkan peningkatan

penggunaan oksigen bagi para olahragawan. senyawa radikal yaitu Reactive Oxygen Species (ROS) berlebih yang menyebabkan keletihan dan cedera. Karotenoid adalah jenis antioksidan yang bisa menjadi pilihan untuk mengatasi masalah tersebut. Beberapa dalam produsen suplemen olahraga juga telah memanfaatkan senyawa tersebut produk mereka. Hasil pengujian produk karotenoid terhadap olahragawan muda usia

carotenoids pada atlet pria sebesar 38 dan 16% selama 4 dan 8 minggu latihan intensif, sedangkan pada atlet wanita sebesar 18 dan 22%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya yang aktivitas (Duan antioksidan et al., juga 2006). dipengaruhi oleh intensitas latihan ketahanan dilakukan.

Gambar 3. Olahraga Triathlon (Sumber : Internet)

Karotenoid Melindungi Fungsi Sel Paru-Paru Paru-paru merupakan organ pernafasan yang peranannya sangat vital dalam sirkulasi gas. Bagi olahragawan, paru-paru berfungsi dalam

pendistribusian oksigen untuk penyediaan energi (ATP) yang eksplosif. Oleh karena itu, sangat penting menjaga kesehatan dan vitalitas paru-paru agar performa dapat

29 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia maksimal. Tidak jarang olahragawan mengalami masalah pada paru-parunya seperti infeksi, peradangan, bahkan kesulitan dalam bernafas. Latihan yang berat dapat menyebabkan produksi radikal bebas berlebih yang dapat mengakibatkan perubahan patofisiologi organ pernafasan berkaitan dengan penyakit seperti asma (bronchoconstriction), sekresi lendir dan kebocoran vaskular (microvascular leakage) (Bareket et al., 2005). Antioksidan vitamin seperti karotenoid (sebagai provitamin A) mampu melindungi kerusakan fungsi paru-paru sepanjang waktu. Serum karotenoid yang terdiri dari -karoten, -karoten, likopen, -kriptoxantin, zeaxantin, dan lutein memiliki hubungan positif dalam pencegahan penurunan fungsi paru-paru. Penurunan fungsi paru-paru juga disebabkan oleh umur, meskipun pada perokok berat penurunan fungsi paru-paru akan terjadi lebih cepat karena kerusakan oksidatif pada sel-sel paru-paru (Grievink et al., 2000). Antioksidan memiliki mekanisme dalam menghambat reaksi kerusakan berantai yang disebabkan anion superoksida. Karotenoid dalam dosis yang tepat dalam darah (0,437 dan 3,298 mol/liter) terbukti mampu mereduksi penurunan fungsi paru-paru yang diasosiasikan dengan Forced Expiration Volume (FEV1) (Daniels, 2006). Stres oksidatif dapat menjadi penyebab terjadinya patologi pernafasan. Sebuah penelitian dilakukan untuk menentukan apakah antioksidan dalam kadar yang rendah, yaitu serum -karoten, -karoten, vitamin A dan E akan menghambat penurunan Forced Expiration Volume (FEV1), yaitu suatu parameter terhadap kerusakan oksidatif paruparu. Penelitian tersebut dilakukan selama 8 tahun yang melibatkan 1194 orang berkewarganegaraan Perancis, dengan rentang umut 20-44 tahun. Hasil dari penelitian ini membuktikan -karoten menghambat penurunan dari FEV1 selama 8 tahun pada populasi tersebut. -karoten dan vitamin E juga memberikan dampak positif yaitu perlindungan fungsi paru-paru pada subyek perokok berat (Gungou et al., 2006).

