Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. S W
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Sukodono RT 06/02 Kec. Sukodono-Kendal
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Tgl masuk RS : 22 Oktober 2013
Bangsal : Flamboyan
No.CM : 408569

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis pada hari ke-3 dirawat di RS
pukul 16.00 di Bangsal Flamboyan
A. Keluhan Utama : Ruam di payudara kanan yang mengeluarkan nanah
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Lokasi : Payudara kanan
Onset : bulan yang lalu
Kualitas : sakit dan semakin membesar
Kuantitas : terus menerus
Kronologis :
bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan terdapat
warna kemerahan yang melingkar di payudara kanan, diameter 5
cm, terasa sakit dan badan terasa demam
3 hari setelah muncul ruam, pasien memeriksakan diri ke
puskesmas, didiagnosa denga peradangan payudara, oleh dokter
puskesmas diberikan terapi selama 5 hari, tetapi keluhan belum
membaik.
2

Setelah memeriksan diri ke puskesmas, pasien mengeluh keluhan
belum membaik, benjolan semakin membesar dan terasa sangat sakit,
demam yang terus menerus sepanjang hari.
Pada tanggal 22 Oktober 2013, pasien datang ke IGD dengan keluhan
benjolan pada payudara kanan, terasa sakit, badan terasa demam. Oleh
dokter IGD diberikan terapi injeksi, dan benjolan memecah yang
mengeluarkan nanah, mengalir terus menerus, banyaknya 3 gelas
belimbing.
Faktor modifikasi : sakit pada payudara kanan dirasakan terus menerus
Keluhan lain : sakit kepala

C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Keluhan yang sama : diakui (+)
1 tahun yang lalu, belum mengeluarkan nanah, menyembuh dengan
dikompres
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat DM : diakui (+)
sejak 4 tahun yang lalu saat bulan ke 1 hamil anak ke 3, tidak rutin
berobat
Riwayat Hipertensi : diakui (+)
Sejak 10 tahun yang lalu, tidak rutin berobat
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : diakui (+) orangtua laki-laki
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal

3



F. Riwayat Pribadi, Sosial dan Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan 3 anaknya. Pekerjaan pasien sebagai
ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung oleh Jamkesmas.
Pasien memiliki kebiasaan sejak anak 1, menyusui anaknya lebih sering
di payudara sebelah kiri, dengan alasan putting pada payudara kanan
masuk ke dalam.
Pasien memiliki kebiasaan memegang dan memijit-mijit payudara kanan.

III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Status gizi : Kesan gizi baik
Tanda vital
T : 160/100 mmHg
N : 89 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
R : 20 x/menit (reguler)
t : 37,8 C (per axiller)
Status generalis
1. Kulit : sawo matang, turgor kulit (N)
2. Kepala :bentuk mesocephal, luka (-)
3. Mata: konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (diameter 3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)
4. Telinga : Discharge (-/-)
5. Hidung : septum deviasi (-), discharge (-/-)
6. Mulut : Normal, sianosis (-)
7. Leher : simetris, deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
8. Thoraks: normochest, simetris, pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-), eritema dan pus di mammae dexter (+)
4

COR
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra, pulsus para sternal (-), pulsus epigastrium (-)
Perkusi : batas jantung
kiri bawah : SIC V, 2 cm medial linea midclavicularis sinistra
kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
pinggang jantung : SIC III linea parasternalis sinistra
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi: Bunyi Jantung I-II reguler, bising (-)
PULMO
Depan Belakang
I : Statis : normochest (+/+), simetris
kanan kiri, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, retraksi (-/-)
Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang tertinggal,
retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, sela iga tidak melebar,
tidak ada yang tertinggal, retraksi
(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor / sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
ronki (-/-), wheezing (-/-)
I : Statis : normochest (+/+), simetris
kanan kiri, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, retraksi (-/-)
Pa : Statis : simetris, sela iga tidak
melebar, tidak ada yang
tertinggal, retraksi (-/-)
Dinamis : pergerakan paru
simetris, sela iga tidak melebar,
tidak ada yang tertinggal, retraksi
(-/-)
Stem fremitus kanan=kiri
Pe : sonor/sonor seluruh lapang paru
Aus: Suara dasar vesikuler (+/+),
ronki (-/-), wheezing (-/-)
9. Punggung : kifosis (-), lordosis (-), nyeri ketok costovertebra (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, meteorismus (-), massa (-)
5

