Oleh:
Fauzi Syahputra
C451110041
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
1. PENDAHULUAN
Indonesia suatu wilayah yang memikili perairan yang sangat luas dan
memiliki sumberdaya perikanan yang terdiri atas berbagai macam jenis ikan
(multi spesies),udang terutama untuk jenis ikan demersal.
Sumberdaya yang beragam di Indonesia harus dilestarikan dengan baik dan
alat tangkap yang di operasikan harus berwawasan lingkungan sangat mendukung
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan usaha pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang ada tampaknya telah berimplikasi terhadap degradasi
lingkungan.
Sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat pulih
kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak terbatas. Oleh karena itu
perlu dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan agar kontribusinya
terhadap ketersediaan nutrisi, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Pengelolaan sumberdaya
ikan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan operasi penangkapan ikan dan
sasaran penangkapan ikanyang dilakukan. Usaha-usaha untuk menjaga kelestarian
sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan, sebenarnya telah dilakukan sejak lama
oleh berbagai ahli penangkapan ikan di seluruh dunia. Sebagai contoh, industri
penangkapan ikan di Laut Utara telah melakukan berbagai usaha untuk
mengurangi buangan hasil tangkap sampingan (by catch) lebih dari seratus tahun
yang lalu.
Indonesia memiliki tingkat keragaman yang tinggi (multi spesies).
Keistimewaan ini membuat hasil tangkapan di lautan indonesia sangat beragam
baik spesies maupun ukurannya sehingga selektifitas terhadap spesies kurang
tepat diterapkan di indonesia karena akan banyak hasil tangkapan sampingan (by
catch) yang dibuang kembali ke laut dalam keadaan mati. tipe selektifitas yang
cocok untuk diterapkan di indonesia adalah selektifitas positif terhadap ukuran.
Isu dampak perikanan terhadap lingkungan telah menarik perhatian dan
pengaruh penangkapan ikan telah menjadi hal khusus yang dihubungkan
dengan degradasi lingkungan laut Keprihatinan masyarakat terutama Pada
eksploitasi sumber daya ikan yang mengancam ketersediaan sumber daya ikan,
tangkapan mamalia laut, dan penyu yang tidak disengaja atau terpuntal pada alat
tangkap.
Selektivitas adalah fungsi dari alat tangkap dalam menangkap organisme
dengan jumlah spesies dan selang ukuran yang terbatas. Selektivitas alat tangkap
tersusun oleh dua karakter, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas spesies.
Selektivitas ukuran merupakan karakter dari suatu alat tangkap untuk menangkap
ikan berukuran tertentu dengan kemungkinan yang tidak tetap pada populasi ikan
hasil tangkapan yang berbeda.Sedangkan selektivitas spesies adalah karakter dari
suatu alat tangkap untuk menangkap ikan dari spesies tertentu dengan
kemungkinan tidak tetap pada spesies hasil tangkapan yang bervariasi.
Selektivitas
alat
tangkap
merupakan
metode
untuk
mengetahui
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Selektivitas Alat Tangkap
2. Selektif negatif terhadap ukuran dan spesies, adalah alat tangkap yang hanya
menangkap ukuran ikan tertentu dari satu populasi ikan yang masih belum
layak tangkap.
3. Selektif positif terhadap ukuran, selektif negatif terhadap spesies, adalah alat
tangkap yang hanya menangkap ukuran ikan tertentu dari beberapa spesies
ikan yang layak tangkap.
4. Selektif positif terhadap spesies, dan ukuran, adalah alat tangkap yang hanya
menangkap spesies ikan tertentu dengan ukuran tertentu dari beberapa
populasi ikan yang layak tangkap.
Menurut Purbayanto, et al (2000) menjelaskan bahwa selektifitas adalah
sifat suatu alat tangkap untuk mengurangi hasil tangkapan yang tidak diinginkan
(incidental catch) atau hasil tangkapan yang tidak sesuai ukuran (unwanted
catch).
Selektifitas terbagi menjadi dua bagian, yaitu selektifitas fisiologis dan
selektifitas mekanikal. Selektifitas fisiologis adalah proses seleksi yang dilakukan
sebelum ikan memasuki jaring. Proses seleksi ini mungkin bisa dilakukan dengan
cara : (1) pemberian magnet pada alat tangkap sehingga gelombang magnet
tersebut akan membuat ikan ikan kecil (yang belum matang gonad) akan
menjauhi alat tangkap sebelum alat tangkap mendekat dan (2) pemberian suara
pada frekuensi tertentu agar ikan ikan kecil menjauhi alat tangkap sebelum alat
tangkap mendekat.