Karotenoid Meningkatkan Kekebalan Tubuh Aktivitas fisik yang berlebihan dapat menurunkan kekebalan tubuh terhadap penyakit, oleh karena itu atlet yang berpartisipasi dalam olahraga ekstrim seperti lari maraton dapat mengambil manfaat dari diet kaya antioksidan seperti karotenoid. Antoksidan dari karotenoid didapatkan dari sayuran dan buah-buahan yang memiliki variasi warna. Diet dengan karotenoid terbukti mampu mereduksi reaksi oksidatif yang menjadi salah satu faktor melemahnya sistem pertahanan tubuh. Sebuah studi yang baru dipublikasikan dalam European Journal of Physiology, menyatakan bahwa golongan antioksidan seperti karoten, mampu memberikan perlindungan ekstra selama latihan berat, dan asupan antioksidan yang memadai dapat mengurangi risiko infeksi (Anonymous, 2002). Penelitian telah menunjukkan bahwa olahraga berat mengurangi kemampuan sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang menurun membuat tubuh tidak dapat mempertahankan diri melawan bakteri, virus, radikal bebas, racun dan zat asing lainnya. Antioksidan dari golongan karotenoid yang ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran dapat memberikan manfaat kesehatan yang luar biasa. Seperti disebutkan sebelumnya, karotenoid mampu mengurangi resiko

30 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia pengembangan infeksi saluran pernafasan pada subyek perokok. Golongan karotenoid di dalam diet sehari-hari yang paling mudah dijumpai adalah karoten. Jenis karotenoid ini meningkatkan jumlah T-sel (sel darah putih yang memainkan peran sentral dalam kekebalan) dan merupakan sumber antioksidan yang baik. Selain menjadi pemicu sistem kekebalan tubuh, -karoten juga mampu memberikan perlindungan terhadap sel-sel kanker. karoten merangsang makrofag, yang mampu menghancurkan sel-sel tumor dan kanker (Anonymous, 2002). Suatu studi menunjukkan jika selama 90 hari, dua puluh pelari dan pengendara sepeda disuplementasi dengan plasebo dan -karoten setiap hari, hasilnya menunjukkan bahwa para atlet dengan asupan antioksidan -karoten mengalami peningkatan performa yang signifikan, sementara tidak ada perubahan yang terlihat dalam kelompok yang disuplementasi dengan plasebo. Selain itu, aktivitas enzim tertentu yang menjaga keseimbangan antioksidan dalam tubuh dari kelompok yang disuplementasi dengan karotenoid secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (Anonymous, 2002). otot yang tajam, program fat loss yang dilakukan adalah untuk membuang lemak tubuh yang melapisi otot, sehingga definisi otot akan lebih tajam seiring dengan berkurangnya lemak tubuh.

Gambar 4.

Fukoxantin membantu pembakaran lemak tubuh apabila diikuti dengan olahraga dan pengaturan diet (sumber : internet).

Karotenoid Meningkatkan Pembakaran Lemak

Metabolisme

Setiap pembakaran lemak tubuh saat dilakukannya aktivitas fisik akan menghasilkan tambahan energi yang cukup besar. Para olahragawan menggunakan suplementasi untuk meningkatkan proses termogenesis pembakaran lemak sehingga mampu berkompetisi dalam durasi yang lama. Dalam dunia binaraga, untuk membentuk definisi

Fukoxantin adalah jenis karotenoid yang ditemukan secara alami pada rumput laut coklat yang dapat dimakan, seperti rumput laut wakame dan hijiki. Fukoxantin juga dapat ditemukan dalam rumput laut merah dan hijau, namun dalam jumlah yang lebih kecil. Fukoxantin adalah nutrisi yang populer di Asia dan Eropa. Salah satu manfaat pertama yang ditemukan oleh para ilmuwan adalah kemampuan fukoxantin untuk membantu proses pembakaran lemak. Studi yang dilakukan pada binatang mencit yang disuplementasi dengan fukoxantin kehilangan 5-10% berat badan. Studi dilakukan dengan membandingkan dua kelompok mencit, dimana kedua kelompok diberi makanan yang sama dan jumlah latihan yang sama. Kelompok yang disuplementasi fukoxantin mengalami pengurangan berat badan

31 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia terutama lemak di daerah perut. Penemuan tersebut adalah sebuah penemuan yang menarik, seperti pada manusia lemak perut adalah lemak yang paling sulit untuk dihilangkan ketika menjalankan program fat loss. Tetapi ternyata dalam penelitian ini, tikus-tikus yang disuplementasi fukoxantin selama 4 minggu, mengalami penurunan berat seperempat dari berat badannya (Tyler, 2009).

