Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asbestosis adalah pneumokoniosis yang disebabkan oleh akumulasi
pajanan serat asbestos. Gangguan lain yang dapat disebabkan oleh asbestos adalah
kanker paru dan mesotelioma. Istilah asbestosis pertama kali dikemukakan oleh
Cooke pada 1927, setelah pada 1906 dilaporkan kasus kematian akibat asbestos.
1

Asbestos adalah kelompok mineral silikat fibrosa dari logam magnesium
dan besi yang sering digunakan sebagai bahan baku industri tegel lantai dan atap.
Asbestos telah dikenal sejak zaman batu dan makin banyak digunakan setelah
masa revolusi industripada akhir abad ke-19. Produksi asbestos meningkat tajam
hingga tahun 1970-an. Walaupun telah diketahui dapat mengganggu kesehatan,
hingga kini asbestos masih banyak digunakan dalam industri dan konstruksi di
negara berkembang. Negara maju, seperti Amerika Serikat, telah melarang
penggunaan asbestos sejak tahun 1970-an sampai 1980-an. Walaupun demikian,
negara seperti Kanada dan Rusia masih mengekspor asbestos ke negara maju baru
dan negara berkembang seperti negara-negara di Asia, Amerika Tengah dan
Selatan, dan Afrika.
1


2.2 Epidemiologi
Pajanan terhadap asbestos dibagi menjadi tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Pajanan primer secara langsung terjadi pada penambang
asbestos. Pajanan sekunder didapatkan pada pekerja industri yang menggunakan
asbestos seperti pada pekerja konstruksi. Sedangkan Pajanan tersier adalah
Pajanan non-okupasi yang disebabkan oleh polusi udara. Pajanan tersier tidak
memiliki risiko yang signifikan terhadap terjadinya asbestosis.
1

Dalam studi di Amerika Serikat, asbestosis terdeteksi pada 10% pekerja
penambang asbestos yang bekerja selama 10-19 tahun dan pada 90% pekerja yang
telah bekerja selama lebih dari 40 tahun. Sejak tahun 1940 di Amerika ditemukan
bahwa antara 8-11 juta orang terpajan asbes dalam pekerjaannya. Laju kematian
asbestosis setelah tahun 1970 cenderung meningkat dan pada negara maju
menurun setelah tahun 2000. Pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan risiko
terpajan asbes tersebut antara lain: penyekat asbes, pekerja-pekerja asbes yang
terlibat dalam pertambangan dan proses bahan mentah asbes, ahli mekanik
automobil, pekerja perebusan, ahli elektronik, pekerja pabrik, ahli mekanik atau
masinis, armada niaga, personil militer, pekerja kilang minyak, tukang cat,
pembuat pipa, tukang ledeng/pipa, pekerja bangunan, pembuat jalan raya, pekerja
atap rumah, pekerja lembaran metal, pekerja galangan kapal, tukang pipa uap,
pekerja baja, pekerja di industri tekstil.
1,2

Di Slovakia, pajanan lingkungan karena asbes secara praktis tidak
terkontrol. Kontaminasi di dalam rumah/gedung berasal dari penyekat pipa,
dinding tahan api, pintu, cat, beberapa bahan bangunan, bahan penyekat yang
digunakan dibangunan kayu, pipa AC. Sedangkan kontaminasi luar rumah/gedung
berasal dari permukaan dinding, sisa pembuatan aspal, dan transportasi yang
memuat sisa asbes.
2

Saat ini, CDC memperkirakan terdapat 1.290 kematian akibat asbestosis di
Amerika Serikat setiap tahunnya dengan ratarata usia penderita sekitar 79 tahun.8
Kematian akibat asbestosis merupakan 28% dari semua kasus kematian akibat
pneumokoniosis.1 Namun, laju kematian akibat asbestosis seringkali menjadi bias
oleh adanya kanker paru dan mesotelioma.8 Pada studi The Surveillance of
Australian Workplace Based Respiratory Events (SABRE) ditemukan kasus
asbestosis sebanyak 10,2% dari 3.151 kasus penyakit paru okupasi.
1


