Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Belajar merupakan tugas utama siswa. Pada dasarnya,

setiap

tugas

berakhir

dengan

dua

kemungkinan,

yakni

berhasil atau gagal. Keberhasilan dalam belajar merupakan


harapan yang diinginkan bukan hanya oleh siswa yang
bersangkutan, tetapi juga guru yang mengajarnya, orang tua,
keluarga

dan

masyarakat.

Dalam

upaya

pencapaian

keberhasilan belajar, tak jarang ditemukan faktor-faktor yang


dapat menghambat keberhasilan belajar siswa, sehingga
menimbulkan gejala kesulitan dalam belajar.
Dalam kondisi ini, seorang guru atau konselor sekolah
perlu memberikan bantuan berupa mengadakan diagnosis
kesulitan belajar dan melakukan pengajaran perbaikan. Hal ini
dilakukan

sebagai

meminimalkan

dan

upaya

mencegah

memecahkan

atau

kesulitan

setidaknya
belajar.

Jika

masalah dan kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar


dapat direntaskan, dampak positif yang diperoleh adalah
meningkatnya prestasi belajar dan juga keberhasilan belajar
secara optimal.
1.2

RUMUSAN MASALAH
1.2.1
Apakah pengertian kesulitan belajar?
1.2.2
Apa faktor penyebab siswa kesulitan belajar?
1.2.3
Bagaimana langkah-langkah diagnosis kesulitan
belajar?
1.2.4
Bagaimana upaya mengatasi kesulitan belajar?
1.2.5
Bagaimana kondisi sekolah di SD Iskandar Said
Surabaya?
1.2.6
Bagaimana hasil analisis kesulitan belajar?

1.3

TUJUAN
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian kesulitan belajar.
1.3.2
Untuk mengetahui faktor penyebab siswa kesulitan
belajar.
1.3.3
Untuk

mengetahui

kesulitan belajar.
1.3.4
Untuk mengetahui

langkah-langkah
upaya

mengatasi

diagnosis
kesulitan

belajar.
1.3.5
Untuk mengetahui kondisi sekolah di SD Iskandar
Said Surabaya.
1.3.6
Untuk mengetahui hasil analisis kesulitan belajar.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan suatu bentuk gangguan
dalam satu atau lebih dari faktor pisik dan psikis yang
mendasar yang meliputi pemahaman atau penggunaan
bahasa, lisan atau tulisan yang dengan sendirinya muncul
sebagai kemampuan tidak sempurna untuk mendengarkan,
berfikir,

berbicara,

membaca,

menulis,

atau

membuat

perhitungan matematikal, termasuk juga kelemahan motorik


ringan, gangguan emosional atau akibat keadaan ekonomi,
budaya, atau lingkungan yang tidak menguntungkan (Betty,
2002).
Burton (1952:622-624) mengidentifikasi seorang siswa
kasus

dapat

dipandang

atau

dapat

diduga

mengalami

kesulitan belajar kalau yang bersangkutan menunjukkan


kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan
belajarnya.

Kegagalan

belajar

didefinisikan

oleh

Burton

sebagai berikut1 :

1 Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan (Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2012), hlm.307.

a. Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu


yang

bersangkutan

tidak

mencapai

ukuran

tingkat

keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of mastery)


minimal dalam pelajaran tertentu, seperti yang telah
ditetapkan

oleh

orang

dewasa

atau

guru

(criterion

referenced). Dalam konteks sistem pendidikan Indonesia


angka nilai batas lulus (passing grade, grade-standardbasis) itu ialah angka 6 atau 60 atau C (60% dari tingkat
ukuran

yang

diharapkan

atau

ideal).

Kasus

siswa

semacam ini dapat digolongkan ke dalam lower group.


b. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak
dapat

mengerjakan

atau

mencapai

prestasi

yang

semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya:


intelegensi, bakat). Ia diramalkan (predicted) akan dapat
mengerjakannya atau mencapai suatu prestasi, namun
ternyata tidak sesuai dengan kemapuannya. Kasus siswa
ini dapat digolongkan ke dalam under archievers.
c. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak
dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk
penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya (his
organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu,
seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang
bersangkutan

(norm-referenced).

