Anda di halaman 1dari 55

BAB I PENDAHULUAN

Artritis adalah suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai, meliputi bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda. Beberapa diantaranya disebabkan oleh proses peradangan yang sebenarnya, seperti artritis reumatoid. Radang sendi atau artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang. Peradangan sinovium dapat menyerang serta merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan kartilago, sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak. Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1. Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur. AR dapat mengakibatkan nyeri, kemerahan, bengkok dan panas di sekitar sendi. 1,2,3 Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita stadium lanjut akan membuat penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain berupa demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan kurang darah. Namun kadang kala penderita tidak merasakan gejalanya. Faktor pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara antigenis. AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap penyakit autoimun.2.3 Diperkirakan kasus AR diderita pada usia di atas 18 tahun dan berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk. Di Malang, Jawa Timur, prevalensi AR pada penduduk kota dan desa dilaporkan sebanyak 0,5-0,6%. Walaupun prevalensinya tidak tinggi, nyeri dengan intensitas tinggi dan destruksi sendi progresif menimbulkan penderitaan berat, cacat permanen, serta kematian premature.2,4
1

Kerusakan sendi pada AR terjadi terutama dalam dua tahun pertama perjalanan penyakit. Kerusakan ini bisa dicegah dan dikurangi dengan diagnosis dini dan terapi agresif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien AR. Pada sisi lain, diagnosis dini sering menghadapi kendala yaitu pada masa dini sering belum didapatkan gambaran karakteristik AR karena gambaran karakteristik AR berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat. Artritis reumatid sering mengenai penduduk usia prduktif sehingga memberikan dampak sosial ekonomi yang besar.5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MUSKULOSKELETAL Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi sistem muskuloskeletal yang optimal. Aktivitas gerak tubuh manusia tergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal dengan unit-unit neuromuskular yang menggerakkannya. Elemen-elemen tersebut juga berinteraksi untuk mendistribusikan stres mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon, ligamen, rawan sendi dan tulang saling bekerjasama dibawah kendali system saraf agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan sempurna.6 1. Struktur Sendi Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulangtulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain. Tempat bertemu dua atau tiga unsur rangka, baik tulang atau tulang rawan, dikatakan sebagai sendi atau artikulasi. Sistim muskuloskeletal pada manusia terdiri dari tulang, otot dan persendian (dibantu oleh tendon, ligamen dan tulang rawan). Sistem ini memungkinkan anda untuk duduk, berdiri, berjalan atau melakukan kegiatan lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain sebagai penunjang dan pembentuk tubuh, tulang juga berfungsi sebagai pelindung organ dalam.6,7 Sendi berperan dalam mempertahankan kelenturan kerangka tubuh. Tanpa persendian, tidak mungkin bisa melakukan berbagai gerakan. Sedang yang berfungsi menarik tulang pada saat bergerak adalah otot, yang merupakan jaringan elastik yang kuat. Sendi mungkin temporer atau permanen. Sendi temporer terdapat selama masa pertumbuhan; misalnya epifisis tulang panjang menyatu dengan
3

bagian batang tulang melalui tulang rawan hialin dari diskus epifisis. Sendi demikian menghilang bila penumbuhan berhenti dan epifisis menyatu dengan bagian batang.6,7,8 Kebanyakan sendi bersifat permanen, dan dapat digolongkan berdasarkan ciri susunannya menjadi 3 golongan utama yaitu fibrosa, kartilaginosa dan sinovial. Kedua jenis pertama seringkali disebut sinartrosis (sin, bersama; arthron, sendi), sendi yang tidak memungkinkan atau memungkinkan sedikit gerak. Sendi sinovial, yang memungkinkan gerak bebas, disebut sebagai diartrosis (di, terpisah).6,7,8

Gambar 1. Macam-macam tipe persendian 9,10,11

Ada 3 jenis persendian yang dibedakan berdasarkan jangkauan gerakan yang dimiliki: a. Sendi fibrosa Sendi fibrosa yaitu persendian yang tidak dapat digerakkan, dimana letak tulang-tulangnya sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh selapis jaringan ikat fibrosa, contohnya sutura di antara tulang-tulang tengkorak. Sutura hanya terdapat pada tengkorak dan tidak bersifat permanen karena jaringan fibrosa pengikat itu dapat diganti oleh tulang di kemudian hari. Penyatuan tulang yang dihasilkan itu dikenal sebagai sinostosis.7,8

Gambar 2. sutura di antara tulang-tulang tengkorak 10 Sendi pada tulang yang dipersatukan oleh jaringan ikat fibrosa yang jauh lebih banyak daripada yang terdapat pada sutura disebut sindesmosis. Sendi macam ini, misalnya sendi radioulnar dan tibiofibular, memungkinkan gerak dalam batas tertentu. Jenis fibrosa ketiga, yaitu gomfosis, merupakan sendi khusus terdapat pada gigi dalam maksila dan mandibula; jaringan fibrosa penyatu itu membentuk membran periodontal.8 b. Sendi tulang rawan Persendian Kartilaginosa, yaitu persendian yang gerakannya terbatas, dimana tulang-tulangnya dihubungkan oleh tulang rawan hialin, contohnya tulang iga. Sendi ini, sering dikatakan sebagai sendi kartilaginosa sekunder untuk membedakannya dari sendi primer, paling jelas ditunjukkan oleh sendi diantara badan-badan vertebra yang berdekatan. Permukaan tulang yang berhadapan dilapisi lembar lembar tulang rawan hialin, yang secara erat dipersatukan oleh lempeng fibrokartilago. Simfisis, seperti sendi pubis dan manubriosternal, merupakan contoh sendi kartilaginosa sekunder. Sendi demikian berbeda dari diskus intervertebralis karena dibagian pusatnya terdapat rongga kecil. Tetapi rongga sendi ini tidak memiliki ciri khusus suatu sendi synovial. 7,8