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani di semua lapang abdomen
Auskultasi: bising usus (+) normal

11. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin
Edema
Capilary refill
(-/-)
(-/-)
< 2
(-/-)
(-/-)
< 2

IV. STATUS LOKALIS
Regio Mammae Dexter
Inspeksi : terdapat luka dengan bentuk agak bulat , diameter 5 cm,
warna pucat, warna kulit disekitarnya merah, mengeluarkan
pus (+), darah (-).
Palpasi : teraba hangat, sakit saat palpasi (+).


Lesi pucat yang mengeluarkan pus (+) di mammae dexter

6

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 22-10-2013)
Hematologi
WBC (H) : 14,6 x 10
3
/l (4,0-11,0)
Lymph# : 3,1 x 10
3
/l (0,8-4.0)
Mid# : 0,8 x 10
3
/l (0,1-1,5)
Gran# (H) : 10,7 x 10
3
/l (2,0-7,0)
Lymph% : 21,1% (20,0-40,0)
Mid % : 5,9% (3,0-15,0)
Gran%(H) : 73,0% (50,0-70,0)
HGB : 11,6 g/dl (11,0-16,0)
RBC : 4,15 x 10
6
/l (3,50-5,50)
HCT (L) : 32,7 % (37,0-54,0)
MCV (L) : 78,9 % (80,0-100,0)
MCH : 27,0 pg (27,0-34,0)
MCHC : 35,4 g/dl (32,0-36,0)
RDW-CV : 12,9 % (11,0-16,0)
RDW-SD : 39,1 fl (35,0-56,0)
PLT (H) : 380 x 10
3
/l (100-300)
MPV (L) : 6,0 fl (6,5-12,0)
PDW : 15,7 (9,0-17,0)
PCT : 0,228 % (0,108-0,282)

Kimia Klinik
Albumin : 3,4 g/dl (3,8-5,1)
GDS (H) : 227 mg / dl (70-115 mg/dl)

VI. ASSESMENT
Dx Klinis
1. Abses DM Mammae Dexter e.c. Mastitis
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
7

3. Hipertensi grade II

VII. INITIAL PLAN
a. Ip Dx
- Pemeriksaan hemostasis : PT/PPT, APTT
b. Ip Tx
Non medikamentosa :
1. Istirahat yang cukup
2. Diit DM
3. Hindari stres dan kecemasan
Medikamentosa :
-
c. Ip Operatif
Rujuk ke Dokter spesialis bedah
d. Ip Monitoring
1) Keadaan umum
2) Vital sign
3) Monitoring GDS
e. Ip Ex
1) Edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien
2) Menjaga kebersihan luka
3) Istirahat yang cukup
4) Tenangkan pikiran dan menahan emosi

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam



8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ABSES MAMMAE
I. Definisi
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu
infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka
akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih inilah
yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah didalam, maka infeksi
bisa menyabar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung
pada lokasi abses.
Abses Mammae adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal
ini biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada
payudara dapat menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh
lainnya, kecuali pada payudara, infeksi cenderung memusat dan menghasilkan
abses kecil. Hal ini dapat menyerupai kista.
Payudara yang terinfeksi seperti jaringan terinfeksi lain, melokalisasi
infeksi dengan membentuk sawar jaringan granulasi yang mengelilinginya.
Jaringan ini akan menjadi kapsul abses, yang terisi dengan pus. Terdapat
benjolan yang membengkak yang sangat nyeri, dengan kemerahan panas dan
edema pada kulit diatasnya. Jika keadaan ini dibiarkan maka pus akan menjadi
berfluktuasi, dengan perubahan warna kulit dan nekrosis. Dalam kasus seperti
ini demam biasa muncul ataupun tidak . pus dapat diaspirasi denagn spuit dan
9

