Anda di halaman 1dari 14

Presentasi Kasus Ruangan

STRIKTUR URETRA

Pembimbing : Dr. Galuh Sp, U

Disusun oleh : Mardian Aprianto (110.2003.169)

SMF BEDAH RSUD GUNUNG JATI CIREBON 2009

PRESENTASI KASUS

I.

IDENTITAS Nama Umur : Tn.E : 33 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Agama Alamat : Islam : Plered

Tanggal masuk : 06 Maret 2013

II.

ANAMNESIS (autoanamnesis, tanggal 07 Maret 2013) Keluhan utama : Buang air kecil tidak lancar Keluhan tambahan : Perasaan tidak nyaman di bagian bawah perut, nyeri pada saat buang air kecil, sering buang air kecil. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD Koja dengan keluhan buang air kecil tidak lancar sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan timbul perlahan-lahan dan semakin bertambah parah. Pasien mengeluh setiap pasien BAK harus mengedan tetapi pancaran kecil dan tidak tuntas pada saat BAK. Keluhan juga disertai nyeri pada saat BAK, perasaan tidak nyaman pada perut bagian bawah dan sering BAK > 10 kali/ hari. Keluhan ini tidak disertai dengan peningkatan suhu tubuh, BAK keluar batu, BAK keruh dan keluar darah dari ujung kemaluan. Riwayat pemasangan selang kencing disangkal.

Riwayat penyakit dahulu Riwayat trauma pada selakangan disangkal Riwayat operasi saluran kencing disangkal Riwayat DM disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Status present Keadaan umum Kesadaran Vital Sign: TD Nadi Suhu R Kepala Mata Conjungtiva : tidak anemis. Sklera Thorak : Cor : tidak ikterik. : Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus Cordis tidak terlihat. : Ictus Cordis tidak teraba. : Batas jantung normal. : Tampak sakit sedang. : Compos Mentis. : 110/70 mmHg : 80 x/mnt : 36,5 0 C : 20x/mnt : Normocephal

Auskultasi : BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis. : Fremitus vokal simetris pada kedua hemitorak. : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/Abdomen : Inspeksi Palpasi Perkusi : Rata, simetris kanan kiri. : Supel, NT = -, H/L tidak teraba membesar. : Timpani.

Auskultasi : Bising usus (+) normal Ekstremitas : Superior Inferior : : Edema -/Edema -/Sianosis -/Sianosis -/-

B.

STATUS UROLOGI 1. Status lokalis ad Regio Flank CVA Massa Nyeri Tekan Nyeri Ketuk Dex (-) (-) (+) Sin (-) (-) (-)

2. Status lokalis ad Regio Supra pubic Inspeksi Palpasi : tidak terlihat massa. : teraba kandung kemih, NT (+)

3. Status lokalis ad Regio Genitalia Eksterna : Inspeksi Palpasi 4. Rectal toucher Tonus sfingter ani baik, ampula rekti tidak kolaps, mukosa rektum licin, nyeri (-) Hand Scoon IV. LABORATORIUM Hematologi Hb Leukosit : 11,7 : 20.200 : feces (+), darah (-), lendir (-). : tak tampak kelainan : tak teraba kelainan

Hematokrit : 35 Trombosit : 477.000 Fungsi Ginjal Kreatinin Ureum Urinalisa Warna : kuning keruh : 1,7 : 52

Berat jenis : 1.030

pH Albumin Glukosa Keton Bilirubin

: 6,0 : +1 : negatif : negatif : negatif

Darah samar : +3 Sedimen Leukosit Eritrosit : Penuh : 10- 15

Ca Oksalat : negatif Asam Urat : negatif

V. RESUME Pasien laki-laki, usia 33 tahun, dengan keluhan buang air kecil tidak lancar sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan timbul perlahan-lahan dan bertambah parah. Setiap pasien BAK harus mengedan tetapi pancaran kecil dan tidak tuntas pada saat BAK. Keluhan disertai nyeri pada perut bagian bawah pada saat BAK, perasaan tidak nyaman pada perut bagian bawah dan sering BAK > 10 kali. Riwayat pemasangan selang kencing disangkal. Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. TD: 110/70 mmHg, nadi : 80 x/mnt, suhu: 36,5 0 C, respirasi rate : 20x/mnt. Pada status lokalis ad Regio Supra pubic didapatkan NT (+).

VI. BNO

Kesan: Tak tampak batu opaque di sepanjang traktus urinarius

VII. DIAGNOSA KERJA Suspect Striktur Uretra

VIII. DIAGNOSA BANDING Striktur Uretra BPH

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG Lab darah rutin dan kimia darah Retrograde Urethrogram (RUG) dengan Voiding Cystourethrogram (VCUG) Urinalisis

X. PENATALAKSANAAN Konservatif : pemasangan kateter/ sistosomi suprapubik Medikamentosa : Konsul spesialis urologi untuk tindakan operatif

XI. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : ad bonam. : dubia.