2.3 Etiologi
Asbestosis merupakan salah satu penyakit paru yang disebabkan oleh
pajanan dari serat asbes. Asbes merupakan mineral fibrosa yang secara luas
banyak dipakai bukan hanya di negara berkembang melainkan juga di negara yang
sudah maju seperti di Amerika. Di Amerika asbes dipakai sebagai bahan
penyekat. Terdapat banyak jenis serat asbes tetapi yang paling umum dipakai
adalah krisotil, amosit dan krokidolit, semuanya merupakan silikat magnesium
berantai hidrat kecuali krokidolit yang merupakan silikat natrium dan besi.
Krokidolit dan amosit mempunyai kandungan besi yang besar. Krisotil terdapat
dalam lembaran-lembaran yang menggulung, membentuk serat-serat berongga
seperti tabung dengan diameter sekitar 0,03 milimikron. Serat asbes bersifat tahan
panas dapat mencapai 800oC. Karena sifat inilah maka asbes banyak dipakai di
industri konstruksi dan pabrik. Lebih dari 30 juta ton asbes digunakan di dalam
konstruksi dan pabrik di Amerika. Selain itu asbes relatif sukar larut, daya regang
tinggi dan tahan asam (hanya amfibol).
1,2

Asbes dapat menjadi kering atau rapuh bila keberadaannya digangggu
(misal: perbaikanpenyekat pipa) atau oleh karena termakan usia. Akibatnya serat
mikroskopis yang tidak terlihat oleh mata tersebut dapat terpecah dan melayang di
udara. Sekali terdapat di udara, serat asbes akan menetap dalam jangka waktu
yang panjang dan kemudian terhirup oleh manusia yang berada di lingkungan
tersebut. Ukuran dan bentuknya yang kecil menyebabkan serat asbes ini
terperangkap di dalam paru-paru.
1,2


2.4 Patofisiologi
Proses patofisiologi asbestosis diawali dengan inhalasi serat asbestos.
Serat berukuran besar akan tertahan di hidung dan saluran pernapasan atas dan
dapat dikeluarkan oleh sistem mukosiliaris. Serat berdiameter 0,5-5 mikrometer
akan tersimpan di bifurcatio saluran, bronkioli, dan alveoli. Serat asbestos akan
menyebabkan cedera sel epitel dan sel makrofag alveolar yang berusaha
memfagosit serat. Beberapa serat akan masuk ke dalam jaringan intersisium
melalui penetrasi yang dibawa oleh makrofag atau epitel. Makrofag yang telah
rusak akan mengeluarkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak
jaringan dan beberapa sitokin, termasuk tumor necrosis factor (TNF), nterleukin-
1, dan metabolit asam arakidonat yang akan memulai infl amasi alveoli
(alveolitis). Sel epitel yang terganggu juga mengeluarkan sitokin. Gangguan
asbestos berskala kecil tidak akan menimbulkan gangguan setelah infl amasi
terjadi. Namun bila serat terinhalasi dalam kadar lebih tinggi, alveolitis akan
terjadi lebih intens, menyebabkan reaksi jaringan yang lebih hebat. Reaksi
jaringan ini menyebabkan fibrosis yang progresif, yaitu pengeluaran sitokin profi
brosis seperti fibronektin, fibroblast growth factor, platelet-derived growth factor,
dan insulin-like growth factor yang akan menyebabkan sintesis kolagen.
1,2

Orang-orang yang terpajan debu serat-serat asbes dapat tertelan bersama
ludah atau sputum. Kadangkala air, minuman atau makanan dapat mengandung
sejumlah kecil serat tersebut. Sebagian serat yang tertelan agaknya menembus
dinding usus, tetapi migrasi selanjutnya dalam tubuh tidak diketahui. Setelah
suatu masa laten-jarang di bawah 20 tahun, dapat mencapai 40 tahun atau lebih
setelah pajanan pertama, dapat timbul mesotelioma maligna pleura dan
peritoneum. Mekanisme karsinogenesis tidak diketetahui. Kadang-kadang, serat
yang lain, misal talk yang terbungkus oleh besi-berikatan dengan protein, dapat
menimbulkan badan asbes.
2


2.5 Gambaran Klinis
Awitan gejala asbestosis biasanya akan timbul 20 tahun setelah Pajanan
awal. Tanda dan gejala asbestosis kebanyakan tidak khas dan mirip penyakit paru
restriktif lainnya. Gejala paling sering dan juga merupakan tanda awal adalah
munculnya dispnea saat beraktivitas. Dispnea akan berkembang progresif lambat
dalam beberapa tahun. Dispnea tetap akan memburuk walaupun pasien tidak lagi
terpapar asbestos. Gejala lainnya adalah batuk produktif atau batuk kering
persisten, rasa sesak dan nyeri pada dada, serta adanya mengi.
1,2,3

