Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Myeloradiculopathy merupakan penyakit medula spinalis dan radiks nervus spinalis.


Myeloradiculopathy merupakan kerusakan atau sindrom klinik karena kerusakan pada
medula spinalis ataupun pada akar persyarafan. Gangguan dapat disebabkan oleh faktor
kongenital, infeksi, neoplasma dan audiopati atau autom.
Jadi, secara struktural Myelopati merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula
spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Gangguan ini dapat berupa akibat dari
cedera atau trauma, infeksi lokal, ataupun penyakit sistemik. Cedera medula spinalis
merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma. Cedera medula
spinalis akut merupakan kondisi yang kompleks, terutama mengenai kelompok usia muda.
Sedangkan, Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi
dan struktur radiks atau akar akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih
radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Kolumna vertebralis dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra :


7 servikal
12 thorakal
5 lumbal
5 Sakral
4 coccygeus
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari
badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus
vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta
didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus,
dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen
vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai
tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung
dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale.

2.1.1 Tulang cervical

Gambar tulang cervical


Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus
(bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7
yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7
(C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2
atau aksis. Setiap mamalia memiliki 7 tulang cervikal, seberapapun panjang lehernya.
2.1.2 Tulang thorax

Gambar vertebra thorakal.

Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan


memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam
konteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
2.1.3 LUMBAL

Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban
terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh,
5

dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil. Pada daerah lumbal facet letak
pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior
dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lubal) kedua facet saling
mendekat sehingga gerakan kalateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi
sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling menjauh sehingga
memungkinkan gerakan ke lateral berputar.
2.1.4 Sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki
celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.

2.1.5 Coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah. Beberapa
hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu disebut
tulang punggung kaudal (kaudal berarti ekor).

Discus Intervertebralis
Gambar. Diskus intervertebralis

Diantara dua buah tulang vertebrae terdapat diskus intervertebralis yang berfungsi
sebagai bentalan atau shock absorbers bila vertebra bergerak. Diskus intervertebralis
terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang membungkus nucleus
pulposus, suatu cairan gel kolloid yang mengandung mukopolisakarida. Fungsi mekanik
diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan diantara ke dua
telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebrae maka
tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu
gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus akan melawan gaya tersebut
secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada
berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi .

Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum posterior.


Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae, besar
dan kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan
yang lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus
vertebrae, yang juga turut membentuk permukaan anterior kanalis spinalis. Ligamentum
tersebut melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal yaitu setinggi
L 1, secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 S ligamentum tersebut
tinggal sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensil mengalami kerusakan.
Ligamentum yang mengecil ini secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya
statistik bekerja dan dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah
terjadi cidera kinetik.
Bangunan anatomis vertebrae yang sensitive terhadap rasa nyeri:

PLL = Ligamentum posterior longitudinalis

VB = badan vertebrae

FA = facet artikulasi

NR = Nerve root
Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah struktur tubuh yang sensitive terhadap
rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris. Kecuali ligament flavum, discus
8

intervertebralis dan Ligamentum interspinosum ; karena tidak dirawat oleh saraf


sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti
tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluhan nyeri. Bila seseorang membungkuk
untuk mencoba menyentuh lantai dengan jari tangan tanpa fleksi lutut, selain fleksi dari
lumbal harus dibantu dengan rotasi dari pelvis dan sendi koksae. Perbandingan antara
rotasi pelvis dan fleksi lumbal disebut ritme lumbal-pelvis. Secara singkat punggung
bawah merupakan suatu struktur yang kompleks; dimana tulang vertebrae, discus
intervertebralis, ligamen dan otot akan akan bekerjasama membuat manusia tegak,
memungkinkan terjadinya gerakan dan stabilitas. Vertebrae lumbalis berfungsi menahan
tekanan gaya static dan gaya kinetik (dinamik) yang sangat besar maka dari itu
cenderung terkena ruda paksa dan cedera.

Pola dermatom berguna untuk mengingatkan bahwa :


-

Struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal.
Belakang kepala, servikal ke 2.
Leher, servikal ke 3.
Area di atas pundak, servikal ke 4.
Area deltoid, servikal ke 5.
Lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke 6.
Telunjuk dan jari tengah, servikal ke 7.

Jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke 8 dan torakik

ke 1.
Putting, torakik ke 5.
Umbilikus, torakik ke 10.
Selangkangan, lumbal ke 1.
Sisi medial lutut, lumbal ke 3.
Jari kaki besar, lumbal ke 5.
Jari kaki kecil (kelingking), sacrum ke 1.
Belakang paha, sacrum ke 2.
Area genitor-anal, sarkum ke 3,4, dan 5.

2.2 DEFINISI
Myelopathy adalah gangguan fungsional atau struktur atau perubahan patologis dari
medula spinalis. Sedangkan radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan
dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat
mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
Myeloradiculopathy adalah kerusakan atau gangguan atau trauma pada medula spinalis
dan gangguan pada akar medula spinalis (radiks).

2.3 KLASIFIKASI
2.3.1 Myelopati
Cedera medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplit dan tidak komplit berdasarkan
ada atau tidaknya fungsi yang dipertahankan dibawah lesi.
Table 1. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inklomplet
Karakteristik
Motorik
Protopatik (nyeri,suhu)
Propioseptik (joint position,
vibrasi)
10

Lesi Komplet
Hilang dibawah lesi
Hilang dibawah lesi
Hilang dibawah lesi

Lesi Inkomplet
Sering (+)
Sering (+)
Sering (+)

Sakral sparing
-

Negative

Positif

Anal reflex
Sadde hipertensi
Tao
reflex
(untuk
mencukupi posisi dan

arah)
Ro. Vertebra

Sering fraktur, luksasi atau Sering normal


listesis

Cedera medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan
ada atau tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Terdapat 5 sindrom utama
cedera medulla spinalis inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Assocation
yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Cetral Cord Syndrome


Anterior Cord Syndrome
Brown Sequard Syndrome
Cauda Equina Syndrome, dan
Conus Medullaris Syndrome
Lee, menambah lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat jarang terjadi yaitu
Posterior Cord Syndrome.
Central Cord Syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah cedera hiperekstensi. Sering
terjadi pada individu diusia pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi
yang paling sering adalah medulla spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra
C4-C6. Sebagai kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan tulang. Mekanisme
terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medulla spinalis oleh ligamentum flavum
di posterior dan kompresi osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medulla
spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak
yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome,bagian yang paling menderita gaya
trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang
ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen dibawah dan diatas titik pusat cedera.
Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yag lebih prominen pada
ekstermitas atas disbanding ektermitas bawah. Pemulihan fungsi ekstermitas bawah
biasanya lebih cepat, sementara pada ekstermitas atas sangat sering dijumpai

11

disabilitas neurologic permanent. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera
paling sering adalah VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medulla spinalis C6
dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus dilaporkan
permanen yang unilateral.
Table 2. Komarasi Karakteristik Klinik Sindrom Cedera Medulla Spinalis
Karakteristik

Central

Cord Anterior Cord Brown Sequard Posterior

Klinik
Kejadian
Biomekanika
Motorik

Syndrome
Sering
Hiperekstensi
Gangguan

Syndrome
Jarang
Hiperfleksi
Sering paralisis

Syndrome
Jarang
Penetrasi
Kelemahan

Cord

Syndrome
Sangat jarang
Hiperekstensi
Gangguan

bervariasi, jarang komplet

anggota

gerak bervariasi,

paralisis komplet

(gangguan

ipsilateral

tractus

gangguan tractus descenden ringan

descenden)

desencenden (+)

lesi, gangguan tactus

biasanya
Protopatik

Gangguan
bervariasi

Propioseptik

bilateral
Sering hilang Sering

khas
Jarang

tidak total

hilang Gangguan

total

sekali Biasanya utuh

terganggu

Hilang

bervariasi
biasanya ringan
total Terganggu

ipsilateral,
gangguan tactus

Perbaikan

Sering nyata dan Paling


cepat,

ascenden
buruk Fungsi
buruk, NA

khas diantara lainnya

namun

kelemahan

independensi

tangan dan jari

paling baik

menetap

2.3.2 Radikulopati
2.3.2.1
Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati
lumbar sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri
punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.
Radikulopati Servikal

2.3.2.2
12

Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan saraf terjepit merupakan


kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati
servikal seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf

2.3.2.3

pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok


seperti pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih
jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan
2.4

pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.