Gambar 3. Simfisis, contoh yaitu sendi pubis 11\ c. Sendi Sinovial Persendian sinovial adalah persendian yang gerakannya bebas, merupakan bagian terbesar dari persendian pada tubuh orang dewasa, contohnya sendi bahu dan panggul, sikut dan lutut, sendi pada tulang-tulang jari tangan dan kaki, pergelangan tangan dan kaki. Pada sendi sinovial, tulang-tulang ditahan menjadi satu oleh suatu simpai sendi dengan permukaan yang berhadapan, dilapisi tulang rawan sendi, dipisahkan oleh celah sempit yang mengandung cairan sinovial.7,8 Tulang rawan sendi dibentuk oleh tulang rawan jenis hialin, walaupun matriksnya mengandung banyak serat kolagen. Pada beberapa tempat, seperti tepi fosa glenoid dari sendi bahu dan asetabulum sendi panggul, tulang rawannya bersifat fibrosa. Lapis terdalam tulang rawan sendi mengapur dan melekat sangat erat pada tulang di bawahnya. Tulang rawan sendi tidak memiliki serat saraf atau pembuluh darah dan tidak dibungkus oleh perikondrium.8

Gambar 4. Sendi Sinovial 12

Simpai sendi menyatukan tulang-tulang. Lapisan luar simpai adalah jaringan ikat padat kolagen yang menyatu dengan periosteum yang membungkus tulang dan pada beberapa tempat menebal membentuk ligamenligamen sendi. Lapis dalam simpai, yaitu membran sinovial membatasi rongga sendi, kecuali di atas tulang rawan sendi, dan, bila ada, diskus intra-artikular.8 Membran sinovial merupakan membran vaskular tipis yang mengandung kapiler-kapiler lebar dan lebih ke dalam mengandung banyak sel lemak. Satu sampai tiga lapis sel-sel sinovial membentuk lapis permukaan. Tidak ada membran basal di bawah sel-sel ini sehingga dengan demikian kapiler di bawahnya tidak dipisahkan sawar dari rongga sendinya. Dapat dibedakan dua jenis sel sinovial, yang mungkin merupakan jenis sel sama dengan tahapan perkembangan fungsional berbeda. Sel jenis A (atau sel M), yang berjumlah paling banyak, mirip makrofag dan didalam sitoplasmanya mengandung banyak mitiokondria dan vesikel mikropinositotik, lisosom dan suatu aparat golgi yang menonjol. Sel ini berdaya fagositsis aktif. Dalam sel sinovial B ( atau sel F), organel-organel ini kurang berkembang tetapi sebaliknya sistem retikulum endoplasma granular sangat luas dan biasanya mempunyai ciri-ciri struktural menyerupai fibroblast. Membran sinovial seringkali menjulur ke dalam rongga sendi berupa lipatan kasar (vili sinovia) dan dapat menonjol (evaginasi) keluar

menembus lapis luar simpai, diantara tendo dan otot berdekatan membentuk saku yang dikenal sebagai bursa.13 Membran sinovial menghasilkan cairan sinovial. Cairan kental ini diduga terutama terbentuk sebagai dialisat (hasil dialisis) plasma darah dan limfe. Unsur musin dari cairan sinovial yang terdiri atas asam hialuronat dan secara kovalen terikat pada protein, dihasilkan oleh sel-sel sinovial. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas dan nutritif untuk sel tulang rawan sendi. Rongga sendi kadang-kadang terbagi sebagian atau seluruhnya oleh diskus intraartikular yang terdiri atas fibrokartilago. Pada tepinya, diskus ini berhubungan dengan lapis fibrosa dari simpai.14 Pada sendi sinovial (diartrosis), tulang-tulang yang saling berhubungan dilapisi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan avaskular dan juga tidak memiliki jaringan saraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang jatuh kedalam sendi. Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrisit) dan matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan, dan kolagen. Proteoglikan merupakan molekul yang kompleks yang tersusun atas inti protein dan molekul glikosominoglikan.7 Glikosominoglikan yang menyusun proteoglikan terdiri dari keratin sulfat, kondroitin-6-sulfat dan kondroitin-4-sulfat. Bersama-sama dengan asam hialuronat, proteoglikan membentuk agregat yang dapat menghisap air dari sekitarnya sehingga mengembang sedemikian rupa dan membentuk bantalan yang baik sesuai dengan fungsi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan yang avaskuler, oleh karena itu makanan didapatkan dengan jalan difusi. Beban yang intermiten pada rawan sendi sangat baik bagi fungsi difusi nutrien untuk rawan sendi.7 Cairan sendi yang normal bersifat jernih, kekuningan dan viskous, hanya beberapa ml volumenya dalam sendi yang normal.2,3 Komponen penunjang sendi yaitu:

1) Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian dalamnya terdapat rongga. 2) Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah dislokasi. 3) Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan. 4) Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi. Ada berbagai macam tipe persendian: 1) Sinartrosis Sinartrtosis adalah persendian yang tidak memperbolehkan pergerakan. Dapat dibedakan menjadi dua: a) Sinartrosis sinfibrosis: sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak. b) Sinartrosis sinkondrosis: sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan. Contoh: hubungan antarsegmen pada tulang belakang. 2) Diartrosis Diartrosis adalah persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan. Dapat dikelempokkan menjadi: a) Sendi peluru: persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah. Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat. b) Sendi pelana: persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan. c) Sendi putar: persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi). Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).

10

d) Sendi luncur: persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki. e) Sendi engsel: persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh: sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta. 3) Amfiartosis adalah persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya sedikit gerakan a) Sindesmosis: Tulang dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen. Contoh:persendian antara fibula dan tibia. b) Simfisis: Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk seperi cakram. Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang. 15

B. ARTRITIS REUMATOID 1. Definisi Artritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pasien biasanya terjadi destruksi sendi progresif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.16 2. Etiologi Artritis Reumatoid merupakan penyakit multifaktorial atau penyakit yang dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Tanda- tanda penyakit multifaktorial adalah sebagai berikut : a. Pengaruh banyak faktor b. Poligenik : Dapat dari genetik atau lingkungan : Dipengaruhi oleh banyak gen (genetik heterogen) c. Fenotipik heterogen : Akibat genetik heterogen maka muncul fenotipik heterogen yang menyebabkan variasi
11

klinis yang berbeda-beda. d. Variasi onset penyakit : Dapat timbul pada usia muda atau tua.17