Selektifitas mekanikal adalah proses seleksi yang dilakukan setelah ikan
masuk ke dalam jaring. memperbaiki selektifitas mekanikal sebuah alat tangkap
dapat dilakukan dengan beberapa cara : (2) memperbesar ukuran mata jaring
sesuai dengan ikan yang akan ditangkap agar alat tangkap selektif terhadap
ukuran, (2) merubah konstruksi mata jaring yang semula diamond menjadi square
dan (3) memasang by catch reduction device untuk mangurangi hasil tangkapan
sampingan.
2.2 Selektivitas Gill Net
Jaring insang adalah alat tangkap pasif, ikan harus bergerak kearah jaring
agar tertangkap. Seleksi pada jaring insang merupakan produk dari dua
probabilitas yaitu probabilitas menabrak dan probabilitas tertangkap setelah
menabrak (Rudstan, Magnuso & Tonn, 1984). Namun demikian yang
diperhitungkan adalah faktor terakhir yaitu probabilitas setelah menabrak.
Tertangkapnya ikan oleh jaring insang dipengaruhi olehi beberapa
faktor teknis, seperti : ukuran mata jaring, kekakuan tubuh jaring, ketegangan
rentangan tubuh jaring, hanging ratio, tinggi jaring, dan warna jaring (Karlsyn
dan Bjamason, 1987; Fridman, 1988).
sebagian atau seluruh bagian tubuh ikan terlilit / tersangkut erat oleh mata jaring
(Purbayanto, et al 2000).
Bentuk badan ikan dapat mempengaruhi cara tertangkapnya ikan, bentuk badan
ikan umumnya yang terjerat (gilled dan wedged) adalah berbentuk gilik (fast
form) sedangkan bentuk badan ikan yang berbentuk gepeng (compressed dan
depressed) pada umumnya akan tertangkap secara terpuntal. Hal lain yang
berpengaruh adalah konstruksi dan bahan jaring yang digunakan serta tingkah
laku ikan tersebut.
membuka mulut jaring baik secara vertikal dan harizontal digunakan otterboard,
dan pada jaring bagian atas dipasang pelampung, serta bagian bawah dipasang
pemberat.
lnggeris
(Nomura, 1977).
Teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan trawl di Indonesia
telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, walaupun pada saat itu masih
dalam percobaan. Percobaan itu terhenti pada saat Perang Dunia II , kemudian
setelah Indonesia merdeka sekitar periode 1950-an kegiatan percobaan mulai
dilakukan kembali. Pada tahun 1966 trawl yang sering disebut dengan pukat
harimau mulai marak dioperasikan, yang bermula dari Tanjungbalai Asahan, lalu
menyebar ke berbagai perairan lainnya. Dengan KEPRESS 39 tahun 1980 trawl
dilarang dioperasikan oleh pemerintah Indonesia (Ayodhyoa dan Baskoro, 1996)
Berdasarkan daerah operasi trawl dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu:
1. trawl dasar (bottom trawl)
2. trawl pertengahan (midwater trawl)
3. trawl permukaan (pelagic trawl)
Menurut Ayodhyoa (1981) vide Darmokusumo (2007), trawl merupakan alat
tangkap yang terdiri dari kantong (codend) yang berbentuk persegi panjang
ataupun kerucut, dua lembar sayap (wing), dihubungkan dengan tali penarik
(warp). Jaring trawl ditarik secara horizontal di dalam air agar mulut jaring
terbuka selama operasi penangkapan sehingga ikan-ikan yang menjadi tujuan
penangkapan dapat tertangkap pula.
Mulut pada trawl dapat terbuka lebar oleh karena adanya papan sewakan
(otterboard) yang diikatkan pada kedua sisi mulut, dan terbuka tegak oleh
pelampung pada tali pelampung si pinggir atas mulut, dan pemberat pada tali
pemberat di sisi bawah mulut. Dengan jaring yang terbuka lebar selama ditarik,
jaring akan menyaring semua benda yang dilewatinya, sehingga trawl
digolongkan sebagai alat tangkap yang sangat tidak selektif, khususnya terhadap
ikan-ikan berukuran kecil (Sparre dan Venema, 1992 vide Mahiswara, 2004).