ETIOLOGI
Penyebab dari medulla spinalis, disebabkan karena trauma pada spinal
menyebabkan penurunan sensasi dan paralisis, trauma dapat terjadi akibat
kecelakaan, olahraga. Kondisi degenerative dapat menyebabkan gangguan ini
dengan variasi derajat kehilangan sensasi dan kemampuan mobilisasi dan
koordinasi. Penyebab lainnya antara lain hernia diskus yaitu pengurangan diameter
kanala tulang belakang dan kompresi sum-sum tulang belakang, instabilitas spinal,
kongenital stenosis. Degenerasi akibat penuaan tulang belakang dan sistem
peredaran darah juga menjadi penyebab myelopati.
Selain itu masalah pada vertebra, sehingga diskus infertebral dapat menjadi kolaps,
terbentuknya osteofit pada saluran saraf dan mengurangi luas kanalis spinalis yang
ada dan meningkatkan permukaan penahan beban pada tulang dan area itu
mengurangi kekuatan efektif yang ada. Selain pembentukan osteofit yang
berlebihan, ligamentum tulang dapat menjadi kaku dan dapat menyebabkan
kompresi langsung pada tulang belakang dan mengakibatkan myelopati.
Penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses kompresif, proses inflamasi, dan
proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya proses patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis

13

i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberculosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :
a. GuillainBarr syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah Diabetes Mellitus.

2.5 PATOFISIOLOGI
Pada myelopati dalam kondisi normal diskus merupakan penyerap getaran dan dapat
menangani tekanan gravitasi dan stress akibat pekerjaan sehari-hari. Seiring dengan
bertambahnya usia maka diskus akan kehilangan konsentrasi air dan akan berakibat
berkurangnya kemampuan untuk menyerap goncangan. Perubahan pertama adalah
munculnya annulus, penyembuhan annulus menimbulkan jaringan parut yang lebih lemah
dibandingkan jaringan normal. Trauma yang berulang adanya annulus menyebabkan
terjadinya penurunan elastisitas diskus dan tidak dapat berfungsi efektif sebagai
penyerapan getaran. Perubahan terus menerus pada diskus menyebabkan diskus kolaps,
jarak invetebra menjadi sempit sehingga mempengaruhi persendian antar vertebra.
Seiring dengan waktu pada vertebra terjadi proses penipisan dan perubahan osteoarthritis,
osteofit akan muncul pada vertebra ataupun persendiaan vertebra. Osteofit akan
menyebabkan penekanan pada saraf dan akar saraf.
Pada radykulopati Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis :

Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan bagian
atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat.
Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa
remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus.
Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior, medial, atau ke

lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.


Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks. Protusi
diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan riwayat trauma
14

sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit.
Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi

penebalan dari ligamentum flavum.


Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra
lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk trefoil
axial shape. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis

kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.


Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan degeneratif
dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

2.6 TANDA DAN GEJALA


Myelopati biasanya berkembang secara diam dan perlahan serta mulai terjadi saat mulai
menurunkan aktifitas sehingga sulit dideteksi. Myelopati sering kali disalah artikan
sebagai masalah sendi, sebab myelopati menunjukan gejala mirip masalah sendi antara
lain mulai diketahui ketika seseorang mulai kesulitan dalam koordinasi, berjalan seperti
naik turun pada tangga, nyeri daerah leher, kelemahan.
Lesi UMN :
Kerusakan pada kolumna putih lateralis medulla spinalis dapat menimbulkan tanda-tanda
lesi neuron motoric atas (UMN). Tanda ini meliputi paralisis atau paresis yang sifatnya
spastik, kadang disertai oleh otot-otot yang atrofi, reflek tendon heperaktif, reflex
superfisial berkurang atau menghilang dan reflek patologik sebagai reaksi terhadap
oenarikan diri (withdrawal) terutama reflek plantar ekstensor (Babinski) dapat ditemukan.
Lesi UMN menujukan gejala parese, spatis, tonus meninggi, hiperefleksia, reflex
patologis meningkat, reflex fisiologis meningkat, dan atropi (-).
Lesi LMN :
Lower motor neuron (LMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari
batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.
Kedua

saraf

motorik

tersebut

mempunyai peranan penting di dalam sistem

neuromuscular tubuh. Sistem ini yangmemungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara
terencana dan terukur.

