Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari.

. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir. Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan BBLR 2. Bagaimana cara penatalaksanaan pada BBLR 3. Apa pengertian Asfiksia Neonatrum 4. Dan bagaimana cara penatalaksanaan pada Asfiksia Neonatrum 1.3 Tujuan 1. Tujuan dari pembuata makalah ini adalah untuk mengetahui neonatus resiko tinggi pada BBLR serta Asfiksia Neonatrum dan penatalaksanaannya. Selain itu, dengan pembuatan makalah ini diharapkan para mahasiswa DIII Kebidanan dapat mengerti dan mampu menangani masalah-masalah tersebut bila kelak terjun ke lapangan.

BAB II TINJAUAN TEORI Yang termasuk neonatus resiko tinggi yaitu diantaranya sebagai berikut: a. BBLR b. asfiksia neonatorum c. sindrom, gangguan pernafasan d. ikterus e. perdarahan tali pusat f. kejang g. hypotermi h. hypertermi i. hypoglikemi j. 10 tetanus neonatorum Dan yang akan dibahan pada bab ini adalah BBLR asfiksia neonatorum dan penatalaksanaanya 2.1 BBLR

2.1.1 Definisi Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (3). 2.1.2 Epidemiologi Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negaranegara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram
(4)

BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan
(1,2)

. Angka kejadian di Indonesia sangat

bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%,

hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3). 2.1.3 Etiologi Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (3). 2.1.3.1 Faktor ibu 1. Penyakit Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain 2. Komplikasi pada kehamilan. Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm. 3. Usia Ibu dan paritas Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia <> 2.1.3.2 Faktor kebiasaan ibu Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika. 2.1.3.3 Faktor Janin Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom. 2.1.3.4 Faktor Lingkungan Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun (4,7). 2.1.4 Komplikasi Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain
(8)

1. Hipotermia

2. Hipoglikemia 3. Gangguan cairan dan elektrolit 4. Hiperbilirubinemia 5. Sindroma gawat nafas 6. Paten duktus arteriosus 7. Infeksi 8. Perdarahan intraventrikuler 9. Apnea of Prematurity 10. Anemia Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain (3,8): 1. Gangguan perkembangan 2. Gangguan pertumbuhan 3. Gangguan penglihatan (Retinopati) 4. Gangguan pendengaran 5. Penyakit paru kronis 6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit 7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan 2.1.5 Diagnosis Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka waktu <> dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (8). 2.1.6 Anamnesis Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR (3): 1. Umur ibu 2. Riwayat hari pertama haid terakir 3. Riwayat persalinan sebelumnya 4. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya 5. Kenaikan berat badan selama hamil

6. Aktivitas 7. Penyakit yang diderita selama hamil 8. Obat-obatan yang diminum selama hamil 2.1.7 Pemeriksaan Fisik Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain
(3)

: Berat badan <> Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan) Tanda bayi cukup

bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan). 2.1.8 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3): 1. 2. Pemeriksaan skor ballard Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah. 3. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas. 4. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan <>

2.1.9 Penatalaksanaan/ terapi Medikamentosa 1. 2. Pemberian vitamin K1 (3): Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu) Diatetik Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama
(6)

Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu. Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut (3): a. Berat lahir 1750 2500 gram 1) Bayi Sehat Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu. Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. 2) Bayi Sakit Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat. Apabila bayi memerlukan cairan intravena: o Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama o Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu. o Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung : o Berikan cairan IV dan ASI menurut umu o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan

keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak. b. Berat lahir 1500-1749 gram 1) Bayi Sehat Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu) Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung. 2) Bayi Sakit Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara perlahan. Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung. c. Berat lahir 1250-1499 gram 1) Bayi Sehat Beri ASI peras melalui pipa lambung

Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung. 2) Bayi Sakit Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama. Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan. Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung. d. Berat lahir <>tidak tergantung kondisi) 1) Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan. Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung. Suportif Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3): Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar

panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin Ukur suhu tubuh dengan berkala Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah : Jaga dan pantau patensi jalan nafas Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia) Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

2.1.10 Pemantauan (Monitoring) Pemantauan saat dirawat 1. Terapi Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu 2. Tumbuh kembang Pantau berat badan bayi secara periodic Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lair 1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500> Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari : Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari

Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu. 2.1.11 Pemantauan setelah pulang Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut (3,4): Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan. Hitung umur koreksi Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala. Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST) Awasi adanya kelainan bawaan Pencegahan Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3): 1) Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu 2) Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik 3) Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun) 4) Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil

2.2

Asfiksia Neonatorum

2.2.1 Batasan Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis. 2.2.2 Patofisiologi Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. 2.2.3 Gejala Klinik Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan. 2.2.4 Diagnosis Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.