Walaupun faktor penyebab maupun patogenesis AR yang sebenarnya hingga kini belum diketahui dengan pasti, faktor genetik seperti produk komplek histokompibilitas utama kelas II (HLA-DR) dan faktor lingkungan diduga kuat berperanan dalam timbulnya penyakit ini. Bukti terkuat yang menunjukkan bahwa AR memiliki predisposisi genetik adalah terdapatnya produk kompleks histokompabilitas utama kelas II khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Data dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengemban HLADR4 memiliki risiko relative 4:1 untuk menderita penyakit ini. Terdapat 5 subtipe yang telah diketahui dari HLA-DR4 yaitu Dw4,Dw10, Dw13, Dw14, dan Dw15. Kerentanan populasi manusia terhadap AR berbeda-beda terhadap berbagai ras, yang berkaitan dengan subtipe HLA-DR4 tersebut.18 3. Gambaran klinik Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seseorang AR. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. a. Gejala gejala konstitusional, anoreksi, kelelahan, demam b. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal c. Kekakuan di pagi hari, >1 jam bandingkan dengan osteoartritis hanya beberapa menit/ < 1jam d. Artritis erosif, ciri khas pada pemeriksaan radiologis. Erosi di tepi tulang akibat peradangan e. Deformitas, pergeseran ulnar, subluksasi sendi metacarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa. Pada kaki didapatkan protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari sublukasai metatarsal f. Nodul-nodul reumatoid, masa subkutan, dan lokasi paling sering bursa olekranon atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan. Adanya nodul ini petunjuk bagi penyakit yang aktif dan lebih berat. g. Manifestasi ekstra-artikuler. Manifestasi ekastra-artikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer faktor reumatoid (RF) serum
12

tinggi. Nodul reumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Manifestasi paru juga bisa didapatkan berupa pleuritis, dan pada jantung berupa perikarditis. Beberapa manifestasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan felty syndrome jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi spesifik.16 Manifestasi pada syaraf sering terjadi neuropati. Neuropati kompresi atau jepitan terjadi akibat pembengkakan jaringan ikat yang menekan saraf tepi. Paling sering terjadi kompresi saraf medianus pada pergelangan tangan yang dikenal sebagai sindroma terowongan karpal (CTS); carpal tunnel syndrome). Neuropati sensoris bagian distal dengan disestesia atau rasa terbakar pada tangan atau kaki yang terjadi kadang sukar dibedakan dengan gejala artritisnya. Jarang terjadi neuropati sensorimotor, tetapi bila terjadi bersifat progresif dan dapat menyebabkan suatu penurunan kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas. Mielopati dapat terjadi pada penderita AR karena sering terlibatnya vertebra servikalis dan menimbulkan penyempitan kanalis spinalis pada fleksi leher setelah terjadi subluksasi atlantoaksial. Gejala akibat gangguan sirkulasi posterior berupa vertigo dan kelemahan akibat kompresi atau trombosis arteria vertebralis. Penderita artritis reumatoid lanjut harus mengenakan bidai leher bila mengendarai mobil atau motor dan harus dilakukan foto leher posisi fleksi sebelum menjalani anestesi umum. Artritis reumatoid juga dapat mengakibatkan miopati.17

Gambar 5. Sendi-sendi yang terkena pada Arthritis remathoid.19

13

Gambar 6. Stadium lanjut pada arthritis reumathoid.19 4. Patofisiologi Dimulai dari terdapatnya antigen pada membran sinovial pada pasien reumatoid arthritis,terjadi hiperplasia, peningkatan vaskularisasi, dan infiltrasi selsel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon imun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, AR sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLADRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menunjukkan bahwa AR disebabkan oleh arthritogenic yang belum teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.

14

Gambar 7. Phatofisiologi Arthritis Reumathoid20 Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan sinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF- untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon- dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF- kunci terjadinya inflamasi pada AR. Aktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan 12 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari reumatoid faktor ini dalam proses patogenesis AR tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan
15

osteoklastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada sinovial penderita AR. Semua hal tersebut akan menyebabkan erosi dari tulang dan kartilago sendi. 5. Pemeriksaan laboratorium a. Faktor reumatoid, autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin, immunoglobulin (IgM), yang beraksi terhadap perubahan IgG, titer lebih tinggi bila terdapat nodul rheumatoid, vaskulitis, penyakit berat, dan prognosis buruk. b. LED : indeks peradangan tidak spesifik, meningkat pada kasus ini c. Pada AR dapat menyebabkan anemia normistik nomokrom melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. d. Cairan sinovial normal jernih, kuning muda, hitung leukosit <200/mm 3.pada AR cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitung sel leukosit meningkat 15.000-20.000/mm3, cairan tidak jernih serta dapat beku dan bekuannya tidak kuat, mudah pecah.18

6. Gambaran Radiologi Diagnosis AR dapat di tegakkan dengan pemeriksaan radiologi, seperti foto polos yang menunjukkan gambaran : a. Osteopenia/ Penurunan densitas demineralisasi tulang yang merupakan hasil dari peningkatakan aliran darah, yang disebabkan peradangan, sehingga terjadi whases out the calcium sehingga pada tahap awal tidak ditemukan kelainan radiologi kecuali pembengkakan jaringan. Bila sendi rusak lebih berat akan terjadi penyempitan ruang sendi karena hilangnya tulang rawan sendi . Di awal proses peradangan, hanya bagian periartikular tulang yang terkena. Seiring perjalanan penyakit akan terjadi osteopenia umum tulang secara keseluruhan. b. Erosi tulang di tepi sendi/ Marjinal erosi c. Subluksasi Karena kelemahan ligamen atau kapsuler
16

d. Perubahan-perubahan di atas biasanya irreversible Gambar 8. Foto polos radiologi pada arthritis reumathoid 20,21,22 REUMATHOID ARTHRITIS OF THE HAND

Pada gambar tersebut terlihat setiap sendi methacarpal terkena. Pasien pada gambar tersebut telah berkembang kearah kerusakan ligamnetum akibat arthritis reumathoid. Deviasi kearah radial dari korpus dan deviasi kearah ulnar dari digital akan memberikan gambaran zig-zag pattern.

