Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

Interferensi Fonologis dan Morfologis

Disusun Oleh: Kelompok II Kelas: VI-G

Nisa Uswatun Hasanah Ratih Fuji Lestari Rizky Amalia Suryaningrat Sipa Faujiah

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA 2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang besar kepada hambanya berupa kesehatan, kemauan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan menyebut asma Allah kami menulis makalah ini, dengan harapan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis (khususnya) dan pembaca pada umumnya. Makalah yang Berjudul Interferensi Fonologis dan Morfologis ini akhirnya terselesaikan. Namun pepatah mengatakan tak ada gading yang retak. Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan tanggapan dari pembaca sehingga penulis dapat menyusun makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.

Jakarta, Mei 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar....i Daftar Isi......ii BAB I : PENDAHULUAN........1


A. Latar Belakang Masalah................................................1 B. Rumusan Masalah..............................................................2 C. Tujuan....2

BAB II :

ISI.....................................3
A. Pengertian Interferensi ......................................................................................3 B. Interferensi Fonologis .......................................................................................7 C. Interferensi Morfologis .....................................................................................8

BAB III : PENUTUP................10


A. Kesimpulan.. ....................................10

Bibiografi

..................................11

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Perkembangan bahasa yang cukup pesat terjadi pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontak pada bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lainnya dapat menyebabkan suatu bahasa terpengaruh oleh bahasa yang lain. Proses saling mempengaruhi antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Bahasa sebagai bagian integral kebudayaan tidak dapat lepas dari masalah di atas. Saling mempengaruhi antarbahasa pasti terjadi, misalnya kosakata bahasa yang bersangkutan, mengingat kosakata itu memiliki sifat terbuka. Menurut Weinrich (dalam Chaer dan Agustina 1995:159) kontak bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama secara bergantian. Dari kontak bahasa itu terjadi transfer atau pemindahan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang mencakup semua tataran. Sebagai konsekuensinya, proses pinjam meminjam dan saling mempengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak dapat dihindari. Suwito (1985:39-40) mengatakan bahwa apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, dapat dikatakan bahwa bahasa tesebut dalam keadaan saling kontak. Dalam setiap kontak bahasa terjadi proses saling mempengaruhi antara bahasa satu dengan bahasa yang lain. Sebagai akibatnya, interferensi akan muncul, baik secara lisan maupun tertulis. Adanya kedwibahasaan juga akan menimbulkan adanya interferensi dan integrasi bahasa. Interferensi bahasa yaitu penyimpangan norma kebahasaan yang terjadi dalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa, yang disebabkan karena adanya kontak bahasa. Selain kontak bahasa, faktor penyebab timbulnya interferensi menurut Weinrich (dalam Sukardi 1999:4) adalah tidak cukupnya kosakata suatu bahasa dalam menghadapi kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, juga menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan, kebutuhan akan sinonim, dan prestise bahasa sumber. Kedwibahasaan peserta tutur dan tipisnya kesetiaan terhadap bahasa penerima juga merupakan faktor penyebab terjadinya interferensi.

B. Rumusan Masalah 1. 2. 3. Apa yang dimaksud interferensi? Apa yang dimaksud dengan interferensi fonologis? Apa yang dimaksud dengan interferensi morfologis?

C. Tujuan 1. Mahasiswa mampu menjabarkan apa itu interferensi. 2. Mahasiswa mampu membedakan interferensi fonologis dan morfologis.
3. Mahasiswa mampu memberikan contoh interferensi fonologis dan morfologis.

BAB II ISI A. Pengertian Interferensi Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55). Interferensi, menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih. Untuk memantapkan pemahaman mengenai pengertian interferensi, berikut ini akan diketengahkan pokok-pokok pikiran para ahli dibidang sisiolinguistik yang telah mendefinisikan peristiwa ini. Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai peristiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk dalam Chair (1998:160) interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Abdulhayi (1985:8) mengacu pada pendapat Valdman (1966) merumuskan bahwa interferensi merupakan hambatan sebagai akibat adanya kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua).
3