15

Komponen LMN bermula pada sel-sel motorik (motoneuron<) di kornu anterior, berlanjut
sebagai akson yang memasuki radiks anterior saraf spinalis.
Dibagian distal pada konus, segmen-segmen medula spinalis dapat katakan berhimpithimpitan, di mana jaras kortikospinalis anterior tinggal sedikit , sehingga dapat dikatakan
bahwa bahwa lesi pada segmen tersebut akan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN.
Medula Spinalis bila dilihat penampang melintangnya tampak simetris, demikian pula
letak bangunan-bangunan di dalamnya. Untuk dapat memahami perjalanan sesuatu proses
patologis di medula spinalis, letak dan

fungsi bangunan-bangunan tersebut harus

dipahami benar-benar. Proses patologis yang berawal didaerah sentral akan memberikan
gejala klinis yang berbeda dengan apabila proses tersebut berawal di daerah tepi
(permukaan) Medula Spinalis . Demikian juga mengenai arah perluasan prosesnya: proses
yang berkembang dari daerah sentral kedorsal akan memberikan gejala klinis yang
berbeda dengan apabila proses tersebut berkembang ke lateral/ventral.
Disamping hal-hal tersebut di atas, tentunya perlu dipahami pula mengenai jaras- jaras
yang asenden, khususnya yang membawa rangsang sensibel, serta hal penataan dermatom
pada tubuh yang penting artinya untuk penentuan letak atau tingginya suatu lesi.

16

Perbedaan Lesi UMN dan LMN


Tanda-tanda
Reflex Fisiologis
Reflex Patologis
Tonus
Atrofi
Fasikulasi
Klonus

UMN
Meningkat
+
Hipertonus
Tidak ada
+

LMN
Menurun-hilang
Hipotonus
Atrofi
+
-

2.7 MANIFESTASI
Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang leher,
yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien sering mengatakan takut kalau
leher atau punggungnya patah. Cedera saraf spinal dapat menyebabkan gambaran
paraplegia atau quadriplegia. Akibat dari cedera kepala bergantung pada tingkat cedera
pada medulla dan tipe cedera.
Tingakat neurologik yang berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan motorik
bagian bawah yang normal. Tingkat neurologik bagian bawah mengalami paralysis
sensorik dan motorik otak, kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar (biasanya
terjadi retansi urin dan distensi kandung kemih , penurunan keringat dan tonus
vasomotor, dan penurunan tekanan darah diawali dengan retensi vaskuler perifer. Pada
pernapasan timbul gejala napas pendek,kekurangan O2,sulit bernapas,dan timbul tanda
pucat,sianosis.

2.8 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan
neurologis harus diperhatikan :

Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf

perifer dan segmental.


Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan spasme otot).
Perubahan refleks.

17

Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya


neoplasma dan infeksi di luar vertebra. Pada kasus-kasus myelopati, pemeriksaan status
neurologi lokal merupakan hal yang sangat penting. Pemeriksaan status neurologis lokalis
pada pasien cedera medulla spinalis mengacu pada pada panduan dari American Spinal
Injury Association/ASIA.
Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Assosiation)
Grade A
: motoris (-), gangguan sensoris (-), termasuk pada segmen sacral.
Grade B
: hanya gangguan sensoris (-)
Grade C
: motoris (+) dengan kekuatan otot < 3
Grade D
: motoris (+) dengan kekuatan otot > 3
Grade E
: motoris dan gangguan sensorial normal
Cidera medulla spinalis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi cedera, antara lain:
1

Cidera servikal
Lesi C1-C4 : otot trapezius, strernomastoideus dan otot plasma masih
berfungsi. Otot diagfragma dan intercostal mengalami paralisis dan tidak ada
gerakan involunter. Dibawah transaksi spinal tersebut, kehilangan sensori pada
tingkat C1-C3 meliputi oksipital, telinga, dan beberapa daerah wajah. Pasien
pada quadriplegia C1, C2, dan C3 membutuhkan perhatian penuh karena
ketergantungan

pada/terhadap

ventilator

mekanis.

Pasien

ini

juga

ketergantungan semua kebutuhan sehari-harinya. Quadriplegia pada C4


mungkin juga membutuhkan ventilator mekanisme tetapi dapat dilepas. Jadi
penggunaanya secara intermitten saja.

Lesi C5

: bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi

diagfragma rusak sekunder terhadap pascatrauma akut. Paralisis intertinal dan


dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernafasan. Quadriplegia pada
C5 biasanya mengalami ketergantungan dalam melakukan aktifitas seperti
mandi, menyisir rambut, mencukur tetapi pasien mempunyai koordinasi

tangan dan mulut yang baik.