Pemeriksaan fisik : Nilai Apgar Klinis Detak jantung Pernafasan Refleks saat jalan nafas dibersihkan Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas (lemah) Warna kulit Biru pucat Tubuh merah ekstrimitas biru Fleksi kuat gerak aktif Merah seluruh tubuh 0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada 1 < 100 x/menit Tak teratur Menyeringai 2 >100x/menit Tangis kuat Batuk/bersin

Nilai 0-3 Nilai 4-6 Nilai 7-10

: Asfiksia berat : Asfiksia sedang : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) 2.2.5 Pemeriksaan penunjang 1. Foto polos dada 2. USG kepala 3. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit Penyulit Meliputi berbagai organ yaitu : 1. Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis 2. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru 3. Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans 4. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH 5. Hematologi : DIC 2.2.6 Penatalaksanaan Resusitasi a. Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan) b. Terapi medikamentosa : Epinefrin : Indikasi : a. Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada. b. Asistolik. Dosis : 1. 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume ekspander : Indikasi : a. Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. b. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Jenis cairan : a. Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) b. Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis : a. Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Bikarbonat : Indikasi : a. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. b. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis : a. Cara : a. Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : a. Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak. Nalokson : a. Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil. 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)

Indikasi : a. Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya

menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan. b. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml) Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c Suportif a. b. c. Jaga kehangatan. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (3). Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain (8): a. Hipotermia b. Hipoglikemia c. Gangguan cairan dan elektrolit d. Hiperbilirubinemia e. Sindroma gawat nafas f. Paten duktus arteriosus g. Infeksi h. Perdarahan intraventrikuler i. Apnea of Prematurity j. Anemia Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis. Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Gejala KlinikBayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

DAFTAR PUSTAKA

http://bidandhila.blogspot.com/2009/01/lingkup-asuhan-bayi-baru-lahir.html tanggal : 24 Oktober 2011)

(diakses

http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/05/masalah-masalah-yang-lazim-terjadipada-bayi-dan-anak/#wpl-likebox (diakses tanggal : 24 Oktober 2011) http://penyakitpadabayi.blogspot.com/2011/05/miliariasis. html (diakses tanggal : 24 Oktober 2011)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................... DAFTAR ISI ......................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang ..................................................................... 1.5 Rumusan Masalah ................................................................ 1.6 Tujuan .................................................................................. BAB II TINJAUAN TEORI 2.3 BBLR ................................................................................ 2.3.1 Definisi ................................................................... 2.3.2 Epidemiologi............................................................ 2.3.3 Etiologi .................................................................... 2.3.4 Komplikasi............................................................... 2.3.5 Diagnosis ................................................................. 2.3.6 Anamnesis................................................................ 2.3.7 Pemeriksaan Fisik .................................................... 2.3.8 Pemeriksaan penunjang ........................................... 2.3.9 Penatalaksanaan/ terapi ............................................ 2.3.10 Pemantauan (Monitoring) ................................... 2 2 2 3 3 4 4 5 5 5 9 1 1 1 i ii

2.3.11 2.4

Pemantauan setelah pulang .................................

10

Asfiksia Neonatorum 2.4.1 Batasan ...................................................................... 2.4.2 Patofisiologi ............................................................... 2.4.3 Gejala Klinik .............................................................. 2.4.4 Diagnosis .................................................................... 2.4.5 Pemeriksaan penunjang ............................................. 2.4.6 Penatalaksanaan ....................................................... 11 11 11 11 12 12

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ........................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai