Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Interferensi

Menurut Weinreich (dikutip Tarigan, 2011:15) menurutnya, interferensi adalah “penyimpangan norma
bahasa yang terjadi didalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa
yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa”. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168)
mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau
lebih.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan interferensi

adalah kekeliruan atau penyimpangan norma sebagai akibat adanya kebiasaan ujaran dari satu bahasa atau
lebih.

Menurut Chaer (2007:66), “Interferensi dapat terjadi pada semua tataran bahasa mulai dari tataran
fonologi, morfologi, sintaksis, sampai ke tataran leksikon”. Contoh pada tataran fonologi, misalnya, kalau
penutur bahasa jawa mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia yang mulai dengan /b/,/d/,/j/, dan /g/ maka
konsonan tersebut akan didahuluinya dengan bunyi nasal yang homorgan, jadi kata bogor akan diucapkan
mBogor, kata depok akan dilafalkan nDepok. Interferensi pada tataran gramatikal, misalnya penggunaan
prefiks ke- seperti pada kata kepukul, ketabrak dan kebaca yang seharusnya terpukul, tertabrak dan
terbaca. Contoh interferensi dalam tataran sintaksis adalah susunan kalimat pasif makanan itu telah
dimakan oleh saya dari penutur berbahasa ibu bahasa Sunda. Dalam bahasa Sunda susunannya adalah
makanan teh atos dituang kuabdi, padahal susunan bahasa Indonesianya yang baku adalah makanan itu
telah saya makan. Interferensi dalam bidang leksikon berupa digunakannya kata-kata dari bahasa lain ke
dalam bahasa yang sedang digunakan, misalnya sewaktu berbahasa indonesia terbawa masuk kata-kata
dari bahasa Jawa, bahasa Sunda atau bahasa lain.

B. Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi

Selain kontak bahasa, menurut Weinreich (1970:64-65) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
interferensi, antara lain:

(1) Kedwibahasaan peserta tutur

Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari
bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak
bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

2) Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima

Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang
positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan
unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan
muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan
maupun tertulis.

3) Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima

Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi
kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang
dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar, akan
bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosakata
untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosakata bahasa sumber untuk
mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa
sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidak cukupan atau terbatasnya kosakata
bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan
menimbulkan terjadinya interferensi.

Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh
pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat
terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata
bahasa penerima.

4) Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan

Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi,
berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut
dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah
menghilang dan di lain pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau
peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.

Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut akan
berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur
serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam
bahasa penerima.

5) Kebutuhan akan sinonim

Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yaitu sebagai variasi dalam
pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa
mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai
variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang.

Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk
penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa
penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya
interferensi.

6) Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa


Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa ingin
menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa
sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa.
Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pamakaian unsur-unsur bahasa sumber pada
bahasa penerima yang dipergunakan

7) Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu

Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya
terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini
dapat terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa
asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena
kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan
bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.

C. Pengertian Analisis Kesalahan

Menurut Ellis (dikutip Tarigan, 2011:60) analisis kesalahan adalah “suatu prosedur kerja, yang
biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel,
pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut,
pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf
keseriusan kesalahan itu”. Sementara itu menurut Tarigan (dikutip Setyawati, 2010:12) analisis kesalahan
adalah “suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa, yang meliputi kegiatan
mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel, menjelaskan
kesalahan tersebut, mengklasifikasi kesalahan itu, dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan itu”.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat penulis simpulkan analisis kesalahan adalah suatu
prosedur kerja yang digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa yang meliputi kegiatan
mengidentifikasi, menjelaskan, dan mengevaluasi kesalahan.

D. Faktor Penyebab Kesalahan Berbahasa

Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan para pelajar. Kesalahan
tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau
norma tepilih dari bahasa orang dewasa. Pangkal penyebab kesalahan bahasa ada pada orang yang
menggunakan bahasa yang bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakannya. Menurut Setyawati
(2010:10) ada tiga faktor penyebab seseorang salah dalam berbahasa, antara lain sebagai berikut:

1. Terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Ini dapat berarti bahwa kesalahan berbahasa
disebabkan oleh interferensi bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2) yang
sedang dipelajari si pembelajar (siswa).
2. Kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya.

3. Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna.

Berikut ini beberapa kesalahan berbahasa yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

1. Mistake (salah)

Merupakan penyimpangan struktur lahir yang terjadi karena penutur tidak mampu menentukan
pilihan penggunaan ungkapan yang terjadi situasi dengan situasi yang ada. Mistake/kekeliruan, terjadi
ketika seorang pembelajar tidak secara konsisten melakukan penyimpangan dalam berbahasa. Kadang-
kadang pembelajar dapat mempergunakan kaidah/norma yang benar tetapi kadang-kadang mereka
membuat kekeliruan dengan mempergunakan kaidah/norma dan bentuk-bentuk yang keliru.

Contoh:

”Rasanya panas. Kalau malam tidur di kamar, harus pakai kipas terus,”kata Nining.

Analisis : Kalimat rasanya panas untuk menggambarkan situasi udara yang panas adalah kurang tepat
atau dapat dikatakan adanya kekurangtepatan penggunaan ungkapan terhadap situasi tersebut. Maka dari
itu kalimat tersebut masuk dalam mistake. Seharusnya ungkapan tersebut menggunakan ungkapan
“Udaranya panas” agar lebih tepat.

2. Selip

Merupakan penyimpangan bentuk lahir karena beralihnya pusat perhatian topik pembicaraan
secara sesaat (kelelahan bisa menimbulkan selip bahasa). Dengan demikian selip bahasa terjadi secara
tidak disengaja. Kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh lapses tidak memiliki implikasi paedagogis
yang berbahaya. Lapse, selip lidah, diartikan sebagai bentuk penyimpangan yang diakibatkan karena
pembelajar kurang konsentrasi, rendahnya daya ingat atau sebab-sebab

lain yang dapat terjadi kapan saja dan pada siapapun.