jarum berlubang besar. Diagnosis banding abses payudara mencakup
galaktokel, fibroadenoma, dan karsinoma.
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum
ditemukan pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi
khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang
rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area
yang terinfeksi akan terisi dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus
dibedakan dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda
sampai usia pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abscesses
(terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting susu). Kondisi ini sebenarnya
terjadi pada perokok.
Adapun patogenesis dari abses payudara ini adalah luka atau lesi pada
puting sehingga terjadi peradangan kumudian organisme berupa bakteri atau
kuman masuk kedalam payudara sehingga pengeluaran susu terhambat
akibat penyumbatan duktus kemudian terjadi infeksi yang tidak tertangani
yang mengakibatkan terjadinya abses.
Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan
abses dalam seringkali sulit ditemukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa ditemukan
mammografi atau biopsy payudara.

II. Etiologi
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum
ditemukan pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi
khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang
rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area
yang terinfeksi akan terisi dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus
dibedakan dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda
10

sampai usia pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abscesses
(terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting susu).
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui bebebrapa cara
yaitu sebagai berikut :
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka dari tusukan jarum tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain.
3. Bakteri yang dalam keadaan normal, hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bias menyebabkan abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.
3. Terdapat gangguan system kekebalan tubuh.
Abses Payudara merupakan komplikasi yang terjadi akibat adanya
infeksi payudara. Infeksi ini paling sering terjadi selama menyusui, akibat
masuknya bakteri ke jaringan payudara. Peradangan atau infeksi payudara atau
yang disebut mastitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, perembesan
sekresi melalui fisura di putting, dan dermatitis yang mengenai putting. Bakteri
seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui
sobekan atau retakan dikulit (biasanya pada putting susu). Abses payudara bisa
terjadi disekitar putting, bisa juga diseluruh payudara.

III. PATOFISIOLOGI
Adapun patogenesis dari abses payudara ini adalah luka atau lesi pada
puting sehingga terjadi peradangan kumudian organisme berupa bakteri atau
kuman masuk kedalam payudara sehingga pengeluaran susu terhambat
akibat penyumbatan duktus kemudian terjadi infeksi yang tidak tertangani
yang mengakibatkan terjadinya abses.
Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan
abses dalam seringkali sulit ditemukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa
ditemukan mammografi atau biopsy payudara.
11

Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan
peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dari lokasi
bses dalam, bisa dilakukan pemeriksaan roentgen, USG atau CT scan.
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses pecah
dengan sendirinya san mengeluarkan isinya. Kadang abses menghilang secara
perlahan karena tubuh menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap
sisa-sisa infeksi. Abses tidak pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang
keras.

IV. GAMBARAN KLINIS
Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi
suatu organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh
abses payudara diantaranya :
Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah mengkilap, panas jika
disentuh, membengkak dan adanya nyeri tekan).
Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya
tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah
pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise
Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung
nanah)
Gatal- gatal
Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.
Menurut Sarwono (2009), pada abses payudara memiliki tanda dan gejala
yaitu:
Nyeri payudara yang berkembang selama periode laktasi
Fisura putting susu
Fluktuasi dapat dipalpasi atau edema keras
Warna kemerahan pada seluruh payudara atau lokal
Limfadenopati aksilaris yang nyeri
12

Pembengkakan yang disertai teraba cairan dibawah kulit
Suhu badan meningkat dan menggigil
Payudara membesar, keras da akhirnya pecah dengan borok serta
keluarnya cairan nanah bercampur air susu serta darah.

V. PEMERIKSAAN
Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan
jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dari lokasi abses, bisa
dilakukan pemeriksaan roentgen, USG atau CT scan.

VII. TERAPI
a. Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu
abses bisa ditusuk dan dikelaurkan isinya dengan insisi. Insisi bisa
dilakukan radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir supaya
tidak memotong saluran ASI.
b. Pecahkan kantong PUS dengan tissu forceps atau jari tangan
c. Pasang tampan dan drain untuk mengeringkan nanah
d. Tampan dan drain diangkat setelah 24 jam
b. Karena penyebab utamanya Staphylococcus aureus, antibiotika jenis
penisilin dengan dosis tinggi, biasanya dengan dosis 500 mg setiap 6
jam selama 10 hari
c. Dapat diberikan parasetamol 500mg tiap 4 jam sekali bila diperlukan.
d. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15 20 menit,
4 kali/hari.
e. Sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada
payudara yang terkena untuk mencegah pembengkakan payudara.
f. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi dan
istirahat yang cukup.