Gambar 5.

Lemak di dalam rongga perut (visceral fat) dan lemak di lapisan bawah kulit (subcutaneous fat) (Sumber : Internet).

Banyak ilmuwan telah menyebut fukoxantin sebagai non-stimulan termogenik, yaitu senyawa yang mempengaruhi metabolisme secara keseluruhan. Fukoxantin memiliki sifat termogenesis adaptif, contoh kondisi termogenesis adaptif adalah ketika kedinginan, tubuh akan menggigil. Menggigil akan menciptakan energi yang dikenal sebagai panas dalam tubuh. Proses termogenesis ini spesifik untuk menghilangkan lemak di bagian visceral atau bagian dalam rongga perut yang sering diasosiasikan dengan obesitas dan penyakit jantung (Tyler, 2009). Fukoxantin memiliki korelasi positif dengan protein dan ekspresi gen dalam Uncoupling mitokondria protein-1 (UCP1) pada jaringan

adipose perut. Korelasi positif ini akan berdampak langsung terhadap pengurangan keseluruhan persentase lemak tubuh. Selain itu, fukoxantin juga merupakan komponen utama yang dipandang dapat memberikan kontribusi berarti seiring dengan meningkatnya jumlah kasus kesehatan yang banyak dikaitkan dengan obesitas dan diabetes tipe II. (Maeda et al., 2008).

Karotenoid Testosteron

Mengurangi

Efek

Negatif

Testosteron dikenal sebagai hormon seksual, selain juga berperan dalam stamina, daya tahan dan kekuatan fisik saat menjalankan

32 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia aktivitas. Para atlet yang sangat aktif dalam menjalankan aktivitas fisik, memiliki kadar testosteron relatif lebih tinggi daripada yang tidak banyak menjalankan aktivitas fisik. Jumlah testosteron berlebih dalam tubuh tidak selalu baik karena produk metabolitnya dapat menimbulkan resiko kesehatan yang cukup berbahaya seperti kanker prostat. Kanker prostat adalah jenis kanker yang menjadi penyebab utama ketiga kematian pada pria Amerika. Kelenjar prostat memerlukan androgen untuk pertumbuhan dan fungsi normal. Tingkat serum androgen testosteron, dihidrotestosteron (DHT), dan metabolit testosteron secara langsung berhubungan dengan risiko kanker prostat. Konsumsi tomat juga berhubungan dengan pengurangan risiko kanker prostat. Karotenoid utama pada tomat, yaitu likopen diyakini mampu melindungi prostat dari metabolit testosteron yang berbahaya (Campbell et al. 2006). Masalah lainnya, dalam sebuah penelitian, kelebihan testosteron ternyata menekan sistem kekebalan tubuh untuk tidak bekerja. Diet dengan karotenoid mampu menekan jumlah testosteron dan produk metabolit testosteron yang berbahaya (Gregory, 2007). Penurunan testosteron meningkatkan kekebalan karena testosteron membantu mengontrol T-limfosit, sel-sel yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Penelitian yang dilakukan Mayo Clinic di laboratorium, Tlimfosit adalah sel-sel yang sangat penting untuk mengendalikan respon kekebalan tubuh. "Sel T," yang biasa disebut oleh para ilmuwan adalah sel darah putih yang dapat melawan sel tumor dan infeksi. Selain itu, sel T dapat membantu sel-sel kekebalan lainnya yang dikenal sebagai "sel B" yang membuat antibodi untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri dan jamur serta melawan kanker. Ketika kadar testosteron tubuh diminimalisir, sel-sel kekebalan tubuh kembali kuat dan agresif (Roden et al., 2004).