PENDAHULUAN
Uretra merupakan saluran yang urin dari vesika urinaria ke meatus uretra, untuk dikeluarkan ke luar tubuh. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai saluran urin & saluran untuk semen dari organ reproduksi. Panjang uretra pria kira-kira 23 cm & melengkung dari kandung kemih ke luar tubuh, melewati prostate dan penis. Sedangkan uretra pada wanita lurus & pendek, berjalan secara langsung dari leher kandung kemih ke luar tubuh. Uretra pria dibagi atas dua bagian, yaitu uretra anterior & uretra posterior. Uretra anterior dibagi menjadi uretra bulbaris, penil, & glandular. Fosa navikularis ialah dilatasi distal kecil dalam uretra glandular. Uretra anterior dikelilingi oleh badan erektil, korpus spongiosum. Glandula bulbourethralis (glandula Cowper) terletak pada diafragma urogenitalis & bermuara ke dalam uretra bulbaris. Uretra penil dilapisi oleh banyak kelenjar kecil, glandula Littre. Uretra posterior terdiri dari uretra pars membranasea & prostatika. Uretra pars prostatika terbentang dari vesika urinaria ke uretra pars membranasea, serta mengandung verumontanum (daerah meninggi pada bagian distal basis uretra pars prostatika yang dibentuk oleh masuknya duktus ejakulatorius dan utrikulus, yang merupakan sisa duktus Muller).1 Uretra juga dapat dibagi atas tiga bagian, antara lain uretra prostatika, uretra membranasea, dan uretra spongiosa. Uretra prostatika dimulai dari leher vesika urinaria dan termasuk juga bagian yang melewati kelenjar prostat. Uretra prostatika merupakan bagian yang paling lebar diantara bagian uretra lainnya. Uretra membranasea adalah uretra yang terpendek dan paling sempit dengan panjang sekitar 12-19 mm. Pada uretra membranasea terdapat spingter uretra eksterna, yang berfungsi dalam pengaturan keluar urin yang dikendalikan secara voluntar. Uretra spongiosa adalah uretra yang terpanjang, kira-kira 150 mm, yang dimulai dari porsio membranasea melewati korpus spongiosum dan berakhir di glan penis.2

Gambar 1. Anatomi Uretra4

Penyakit striktur uretra biasanya sekunder terhadap trauma atau peradangan. Penyakit gonokokus merupakan penyebab utama peradangan, dan penyebab traumatik yang sering terjadi mencakup fraktur pelvis, instrumentasi, atau drainase kateter urinaria jangka panjang. Bila mukosa ditraumatisasi, maka urin cenderung diekstravasasi dan jaringan parut menyebabkan striktura. Pasien dengan striktura dapat timbul dengan infeksi traktus urinarius atau penurunan ukuran dan tenaga aliran urin. Gejala bisa identik dengan hipertrofi prostat benigna pada pria tua3.

PENYEBAB STRIKTUR URETRA Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau cedera. Radang karena gonore merupakan penyebab penting, tetapi radang lain yang kebanyakan disebabkan penyakit kelamin lain, juga merupakan penyebab uretritis dan periuretritis. Kebanyakan striktur ini terletak di uretra pars membranasea, walaupun juga bisa ditempat lain.

Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera langsung, misalnya pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda lelaki sehingga terjadi cedera kangkang. Yang juga tidak jarang terjadi ialah cedera iatrogenik akibat kateterisasi atau instrumentasi5. Tabel 1. Letak Striktur Uretra dan Penyebabnya Letak Uretra Pars membranasea Penyebab Trauma panggul, kateterisasi salah Jalan.

Pars bulbosa

Trauma/ cedera kangkang, uretritis.

Meatus

Balanitis, instrumentasi kasar.

Penyebab lain terjadinya striktur uretra ialah tindakan-tindakan bedah seperti bedah rekonstruksi uretra terhadap hipospadia, epispadia, kordae, dan bedah urologi. Striktur uretra paling sering terjadi pada pria karena uretra pria lebih panjang daripada uretra wanita. Penyebab lainnya ialah tekanan dari luar uretra seperti tumor pada hipertrofi prostat benigna, atau pun juga bisa diakibatkan oleh kelainan congenital, namun jarang terjadi. Resiko striktur uretra meningkat pada orang yang memiliki riwayat penyakit menular seksual, episode uretritis berulang, atau hipertrofi prostat benigna.

Gambar 2. Lokasi striktur (1,2,3). 1. Pars membranasea, 2. Pars bulbosa, 3. Meatus uretra, 4. Kandung kemih, 5. Prostat, 6. Rectum, 7. Diafragma urogenital, 8. Simfisis.

GEJALA KLINIS Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan pada hipertrofi prostat5. Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur antara lain disuria, kesuliran berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang abnormal, rasa tidak nyaman, hematuria, nyeri pelvis atau bagian bawah perut, pengosongan kantung kemih yang tidak puas.

KOMPLIKASI Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih. Penumpukan urin dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat menyebar ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi striktur juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan di bawahnya6. Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit), dan gagal ginjal (jarang)7. DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis striktur uretra dapat dilakukan pemeriksaan urin. Adanya hematuri, infeksi, atau abnormalitas dari berkemih. Pada striktur uretra biasanya terjadi penurunan aliran urin, penurunan jumlah urin, dan adanya keluhan sulit berkemih serta frekuensi berkemih yang tidak biasa. Diagnosis pasti terhadap striktur uretra, dapat dilakukan pemeriksaan radiologi dengan kontras. Pemeriksaan ini dapat diketahui letak dan derajat strikturnya. Pemeriksaan radiologi dengan kontras yang biasa dilakukan ialah Retrograde Urethrogram (RUG) with Voiding Cystourethrogram (VCUG).

Gambar 3. Hasil pemeriksaan urethrogram. Tampak adanya striktur pada uretra bulbar sepanjang 4 cm7. Pemeriksaan yang lebih maju digunakan sistoskopi, yaitu penggunaan kamera fiberoptik pada uretra. Dengan sitoskopi dapat dilihat penyebab striktur, letaknya, dan karakter dari striktur.

Gambar 4. Prosedur sistoskopi.

TERAPI Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/ pendeknya striktur, dan kedaruratannya. Striktur uretra dapat diobati dengan melakukan dilatasi uretra secara periodik. Dilatasi dilakukan dengan halus & hatihati setiap 2-3 bulan. Namun teknik seperti ini cenderung menimbulkan striktur uretra kembali8. Komplikasi striktur uretra yang ringan sangat rendah, sehingga pilihan terapi yang dapat diberikan ialah dengan dilatasi uretra atau uretrotomi interna yang dilihat langsung. Pada pasien tertentu dengan striktura pendek, maka uretrotomi interna yang dilakukan dengan peralatan pemotong kecil, telah memberikan hasil yang memuaskan. Bila diperlukan dilatasi secara sering, bila ada striktura panjang atau majemuk, bila dilatasi terlalu sulit atau bila striktura terdapat pada anak, maka intervensi bedah terbuka dapat menjadi indikasi. Beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan antara lain9:

1. Dilatasi, balon kateter atau dialtor (plastik atau metal) dimasukkan ke dalam uretra untuk membuka daerah yang menyempit. 2. Obturation, benda yang kecil, elastis, pipa plastik dimasukkan dan diposisikan pada daerah striktur. 3. Uretrotomi (Endoscopic internal urethrotomy or incision), teknik bedah dengan derajat invasif yang minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur. Tindakan ini dikerjakan dengan menggunakan kamera fiberoptik dibawah pengaruh anastesi. 4. Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka, ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis (daerah yang menyempit dibedah lalu uretra diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan di sekitarnya) & uretroplasti subsitusi (mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir/ Buccal Mucosa Graft, jaringan kelamin, atau jaringan preputium/ Vascularized preputial or genital skin flaps). 5. Prosedur rekonstruksi multipel (perineal urethrostomy), tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum (ruang antara anus dan skrotum).

Penggunaan antibiotik diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi saluran kemih. Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil tes kepekaan steril, maka antibiotik dapat diindikasikan atas profilaksis seperti ampisilin atau sefalosporin generasi ke I atau aminoglikosida (gentamisin, ibramisin)8.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, David C. 1994. Uretra. Dalam: Sistem Urogenital, Buku Ajar Bedah Bagian 2, hal.463. EGC. Jakarta. 2. Anonym. 2007. Urinary Bladder And Urethra Male. http://www.ivyrose.co.uk/Topics/Urinary_Bladder_Urethra_Male.htm. 3. Sabiston, David C. 1994. Penyakit Striktur Uretra. Dalam: Sistem Urogenital, Buku Ajar Bedah Bagian 2, hal.488. EGC. Jakarta. 4. Anonim. 2005. Urinary System. Accessed:

http://faculty.southwest.tn.edu/rburkett/urinar28.jpg. 5. Jong, Wim De, R. Sjamsuhidayat. 2004. Striktur Uretra. Dalam: Saluran Kemih Dan Alat Kelamin Lelaki, Buku Ajar Ilmu Bedah hal.752. EGC. Jakarta. 6. Anonim. 2005. Urethral Stricture. Accessed:

http://www.patient.co.uk/showdoc/urethral-stricture.htm. 7. Wessells, Hunter. 2005. Urethral Stricture Disease. Accessed:

http://depts.washington.edu/uroweb/images/stricture_slide1.jpg. 8. Anonim. 1992. Striktura Uretra. Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Bedah RSUP Denpasar, hal.99. LAB/ UPF ILMU BEDAH FK UNUD. Bali. 9. Anonim. 2007. Urethral Stricture. Accessed:

http://www.med.umich.edu/1libr/urology/umurethral_stricture.htm.

Anda mungkin juga menyukai