17

Soft-tissue swelling dan early erosions di proximal interphalangeal joints .

Prominent juxta-articular osteopenia di sendi interphalangeal.

18

Well-defined bony erosions in the carpal bones and metacarpal bases

Multiple erosi dengan deformitas dari carpal

Follow-up radiograph obtained after an 18-month interval in a patient with rheumatoid arthritis of the hands. Ankylosis of the carpal bones has occurred, with enlargement of the erosions.

19

Subluksasi di sendi metacarpophalangeal, dengan deviasi ke arah ulnar

Subluksasi at the third metacarpophalangeal joint and marginal erosions at the heads of the second to fourth.

20

Marked ankylosis of most of the carpal bones

Partial collapse of fused carpal bones with subluxation at the radiocarpal joint. REUMATHOID OF THE HIP

21

At first glance, the plain film resembles OA but note the joints are narrowed symetrically unlike OA. The hips look like they will migrate right into the middle of the pelvis this is called protrusio acetabulae

REUMATHOID OF THE SPINE

22

GAMBARAN NODUL PADA AR

23

24

Magnetic Resonance Imaging MRI merupakan pilihan pemeriksaan ketika diduga terjadi kompresi pada cord (C1-C2). Gambar 9. MRI pada Arthritis Reumathoid23

Sagittal fat-saturated T2-weighted magnetic resonance image (MRI) scan of the ring finger shows fluid with high signal intensity around the flexor tendons resulting from tenosynovitis in a patient with rheumatoid arthritis of the hands.

25

Coronal T1-weighted MRI shows characteristic pannus and erosive changes in the wrist in a patient with active rheumatoid arthritis. Courtesy of J. Tehranzadeh, MD, University of California at Irvine

Coronal T2-weighted spin-echo MRI shows bright erosive changes in a patient with rheumatoid arthritis of the hands. Courtesy of J. Tehranzadeh, University of California at Irvine

Sagittal T1-weighted MRI shows erosive changes in the lunate, capitate, and metacarpal bases in a patient with rheumatoid arthritis of the hands. Courtesy of J. Tehranzadeh, University of California at Irvine.

26

Ultrasonography Gambar 10. USG pada Arthritis Reumathoid 21.

de color Doppler sonogram in a patient with active rheumatoid arthritis. Dorsal (extensor) surface of the second metacarpophalangeal joint is imaged. Intense-amplitude Doppler color flow signal demarcates the inflamed synovium (ie, joint pannus) resulting from severe hyperemia. Solid arrows indicate the extensor tendon sheath and dorsal and volar margins. Straight open arrow indicates the synovium of the joint overlying the proximal phalanx of the second digit. Curved open arrow indicates the inflamed synovium overlying the metacarpal. The asterisk indicates a small amount of anechoic fluid in the joint space.

Power Doppler image shows hyperemic blood flow in the flexor tendon sheath in a patient with rheumatoid arthritis of the hands.

27

7. Penegakkan diagnosis AR Seseorang dikatakan menderita AR jika memenuhi sekurang-kurangnya kriteria 1-4 yang diderita sekurang-kurangnya 6 minggu. Tabel 1. Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid4 No 1 Kriteria Kaku pagi hari Definisi Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal 2 Artritis pada 3 daerah Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau persendian atau lebih lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter 3 Artritis pada persendian Sekurang-kurangnya tangan 4 Artritis simetris terjadi pembengkakan satu

persendiaan tangan seperti yang tertera di atas Keterlibatan sendi yang sama (seperti tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi(keterlibatan PIP, MCP, atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris)

Nodul reumatoid

Nodul subkutan pada penonjolan yang diobservasi oleh seorang dokter

tulang atau

permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler

Faktor reumatoid serum Terdapatnya titer abnormal faktor rematoid serum positif yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil postif kurang dari 5 % kelompok control yang diperiksa.

Perubahan radiologis

gambaran Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi artritis rheumatoid pada pemeriksaan sinar-x tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoarthritis tidak memenuhi persyaratan
28

PIP

Proximal

Interphalangeal,

MCP=Metacarpophalangeal,

MTP=Metatarsophalangeal

8. Penatalaksanaan a. Menghilangkan nyeri dan peradangan b. Mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien c. Mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi d. Terapi pengobatan AINS e. Kortikosteroid, indikasi diberikan ini adalah, 1) Pemberian oral kronik diberikan bila tidak berespon terhadap AINS dan obat-obatan bekerja lambat 2) Untuk mengatasi gejala-gejala penyakit yang terjadi selama menunggu efek dari obata-oabtan yang bekerja lambat 3) Suntikan intaratikuler, bial terjadi eksaserbasi akut dari sinovitis pada sendi yang gerakkannnya menjadi terganggu 4) Pemberian dosis tinggi per oral untuk jangka waktu pendek untk mengatasi serangan berat (obat ini sebagai antiperadangan dan imunosupresif, tapi hati-hati pemakaian jangka panjang).2 9. Diferensial Diagnosis a. Osteoarthitis 1) Definisi Osteoartritis (OA) ialah suatu penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat beberapa faktor resiko yang berperan. Keadaan ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban dan secara klinis ditandai oleh nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak.22,23

29

Sering kali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, chronic inflammatory arthritis, malformasi kongenital, dan penyakit-penyakit sendi lainnya.`17,18 2) Etiologi Dan Faktor Risiko Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Untuk penyakit dengan penyebab yang tidak jelas, istilah faktor risiko (faktor yang meningkatkan risiko penyakit) adalah lebih tepat. Harus diingat bahwa masing-masing sendi mempunyai biomekanik, cedera, dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut untuk masing-masing OA tertentu berbeda. Faktor-faktor risiko OA individu dapat dipandang sebagai : a) Faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata b) Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tidak normal pada sendi-sendi tertentu. Kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin adalah faktor risiko umum yang penting.24 Beberapa faktor risiko akan dibahas lebih di bawah ini, antara lain : a) Umur b) Jenis kelamin c) Suku bangsa d) Genetik e) Kegemukan dan penyakit metabolik f) Cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga g) Kelainan pertumbuhan h) Faktor-faktor lain i) Faktor-faktor untuk timbulnya keluhan 25,26,27,28 3) KLASIFIKASI Osteoartritis dibagi menjadi 2 berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya OA (tabel 1), yaitu : a) Osteoartritis Primer b)Osteoartritis Sekunder