Prinsip dasar dari metode penangkapan ikan dengan trawl adalah menyaring
ikan dengan jaring agar ikan yang berada di dalam air tersebut tersaring, sehingga
ikan tersebut terkumpul di dalam kantong jaring. Jaring ditarik dengan
menggunakan kapal motor, arah dan kecepatannya sama dengan kecepatan kapal.
Kecepatan menarik jaring disesuaikan dengan kecepatan renang ikan hasil
tangkapan. Mulut jaring diusahakan membuka seluas mungkin, ditarik dengan
kecepatan tertentu pada selang waktu tertentu, menempuh suatu lintasan dengan
harapan mendapatkan hasil sejumlah tangkapan tertentu (Ayodhyoa dan Baskoro)
Friedman (1986) vide Mahiswara (2004) menjelaskan bahwa efektivitas
trawl dapat tercapai bila ditarik pada kecepatan yang tepat sehingga jaring dapat
membentuk konfigurasi yang benar di dasar perairan. Kecepatan tarik trawl
(towing speed) berkisar antara 3 5 knots (Anonim, 1989 vide Mahiswara, 2004).
Friedman (1986) vide Mahiswara (2004) menambahkan pula bahwa ketika
kecepatan tinggi, maka area antar sewakan menyempit dan mengakibatkan
mengecilnya luasan area yang disapu.
Salah satu cara yang harus dilakukan agar hasil tangkapan sampingan dapat
dikurangi dan ikan ikan kecil dapat meloloskan diri adalah dengan cara
memperbaiki selektifitas mekanis dari trawl. Selektifitas mekanis adalah proses
seleksi yang dilakukan setelah ikan masuk ke dalam jaring. Cara untuk
memperbaiki selektifitas mekanikal sebuah alat tangkap dapat dilakukan dengan
beberapa cara : (i) memperbesar ukuran mata jaring sesuai dengan ikan yang akan
ditangkap agar alat tangkap selektif terhadap ukuran, (ii) merubah konstruksi mata
jaring yang semula diamond menjadi square, (iii) memasang by catch reduction
device untuk mangurangi hasil tangkapan sampingan.
pintu
dirnana ikan dapat rnasuk t.api tidak dapat ke1uar dan pintu bubu (ijeb)
merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,
1989).
Ferno dan Olsen (1994) juga menyatakan bahwa bubu rnerupakan alat
tangkap yang potensial
alat
tangkap lain, bubu memiliki beberapa keunggulan, antara lain tidak harus
dilalukan hauling bubu dalarn batas waktu yang singkat tetapi bubu dapat
dibiarkan dalam beberapa hari dengan catatan kondisi cuaca baik dan ikan
yang tertangkap dapat bertahan dalam bubu selama beberapa hari dalam kondisi
yang baik. Hasil tangkapan bubu berkualitas tinggi dan dapat dipasarkan dalam
keadaan hidup. Dengan adanya peningkatan kebutuhan untuk penangkapan ikan
yang berkelanjutan, bubu merupakan alat tangkap yang penting di masa depan,
hal ini berdasarkan karakteristik selektivitas dan keuntungan dalam metode
pengoperasiannya.
Untuk menarik ikan biasanya bubu diberi umpan. Jenis umpan yang
digunakan bermacam-macam tergantung perbedaan geografis ternpat bubu
dioperasikan dan spesies yang menjadi target penangkapan. Umpan yang
digunakan antara lain ikan herring, mackerel, cumi - cumi, dan bagian tubuh
kepiting atau mentimun laut. Di beberapa daerah, terutama di perairan karang,
bubu dioperasikan tanpa menggunakan umpan. Pada kasus ini, rangsangan lain
selain umpan sangat penting untuk menarik ikan masuk ke dalam bubu (Ferno
dan Olsen, 1994).