13

VIII. PENCEGAHAN
Menurut WHO, 2002. Abses payudara sangat mudah dicegah bila
menyusui dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang
meningkatkan stasis ASI dan bila tanda dini seperti bendungan ASI,
sumbatan saluran payudara, dan nyeri puting susu diobati dengan cepat.
Terapi bedah
Bila abses telah terbentuk pus harus dikeluarkan. Hal ini dapat
dilakukan insisi dan penyaliran, yang biasanya membutuhkan
anastesi umum, tetapi dapat juga dikeluarkan melalui aspirasi, dengan
tuntunan ultrasuara. Ultrasuara berguna untuk sebagi alat diagnostik
abses payudara dengan dilakukan secara menyeluruh aspirasi
pus dengan bimbingan ultrasuara dapat bersifat kuratif. Hal ini
kurang nyeri dan melukai dibandingkan insisi dan penyaliran, dan
dapat dilakukan dengan anastesi lokal, hal ini sering dilakukan pada
pasien yang menjalani rawat jalan.
Pengobatan sistemik dengan antibiotik sesuai dengan sensitivitas
organisme biasanya dibutuhkan sebagai tambahan. Namun antibiotik
saja tanpa dilakukannya pengeluaran pus tidak mempunyai arti.
Sebab dinding abses membentuk halangan yang melindungi bakteri
patogen dari pertahanan tubuh dan membuat tidak mungkin untuk
mencapai kadar antibiotik yang efektif dalam jaringan terinfeksi
Dukungan untuk menyusui
Kita sebagai petugas kesehatan harus meyakinkan Perawatan dengan
abses payudara ia dapat melanjutkan menyusui. Bahwa hal ini tidak
akan membahayakan bayinya dapat menyusui bayinya yang lain
dikemidian hari. Disini kita sebagai petugas kesehatan memiliki
peran yang sangat penting dengan menjelaskan kepada klien untuk
penanganan yang harus dilakukan dengan kondisi seperti ini.



14

MASTITIS
I. DEFINISI
Mastitis adalah peradangan payudara,yang dapat disertai atau
tidak disertai.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi sehingga disebut
Mastitis Laktasional/Mastitis Puerperalis. Kadang keadaan ini dapat
menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat.
Mastitis adalah reaksi systemic (seperti demam) yang terjadi 1 3
minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu,
dan putting susu lecet atau luka.
Mastitis adalah infeksi dan peradangan pada mamma (tertutama
pada primpara) dan terjadi luka pada putting susu, mungkin juga peredaran
darah.
Mastitis adalah infeksi bacterial yang sering terjadi pada pasca
partum semasa awal laktasi jika organisme berhasil masuk dan mencapai
jaringan payudara melalui sisura pada putting.
Abses payudara(pengumpulan nanah local di dalam payudara)
merupakan komlpikasi berat dari mastitis.Keadaan ini menyebabkan beban
penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar.Selain itu,
menurut penelitian mastitis dapat meningkatkan resiko penularan HIV
melalui menyusui.

II. EPIDEMIOLOGI
1. Insiden
Mastitis terjadi pada semua populasi,dengan atau tanpa kebiasaan
menyusui.Insiden ini sangat bervariasi,dari sedikit sampai 33%
wanita menyusui,tetapi biasanya di bawah 10%.
2. Mula timbul
Mastitis paling sering timbul pada minggu kedua dan ketiga pasca
kelahiran.Dengan sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74%
sampai 95% kasus terjadi dalam 12 minggu pertama.Namun mastitis
dapat terjadi pada setiap tahap laktasi,termasuk pada tahun kedua.
15