30

Osteoartritis primer disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada sendi yang menahan berat tubuh atau tekanan yang normal pada sendi yang lemah. OA primer sering menyerang sendi jari-jari, panggul dan lutut, tulang belakang servikal dan lumbal, serta ibu jari. Obesitas juga meningkatkan tekanan pada sendi yang menahan berat badan. OA primer sering dicetuskan kerusakan enzim, penyakit tulang, dan gangguan fungsi hati. 29,30 Osteoartritis sekunder disebabkan oleh trauma kronik atau tiba-tiba pada sendi. OA sekunder dapat terjadi pada beberapa sendi. OA sekunder berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain:29,30,31 a. Trauma, termasuk trauma olah raga b. Stress yang berulang berhubungan dengan pekerjaan c. Episode artritis gout atau artritis septik yang berulang d. Postur tubuh yang kurang baik atau kelainan tulang yang disebabkan oleh perkembangan yang tidak normal e. Kelainan metabolik dan endokrin 4) Patogenesis Kartilago sendi yang merupakan sasaran utama OA, memiliki dua fungsi mekanis utama. Pertama, kartilago membentuk permukaan yang sangat halus sehingga pada pergerakan sendi satu tulang menggelincir tanpa hambatan terhadap tulang yang lain (dengan cairan sinovium sebagai pelumas). Kedua, kartilago sendi merupakan penyerap beban (shock absorber) dan mencegah pengumpulan tekanan pada tulang sehingga tulang tidak patah sewaktu sendi mendapat beban. 25 Kartilago terdiri dari sel kondrosit (2%) dan matriks ekstraseluler (98%). Kondrosit berperan dalam sintesis kolagen dan proteoglikan, sedangkan matriks ekstraseluler sebagian besar terdiri dari air (65-80%), kolagen tipe II (15-25%), proteoglikan (10%), dan sisanya kolagen tipe VI, IX, XI, dan XIV. Proteoglikan terdiri dari inti protein dengan cabang-cabang glikosaminoglikan, terutama krondoitin sulfat dan keratin sulfat. Proteoglikan membentuk kesatuan dengan asam hialuronat, dan keduanya
31

berperan dalam menyokong stabilitas dan kekuatan kartilago. Selain itu, proteoglikan juga berperan dalam menahan beban tekanan (tensile strength), sedangkan kolagen berperan dalam menahan beban regangan dan beban gesekan (shear strength). 25 OA dapat terjadi pada dua keadaan, yaitu (1) sifat biomaterial kartilago sendi dan tulang subkondral normal, tetapi terjadi beban berlebihan terhadap sendi sehingga jaringan rusak; atau (2) beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi sifat bahan kartilago atau tulang kurang baik. 25 Terdapat dua perubahan morfologi utama yang mewarnai OA, yaitu kerusakan fokal kartilago sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru (osteofit) pada dasar lesi kartilago dan tepi sendi. Perubahan mana yang lebih dahulu timbul, korelasi, dan patogenesisnya sampai sekarang belum dipahami dengan baik. 26 Sampai saat ini, sebagian besar peneliti berpendapat bahwa perubahan awal pada OA dimulai dari kerusakan kartilago sendi.2 Di samping peranan faktor pemakaian (wear), terdapat bukti kuat akan adanya perubahan metabolisme. Pada keadaan normal, pada kartilago sendi terdapat keseimbangan antara enzim degradatif dan regeneratif. Sebagai enzim degradatif terdapat lisosomal protease (cathepsin), plasmin, dan matrix metalloproteinases / MMPs sebagai (stromelysin, faktor collagenase, dan gelatinase) enzim tissue yang merusak of makromolekul matriks kartilago (proteoglikan dan kolagen). Sedangkan regeneratif terdapat inhibitor metalloproteinases (TIMP) dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang disintesis oleh kondrosit, serta faktor-faktor pertumbuhan, seperti insulin-like growth factor-1 (IGF-1), transforming growth factor- (TGF-), dan basic fibroblast growth factor yang berfungsi merangsang sintesis proteoglikan. Pada OA terjadi peningkatan aktivitas enzim-enzim degradatif. Peningkatan sintesis dan sekresi enzim degradatif tersebut dapat distimulasi
32

oleh interleukin-1 (IL-1) atau faktor stimulasi mekanik. IL-1 sendiri diproduksi oleh sel fagosit mononuklear, sel sinovial, dan kondrosit. IL-1 bersifat katabolik terhadap kartilago dan menekan sintesi proteoglikan, sehingga ikut menghambat proses perbaikan matriks kartilago secara langsung. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen, dan berkurangnya kadar air kartilago, sehingga terjadi kerusakan fokal kartilago secara progresif. 25,26,27 Akhir-akhir ini diduga adanya peranan nitric oxide (NO) dalam kerusakan kartilago sendi karena NO merangsang sintesis MMPs. Sintesis NO dirangsang oleh IL-1, tumor necrosis factor (TNF), dan beban gesekan pada jaringan. Pada hewan percobaan, pengobatan dengan inhibitor inducible NO synthetase (iNOS) dapat mengurangi derajat kerusakan kartilago sendi.25 Berdasarkan penelitian, beban mekanik statik dan siklik yang berlangsung lama dapat menghambat sintesis proteoglikan dan protein, sedangkan beban yang relatif singkat dapat merangsang biosintesis matriks.25 Pandangan mengenai patogenesis OA semakin banyak berkembang pada waktu belakangan ini. Sekarang penyakit ini tidak dipandang lagi sebagai proses penuaan saja, tetapi merupakan suatu penyakit dengan proses aktif. Dengan adanya perubahan-perubahan pada makromolekul tersebut, sifat-sifat biomekanis kartilago sendi akan berubah. Hal ini akan menyebabkan kartilago sendi rentan terhadap beban yang biasa. Permukaan kartilago sendi menjadi tidak homogen, terbelah pecah dengan robekanrobekan dan timbul ulserasi. Dengan berkembangnya penyakit, kartilago sendi dapat seluruhnya sehingga tulang di bawahnya menjadi terbuka. 26 Pembentukan tulang baru (osteofit) dipandang oleh beberapa ahli sebagai suatu perbaikan untuk membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit mungkin dapat mempengaruhi perubahan-perubahan awal kartilago sendi pada OA, akan tetapi kaitan yang sebenanya antara osteofit dengan kerusakan kartilago sendi