Lesi C6
: pada lesi segmen C6, distress pernafasan dapat terjadi karena
paralisis interstinal dan edema asenden dari medulla spinalis, biasanya terjadi
gangguan pada otot bisep, trisep, deltoid, dan pemulihannya tergantung pada
perbaikkan posisi lengan. Umumnya pasien masih dapat melakukan aktivitas
hygiene secara mandiri, bahkan masih dapat memakai dan melepas baju.

18

Lesi C7

: memungkinkan otot diagfragma dan aksesoris untuk

mengkompresasi otot abdomen dan intracostal. Pemindahan mandiri, seperti


berpakaian dan melepas pakaian melalui ekstremitas atas dan bawah, makan,
mandi, pekerjaan rumah yang ringan dan memasak.

Lesi C8

: hipotensi postural bisa terjadi bila pasien ditinggikan pada

posisi duduk karena kehilangan kontrol vasomotor. Hipotensi postural dapat


diminimalkan dengan pasien berubah secara bertahap dari berbaring ke posisi
duduk. Quadriplegi C8 harus mampu hidup mandiri, mandiri dalam
berpakaian, melepaskan pakaian, mengemudikan mobil, merawat rumah, dan
perawatan diri.
2

Cidera thorakal
Lesi T1-T5 : lesi pada region T1-T5 dapat menyebabkan pernafasan dengan
diafragmatik. Fungsi inspirasi paru meningkat sesuai tingkat penurunan lesi
pada thoraks. Hipotensi postural biasanya muncul. Timbul paralisis parsial
dari otot adductor pollici, interoseus, dan ototlumrikal tangan, seperti

kehilangan sensori sentuhsn, nyeri dan suhu.


Lesi T6-T12 : lesi pada tingkat T6 menghilangkan semua reflex abdomen,
dari tingkat T6 ke bawah, segmen-segmen individual berfungsi, dan pada
tingkat 12, semua reflex abdominal ada. Ada paralisis spastik pada tubuh
bagian bawah. Pasien dengan lesi pada tingkat torakal harus berfungsi secara
mandiri.

Batas atas kehilangan sensori pada lesi thorakal adalah :


T2
: seluruh tubuh sampai sisi dalam dari lengan atas.
T3
: aksilla.
T5
: putting susu.
T6
: prosesus xifoid.
T7, T8
: margin kostal bawah.
T10
: umbilicus.
T12
: lipat paha.
3 Cidera lumbal
Kehilangan sensori lesi pada lumbal, antara lain:
Lesi L1
: semua area ekstermitas bawah, menyebar ke lipat paha dan
bagian belakang dari bokong.
19

Lesi L2

: ekstermitas bagian bawah kecuali sepertiga atas aspek anterior

paha.
Lesi L3
Lesi L4
Lesi L5

: ekstermitas bagian bawah dan daerah sandel.


: sama dengan L3, kecuali aspek anterior paha.
: aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstermitas bawah

dan daerah sadel.


4 Cidera sacral
Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa perubahan posisi dari
telapak kaki. Dari S3-S5, tidak terdapat paralisis dari otat kaki. Kehilangan sensasi
meliputi area sadel, skrotum, danglans penis, perineum, area anal, dan sepertiga
aspek posterior paha.
Pemeriksaan Fisik Radikulopati Servikal
Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan :
1 Terbatasnya range of motion leher.
2 Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).
3 Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan menekan
kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi nyeri ke
lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan foramen
intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebra
yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.

Lhermittes Test
Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi
penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.

Distraction Test
20

Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar


1

Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)


Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
b Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi)
pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap
c
d

ekstensi.
Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan

stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).


Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum

timbul rasa sakit dan tahanan.


Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum
tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada
radikulopati lumbal).

Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragards Sign, Sicards Sign, dan Spurlings Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai
dengan dorsofleksi kaki (Bragards Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki
(Sicards Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial
menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragards sign dan
Sicards sign disebut Spurlings sign.

Lasegues Sign (SLRs Test)

21

a
3

Bragards sign

b) Spurlings sign

Tes Lasegue Silang atau OConell Test


Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes positif
bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih

besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).


Nerve Pressure Sign
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)
b

kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.


Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea

hingga pasien mengeluh adanya nyeri.


Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau
sepanjang nervus iskiadikus.

Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan
harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi
vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan
40 mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan
tekanan intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal,
dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang
menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri
radikular pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan
berbaring atau berdiri.

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.9.1 Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
struktural.
22

2.9.2

MRI dan CT-Scan


MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis
dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan
degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan
dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran
hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan

structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.


CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik,
dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun
demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi
masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.

2.9.3

Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes
preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.

2.9.4

Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)


NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.
Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks
saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis,
maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.

2.9.5 Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase

alkali/asam, dan kalsium.


Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

2.10 PENATALAKSANAAN

23

Terapi pada cedera medulla spinalis terutama ditunjukkan untuk meningkatkan dan
mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medulla spinalis
komplet yang hanya memilki peluang 5% untuk kembali normal lesi medulla spinalis
komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap
dan prognosisnya buruk.
Cedera medulla spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik.
Apabila fungsi sensoris dibawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali
berjalan adalah lebih dari 50%.
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medulla
spinalis traumatik dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di amerika
Serikat.Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama cedera medulla spinalis
traumatik masih dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi.
Kajian oleh Braken dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa methilprednisolon
dosis tinggi merupakan satu -satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji
klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai rerapi cedera medulla
spinalis traumatik.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera
medulla spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini
dikeijakan seawall mungkin.Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan
ROM (Range ofMovement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot
- otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome/ CSS biasanya mengalami
pemulihan kekuatan otot ektremitas bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan
bantuan ataupun tidak.

Terapi pada radiculopathy


1

24

Terapi Non Farmakologi


a Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)

Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas

Terapi Farmakologi
- NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara

menurunkan sintesis prostaglandin


Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 800

mg IV setiap 6 jam jika dibutuhkan


Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau
norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan
konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri

kronis dan neuropatik tertentu.


Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 300 mg 1x1 hari pada malam hari
Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral
dan menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang

mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.


Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
Analgesik
Contoh : Tramadol (Ultram)
Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah
persepsi

25

serta

respon

terhadap

nyeri,

menghambat

reuptake

norepinefrin dan serotonin


Dosis :
Dewasa : 50 100 mg per oral setiap 4 6 jam (4x1 hari) jika

diperlukan
Antikonvulsan
Contoh : Gabapentin (Neurontin)

Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari


penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA),

yang mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.


Dosis :
Dewasa : Neurontin
Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

Invasif Non Bedah


- Blok saraf dengan anestetik local
- Injeksi steroid (metilprednisolone)

pada

epidural

untuk

mengurangi

pembengkakan sehingga menurunkan kompresi radiks saraf

2.10 PROGNOSIS
Prognosis penyakit myeloradikulopati yaitu:
Quo ad vitam : dubia ad malam karena penyakit ini dapat mengancam hidup jika
-

diobati dan pengobatannya dilakukan tidak menyeluruh, tekun dan konsisten.


Quo ad functionam : dubia ad malam karena pada penyakit ini fungsi-fungsi belum

tentu dapat kembali normal apabila diobati dengan benar.


Quo ad sanationam : malam karena penyakit ini tidak dapat sembuh sempurna.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Myeloradiculopathy adalah kerusakan atau gangguan atau trauma pada medula spinalis
dan gangguan pada akar medula spinalis (Radiks). Trauma pada medula spinalis adalah

26

cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Jakarta: EGC.


Mardiati, Ratna. 1996. Buku Kuliah Susunan Saraf Otak Manusia. Jakarta:
CV.Sagung Seto.

27

http://books.google.co.id/books?
id=8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicw
N&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage

&q=radikulopati&f=false
http://books.google.co.id/books?
id=tK2fFEK2QfoC&pg=PA2113&dq=mielopati&hl=id&ei=xrHDTMetO43fcaHXqc
wN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD8Q6AEwBg#v=onepag

e&q=mielopati&f=false
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journal_review&id=7150&task=view

28

http://spiritia.or.id/cst/dok/mielopati1.pdf
Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.
De Jong R. The neurologi examination. 4th ed. Hagerstown: Harper & Row,
1979:446-448, 566-568
Rowland LP. Merritts textbook of neurology. 7th ed. Philadelphia : Lea &Febiger,
1984: 304-309
Snell, Richard S. Neuroanatomi Klinik. EGC.Jakarta : 2006.

Anda mungkin juga menyukai