III. PENYEBAB
Penyebabnya adalah stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya
merupakan penyebab primer,yang dapat disertai atau berkembang menuju
infeksi.
Menurut Gunther,mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di
dalam payudara dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah
keadaan tersebut.Selain itu infeksi bila terjadi bukanlah primer, tetapi
diakibatkan oleh stagnasi ASI sebagai media pertumbuhan bakteri
Menurut Thomson dkk. Menghasilkan bukti tentang pentingnya
statis ASI,meraka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari
payudar dengan tanda klinis mastitis dan menghitung klasifikasi sbb:
- Stasis ASI
- Inflamasi noninfeksiosa(mastitis noninfeksiosa)
- Mastitis infeksiosa
Mereka menemukan bahwa stasis ASI(leokosit <10
6
dan bakteri
<10
3
) membaik hanya dengan terus menyusui.Mastitis Noninfeksiosa
(leokosit >10
6
dan bakteri <10
3
) membutuhkan tindakan pemerasan
ASIsetelah menyusui.Mastitis Infeksiosa (leokosit >106 dan bakteri >103)
hanya dapat diobati dengan efektif dengan pemerasan ASI dan antibiotika
sistemik.
Tanpa pengeluaran ASI yang efektif,mastitis noninfeksiosa sering
berkembang menjadi mastitis infeksiosa,dan mastitis infeksiosa menjad
pembentukan abses.

STATIS ASI
Terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.Hal
ini terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan,atau setiap saat
bila bayi tidakmenghisap ASI.Selain itu kenyutan bayi yang buruk pada
payudara,pengisapan yang tidak efektif,pembatasan frekuensi atau durasi
16

menyusui,sumbatan pada saluran ASI,suplay ASI yang sangat
berlebihan,menyusui untuk anak kembar dua atau lebih.
Bendungan payudara menurut Nelson tahun 1753 hal ini tidak dapat
terjadi bila bayi disusui segera setelah lahir.Sehingga stasis ASI
terhindarkan.Sedangkan menurut Naish tahun 1948 pentingnya pengeluaran
ASI yang segara pada tahap awal mastitis atau kongesti untuk mencegah
perkembangan penyakit dan pembentukan abses.

INFEKSI
Organisme yang paling sering ditemukanpada mastitis dan abses
payudara adalah organisme koagulase-positif, Staphylococcus aureus dan Stap.
Albus, Escherichiacioli, Streptococcus kadang-kadang ditemukan.

IV. TANDA DAN GEJALA
1. Payudara terasa nyeri
2. Teraba keras dan tampak memerah
3. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak
seperti pecah-pecah
4. Badan terasa demam seperti hendak flu

V. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis daripada
wanita dibawah usia 21 tahun dan di atas 35 tahun
2. Paritas
Primipara ditemukan sebagai factor resiko
3. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung untuk berulang
4. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan resiko mastitis

17

5. Gizi
Misalnya asupan garam dan lemak yang tinggi,anemia,gizi buruk
6. Faktor Kekebalan dalam ASI
Faktor ini dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara.Tetapi menurut studi di Gambia menyatakan bahwa kadar
factor ini rendah,pertahanan ini rendah,pertahanan efektif dapat
berkurang,dan resiko mastitis berulang meningkat
7. Stres dan kelelahan
Misalnya wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan
ingin istirahat,tetapi tidak jela apakah kelelahan dapat menyebabkan
keadaan ini atau tidak
8. Pekerjaan di luar rumah
Misalnya seorang ibu bekerja paruh waktu,lalu interval menyusui yang
panjang dan kekurangan waktu untuk pengeluaran ASI yang adekuat
9. Faktor local dalam payudara
Misalnya jenis kulit,reaksi kulit terhadap matahari, alergi, ruam,
pemajanan terhadap suhu dingin tidak Nampak mempengaruhi insiden
mastitis
10. Trauma
Misalnya kekerasan dalam rumah tangga,yang dialami banyak wanita di
masyarakat,dan sering terjadi selama laktasi