33

masih belum jelas, karena osteofit dapat timbul pada saat kartilago sendi masih tampak normal. 26 Melihat adanya proses kerusakan dan proses perbaikan yang sekaligus terjadi, adalah lebih tepat kalau OA dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif. Sama seperti proses kegagalan organ yang lain (misalnya jantung dan ginjal), dalam proses OA juga terdapat usaha-usaha tertentu untuk mengatasinya sebelum kegagalan tak dapat diatasi. 26

Skema 1 Konsep Patogenesis Osteoarthritis

32

34

Genetic predisposition

Multiple etiological factors

Changed chondrocyte function / Release of destructive enzymes

Mechanical stress

Alteration of proteoglikan matrix

Alteration of collagen matrix

Mineralization

Cartilage changes

Synovial inflamation

Cartilage destruction

Symptomatic Osteoarthritis

5) Sendi-Sendi Yang Terkena Adanya predileksi OA pada sendi-sendi tertentu (carpometacarpal I, metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut, dan paha) adalah nyata sekali.
4-6

Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan,

glenohumeral atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang selektif seperti itu sampai sekarang masih sulit dijelaskan (gambar 2). 26

35

Gambar 11 Distribusi sendi pada Osteoartritis 33

Di tangan, sendi yang paling sering terkena adalah interfalang distal (DIP) (gambar 3) yang terbentuk nodul Heberden (Heberdens nodes), interfalang proksimal yang terbentuk nodul Bouchard (Bouchards nodes), dan sendi metacarpal I memberikan gambaran squares hand.
6

Osteoartritis merupakan setelah

pada jari-jari tangan adalah salah satu OA yang tampaknya yang menderita daripada pria, dan berkembang

kelainan herediter yang diturunkan dalam keluarga. Lebih banyak wanita terutama menopause.17 Gambar 12 Lokasi Osteoartritis di Tangan 2

36

Lutut merupakan titik tumpuan tubuh yang utama sehingga sendi lutut paling sering terkena OA. Jika tidak ditangani, maka OA lutut dapat menyebabkan disabilitas.17 OA lutut dapat mengenai kompartemen femorotibialis medial atau lateral dan/atau kompartemen ptelofemoralis. OA di kompartemen medial dapat menimbulkan deformitas varus (bow-legged), dan di kompartemen lateral dapat menimbulkan deformitas valgus ( knockknee). 25 Osteoartritis lumbal atau OA panggul dapat terasa nyeri yang dirasakan di daerah panggul, atau di inguinal, dapat menjalar ke paha bagian dalam atau ke bokong.25,34 Osteoartritis pada tulang belakang dapat mengarah pada stenosis spinalis (neurogenic claudication) pada keadaan yang lebih lanjut, yang terasa nyeri atau sakit pada kaki atau bokong jika berdiri atau berjalan. 34 Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering terkena OA adalah sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi, khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang suboptimal untuk gerakan-gerakan yang mereka lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tidak mencukupi, dan dengan demikian lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang sudah mengalami adaptasi lebih lama. 26

6) Pemeriksaan Radiologi Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
2,4-9

.Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang

terkena OA sudah cukup memberikan gambaran diagnostik. Jarang sekali dibutuhkan peralatan diagnostik yang lebih canggih.Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah 25,26,34 : a) penyempitan celah / rongga sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menganggung beban) b) peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral c) kista tulang d) osteofit pada pinggir sendi (marginal osteophytes) e) perubahan struktur anatomi sendi
37

Gambar 13.foto polos Osteoarthritis 20,12 OSTEOARTHRITIS OF THE HAND

Note the narrowing of the joint spaces and the increased density around the joints due to the subchondral sclerosis (black arrows). There are also a few osteophytes (white arrow).

38

This is an image of DJD or OA of the hip which should be differentiated from Rheumatoid Arthritis (RA). Note the joint space is almost completely obliterated. There is still a hint of joint space medially but the superior portion is completely destroyed. The supralateral aspects are going to be affected most because the weight is transfered through the roof of the acetabulum. Note the sclerosis and oseophyte formation (arrow).

These are plain film images of a right knee with narrowing of the medial compartment and a widening of the lateral compartment. There are also a
39

number of osteophytes and a large subchondral cyst where the bones have been rubbing on each other

The left image is OA of the spine with resulting scoliosis. Note the asymmetric disk space as well as the large osteophytes which develop in attempt to bear some of the weight of the body (arrow). The right image is a photo of a gross spine from another patient with OA of the spine. Note the the large bulky osteophytes and subchondral sclerosis of the abnormal disk as compared to the normal disk above (arrow).

40

Gambar a Gambar a

Gambar b Gambar b

Gambar c

Gambar d

Gambar e

Gambar f

41

Gambar g

gambar h

Keterangan gambar : Gambar a Gambar b : Gambaran sendi tungkai normal : Adanya pembentukan osteofit dan penyempitan celah

sendi pada sendi tungkai Gambar c Gambar d Gambar e Gambar f Gambar g Gambar h : Gambaran sendi panggul normal : Adanya pembentukan osteofit pada sendi panggul : Osteofit pada sendi jari tangan (DIP 1) : Pembentukan sklerosis subkondral : Osteoartritis erosif (pada tahap lanjut) : Deformitas tungkai

b. GOUT 1) Definisi Merupakan kelompok penyakit heterogen aibat deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan / akibat supersaturasi asam urat di cairan ekstraseluler .Suatu sindrom klinis yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Banyak terdapat pada laki-laki dari pada wanita. Keadaan normal pada laki-laki mulai meningkat saat pubertas, sedangkan wanita meningkat setelah menopause karena estrogen meningkatkan eksresi asam urat melalui ginjal. Gout arthritis, atau lebih dikenal dengan nama penyakit asam urat, adalah salah satu penyakit inflamasi yang menyerang persendian. Gout arthritis disebabkan oleh penimbunan asam urat (kristal mononatrium urat), suatu produk akhir metabolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan. Kadang-kadang terbentuk agregat kristal besar yang disebut sebagai tofi (tophus) dan menyebabkan deformitas.2

42

2) Patofisiologi Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh

pembentukan berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Secara normal, metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway). 1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan. 2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan.
43

Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT).2,4 Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin. Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan metabolisme (pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi: Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan) Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui. Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara: 1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran sinovium). Fagositosis
44

terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien, 2. terutama leukotrien B. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan cedera jaringan.