Kesimpulan Karotenoid memberikan banyak peran untuk meningkatkan performa dan kesehatan bagi olahragawan yang menjalankan aktivitas fisik sangat tinggi, khususnya dalam melindungi fungsi paru-paru, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan pembakaran lemak tubuh, dan mereduksi efek negatif metabolit testosteron. Diet karotenoid sangat diperlukan untuk mendukung proses-proses fisiologis tubuh yang optimal sehari-harinya.

Ucapan Terima Kasih Dalam publikasi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana dan Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri Depdiknas RI atas kesempatan yang diberikan untuk dapat mengikuti program Beasiswa Unggulan tahun 2009.

33 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia Daftar Pustaka

Anonymous 2002. Antioxidants in Supplements Fight Infection in Athletes. (http://www.nutraingredients.com/Research/Antioxidants-in-supplements-fight-infection-inathletes, diakses 22 Agustus 2009)

Bareket, F.; G.. Ruti; Z. Levana.; B. Ami; and N. Ittai. 2005. Effect of Lycopene Supplementation on Lung Function After Exercise in Young Athletes Who Complain of Exercise-Induced Bronchoconstriction Symptoms. Annals of Allergy, Asthma and Immunology, 94 (4):480-485(6)

Campbell, J. K.; C. K. Stroud; M. T. Nakamura; M. A. Lila; and J. W. Erdman. 2006. Serum Testosterone is Reduced Following Short-Term Phytofluene, Lycopene, or Tomato Powder Consumption in F344 Rats. American Society for Nutrition., 136:2813-2819. Daniels, S. 2006. Beta-Carotene Could Slow Down Lung Aging. (http://www.nutraingredients.com/Research/Beta-carotene-could-slow-down-lung-aging, diakses 22 Agustus 2009) Duan, L.; J. Lu.; G. Li; and J. Zhu. 2009. Improvement of Skin Carotenoids Antioxidant Scores with G3 Drink and LifePak is Affected by Endurance Training Intensity in Young Athletes. FASEB J., 23:1007.3 Gregory, S. 2007. Study Shows Veggies Flush with Carotenoids Might Counteract Testosterone Health Risks. (http://www.associatedcontent.com/article/282264/study_shows_veggies_flush_with_caroten oids.html?cat=5, diakses 29 Agustus 2009)

Grievink L.; F. G. De Waart; E. G. Schouten; and F. J. Kok. 2000. Serum Carotenoids, -Tocopherol, and Lung Function among Dutch Elderly. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 161 (3):790-795. Gungou, A.; B. Leynaert; I. Pin; G. L. Mol; M. Zureik; and F. Neukirch. 2006. Serum Carotenoids, Vitamins A and E, and 8 Year Lung Function Decline in A General Population. Thorax, 61:320326 Jenkins, R. R. 1988. Free Radical Chemistry. Relationship to Exercise. Sports Med., 5(3):156-70

Maeda, H.; T. Tsukui.; T. Sashima; M. Hosokawa; and K. Miyashita. 2008. Seaweed Carotenoid, Fukoxantin as a Multi-Functional Nutrient. Asia Pacific Journal Clinical Nutrition, 17:196-199.

34 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia Maughan, R. J. 2000. Nutrition in Sport. IOC Medical Commission, International Federation of Sports Medicine. Blackwell Science Inc.

Roden, A. J.; M. T. Moser; S.D. Tri; M. Mercader; S. M. Kuntz; H. Dong; A. A. Hurwitz; D. J. McKean; E. Celis; B. C. Leibovich; J. B. Allison; and E. D. Kwon. 2004. Augmentation of T Cell Levels and Responses Induced by Androgen Deprivation. J. Immunology, 173:6098-6108.