Sebagai konsekuensinya, terjadi transfer atau pemindahan unsur negatif dari bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran. Pendapat lain mengenai interferensi dikemukakan oleh Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk, bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakupi pengucapan satuan bunyi, tata bahasa dan kosakata. Suhendra Yusuf (1994:67) menyatakan bahwa faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi antara lain perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan itu tidak hanya dalam struktur bahasa melainkan juga keragaman kosakata. Pengertian lain dikemukakan oleh Jendra (1995:187) menyatakan bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan pada sistem fonemik bahasa penerima. Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang kaya akan kosakata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam perkembangannnya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan bahasa donor. Gejala interferensi dari bahasa yang satu kepada bahasa yang lain sulit untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga tidak lepas dari perilaku penutur bahasa penerima. Menurut Bawa (1981: 8), ada tiga ciri pokok perilaku atau sikap bahasa. Ketiga ciri pokok sikap bahasa itu adalah (1) language loyality, yaitu sikap loyalitas/ kesetiaan terhadap bahasa, (2) language pride, yaitu sikap kebanggaan terhadap bahasa, dan (3) awareness of the norm, yaitu sikap sadar adanya norma bahasa. Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang sempurna dimiliki seseorang, berarti penutur bahasa itu bersikap kurang positif terhadap keberadaan bahasanya. Kecenderungan itu dapat dipandang sebagai latar belakang munculnya interferensi. Dari segi kemurnian bahasa, interferensi pada tingkat apa pun (fonologi, morfologi dan sintaksis) merupakan penyakit yang merusak bahasa, jadi perlu dihindari (Chaer dan Agustina (1998: 165).
4

Jendra (1991:105) menyatakan bahwa dalam interferensi terdapat tiga unsur pokok, yaitu bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke dalam bahasa lain; bahasa penerima atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber; dan adanya unsur bahasa yang terserap (importasi) atau unsur serapan. Dalam komunikasi bahasa yang menjadi sumber serapan pada saat tertentu akan beralih peran menjadi bahasa penerima pada saat yang lain, dan sebaliknya. Begitu juga dengan bahasa penerima dapat berperan sebagai bahasa sumber. Dengan demikian interferensi dapat terjadi secara timbal balik. Bertolak dari pendapat para ahli mengenai pengertian interferensi di atas, dapat disimpulkan bahwa kontak bahasa menimbulkan dwibahasawan. Interferensi merupakan gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain unsur bahasa yang menyusup ke dalam struktur bahasa yang lain dapat menimbulkan dampak negatif, dan interferensi merupakan gejala ujaran yang bersifat perseorangan, dan ruang geraknya dianggap sempit yang terjadi sebagai gejala parole (speech). Suwito (1983:54), seperti halnya Jendra juga memandang bahwa interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech, parole), hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan yang sebenarnya telah ada padanannya dalam bahasa penyerap, sehingga cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap, diharapkan makin berkurang atau sampai batas yang paling minim. Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam bahasa (Hockett dalam Suwito, 1983:54). Dari pendapat hockett tersebut perlu dicermati bahwa gejala kebahasaan ini perlu mendapatkan perhatian besar. Hal ini disebabkan interferensi dapat terjadi di semua komponen kebahasaan, mulai bidang tatabunyi, tatabentuk, tatakalimat, tatakata, dan tatamakna Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam proses interferensi ada tiga hal yang mengambil peranan, yaitu: a. b. c. bahasa sumber atau bahasa donor bahasa penyerap atau resipien unsur serapan atau importasi
5

gejala interferensi dalam tuturan

Jasi, interferensi yaitu penyimpangan dari norma-norma bahasa dalam bahasa yang digunakan sebagai akibat pengenalan terhadap bahasa lain. Menurut Chaer dan Agustina (2004:160-161) menyatakan bahwa interferensi yang terjadi dalam proses interpretasi disebut interferensi reseptif, yakni berupa penggunaan bahasa B dengan diresapi bahasa A. Sedangkan interferensi yang terjadi pada proses representasi disebut interferensi produktif. Interferensi reseptif dan interferensi produktif yang terdapat dalam tindak laku bahasa penutur bilingual disebut interferensi perlakuan. Interferensi perlakuan biasa terjadi pada mereka yang sedang belajar bahasa kedua, karena itu interferensi ini juga disebut interferensi belajar atau interferensi perkembangan. 1. Gejala Interferensi Gejala interferensi dapat dilihat dalam 3 dimensi kejadian. Pertama, dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tengah masyarakat. Kedua, dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur. Ketiga, dimensi pembelajaran bahasa. Dari dimensi tingkah laku berbahasa, penutur dengan mudah dapat disimak dari berbagai praktek campur kode yang dilakukan penutur yang bersangkutan. 2. Macam-macam Interferensi Chaer dan Agustina (2004:162-165) mengidentifikasi interferensi bahasa menjadi empat macam: 1) Interferensi Fonologis Interferensi fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi fonologis pengurangan huruf dan interferensi fonologis pergantian huruf. Contoh: slalu : selalu, adek : adik ama : sama, rame : ramai smua : semua, cayang : sayang 2) Interferensi Morfologis Interferensi morfologis terjadi apabila dalam pembentukan katanya suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain. Penyimpangan struktur itu terjadi kontak bahasa antara bahasa yang sedang diucapkan (bahasa Indonesia) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing).