Perhitungan selektifitas untuk alat tangkap bubu hampir mirip dengan
perhitungan selektifitas alat tangkap trawl. Selektifitas bubu dapat dihitung
dengan menggunakan metode penutup kantong. Metode penutup kantong untuk
alat tangkap bubu adalah membandingkan antara jumlah ikan yang berada di
kantong penutup (cover net) yang dipasang pada pintu keluar dengan jumlah ikan
yang tertahan pada bubu. Terdapat 3 buah pendekatan dalam perhitungan untuk
melihat selektifitas alat tangkap trawl, yaitu maximum likelihood, least square
method, linier regression
3. METODOLOGI
3.1.
mum
Perhitungan selektivitas untuk alat tangkap gillnet, trawl, dan bubu melalui
tahapan yang berbeda-beda karena model yang digunakannya berbeda-beda. Perlu
diketahui bahwa perhitungan selektivitas tersebut menggunakan bantuan software
Microsoft Excel. Berikut akan dijelaskan mengenai tahapan perhitungan
selektivitas untuk ketiga alat tangkap tersebut:
3.2 Selektifitas Gill net
Model yang digunakan untuk menghitung selektifitas jaring insang yang
tertangkap pada tutup insang gilled dan wedged adalah Model Holt:
1. Menghitung nilai
2. Diketahui bahwa:
ln
Cb L
=a+bL
Ca L
( )
Sehingga dapat ditentukan nilai a dan b dengan cara mengetik rumus pada
excel:
-untuk mencari nilai a cukup dengan mengetik rumus =intercept(y,x)
-untuk mencari nilai b cukup mengetik rumus =slope(y,x)
3. Tentukan nilai SF, Lma, Lmb, dan s2 dengan menggunakan rumus:
SF=
2a
b( ma+mb )
Lma=SFma
Lmb=SFmb
2
s=
SFmbma
b
( LLma )2
Sb L =exp
( LLmb )
2s2
2s
]
]
5. Membuat kurva selektifitas gill net dengan sumbu x merupakan SaL dan
SbL serta sumbu y merupakan fraksi tertahan (0 1 dengan interval 0,2).
6. Membuat diagram batang dengan sumbu x merupakan jumlah tertangkap
(CaL dan CbL) serta sumbu y merupakan interval titik tengah (L).
7. Menggabungkan grafik dan diagram batang tersebut menjadi satu kesatuan.
1
1+exp ( aL+b)
3. Menghitung nilai
(y)
1
1+exp ( aL+b)
6. Menghitung nilai L25, L50, L75, dan selection factor (SF) dengan
menggunakan rumus:
L25=
bln 3
a
L50=
b
a
L75=
b+ln 3
a
mes h
L 50
SF=
SR = L75 - L25
7. Membuat kurva regresi dari
terhadap
panjang ikan.
8. Membuat kurva selektifitas trawl dengan sumbu x adalah panjang ikan dan
sumbu y adalah SL estimasi.
1
1+exp ( aL+b)
1
1+exp ( aL+b)
b
a
2ln 3
a
12. Membuat kurva selektifitas bubu dengan sumbu x adalah panjang ikan dan
sumbu y adalah nilai selektifitas estimasi. Didalam kurva tersebut,
sertakan pula kurva selektifitas observasi.
Jumlah yang
tertangkap
ma=8. mb=9.
1
1
CaL
CbL
ln
CbL/C
aL
Y
16,5
17,5
18,5
0 -
19,5
90
-4,500
20,5
199
-3,096
21,5
182
53
-1,234
22,5
119
290
0,891
23,5
29
357
2,510
24,5
17
225
2,583
25,5
82
3,308
26,5
27,5
0
0
19
10
Seleksi
SaL
SbL
0,001
0
0,016
6
0,134
0
0,518
1
0,959
2
0,850
3
0,360
9
0,073
3
0,007
1
0,000
3
0,000
0
0,000
0,00
00
0,00
00
0,00
01
0,00
36
0,04
44
0,26
14
0,73
78
0,99
69
0,64
50
0,19
98
0,02
96
0,00
Estimasi populasi
NaL
NbL
52
174
277
207
203
214
203
330
393
395
358
2382
349
9020
410
0
0
641
4750
28,5
29,5
41,909
A
B
SF
Lma
Lmb
s^2
1,894
2,572
20,84
23,41
0
0,000
0
0,000
0
1,357
9
1,165
3
21
0,00
01
0,00
00
sebagai
data
pencilan,
yaitu
data
panjang
ikan
20
21
22
23
24
25
-2.000
-3.000
-4.000
-5.000
ln CbL/CaL terhadap panjang ikan
A
B
SF
Lma
Lmb
-41,909
1,894
2,572
20,84
23,41
s^2
s
1,3579
1,1653
2.000
1.000
Axis Title
0.000
-1.000
20
22
-2.000
-3.000
-4.000
Axis Title
24
titik regresi yg
berhimpitan
Linear (titik regresi
yg berhimpitan)
26
untuk persamaan tersebut adalah 41,9. Selain itu, diketahui pula nilai R square
untuk persamaan tersebut, yaitu 0.997 atau 99,7%. Hal ini berarti bahwa panjang
ikan memberikan kontribusi terhadap nilai
dikatakan bahwa persamaan regresi yang diperoleh tersebut sangat baik atau
akurat karena nilai R square yang dimiliki persamaan tersebut mendekati 100%.