VI. PATOLOGI DAN GAMBARAN KLINIS
1. Bendungan
Terjadi karena payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan
jaringan.Sehingga aliran vena dan limfatik tersumbat,aliran susu
terhambat,terjadi tekanan pada saluran ASI dan alveoli
meningkat.Sehingga menyebabkan payudara bengkak dan edematus
2. Sumbatan saluran payudara
Terjadi akibat obsruksi benda padat,tetap dapat pula terjadi akibat
pengeluaran ASI yang tidak efisien dari bagian payudara
18

3. Mastitis Noninfeksiosa
Terjadi karena peningkatan interleukin,sehingga terjadi respon
inflamasi pada jalur para seluler yang berhubungan erat dengan sel
pensekresi ASI di alveoli payudara
4. Faktor Imun dalamASI
Terjadi akibat rendahnya sejumlah factor protektif dalam
ASI,sehingga pertahanan yang efektif berkurang
5. Mastitis Infeksiosa
Terjadi bila stasis ASI tidak sembuh,dan proteksi oleh factor imun
dalam ASI dan oleh respon inflamasi kalah.
6. Mastitis Subklinis
Diagnosisnya dari adanya peningkatan rasio natrium-kalium dalam
ASI,dan peningkatan konsentrasi interleukin.Peningkatan tersebut
dapat menunjukkan bahwa sedang terjadi respon inflamasi,walaupun
tidak ada tanda klinis
7. Abses Payudara
Payudara yang laktasi,seperti jaringan terinfeksi lain,melokalisasi
infeksi dengan membentuk sawar jarinagn granulasi yang
mengelilinginya.Jaringan ini akan menjadi kapsul abses,yang terisi
dengan pus.Terdapat benjolan yang membengkak yang sangat nyeri
dengan kemerahan,panas,edema kulit di atasnya.Bila tidak segara
ditangani benjolan akan akan menjadi berfluktuasi dengan perubahan
warna kulit dan nekrosis

VII. PENATALAKSANAAN
1. Sumbatan Payudara
- Pastikan posisi bayi dan kenyutan baik
- Jelaskan perlunya menghindari factor yang dapat menyumbat
aliran ASI,misalnya pakaian ketat dll.
- Mendorong ibu untuk menyusui sesering dan selama bayi
menghendaki tanpa batasan
19

- Menyarankan ibu menggunakan panas basah,mis: kompres
hangan atau pancuran hangat
2. Mastitis
- Konseling suportif
Memberikan dukungan,bimbingan.keyakinan kembali
tentang menyusui yang aman untuk diteruskan,bahwa ASI
dari payudara yang terkena tidak akan memhahayakan
bayi,serta payudar kan pulih bentuk maupun fungsinya
- Pengeluaran ASI yang efektif
- Terapi antibiotika
Terapi ini diindikasikan pada:
Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta
menunjukkan infeksi
Gejala berat sejak awal
Terlihat putting pecah-pecah
Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah
pengeluaran ASI diperbaiki
Dan dapat diberikan antibiotika seperti: Antibiotika Beta-
lakta-mase
- Pengobatan simtomatik
Diterapi dengan anlgesik (mis: Ibuprofen,Parasetamol)
Istirahat atau tirah baring dengan bayinya
Penggunaan kompres hangat pada payudara
Yakinkan ibu untuk cukup cairan
Pendekatan terapeutik lain (mis: penyinggiran pus,tindakan
diit,pengobatan herbal,menggunakan daun kol untuk
kompres dingin
3. Abses Payudara
Terapi bedah (pengeluaran pus dengan insisi dan penyaliran)


20

VIII. DAMPAK JANGKA PANJANG
Seiring dengan waktu serta dengan terapi mastitis dan abses
payudara yang adekuat,pemulihan akan lengkap dan dengan melanjutkan
laktasi biasanya payudara diharapkan dapat berfungsi normal.
Akan tetapi terapi yang terlambat,tidak tepat,tidak adekuat dapat
mengakibatkan kekambuhan,lesi yang lebih luas,bahkan kerusakan
jaringan permanen.Episode mastitis berulang dapat menyebabkan
timbulnya inflamasi kronis dan kerusakan payudara ireversibel.