Kasus

siswa

bersangkutan dapat dikategorikan ke dalam slow learners.


d. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak
berhasil mencapai tingkat penguasaan (level of mastery)
yang diperukan sebagai prasyarat (prerequisite) bagi
kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya.
Kasus siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learners
atau belum matang (immature) sehingga mungkin harus
menjadi pengulang (repeaters) pelajaran.

Dari keempat definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa


seorang siswa diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang
bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil
belajar tertentu (berdasarkan ukuran kriteria keberhasilan
seperti yang dinyatakan dalam TIK atau ukuran tingkat
kapasitas atau kemampuan dalam program pelajaran time
allowed dan atau tingkat perkembangannya).
Dalam hasil belajar, sudah tentu mencakup aspek-aspek
substansial-material, fungsional-struktural, dan behavioral
atau

yang

mencakup

segi-segi

kognitif,

afektif,

dan

psikomotor. Sedangkan batasan waktu yang dimaksud, dapat


berarti satu periode pendidikan atau fase perkembangan,
satu tingkat atau kelas tahun pelajaran, semester atau
triwulan, mingguan bahkan jam pelajaran tertentu.

2.2 Faktor Penyebab Kesulitan Belajar


Burton

(1952:633-640),

ia

mengelompokkan

faktor

kesulitan belajar ke dalam dua kategori, yaitu2:


a. Faktor-faktor yang terdapat dalam diri siswa, antara lain :
1) Kelemahan secara fisik, seperti:
Suatu pusat susunan syaraf tidak berkembang
secara sempurna karena luka atau cacat, atau
sakit

sehingga

sering

emosional.
2 Ibid.hlm.325.

membawa

gangguan

Pancaindera
sebagainya)

(mata,

telinga,

mungkin

alat

bicara,

berkembang

dan

kurang

sempurna atau sakit (rusak) sehingga menyulitkan

proses interaksi secara efektif.


Ketidakseimbangan perkembangan dan reproduksi
serta berfungsinya kelenjar-kelenjar tubuh sering
membawa

perilaku

terkoordinasikan dan sebagainya).


Cacat tubuh atau pertumbuhan
sempurna,

kelainan-kelainan

organ

dan

yang

(kurang
kurang

anggota-anggota

(tangan, kaki dan sebagainya).


Penyakit menahun (asma dan

badan

sebagainya)

menghambat usaha-usaha belajar secara optimal.


2) Kelemahan-kelemahan secara mental (baik kelemahan
yang dibawa sejak lahir maupun karena pengalaman)
yang sukar diatasi oleh individu yang bersangkutan
dan juga oleh pendidikan, antara lain:
Kelemahan mental (taraf kecerdasannya memang

kurang).
Tampaknya

seperti

kelemahan

mental,

tetapi

sebenarnya kurang minat, kebimbangan, kurang


usaha,

aktivitas

yang

tidak

terarah,

kurang

semangat (kurang gizi, kelelahan atau overwork,


dan

sebagainya),

kurang

keterampilan,

dan

kebiasaan fundamental dalam belajar.


3) Kelemahan emosional, antara lain:
Terdapatnya rasa tidak aman (insecurity)
Penyesuaian yang salah (maldjusment) terhadap
orang-orang, situasi, dan tuntutan-tuntutan tugas

dan lingkungan.
Tercekam rasa phobia (takut, benci dan antipati),

mekanisme pertahanan diri.


Ketidakmatangan (immuturity).

4) Kelemahan-kelamahan

yang

disebabkan

oleh

kebiasaan dan sikap-sikap yang salah, antara lain:


Tidak menentu dan kurang minat terhadap

pekerjaan-pekerjaan sekolah
Banyak melakukan aktivitas yang bertentangan
dan tidak menunjang pekerjaan sekolah, menolak

atau malas belajar.


Kurang berani dan

memusatkan perhatian.
Kurang kooperatif dan

gagal

untuk

berusaha

menghindari

tanggung

jawab.
Malas, tak bernafsu untuk belajar.
Sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
nerveous
5) Tidak
memiliki
keterampilan-keterampilan

dan

pengetahuan dasar yang tidak diperlukan, seperti:


Ketidakmampuan membaca, menghitung, kurang
menguasai pengetahuan dasar untuk suatu bidang
studi yang sedang diikutinya secara sekuensial
(meningkat dan berurutan), kurang menguasai

bahasa (Inggris misalnya).