1.2000
350
1.0000
300
0.8000
250
200
0.6000
150
0.4000
100
0.2000
50
0
18.5
19.5
20.5
21.5
22.5
23.5
24.5
25.5
26.5
27.5
mb
0.0000
ma
sal
sbl
Gambar 4 dapat dilihat bahwa kurva selektifitas dengan mata jaring 8,1
cm dan 9,1 cm berbeda. Gill net dengan ukuran mata jaring 8,1 cm memiliki
selektifitas optimum (SaL = 1) pada ikan dengan panjang (Lma) 20,84 cm.
Sedangkan gill net dengan ukuran mata jaring 9,1 cm memiliki selektifitas
optimum (SbL = 1) pada ikan dengan panjang (Lmb) 23,41 cm. Ikan ikan yang
memiliki panjang jauh di bawah nilai optimum akan dapat melewati jaring tanpa
terjerat dan ikan ikan yang memiliki panjang jauh di atas nilai optimum akan
dapat terpuntal.
Nilai
tenga
h
hasil
tangkap
an di
dalam
cod end
hasil
tangkap
an di
dalam
cover
net
9-10
9,5
10-11
10,5
11-12
11,5
12-13
12,5
13-14
13,5
14-15
14,5
30
13
15-16
15,4
61
16-17
16,5
27
17-18
17,5
18-19
18,5
Selang
kelas
hasil
tangkapa
n
Total
Selektivi
tas (obs)
LN(1/S
L-1)
0,14
1,79
0,22
1,25
0,33
0,69
12
0,58
-0,34
43
0,70
-0,84
69
0,88
-2,03
30
0,90
-2,20
1,00
0,80
-1,39
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan pada alat tangkap trawl
dengan ukuran mata jaring 4 cm bervariasi dari 10,5 cm hingga 18,5 cm.
Gambar 5 regresi ln (1/SL-1) terhadap panjang ikan
SL
(est
)
0,0
7
0,1
3
0,2
3
0,3
8
0,5
6
0,7
2
0,8
3
0,9
2
0,9
6
0,9
8
0.00
-1.00
10 11 12 13 14 15 16 17
ln(1/SL-1) terhadap
panjang ikan
Linear (ln(1/SL-1)
terhadap panjang ikan)
-2.00
-3.00
Axis Title
Gambar 5 diatas menjelaskan mengenai persamaan regresi untuk ln (1/SL1) terhadap panjang ikan. Dan persamaan tersebut yaitu:
Y = - 0.72x + 9,475
dimana persamaan tersebut memiliki arti bahwa setiap pertambahan ukuran
panjang ikan 1 cm akan memberikan pengurangan nilai ln (cod end/ cover net)
sebesar 0.72. Dan nilai intercept untuk persamaan regresi tersebut adalah 9.475.
Adapun nilai R square untuk persamaan regresi tersebut adalah 0.978 atau 97,8%
yang menunjukkan bahwa panjang ikan memberikan kontribusi terhadap nilai
ln (cod end/ cover net) sebesar 97,8%. Sehingga, persamaan tersebut mempunyai
keakurat yang sangat baik karena memiliki nilai R square mendekati 1.