21

BAB III
PEMBAHASAN

Ny. SW usia 38 tahun mengeluh di payudara kanan terdapat
pembengkakan yang semakin membesar, terasa sakit, dan mengeluarkan nanah,
juga disertai demam. Hal ini menunjukkan dapat ditegakkan diagnose klinis
yaitu ABSES DM MAMMAE DEXTER e.c. MASTITIS. Dari anamnesis,
diketahui pula, pasien memiliki kebiasaan selalu menyusui ketiga anaknya hanya
di payudara sebelah kiri. Kebiasaan ini mengakibatkan bendungan dan sumbatan
saluran payudara (retensi ASI). Terjadi karena payudara terisi sangat penuh
dengan ASI dan cairan jaringan.Sehingga aliran vena dan limfatik
tersumbat,aliran susu terhambat,terjadi tekanan pada saluran ASI dan alveoli
meningkat.Sehingga menyebabkan payudara bengkak dan edematous.
Sedangkan sumbatan saluran payudara kanan terjadi akibat obstruksi
benda padat,tetap dapat pula terjadi akibat pengeluaran ASI yang tidak efisien
dari bagian payudara kanan. Kondisi yang terus menerus dan pasien selalu
memegang dan memijit-mijit payudara kanan semakin memperberat keluhan
(semakin membengkak, merah, dan demam).
Pasien yang juga memiliki riwayat Diabetes mellitus dan hipertensi
menjadi prognosis yang buruk terkait penyembuhan luka abses. Hiperglikemia,
hiperinsulinemia dan resistensi insulin telah terbukti dalam berbagai penelitian
dapat menimbulkan perubahan terhadap berbagai komponen yang berperan pada
faal hemostasis.
Stegenga dkk. Dalam penelitiannya terhadap individu sehat yang dibuat
terpapar dengan keadaan hiperglikemia dan hiperinsulinemia mendapatkan
bahwa hiperinsulinemia yang berlangsung secara lama akan menyebabkan
meningkatnya kadar dan aktivitas dari PAI-1, dan menurunnya aktivitas dari
plasma plasminogen aktivator (tPA). Perubahan ini menyebabkan berkurangnya
aktivitas fibrinolisis.
Dapat dikatakan bahwa abses mammae dexter pada pasien menjadi sulit
menyembuh.
22

BAB IV
KESIMPULAN

Abses Mammae adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini
biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada
payudara dapat menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh
lainnya, kecuali pada payudara, infeksi cenderung memusat dan
menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat menyerupai kista.
Payudara yang terinfeksi seperti jaringan terinfeksi lain, melokalisasi
infeksi dengan membentuk sawar jaringan granulasi yang
mengelilinginya. Jaringan ini akan menjadi kapsul abses, yang terisi
dengan pus. Terdapat benjolan yang membengkak yang sangat nyeri,
dengan kemerahan panas dan edema pada kulit diatasnya. Jika keadaan
ini dibiarkan maka pus akan menjadi berfluktuasi, dengan perubahan
warna kulit dan nekrosis. Dalam kasus seperti ini demam biasa muncul
ataupun tidak
Gejala dan tanda dari abses mammae adalah nyeri payudara yang
berkembang selama periode laktasi, fisura putting susu, fluktuasi dapat
dipalpasi atau edema keras, warna kemerahan pada seluruh payudara atau
local, limfadenopati aksilaris yang nyeri, pembengkakan yang disertai
teraba cairan dibawah kulit, suhu badan meningkat dan menggigil,
payudara membesar, keras da akhirnya pecah dengan borok serta
keluarnya cairan nanah bercampur air susu serta darah.
Abses Mammae dapat didiagnosis di lingkup praktek umum, yang
selanjutnya pasien dapat dirujuk ke Dokter spesialis bedah untuk
mendapat penanganan terapi lebih lanjut.





23

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Jrgen Katholm, Clinical Mastitis, Direct Culture And Therapy. Jerman :
Aldrig Publisher. 2010
Price SA. Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2006.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Jilid I. 2001. Media Aesculapius. Jakarta
WHO, Mastitis Penyebab dan Penatalaksanaannya. 2003. Perpustakaan
Nasional
Sarwono. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana

Anda mungkin juga menyukai