Penimbunan

kristal

urat

dan

serangan

yang

berulang

akan

menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.1,2

45

3) Manifestasi Klinik Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak di obati. Tahap pertama ---hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam urat serum laki-laki 5,11,0 mg/dl dan pada perempuan 4,0 1,0mg/dl. nilai ini meningkat sampai 9-10mg/dl pada gout. Pada tahap ini tdk menunjukkan gejala. Tahap kedua ---arthritis gout akut , pada tahap ini terjasi awitan mendadak pembengkakkan dan nyeri luar biasa bisa pulih tanpa pengobatan tp memakan waktu 10-14 hari. Tahap ketiga serangan gout akut, tahap interkritis tidak terdapat gejala pada tahap ini samapi beberapa bulan - tahun Tahap ke empat, tahap gout kronik, perdangan kronis akibat Kristal menyebabkan nyeri, sakit dan kaku, pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Terbentuk tofi/topus biasanya pada bursa olecranon, tendon achiles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa interpatelar, dan heliks telinga.(sulit di bedakan dengan nodul rheumatoid, tp saat ini tofi jarang di temukan) Selain itu gout dapat merusak ginjal. Kristal-kristal asam urat dapat tebentuk pada medulla, papilla dan pyramid ginjal sehingga merusak ginjal (memperburuk eksresi asam urat) sehingga timbul proteinuria dan hipertensi ringan. Dapat terbentuk batu ginjal dari akibat sekunder gout, batu biasanya kecil, bulat, dan tidak terlihat pada pemeriksaan radiologi. 4) Temuan laboratorium Pemeriksaan laboratorium, kadar asam urat darah yang tinggi > dari 6mg/dl Leukositosis ringan LED meningkat
46

Kadang asam urat dari urin tinggi500mg%/lt/24jam Pemeriksaan cairan tofi untuk tegakkan diagnosis, pemeriksaan secara mikroskopis karena sering sukar diaspirasi.(tapi tofi jarang ditemukan pada gout)1 5) Pemeriksaan Radiologi Inflamsi asimetris Arthritis erosive disertai nodul jaringan lunak Gambar.14 foto polos GOUT 20,21.

views of both feet show an asymmetric arthritis involving the great toes predominantly as well as other joints. This arthritis is characterized by well marginated erosions, a large area of soft tissue swelling related to tophus, with relative preservation of the joint space given the amount of periarticular erosion present. The findings are typical of gout, which spares the joint space itself until late in the disease. The erosions with their overhanging edges have been called "Mickey Mouse ears" or "cookie cutter" type erosions.

47

Early-phase 1 findings in gout are limited to the soft tissues. The typical finding is an asymmetric swelling around the affected joint. Another finding that may be evident in the early phase of gout is edema of the soft tissues around the joints. In a patient who has had multiple episodes of gouty arthritis in the same joint, a cloudy area of increased opacity may be seen on plain-film radiographs

48

In the intermediate phase 2 of gout, the earliest bony changes appear. Most commonly, the bony changes initially appear in the first metatarsophalangeal joint area. These early changes are generally seen outside the joint or in the juxta-articular area. These intermediate-phase findings are often described as punched-out lesions, which can progress to become sclerotic as they increase in size. Fractures may be present in affected areas in severe cases of intermediate-phase gout.

In late-phase 3 gout, the hallmark findings are numerous interosseous tophi. Another change evident on plain-film radiographs in late-stage disease is joint-space narrowing, which can be severe and symptomatic. Marked deformities and subluxation may also be noted in affected areas during the late stage of disease. Calcific deposits in the soft tissues also can be observed in late-phase gout
49

GAMBARAN TOFUS

50

BAB III PENUTUP

Artritis reumatoid adalah suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai, meliputi bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda. merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang. Peradangan sinovium dapat menyerang dan merusak tulang dan kartilago. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang, seperti gambaran radiologi pada arthritis reuathoid di dapatkan gambaran Osteopenia/ Penurunan densitas (demineralisasi tulang) yang merupakan hasil dari peningkatakan aliran darah, yang disebabkan peradangan, sehingga terjadi whases out the calcium sehingga yang Pada tahap awal tidak ditemukan kelainan radiologi kecuali pembengkakkan jaringan . bila sendi rusak lebih berat akan terjadi penyempitan ruang sendi karena hilangnya tulang rawan sendi. Di awal proses peradangan, hanya bagian periartikular tulang yang terkena. Seiring perjalanan penyakit akan terjadi osteopenia umum tulang secara keseluruhan. Erosi tulang di tepi sendi/ Marjinal erosi, Subluksasi Karena kelemahan ligamen atau kapsuler perubahan-perubahan di atas biasanya irreversible.