Memiliki kebiasaan belajar dan cara bekerja yang

salah.
b. Faktor-faktor yang terletak di luar diri siswa, antara lain :
1) Kurikulum yang seragam (uniform), bahan dan buku
sumber yang tidak sesuai dengan tingkat-tingkat
kematangan dan perbedaan-perbedaan individu.
2) Ketidaksesuaian
standar
administratif
(sistem
pengajaran),

penilaian,

pengelolaan

kegiatan

dan

pengalaman belajar-mengajar, dan sebagainya.


3) Terlalu berat beban belajar (siswa) dan atau mengajar
(guru).
4) Terlalu besar populasi siswa dalam kelas, terlalu
banyak menuntut kegiatan di luar, dan sebagainya.

5) Terlalu sering pindah sekolah atau program, tinggal


kelas, dan sebagainya.
6) Kelemahan dari sistem belajar-mengajar pada tingkattingkat pendidikan (dasar/asal) sebelumnya.
7) Kelemahan yang terdapat dalam kondisi rumah tangga
(pendidikan, status sosial ekonomi, keutuhan/keluarga,
besarnya

anggota

keluarga,

keluarga,

ketenteraman

tradisi

dan

dan

kultur

keamanan

sosial

psikologis dan sebagainya).


8) Terlalu banyak kegiatan di luar jam pelajaran sekolah
atau terlalu banyak terlibat dalam kegiatan ekstra
kulikuler.
9) Kekurangan makanan (gizi, kalori, dan sebagainya).
2.3 Langkah-langkah Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis

kesulitan

belajar

ialah

upaya

identifikasi

fenomena yang menunjukkan adanya kesulitan belajar dan


bertujuan untuk menetapkan jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam melakukakan diagnosis diperlukan adanya prosedur
yang

terdiri

atas

langkah-langkah

tertentu

yang

diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis


tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal
sebagai diagnostik kesulitan belajar.
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat dilakukan
oleh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur
Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani
(1991) sebagai berikut :
1. Melakukan

observasi

kelas

untuk

melihat

perilaku

menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran


2. Memeriksa
pengelihatan
dan
pendengaran
khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar

siswa

3. Mewawancarai

orang

tua

atau

wali

siswa

untuk

mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan


kesulitan belajar
4. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu
untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami
siswa
5. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya
kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
Secara umum, langkah-langkah tersebut dapat dilakukan
dengan mudah oleh guru kecuali langkah ke-5 (tes IQ). Untuk
guru dan orang tua siswa dapat berhubungan dengan klinik
psikologi.
2.4 Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar
Banyak

alternatif

yang

dapat

diambil

guru

dalam

mengatasi kesulitan belajar siawanya. Akan tetapi, sebelum


pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk
terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting untk
menangani kesulitan belajar, meliputi:
a. Menganalisis hasil diagnosis
yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan
antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang
benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik
kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa,
sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang
berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti.
b. Menentukan kecakapan bidang bermasalah
Berdasarkan hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat
mengidentifikasi

dan

menentukan

bidang

kecakapan

tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan

perbaikan. Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat


dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh

guru sendiri.
Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh

guru dengan bantuan orang tua.


Bidang kecakapan bermasalah

yang

tidak

dapat

ditangani baik oleh guru maupun orang tua.