Tyler, S. 2009. A Review of Fukoxantin. (http://hubpages.com/hub/Fukoxantin-Official-Review, diakses 30 Agustus 2009)

Veeramachanen, S. and X. Wang. 2009. Carotenoids and Lung Cancer Prevention. Frontiers in Bioscience, 1:258-274

35 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

PETUNJUK UNTUK KONTRIBUSI KARANGAN / ARTIKEL

Mohon dipastikan bahwa sumbangan karangan/artikel Anda memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Karangan dikirim dalam bentuk soft-copy berformat Microsoft word (double spaced) agar mudah di e-mailkan kepada para reviewer demi mempercepat proses review. Kami tidak menerima karangan dalam bentuk hard-copy. 2. Mohon agar memperhatikan panduan untuk Peer-reviewed Original Research dan Peer-review of the literature manuscripts (Riset Baru yang di-review oleh rekan-rekan sejawat dan Review atas Kepustakaan oleh rekan sejawat). 3. Referensi dalam artikel atau karangan harus sesuai dengan tatacara yang tercantum dalam panduan ini. Mohon agar memperhatikan panduan referensi elektronis sebagaimana tercantum. 4. Artikel yang dikirimkan untuk katagori From the field Articles tidak harus diberi referensi, tetapi kami mendorong rekan-rekan untuk memberikan referensi bila memungkinkan. 5. Semua video files yang di email kepada kami besarnya tidak boleh lebih dari 5MB. File yang lebih besar dari 5 MB mohon agar dicopy ke CD dan dikirim per pos ke kantor Redaksi. Mohon jangan mengirim file dalam format FLASH. Semua video harus ditampilkan secara profesional. Pengarang wajib mendapatkan izin dari penerbit yang bersangkutan bila pengarang tersebut hendak mengikutsertakan materi yang telah didaftarkan hak ciptanya oleh

penerbit lain didalam artikel atau karangannya, dan harus memberikan bukti tertulis kepada redaksi bahwa penerbit telah mengizinkan materinya ditampilkan dalam karangan tersebut. Jika hal ini tidak dipenui, maka para reviewer berhak menolak artikel/karangan tersebut dan mengembalikannya kepada pengarang. PEER REVIEW MANUSCRIPTS (Karangan yang di-Review rekan sejawat). Setiap karangan yang direview oleh rekan sejawat akan di review oleh dua orang reviewer yang independen (Editor dan 1 Associate Editor). Setelah di review, pengarang akan diminta untuk merespon terhadap setiap komentar dari para reviewer secara point-by-point dan menyerahkan respons-respons tersebut bersama dengan karangan yang sudah di revisi. PEER-REVIEWED ORIGINAL RESEARCH MANUSCRIPTS (Manuskrip/Naskah hasil Riset yang di review oleh rekan sejawat). 1. Halaman Judul. Halaman judul harus berisi judul naskah, keterangan singkat isi naskah, laboratorium / tempat di mana riset dilaksanakan, nama pengarang secara lengkap tanpa disingkat, diikuti departemen/institusi asalnya, alamat surat lengkap, dan tidak lupa disertakan nomor telepon dan alamat email. Mohon diingat bahwa keseluruhan informasi di halaman ini tidak boleh disingkat. 2. Abstrak dan Kata Kunci. Pada selembar kertas lainnya, tuliskanlah Abstrak dari karya tulis Anda (dibatasi sampai dengan 275 kata), diikuti oleh 3 sampai 6 kata kunci. Abstraksi ini harus dalam bentuk kalimat yang