51

DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins L.S., Kumar V . 1995. Buku Ajar Patofisiologi II Edisi 4.EGC. pp: 4646. 2. Corwin E.J. 2000. Patofisiologi. EGC. pp: 308-9. 3. Wastu P. 2010. Kriteria Spesifik Reumatoid Artritis. http://www.

fkumyecase.net/wiki/index.php? page=KRITERIA+SPESIFIK+REUMATOID+ARTRITIS+ diakses pada tanggal 8 Juli 2011 4. Tjkroprawiro A., Setiawan P.B., Santoso D., Soegianto G. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga University Press. pp: 255-6 5. Nasution A.R. dan Sumariyono. 2006. Introduksi Reumatologi dalam Sudoyo dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat. Cetakan Pertama. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p: 1083 6. Sumariyono dan Wijaya L.K. 2006. Struktur Sendi, Otot, Saraf dan Endotel Vaskular dalam Sudoyo dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat. Cetakan Pertama. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p: 1083
7. http://www.google.co.id/imgres?

imgurl=http://1.bp.blogspot.com/_J6gkUpIH2LU/TThaV52

XlzaI/AAAAAAAABQI/3TvtC1LPMU0/s1600/061610_1642_macammacamo15. jpg&imgrefurl=http://smart-pustaka.blogspot.com/2011/01/sendiartikulasi.html&usg=__vngk0JvaYxLwkBeUL20hMxqAg1U=&h=274&w=320& sz=20&hl=id&start=15&zoom=1&itbs=1&tbnid=HORRbXFMVoFrRM:&tbnh= 101&tbnw=118&prev=/search%3Fq%3DSINDESMOSIS%26hl%3Did%26client %3Dopera%26hs%3D2Fo%26sa%3DX%26rls%3Did%26channel%3Dsuggest %26biw%3D990%26bih%3D656%26tbm%3Disch%26prmd %3Divnsb&ei=eg0YTtehKcf3rQf-j-zIAQ diakses pada tanggal 9 Juli 2011. 8. Leeson C.R., Leesn T.S., Paparo A.A.1996. Buku Ajar Histologi. EGC. pp: 156-7.
9. http://3.bp.blogspot.com/_NiVOb51htJ0/TQl05t9D2HI/AAAAAAAAABI/xwm3J

3LQj5c/s1600/rangka17.gif diakses pada tanggal 9 Juli 2011.


10. http://www.reshealth.org/images/greystone/em_0391.gif diakses pada tanggal 9

Juli 2011.
11. http://www.google.co.id/imgres?

imgurl=http://1.bp.blogspot.com/_W8CnB6T2vbM/SQOXI5W4kkI/AAAAAAA AAFQ/FoI-5n6ZMaQ/s320/gelang %2Bpanggul.bmp&imgrefurl=http://titietika.blogspot.com/2010/11/tulang-tulangapendikular.html&usg=___wPGEhCH__LDLHwOSH1PTvXxHGE=&h=311&w =320&sz=26&hl=id&start=2&zoom=1&itbs=1&tbnid=yeSIIHL8VNdm7M:&tbn h=115&tbnw=118&prev=/search%3Fq%3Dsimfisis%2Bpubis%26hl%3Did %26client%3Dopera%26hs%3DYnT%26sa%3DX%26rls%3Did%26channel %3Dsuggest%26biw%3D990%26bih%3D656%26tbm%3Disch%26prmd %3Divnsb&ei=lRAYTsSsAoSnrAe3-_TPAQ diakses pada tanggal 9 Juli 2011
12. http://2.bp.blogspot.com/_vooHf5syNq8/Svj4zOir86I/AAAAAAAAABw/-

_r5V4q2aHQ/s320/gambar+sendi.png diakses pada tanggal 9 Juli 2011 13. http://2.bp.blogspot.com/-nVWRpKe-6WA/TVqC0mnGxqI /AAAAAAA

AACk/ZK5n1J-n8fc/s1600/Gerak+sendi.gif diakses pada tanggal 9 Juli 2011.


14. http://u.jimdo.com/www36/o/sdbf44ab60af55bad/img/i8987ca5b78441b15/12937

85404/std/image.jpg diakses pada tanggal 9 Juli 2011.


15. http://id.wikipedia.org/wiki/Sendi diakses pada tanggal 9 Juli 2011. 53

16. Soeroso J., Isbagio H., Kalim H., Broto R., Pramudiyo R. Osteoartritis Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal.1195. 17. Brunerr and Suddarth. Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah edisi 8 volume 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002 : 1807-9 18. Tarigan, Pangarapan. Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1996 19. http://www.glucosamine-arthritis.org/arthritis/radiological-degenerative-jointdisease.html diakses pada tanggal 13 Juli 2011 20. http://www.e-radiography.net/radiology/degenerative_joint_disease.htm pada tanggal 13 Juli 2011
21. emedicine.medscape.com/article/401271-overview

diakses

22. Osteoartritis. Dalam Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996 : 1317 23. Brandt, Kenneth. Osteoarthritis. Dalam Harrisons Principles of Internal Medicine 15th edition volume 2. USA : The McGraw Hill Companies. 2005 24. Tierney, L., et al. Degenerative Joint Disease (Osteoarthritis). Dalam Current Medical Diagnosis and Teratment 2002 41st edition. USA : McGraw Hill. 2002 : 834-6 25. Brandt, Kenneth. Osteoarthritis. Dalam Harrisons Principles of Internal Medicine 15th edition volume 2. USA : The McGraw Hill Companies. 2005 26. Tarigan, Pangarapan. Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1996 27. Mansjoer, Arif., dkk. Osteoartritis. Dalam Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 1999 : 535-6 28. Osteoarthritis: New Insights. Part 1: The Disease and Its Risk Factors. Dalam Annals of Internal Medicine 17 Oktober Volume 133 Issue 8. 635-46 29. Brandt, Kenneth. Osteoarthritis. Dalam Harrisons Principles of Internal Medicine 15th edition volume 2. USA : The McGraw Hill Companies. 2005
30. Osteoarthritis. Dalam www.families.com. 2005

31. Kerrigen, Casey., et al. Knee Osteoarthritis and High-Heeled Shoes. Dalam The Lancet, Volume 351, Nomor 9113. 9 Mei1998

54

32. Obesity: a preventable risk factor for large joint osteoarthritis which may act through biomechanical factors. Dalam British Journals of Sports Medicine. 2005. 39 : 4-5 33. Osteoarthritis : Diagnosis and Therapeutic Considerations. Dalam Journal of the American Academy of Family Physician, 1 Maret 2002 ; 65 : 841-8 34. Moll, J. Osteoarthritis. Dalam Rheumatology in Clinical Practice. London : Blackwell Scientific Publications. 331-4

55

Anda mungkin juga menyukai