Pada pemeriksaan dapat ditemukan rhonki basal paru bilateral (pada 60%
pasien) yang terdengar pada akhir fase inspirasi. Sering ditemukan pula jari tabuh
(digital clubbing) pada 30-40% pasien dan pada asbestosis lanjut. Gangguan lain
yang perlu diperhatikan adalah adanya cor pulmonale, keganasan yang terkait
asbestosis, seperti kanker paru, kanker laring, bahkan kanker gaster dan
pankreas.
2,4

Pada pemeriksaan fungsi paru akan didapatkan pola restriktif dengan
penurunan kapasitas vital, kapasitas total paru, dan kapasitas difusi, dengan
hipoksemia arterial. Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capacity, FVC) akan
menurun <75%. Dapat juga didapatkan pola obstruktif disebabkan fibrosis dan
penyempitan bronkioli.
1,3


2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis
asbestosis antara lain:
1. Pemeriksaan histopatologi
Pada gambaran histopatologi dapat diperoleh gambaran parenkim paru
yang kasar hingga adanya gambaran sarang lebah (honey-comb).
Gambaran ini didapati bilateral, sering di lobus inferior. Secara
mikroskopis didapati peningkatan kolagen intersisial sehigga membuat
fibrosis menjadi tebal.
1

2. Pemeriksaan radiologi
a. Pemeriksaan foto thoraks
Pada pemeriksaan roentgen dapat ditemukan beberapa gambaran
radioopak kecil linier iregular, lebih banyak di basal paru (Gambar 1).
Berdasarkan klasifi kasi ILO (International Labour Organization)
1980, gambaran opak kecil iregular adalah bayangan linier iregular
di parenkim paru dan mengaburkan gambaran bronkovaskular paru.
Selain itu sering pula ditemukan garis septal, yaitu penebalan fi brosa
pada lobul-lobul. Ada tiga tingkatan gambaran roentgen sesuai dengan
perjalanan asbestosis. Pada tahap awal, dapat diperoleh gambaran pola
retikular pada basal paru, ground-glass appearance, yang dapat
menggambarkan proses alveolitis dan fi brosis intersisial. Tahap kedua
ditandai dengan peningkatan bayangan opak kecil iregular menjadi
pola intersisial yang luas. Pada tahap ini gambaran dapat mengaburkan
batas jantung atau shaggy heart border (Gambar 2). Pada tahap akhir,
dapat menjadi pola intersisial kasar dan honey-comb pada paru atas,
namun gambaran ini jarang ditemukan.3,9 Dahnert menegaskan bahwa
dalam pemeriksaan roentgen jarang sekali ditemukan fi brosis masif;
bila ada, biasanya terjadi di basal paru tanpa pergerakan ke hilus.
Tidak ditemukan adenopati hilum ataupun mediastinal, yang
membedakan asbestosis dengan silikosis atau CWP.9 Selain itu sering
ditemukan pula penebalan pleura berupa plak pleura (Gambar 3)
disertai fi brosis paru, biasanya di lapangan paru bawah, terutama paru
kiri di sekitar parakardial yang menutupi batas jantung kiri. Selain itu
sering ditemukan juga karsinoma bronkogen. Pemeriksaan roentgen
pada asbestosis bersifat non-spesifi k, yang dapat memberikan
tingkatan positif-palsu yang tinggi. Tingkat keakuratannya berkisar
antara 40-90%.
1

b. Pemeriksaan CT Scan
Pada pemeriksaan CT beresolusi tinggi (High Resolution Computed
Tomography, HRCT) dapat ditemukan asbestosis tahap awal berupa
gambaran opak bulat, kecil, intralobular; septa intralobular menebal
(Gambar 4), adanya garis kurvilinear subpleura (Gambar 5), dan pita
parenkimal. (Gambar 6) Penebalan septa menunjukkan adanya
fibrosis. Gambaran honey-comb (Gambar 7) pada fase lanjut dapat
ditemukan, namun jarang. Seperti pada pemeriksaan roentgen,
penemuan radiologis lebih sering ditemukan pada basal paru.
1