Tabel 5 hasil tangkapan pada cod end dan cover net
Selektivitas Trawl
70
I
k
60
a
n
50
t
e
r
t
a
n
g
k
a
p
40
hasil tangkapan di
dalam cod end
30
hasil tangkapan di
dalam cover net
20
10
0
9.5 10.5 11.5 12.5 13.5 14.5 15.4 16.5 17.5 18.5
Panjang Ikan (cm)
Selektivitas Trawl
1.2
1
0.8
Selektivitas
SL observasi
0.6
SL Estimasi
0.4
0.2
0
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Panjang Ikan (Cm)
9,475554
067
0,720260
45
13,15573
295
14,68103
16
11,63043
429
3,050597
312
3,288933
237
Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa alat tangkap trawl ini ikan memiliki
peluang tertangkap sebesar 25% bila ikan memiliki panjang 11,63 cm dan ikan
memiliki peluang tertangkap sebesar 50% bila ikan memiliki panjang 13,16 cm
serta ikan memiliki peluang tertangkap sebesar 75% bila ikan memiliki panjang
14,68 cm. Dalam menentukan ukuran mata jaring hendaknya lebih dahulu harus
Titik
tengah
Bubu
Coverne
t
Total
SL (obs)
SL (est)
4-5
4,5
0,0620
63
6-7
6,5
12
0,25
0,1453
86
8-9
8,5
11
15
0,266666
667
0,3042
81
10-11
10,5
14
0,428571
429
12-13
12,5
0,5292
84
0,7429
84
1314
13,5
0,8225
42
0,9225
8
1516
A
B
AIC
L-50
SR
15,5
likelihood
log likelihood
0,2562915
5
0,1644 1,8054140
06
9
0,2162 1,5312079
74
9
0,1591 1,8380160
33
2
0,4101
46 0,8912429
0,8225 0,1953552
42
8
0,9225 0,0805808
8
3
6,598108
Total
65
-0,47213274
4,840123808
17,19621731
10,25161662
0,453960408
0,7739
16
observasinya. Terlihat bahwa pada ukuran panjang 5,5 cm selektifitas bernilai nol
(SL obs = 0) dan mulai dari ukuran panjang 12,5 cm selektifitas bernilai
maksimum (SL obs = 1). Data likelihood yang didapatkan umumnya bernilai
kecil, karena itu perlu di-log kan agar nilai data tersebut tidak terlalu kecil. Jumlah
total log likelihood akan diolah dengan software solver untuk mendapatkan nilai a
dan b.
Pada Tabel 5 terdapat nilai untuk AIC, dimana nilai AIC (Akaikes
Information Criterion) tersebut adalah nilai yang menunjukkan nilai kurva yang
paling baik. Sehingga, nilai kurva yang paling baik untuk kurva selektivitas bubu
adalah pada ukuran panjang ikan 17.20 cm. Selanjutnya, nilai a dan b adalah nilai
yang digunakan untuk perhitungan estimasi selektivitas trawl. Dan nilai L50
adalah nilai yang menunjukkan panjang ikan yang memiliki peluang tertangkap
50% oleh alat tangkap trawl tersebut.
Selektivitas Bubu
12
I
k 10
a
n
8
T
e
6
r
t
a
4
n
g
2
k
a
p
0
Bubu
Covernet
4.5
6.5
8.5
10.5
12.5
13.5
15.5
pada gambar tersebut bahwa ikan yang berukuran antara 8.5 cm 10.5 cm
merupakan ikan yang paling banyak tidak tertangkap oleh bubu. Sedangkan ikan
yang dapat tertangkap oleh bubu adalah ikan yang memiliki ukuran panjang antara
6.5 cm 15.5 cm.
Selektivitas Bubu
1.2
S
e
l
e
k
t
i
v
i
t
a
s
1
0.8
Selektivitas (obs)
0.6
Logistic (Est)
0.4
0.2
0
2
8 10 12 14 16 18
Gambar tersebut
memperlihatkan bahwa ikan yang memiliki peluang tertangkap 50% (L50) adalah
ikan yang memiliki panjang 10.25 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Ferno, A. and S. Olsen. 1994. Marine Fish Behaviour. Fishing News Book.
Hartnolls Ltd. Bodwin, Lornwall, Great Britain.
Fridman, A.L., 1988. Calculation For Fishing Gear Designs. FAO, orne. 241p
Gigentika S. 2011. Selektifitas gill net, trawl, dan bubu. Bogor
Karlsen, I, and B. Bjamason., 1987. Small-Scale
Fisheries Technical Paper. FAO. Rome. 64p.
Fishing
with
priftnets.