36 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia berhubungan dengan isi pembahasan naskah, metode yang digunakan (secara singkat), hasil penelitian, kesimpulan dan aplikasi praktis dari hasil penelitian. 3. Isi Naskah. Isi Naskah harus tersusun dalam bagian-bagian berikut ini, yang mana heading (judul)nya harus ditulis dalam huruf besar: A PENDAHULUAN. Pada bagian ini, ditulis dasar pemikiran atas pentingnya penelitian ini, dan konteks dari permasalahan yang diteliti. Sedapat mungkin hindari pemakaian subheadings pada bagian ini dan hendaknya membatasi bagian ini hanya sepanjang 4 6 paragraph yang ditulis secara singkat dan tepat. B METODE. Berikut ini adalah urutan subheading pada bagian ini: Approach to the Problem (Pendekatan terhadap Masalah): Pada bagian ini, pengarang menerangkan bagaimana rancangan penelitian yang dibuat akan dapat menguji hipotesis yang diajukan, serta memberikan dasar-dasar pemikiran akan variable-variabel yang digunakan; Subjects (Subyek): Segala karakteristik subyek yang bukan variable tergantung (dependent variable) didalam penelitian ini harus dimaktubkan pada bagian ini (bukan di bagian RESULTS). Procedures (Prosedur): Pada bagian ini dicantumkan prosedur-prosedur dalam penelitian. Dengan kata lain, setelah membaca bagian ini, para peneliti yang lain dapat mereplikasi penelitian ini atau minimal dapat memahami bagaimana penelitian itu dijalankan. Redaksi Jurnal mempersilahkan para pengarang untuk menyertakan foto atau video pendek mengenai prosedur-prosedur dan metode-metode yang digunakan bila dianggap dapat membantu para pembaca dalam memahami penelitian yang dibahas. Statistical Analyses (Analisa statistic): Pada bagian ini dicantumkan pendekatan statistic yang digunakan untuk menganalisa data. C HASIL. Presentasikan hasil penelitian pada bagian ini. Sajikan temuantemuan yang paling signifikan dalam bentuk tabel dan temuan lainnya dalam bentuk teks. Pastikan bahwa setiap Figur/Gambar dan Tabel diberi nomor dan judul yang sesuai. D DISKUSI. Diskusikan makna dari hasil-hasil penelitian pada bagian ini. Hubungkan hasil penelitian dengan literature sebelumnya yang telah ada, dan pastikan bahwa penelitian ini dapat menjelaskan hipotesis yang akan diuji. E APLIKASI PRAKTIS. Bagian ini adalah yang paling penting bagi sebagian besar pembaca. Pada bagian ini, terangkanlah kepada pembaca mengenai bagaimana data dan hasil penelitian ini dapat digunakan. Bagian ini harus ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami orang biasa, bukan dengan bahasa sport scientist.

PEER-REVIEWED REVIEW OF THE LITERATURE MANUSCRIPTS (Manuskrip/Naskah mengenai Review Sumber Kepustakaan oleh Rekan Sejawat) 1. Halaman Judul. Halaman judul harus memuat judul naskah, subtitle, laboratorium dimana riset dilaksanakan (bila ada), nama pengarang (atau para pengarang bila lebih dari satu) yang ditulis lengkap tanpa disingkat, termasuk juga harus ditulis asal departemen/institusinya dan alamat lengkapnya termasuk nomor telepon dan alamat e-mail.