Garis subpleura ditemukan 1 cm dari pleura. Biasanya garis berukuran
5-10 cm dan mungkin menunjukkan fi brosis di daerah bronkiolar dan
atelektasis. Sedangkan pita parenkimal adalah bayangan opak linear
tebal dengan ukuran 2-5 cm, yang melintasi paru dan menyentuh
permukaan pleura. Pita parenkimal berhubungan dengan distorsi
anatomis paru. Selain itu dapat ditemukan pula gambaran pada pleura,
yaitu penebalan pleura yang membentuk plak pleura. Penebalan ini
bersifat bilateral, dan terdapat kalsifi kasi. (Gambar 8). CT-scan dinilai
lebih sensitif mendeteksi asbestosis dibandingkan dengan radiografi
konvensional, terutama untuk menilai asbestosis awal. Tetapi
penemuan pada CT Scan tidak spesifik hanya untuk asbestosis. Gamsu
dkk., menunjukkan bahwa diagnosis asbestosis memerlukan penemuan
tiga macam gambaran.
1

c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging, MRI)
jarang dilakukan. Bekkelund dkk.(1998) menyebutkan MRI lebih
sensitif dibandingkan radiografi konvensional dalam menemukan
fibrosis subklinis pada 17 pasien. Weber dkk. menemukan sensitivitas
MRI untuk deteksi klasifi kasi plak sebesar 88%; MRI dapat menilai
lebih baik adanya penebalan pleura dan efusi pleura. Pemeriksaan
resonansi magnetik (magnetic resonance imaging, MRI) jarang
dilakukan. Bekkelund dkk.(1998) menyebutkan MRI lebih sensitif
dibandingkan radiografi konvensional dalam menemukan fi brosis
subklinis pada 17 pasien.16 Weber dkk. menemukan sensitivitas MRI
untuk deteksi klasifi kasi plak sebesar 88%; MRI dapat menilai lebih
baik adanya penebalan pleura dan efusi pleura.
1

d. Radiologi nuklir
Pemeriksaan asbestosis dengan pencitraan nuklir pernah dilakukan
dengan Gallium-67, namun sudah tidak dilakukan lagi dengan adanya
CT-Scan. Gallium-67 dapat membantu mendiagnosis asbestosis pada
pasien dengan radiografi normal. Gallium-67 dapat menandakan
aktivitas infl amasi karena isotop ini dapat diambil oleh makrofag
alveolar.
1


2.7 Diagnosis
Diagnosis asbestosis dapat ditegakkan dengan adanya riwayat Pajanan
asbestos, adanya selang waktu yang sesuai antara Pajanan dengan timbulnya
manifestasi klinis, gambaran dari roentgen thorax, adanya gambaran restriktif
dalam pemeriksaan paru, kapasitas paru yang terganggu, dan rhonki bilateral basal
paru.
1,4


2.8 Penatalaksanaan
2.9 Pencegahan
Pencegahan sangat penting dalam bidang penyakit paru kerja. Dalam kaitan ini
dikenal pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Pencegahan Primer
5

Pencegahan primer artinya mengurangi faktor risiko sebelum terserang penyakit. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
1. Ada Undang-Undang atau Peraturan yang mengatur tentang masalah Kesehatan
dan Keselamatan Kerja. Di Indonesia terdapat berbagai macam Undang-undang
dan Peraturan tentang hal tersebut antara lain.

- UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang ini adalah sebagai undang-undang pokok yang memuat aturan-
aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di
semua tempat kerja baik di darat, dalam tanah, di permukaan air maupun di
udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-
undang ini memuat tentang syarat-syarat keselamatan kerja dan separuhnya
(50%) merupakan syarat-syarat kesehatan kerja.
Pada pasal 8 disebutkan kewajiban untuk :
a. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
tenaga kerja yang akan diterima maupun yang akan dipindahkan, sesuai
dengan sifat pekerjaan yang akan diberikan kepada pekerja.
b. Memeriksakan kesehatan semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya secara berkala ( periodik ) pada dokter yang ditunjuk oleh
pengusaha dan dibenarkan (disahkan) oleh Direktur.
- UU No. 14/1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
Pada Bab IV Pasal 9 dan 10 Undang-undang tersebut disebutkan : Setiap tenaga
kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan,
pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moral
agama. Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup :
a. Norma Keselamatan Kerja
b. Norma Kesehatan Kerja
c. Norma Kerja
d. Pemberian ganti rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja.
Pasal ini sebenarnya dapat dipakai untuk mempertahankan hak tenaga kerja yang
terkena penyakit. Pemberi kerja (pemerintah atau pengusaha) wajib memberi
perlindungan bagi tenaga kerja, tidak boleh memberhentikan begitu saja dan juga
wajib memberi pengobatan serta upah yang menjadi hak mereka.
Dan masih banyak lagi Undang-undang atau peraturan yang mengatur tentang
kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Substitusi
Yang dimaksud di sini yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan
yang tidak berbahaya atau kurang berbahaya. Sebagai contoh adalah serat asbes
yang dapat menimbulkan asbestosis, kanker paru dan mesotelioma, digantikan
oleh serat buatan manusia. Contoh lain adalah debu silika yang diganti dengan
alumina.
3. Modifikasi proses produksi untuk mengurangi pajanan sampai tingkat yang aman
4. Metode basah
Melakukan proses produksi dengan cara membasahi tempat produksi sehingga
tidak menghasilkan debu dengan kadar yang tinggi.
5. Mengisolasi proses produksi
Bila bahan yang berbahaya tidak dapat dihilangkan, pajanan terhadap pekerja
dapat dihindari dengan mengisolasi proses produksi. Teknik ini telah digunakan
dalam menangani bahan radioaktif dan karsinogen, dan juga telah berhasil
digunakan untuk mencegah asma kerja akibat pemakaian isosianat dan enzim
proteolitik.
6. Ventilasi keluar
Bila proses isolasi produksi tidak bisa dilakukan, maka masih ada kemungkinan
untuk mengurangi bahan pajanan dengan ventilasi keluar (exhaust ventilation).
Metode ventilasi keluar telah berhasil digunakan untuk mengurangi kadar debu di
industri batubara dan asbes.
7. Alat Pelindung Diri ( APD )
Alat pelindung diri di sini bukan hanya sekedar masker, namun yang terbaik
adalah respirator. Respirator adalah suatu masker yang menggunakan filter
sehingga dapat membersihkan udara yang dihisap. Ada 2 macam respirator, yaitu
yang half-face respirator, di sini berfungsi hanya sebagai penyaring udara, dan
full-face respirator, yaitu sekaligus berfungsi sebagai pelindung mata.
Pemakaian respirator adalah usaha terakhir, bila usaha lain untuk mengurangi
pajanan tidak memberikan efek yang optimal. Untuk menggunakan respirator,
seseorang harus melalui evaluasi secara medis. Hal ini penting karena respirator
tidak selalu aman bagi setiap orang. Pemakaian respirator dapat berakibat jantung
dan paru bekerja lebih keras sehingga pemakaian respirator dapat menjadi tidak
aman bagi penderita asma, gangguan jantung atau orang yang mempunyai
masalah dengan saluran napasnya. Pelatihan bagi pekerja yang akan
menggunakan respirator sangat penting. Dengan pelatihan tersebut pekerja diberi
pemahaman tentang jenis respirator, cara memilih respirator yang cocok, cara
pemakaian serta cara perawatan agar tidak mudah rusak.
Pemakaian alat pelindung diri mempunyai beberapa kelemahan:
Tergantung kepatuhan pekerja
Tidak 100% efisien
Memerlukan ketrampilan dan perawatan teratur
Disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis dari masing-masing pemakai
Dapat mengganggu kemampuan melakukan pekerjaan

2. Pencegahan Sekunder
5

Adalah melakukan deteksi dini penyakit dan deteksi dini pajanan zat yang dapat
menimbulkan penyakit. Dilakukan pemeriksaan berkala pada pekerja yang
terpajan zat yang berisiko tinggi terjadinya gangguan kesehatan. Pemeriksaan
berkala dilakukan sejak tahun pertama bekerja dan seterusnya.
Surveilans medik adalah kegiatan yang sangat mendasar, bertujuan untuk
mendeteksi efek pajanan yang tidak diinginkan sebelum menimbulkan gangguan
fungsi pernapasan pekerja dan selanjutnya dilakukan usaha-usaha untuk
mencegah perburukan. Tanpa usaha-usaha tersebut, surveilans hanya berperan
mencatat besar angka kesakitan daripada pencegahan sekunder. Dalam
prakteknya pencegahan berdasarkan surveilans adalah untuk mencegah pajanan.

3. Pencegahan Tersier
5

Pencegahan tersier berguna untuk mencegah penyakit bertambah buruk
dan penyakit menjadi menetap. Bila diduga telah terjadi penyakit atau
diagnosis telah ditegakkan, perlu secepat mungkin menghindarkan diri
dari pajanan lebih lanjut.
Pajanan dari tempat kerja dan lingkungan yang diduga atau diketahui
mempunyai efek sinergi terhadap terjadinya kanker paru seperti merokok
harus dihentikan. Contoh lain pencegahan tersier adalah pencegahan
terhadap penyakit TB pada pekerja yang terpajan debu silika.

2.10 Hubungan Asbestosis dengan Keselamatan Kerja

Anda mungkin juga menyukai