Bidang kecakapan yang tidak dapat ditangani atau
terlalu sulit untuk ditangani baik oleh guru maupun orang
tua dapat bersumber dari kasus-kasus tuna grahita (lemah
mental) dan kecanduan narkotika. Mereka yang termasuk
dalam lingkup dua macam kasus yang bermasalah berat ini
dipandang tidak berketerampilan (unskilled people). Oleh
karenanya, para siswa yang mengalami kedua masalah
kesulitan

belajar

yang

berat

tersebut

tidak

hanya

memerlukan pendidikan khusus, tetapi juga memerlukan


perawatan khusus.
c. Menyusun dan melaksanakan program perbaikan
Dalam hal menyusun program pengajaran perbaikan
(remedial teaching), sebelumnya guru perlu menetapkan
hal-hal sebagai berikut:
Tujuan pengajaran remedial
Materi pengajaran remedial
Metode pengajaran remedial
Alokasi waktu pengajaran remedial
Evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program
pengajaran remedial.
Pada prinsipnya, program pengajaran remedial itu lebih
cepat dilaksanakan lebih baik. Tempat penyelenggaraannya
bisa dimana saja, asal tempat itu memungkinkan siswa
klien

(siswa

yang

memerlukan

bantuan)

dapat

memusatkan perhatiannya terhadap proses pengajaran


perbaikan

tersebut.

Guru

10

juga

dianjurkan

untuk

mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar


tertentu yang dianggap sesuai sebagai alternatif lain atau
pendukung cara memecahkan masalah kesulitan belajar
siswa.

BAB III
INSTRUMEN PENELITIAN dan ANALISIS HASIL PENELITIAN
3.1 Instrumen Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut. (Lexy J, 2006 :186).
Dimana tujuan wawancara, serta alasan mengapa saya menggunakan
instrumen wawancara dalam pengumpulan data adalah, sebagai metode
penunjang atau pelengkap selain menggunakan metode lain selain
wawancara, serta digunakan untuk menguji kebenaran dan kemantapan hasil
yang telah diperoleh dengan cara observasi.
3.2 Instrumen Observasi
Dalam arti sempit, observasi berarti pengamatan secara langsug terhadap
gejala yang diteliti. Dalam arti luas, observasi meliputi pengamatan yang
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang
sedang diteliti. Dalam rumusan diatas ada satu akata kunci yaitu
pengamatan. Dilihat dari psikologis, istilah pengamatan tidak sama
dengan melihat, sebab melihat hanya dengan melihat hanya dengan
menggunakan penglihatan (mata); sedang dalam istilah pengamatan
terkandung makna bahwa dalam melakukan pemahaman terhadap subjek
yang dimati yang dilakukan dengan mengguanakan panca indra yaitu dengan

11

penglihatan, pendengaran, penciuman. Bahkan bila di pandang perlu dengan


menggnakan pengecap dan peraba.
Gall dkk (2003 : 54) memandang observasi sebagai salah satu metode
pengumpulan data dengan mengguanakan amati perilaku dan lingkugan
(sosial maupun material) individu yang sedang di amati. Gibson, R.L. &
Mitchel, M.H (1995 :260) memandang observasi sebagai teknik yang bisa di
manfaatkan untuk memilah milah derajat dalam membuat konklusi tentang
orang lain, meskipun diakui bahwa penggunaan observasi juga perlu
dilengkapi dengan metode lain dalam penelitian manusia.
3.3 Kondisi Sekolah
SD Iskandar Said ini berada di lingkungan yang cukup
nyaman di tengah ramainya kota Surabaya. Walaupun
tempatnya tidak begitu luas, fasilitas di sekolah ini tergolong
cukup. Mulai dari ruang kelas yang nyaman, perpustakaan,
kantin, laboratorium computer dan sebagainya. Sekolah ini
juga dididik oleh tenaga pendidik yang profesional yang
berpendidikan akhir minimal strata satu (S1).
Sebagian besar siswanya adalah anak-anak yang berasal
dari lingkungan sekitar sekolah dan berbagai daerah lain
yang tidak terlalu jauh. Tingkat ekonomi orang tua anak didik
di

SD

Iskandar

Said,

sebagian

besar

adalah

ekonomi

menengah. Hal ini cukup berpengaruh terhadap proses


pembelajaran di sekolah.
3.4 Identitas Narasumber
a. Identitas Siswa
Nama
: M. Syahru Ramadhan
Tempat, Tanggal Lahir
: Surabaya,
Desember 2006

12

20

Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kelas
: II B
Hobby
: Sepak Bola
Cita-cita
: Polisi
Prestasi yang pernah diraih
:Penyakit yang pernah diderita
:Pekerjaan
:
- Ayah : Wiraswasta (Toko Sembako)
- Ibu
: Ibu Rumah Tangga
Nama
Tempat, Tanggal Lahir