37 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia 2. Abstrak dan Kata Kunci. Pada lembar kertas yang terpisah, tuliskanlah abstrak dari naskah, dengan batasan panjang abstrak sebanyak 275 kata, yang diikuti oleh 3 6 kata kunci. Abstrak ini harus terdiri atas kalimat-kalimat (tidak memakai judul) yang berhubungan dengan penelitian/riset yang terkandung dalam naskah, metode yang digunakan, hasil, kesimpulan dan aplikasi praktisnya, semua ditulis secara singkat dan padat. 3. Isi Naskah. Isi Naskah harus tersusun dalam bagian-bagian berikut ini, yang mana heading (judul)nya harus ditulis dalam huruf besar: PENDAHULUAN Pada bagian ini, jelaskanlah hal yang melatarbelakangi pentingnya dilakukan review atas literature yang menjadi obyek penelitian. Fokuskan pada apa yang dapat disumbangkan oleh literature tersebut pada bidang ilmu yang digeluti. Sedapat mungkin jangan gunakan subjudul di bagian ini, dan batasilah maksimal sampai 4 6 paragraf yang ditulis secara singkat dan jelas. METODE Dalam bagian ini, jelaskanlah dengan detail alasan pemilihan literature yang menjadi obyek penelitian. Jelaskan secara garis besar kriteria pemilihan tersebut, serta bidangbidang yang menjadi kriteria pemilihan, misalnya literatur mengenai: (1) Nutritional supplementation (2) karbohidrat, (3) Protein dan/atau asam amino (4) penjabaran-penjebaran mengenai metode penelitian, dan (5) riset-riset dengan human participants (yang subyeknya adalah manusia). DISKUSI Sehubungan dengan kekhasan dari berbagai naskah yang di review, (para) pengarang dapat mereview berbagai literatur/karya ilmiah dengan judul-judul khusus pada bagian ini. Sebagai contoh, misalnya jika (para) pengarang me review topik penelitian mengenai latihan melompat (jump training studies), maka literatur yang di review dapat dimuat pada kategori : mekanisme gerak melompat, fisiologi gerak melompat, riset mengenai meloncat dengan memakai bodyweight jump training, riset mengenai training dengan barbel, dsb. KESIMPULAN DAN APLIKASI PRAKTIS Ini adalah bagian yang penting bagi para pemb aca, terutama yang awam (bukan sport scientist). Pada bagian ini, penulis memberikan saran kepada para pelatih atau paraktisi mengenai bagaimana mengaplikasikan hasil penelitian tersebut. REFERENSI Semua referensi baik berupa naskah maupun artikel harus mengikuti guidelines / panduan yang ada, termasuk dalam bentuk elektronik. Semua referensi harus diurutkan berdasarkan abjad sesuai dengan nama keluarga dari pengarang. Referensi ditulis dalam teks naskah karangan dalam bentuk angka (misalnya : (4,9). Untuk penelitian yang baru/orisinil, mohon batasi jumlah referensi sampai dengan 40 referensi, atau jelaskan mengapa lebih banyak referensi dibutuhkan. Berikut ini adalah contoh kutipan yang dibenarkan: Kutipan dari Artikel dalam Journal: Hakkinen, K. & Komi, P.V. Effect of different combined concentric and eccentric muscle

38 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia work regimens on maximal strength development. Journal of Human Movement Studies. 7: 33-44. 1981. Kutipan dari Buku dengan Pengarang T unggal: Lohman, T.G. Advances in Body Composition Assessment. Champaign, IL: Human Kinetics, 1992. Kutipan dari Buku yang diedit oleh Tim Editor: Yahara, M.L. The shoulder. In: Clinical Orthopedic Physical Therapy. J.K. Richardson and Z.A. Iglarsh, eds. Philadelphia: Saunders, 1994. pp. 159 199. Referensi dari sumber elektronik: Permasalahan yang dihadapi jika memakai referensi dari website adalah bahwa informasi dari website sering mengalami perubahan. Karena itu, mohon agar membatasi referensi elektronik bila mungkin. Informasi dari website dapat digunakan terutama untuk naskah-naskah From the Field tapi kurang disarankan untuk bentuk artikel lainnya. Berikut ini adalah contoh referensi elektronik. Contoh: Refereed Online Journal Simon JA, Hudes, ES. Relationship of ascorbic acid to blood lead levels. Journal of the American Medical Association [online]. 281:22892293, 1999. Available at www.jama.amaassn.org/cgi/reprint/281/24/2 289 . Accessed November 19, 2007. Journal of Conditioning Australian Strength and Popular media or Commercial Website Baker, D. How to choose and set up your bands. Available at: www.danbakerstrength.com . Accessed February 25, 2009. Gambar-gambar (figures) Tempatkan gambar-gambar pada halaman yang terpisah. Gambar-gambar harus tampak professional. Lebih disukai gambar yang diambil secara Electronic photographs (kamera digital). Nomor halaman dan deskripsinya harus ditulis di bagian bawah gambar. Jangan lupa disebutkan pada naskah mengenai gambar-gambar, nomornya dan lokasinya (di halaman berapa, dsb). Tables Tabel harus ditempatkan pada halaman yang terpisah dengan format double-space dan disertai judul singkat diatasnya. Jangan lupa disebutkan pada naskah mengenai tabeltabel, nomornya dan lokasinya (di halaman berapa dsb). PANDUAN UNTUK ARTIKEL FROM THE FIELD (LAPORAN DARI LAPANGAN) Pastikan bahwa naskah Anda mengikuti panduan dibawah ini: Naskah-naskah pada kategori From The Field untuk jurnal Latihan Kebugaran Indonesia akan di review oleh para editor. Bila dianggap sesuai dengan ruang lingkup jurnal, maka naskah akan dikembalikan kepada pengarang dengan diberikan komentarkomentar dan pertanyaan yang perlu direspon per point olehnya, kemudian naskah yang sudah direvisi diserahkan kembali kepada redaksi bersama dengan respons tersebut.