Contoh:

” Menjual barang tidak bisa memaksa orang membeli,” ujar Fauzi Aziz

Analisis : Selip bahasa terjadi pada kalimat tersebut. Selip terjadi karena kekurangtepatan kalimat yang
digunakan yaitu kata yang diucapkan kurang. Seharusnya kata tersebut mendapat tambahan satu kata lagi
agar tidak termasuk dalam selip bahasa. Kata yang dimaksud adalah kata untuk. Akan menjadi tidak selip
ketika diucapkan ” Menjual barang tidak

bisa memaksa orang untuk membeli.

3. Silap
Merupakan penyimpangan bentuk lahir dari struktur baku yang terjadi karena pemakai belum
menguasai sepenuhnya kaidah bahasa. faktor yang mendorong timbulnya kesilapan adalah faktor
kebahasaan

yang mengikuti pola-pola tertentu.

Contoh:

”Semuanya sudah empat kali kejadian sama dengan yang sekarang ini.”

Analisis : Kalimat tersebut mengalami silap bahasa karena dalam kalimat tersebut terdapat kesalahan
struktur dan kaidah kalimat dalam bahasa Indonesia yang benar. Kalimat tersebut akan bisa dikatakan
kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar jika ” Semuanya sudah empat kali
terjadi, termasuk yang sekarang ini.

4.Kalimat Rancu

Merupakan kalimat yang struktur atau bagiannya ada yang rancu atau tidak sesuai
penempatannya.

Contoh:

Pemerintah pun mulai menggaungkan dukungan kepada industri kreatif.

Analisis : Kata menggaungkan secara makna kurang tepat atau rancu jika diterapkan dalam kalimat
tersebut. Kata menggaungkan tersebut dapat

diganti dengan kata “menyampaikan, menyerukan dan sebagainya.”

5.Kalimat Ambigu

Merupakan kalimat yang memiliki makna lebih dari satu/ membingungkan/ambigu.

Contoh:

Menurut Emi, salah seorang pemilik ruko yang terbakar, gudang oli itu mulai beroperasi sejak dua tahun
lalu.

Analisis: Kalimat tersebut merupakan kalimat yang ambigu atau menimbulkan tafsir ganda. Letak
keambiguan dari kalimat tersebut adalah kita dapat menafsirkan makna kalimat tersebut dalam dua versi
makna yaitu Emi ikut terbakar atau Emi hanyalah salah seorang dari pemilik ruko

yang ikut terbakar.

6. Adopsi
Adopsi adalah mengambil semuanya dengan tidak mengurangi dan

tidak menambahi.

Contoh:

Amblesnya tanggul setinggi 11 meter itu....

Analisis : Kata meter merupakan kata yang diadopsi dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu meter.

7. Terjemahan

Terjemahan adalah interpretasi makna suatu teks dalam suatu bahasa (teks sumber) dan
penghasilan teks yang merupakan padanan dalam bahasa lain (teks sasaran atau terjemahan) yang
mengkomunikasikan pesan serupa.

Contoh:

Pencuri telepon genggam itu akhirnya diserahkan kepada polisi setelah

dihajar warga.

Analisis : Kata telepon genggam merupakan bentuk terjemahan. Dikatakan bentuk terjemahan karena kata
tersebut didapat dari menerjemahkan kata hand phone (telepon tangan/genggam) yang merupakan kata
aslinya.

8. Adaptasi

Adaptasi adalah menyesuaikan bentuk maupun lafalnya. Istilah “adaptasi” merupakan bahasa itu
yang ber-/di adaptasi (oleh banyak faktor: lingkungan, geografis, dan sebagainya) sehingga menyebabkan
variasi-variasi baik dalam bentuk atau pemakaiannya.

Contoh:

Bahwa produk kreatif karya anak bangsa banyak yang unik.

Analisis : Kalimat tersebut mengandung dua kata yang mengalami adaptasi dari kata asing. Kata tersebut
adalah produk yang berasal dari kata product. Selain kata tersebut adaptasi juga terjadi pada kata kreatif

yang diadaptasi dari kata creative.

E. Langkah-Langkah Analisis Kesalahan

Para ahli linguistik, pengajaran bahasa, dan guru bahasa sependapat bahwa kesalahan berbahasa itu
mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Bahkan ada pernyataan ekstrem mengenai kesalahan
berbahasa itu yang berbunyi “kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa menandakan pengajaran
bahasa tidak berhasil atau gagal”. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa yang sering dilakukan oleh siswa
harus dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Hal ini baru dapat tercapai apabila seluk-beluk kesalahan
berbahasa itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan itulah yang dimaksud dengan
istilah Analisis Kesalahan.

Menurut Tarigan (2011:60) mengemukakan bahwa analisis kesalahan mempunyai langkah-langkah


yang meliputi:

1. Pengumpulan sampel artinya mengumpulkan data berupa kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh
siswa, misalnya hasil ulangan, karangan atau percakapan

2. Pengidentifikasian kesalahan artinya mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan katagori


kebahasaan, misalnya kesalahan-kesalahan pelafalan.

3. Penjelasan kesalahan artinya mengambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan dan memberikan
contoh yang benar.

4. Pengklasifikasian kesalahan artinya mengenali dan memilah-milah kesalahan berdasarkan katagori


kebahasaan

5. Pengevaluasian kesalahan artinya memperbaiki dan bila dapat menghilangkan kesalahan melalui
penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran yang serasi.

Anda mungkin juga menyukai