: Febriani
: Bojonegoro, 20

Februari 2006
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kelas
: II B
Hobby
: Menari
Cita-cita
: Guru
Prestasi yang pernah diraih
:Penyakit yang pernah diderita
:Pekerjaan
:
- Ayah : Buruh Tani di Desa
- Ibu
: Ibu Rumah Tangga
- Wali : Guru SMP
b. Identitas Guru
Nama
: Sri Wahyuni, S.TH.I.
Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 26 Agustus 1984
Jenis Kelamin
: Perempuan
Guru Kelas
: II B
Lama mengajar
: 7 Tahun
3.5 Hasil Analisis
Dari hasil analisis pada rekap nilai sekolah siswa-siswi
kelas II B di SD iskandar Said, telah dapatkan beberapa nama
yang

mengalami

pengumpulan

data

kesulitan
dengan

belajar.

Dan

menggunakan

dari

hasil

instrumen

wawancara dan observasi, antara lain:


a. Dari hasil wawancara kami dengan wali kelas II B, masalah
belajar yang pada umumnya terjadi pada sebagian besar

13

peserta didik adalah dikarenakan lingkungan tempat


tinggal yang kurang mendukung proses pembelajaran,
sistem belajar dirumah yang kurang baik, tidak adanya
motivasi belajar, kurang di awasinya oleh orang tua yang
berakibat mereka lebih banyak bermain dari pada harus
belajar, dan kurangnya sarana prasara yang mendukung
belajar saat di rumah.
b. Dari hasil wawancara kami dengan beberapa siswa kelas II
B, ditemukan berbagai masalah kesulitan belajar yang
dialami siswa. Diantaranya, pelajaran berbasis agama
(maarif)

dirasa

pertemuan

dan

sulit

oleh

singkatnya

siswa
durasi

karena

kurangnya

pelajaran,

kurang

adanya inovasi dari guru yang mengajar mata pelajaran


tersebut, dalam pelajaran matematika dirasa sulit karena
kurang

latihan,

membuat

siswa

jarangnya
kurang

sarapan

bersemangat

berkonsentrasi dalam kegiatan belajar.

14

pagi

di

sekolah

dan

sulit

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesulitan

belajar

adalah

suatu

keadaan

siswa

yang

memiliki masalah sehingga tidak bisa belajar sebagaimana


mestinya yang berdampak pada keberhasilan belajar. Dan
keberhasilan belajar siswa itu sendiri dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik internal (yang bersumber dari dalam diri
sendiri) maupun eksternal (yang bersumber dari luar diri
sendiri atau lingkungan).
Untuk dapat mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh
siswa, guru ataupun konselor di sekolah perlu melakukan
diagnosis

kesulitan

belajar

pada

siswa.

Diagnosis

ini

bertujuan untuk memahami hal-hal yang menyebabkan siswa


mengalami kesulitan dalam belajar, dan berupaya untuk
membantunya.
4.2 Saran
Seorang guru perlu untuk melakukan diagnosis kesulitan
belajar, hal ini dilakukan tidak hanya untuk mengetahui
kesulitan belajar siswa tersebut tetapi guru dapat memahami
pula bagaimana sesungguhnya kesulitan belajar pada siswa
yang bersangkutan sedeatil mungkin yang menyebabkan
siswa menjadi kesulitan dalam belajar. Bila hal ini dapat
15

terlaksana dengan baik niscaya kesulitan-kesulitan belajar


siswa dapat dicegah dan diatasi. Serta dampak positif yang
diperoleh adalah meningkatnya prestasi belajar dan juga
keberhasilan belajar secara optimal dapat dicapai oleh siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin, M.Ed, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2003.
Makmun, Abin Syamsudin, Prof. DR. H. M.A., Psikologi Kependidikan,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.2012
25 bahan ajar PGMI UIN Sunan Ampel Surabaya
https://afreliansristiyani.wordpress.com/2014/01/16/laporandiagnosis-kesulitan-belajar/

16

17

Anda mungkin juga menyukai