Contoh: kepukul ? terpukul dipindah ? dipindahkan neonisasi ? peneonan menanyai ? bertanya 3) Interferensi Sintaksis Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa gaul) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan klausa. Interferensi sintaksis seperti ini tampak jelas pada peristiwa campur kode. Contoh: Mereka akan married bulan depan. Karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda tangan saja. 4) Interferensi Semantis Interferensi yang terjadi dalam bidang tata makna. Menurut bahasa resipiennya, interferensi semantik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu interferensi ekspansif dan interferensi aditif. a. Interferensi ekspansif, yaitu interferensi yang terjadi jika bahasa yang tersisipi menyerap konsep kultural beserta namanya dari bahasa lain. Contoh: Teman-temanku tambah gokil saja. b. Interferensi aditif, yaitu interferensi yang muncul dengan penyesuaian dan interferensi yang muncul berdampingan dengan bentuk lama dengan makna yang agak khusus. Contoh: Mbak Ari cantik sekali
B. Interferensi Fonologis

Merupakan sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang bunyi bahasa. Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian, yakni: 1. Fonetik Fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.
7

Macam macam fonetik : a. fonetik artikulatoris yang mempelajari posisi dan gerakan bibir, lidah dan organ organ manusia lainnya yang memproduksi suara atau bunyi bahasa b. fonetik akustik yang mempelajari gelombang suara dan bagaimana mereka didengarkan oleh telinga manusia c. fonetik auditori yang mempelajari persepsi bunyi dan terutama bagaimana otak mengolah data yang masuk sebagai suara 2. Fonemik Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti. Contoh : jika penutur bahasa Jawa mengucapkan kata-kata berupa nama tempat yang berawal bunyi /b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya pada kata Bandung, Deli, Gombong, dan Jambi. Seringkali orang Jawa mengucapkannya dengan /mBandung/, /nDeli/,/nJambi/, dan /nGgombong/.
C. Interferensi Morfologis

Morfologi merupskan cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk beluk bentuk serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem (Crystal dalam Badulu, 2004:1). Sedangkan morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna (Chaer, 1994:146). Contoh kata [berhak], terdiri dari dua morfem [ber] dan [hak]. Proses morfologi dalam bahasa Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Ramlan (1985:63) yaitu berupa afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan. Menurut Suwito (1983:55) interferensi morfologi dapat terjadi apabila dalam pembentukan kata suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain.
8

Afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain, Sedangkan afiks adalah morfem imbuhan yang berupa awalan, akhiran, sisipan, serta kombinasi afiks. Dengan kata lain afiks bisa memempati posisi depan, belakang, tengah bahkan di antara

morfem dasar (Ramlan, 1985:63). Dalam bahasa sering terjadi penyerapan afiks ke-, ke-an dari bahasa Jawa, misalnya kata ketabrak, kelanggar dsb. Bentukan kata tersebut berasal dari bentuk dasar bahasa Indonesia + afiks bahasa daerah. Bentukan dengan afiks-afiks seperti ini sebenarnya tidak perlu, sebab dalam bahasa sudah ada padanannya berupa afiks ter-. Persentuhan unsur kedua bahasa itu menyebabkan perubahan sistem bahasa, yaitu perubahan pada struktur kata bahasa yang bersangkutan. Selain berupa penambahan afiks, gejala-gejala interferensi morfologi dapat pula berupa reduplikasi, dan pemajemukan. Menurut Ramlan (1985:63) reduplikasi adalah pengulangan suatu satuan gramatika, baik seluruhnya maupun sebagian.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Interferensi adalah kekeliruan yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap kegiatan berbahasa. Interferensi terdiri dari dua jenis, yaitu interferensi fonologis dan interferensi morfologis. Interferensi fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Sedangkan Interferensi morfologis terjadi apabila dalam pembentukan kata suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain.

10

Bibliografi

Chaer, Abdul. 2006. Sosiolonguistik. Jakarta: Rineka Citra. Chaer, Abdul. 2006. Fonologi. Jakarta: Rineka Citra. Chaer, Abdul. 2006. Morfologi. Jakarta: Rineka Citra. www.google.com

11

Anda mungkin juga menyukai