September 2009 Volume 17 Issue 3 Page 70

39 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia Adapun naskah yang masuk kategori From the Field antara lain: 1. Directed Topic: Artikel yang diarahkan untuk rekomendasi yang sangat spesifik, misalnya: Practical applications for the use of jump squats in the development of lower body power or Coaching considerations for the Olympic lifts with very tall athletes (Aplikasi praktis penggunakan Jump Squat untuk membentuk kekuatan bagian tubuh sebelah bawah atau Pertimbangan-pertimbangan kepelatihan bagi cabang angkat besi untuk atlit-atlit yang bertubuh jangkung. Ada beberapa rekomendasi khusus yang harus dipenuhi. Fokus dari artikel adalah memberikan dasar pemiliran yang rasional untuk sebuah topic. Adapun format artikel adalah: Pendahuluan, Pembahasan Utama, Aplikasi Praktis, tabel-tabel dan gambargambar. Diperbolehkan menyerahkan video, yang harus di beri label Video Figure. 2. Program Outline atau garis besar program, misalnya: program pra-musim pertandingan untuk mengurangi cedera paha sebelah dalam bagi para atlit sepakbola elite. Background of Athlete(s) (latar belakang atlit), Needs Analysis (analisa kebutuhan), Program (bisa dalam bentuk tabel), Hasil-hasil (dari hasil observasi, kualitatif dsb), Point-point untuk diskusi (apa yang ditemukan dari hasil penelitian dan ideide untuk perbaikan) keseluruhan outline kira-kira 800 kata. Tabel diperbolehkan, dan sampai dengan satu gambar diperbolehkan. Didalam journal, naskah semacam ini akan dimuat dalam paling banyak 2-3 halaman, sudah termasuk halaman tabel, gambar dan teks naskah. 3. Exercise Highlight (Garis Besar Latihan), misalnya: Latihan sled towing exercise untuk memperkuat otot-otot badan bagian belakang. Jenis naskah seperti ini harus disertai dengan gambar-gambar atau video untuk member gambaran/garis besar dari latihan-latihan tersebut, latar belakang pemikirannya, bidang yang menjadi focus latihan, dan progress dari latihan tersebut. Mohon diingat bahwa gambar dan video amat penting untuk naskah semacam ini. 4. Roundtable Discussion (Diskusi Meja Bundar): Adalah komentar-komentar ( dalam kurang dari 1000 kata) atas topic yang relevan dari 3-5 orang professional/ahli di bidang tersebut. Para ahli tersebut diundang oleh para editor berdasarkan pokok bahasan untuk setiap edisi. 5. Point-Counterpoint (Diskusi dari dua sisi pandangan yang berbeda): Para pembaca dihimbau untuk menyerahkan pertanyaanpertanyaan mengenai topic-topik yang sekiranya menarik untuk dibahas oleh komunitas olahraga kebugaran, untuk menstimulasi timbulnya diskusi yang sehat. Artikel From the field tidak wajib diberikan referensi, tapi akan sangat membantu bila dilengkapi referensi yang sesuai dengan panduan diatas. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai penyerahan artikel ke JURNAL LATIHAN KEBUGARAN INDONESIA, silahkan mengirimkan e-mail ke Redaksi.

40 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

KOI-ASCA Jurnal Latihan Kebugaran Indonesia

Worldwide TOP Partners


The following companies are TOP Partners for the Vancouver 2010 and London 2012 Olympic Games.

41 www.olympic.or.id Edisi 1/ Jan. 2010

Anda mungkin juga menyukai