Anda di halaman 1dari 28

TUGAS PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN


BERTANGGUNG JAWAB

Selektivitas Gillnet, Trawl, dan Bubu

Oleh:
Fauzi Syahputra
C451110041

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

1. PENDAHULUAN
Indonesia suatu wilayah yang memikili perairan yang sangat luas dan
memiliki sumberdaya perikanan yang terdiri atas berbagai macam jenis ikan
(multi spesies),udang terutama untuk jenis ikan demersal.
Sumberdaya yang beragam di Indonesia harus dilestarikan dengan baik dan
alat tangkap yang di operasikan harus berwawasan lingkungan sangat mendukung
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan usaha pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang ada tampaknya telah berimplikasi terhadap degradasi
lingkungan.
Sumberdaya ikan, meskipun termasuk sumberdaya yang dapat pulih
kembali (renewable resources) namun bukanlah tidak terbatas. Oleh karena itu
perlu dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan agar kontribusinya
terhadap ketersediaan nutrisi, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Pengelolaan sumberdaya
ikan sangat erat kaitannya dengan pengelolaan operasi penangkapan ikan dan
sasaran penangkapan ikanyang dilakukan. Usaha-usaha untuk menjaga kelestarian
sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan, sebenarnya telah dilakukan sejak lama
oleh berbagai ahli penangkapan ikan di seluruh dunia. Sebagai contoh, industri
penangkapan ikan di Laut Utara telah melakukan berbagai usaha untuk
mengurangi buangan hasil tangkap sampingan (by catch) lebih dari seratus tahun
yang lalu.
Indonesia memiliki tingkat keragaman yang tinggi (multi spesies).
Keistimewaan ini membuat hasil tangkapan di lautan indonesia sangat beragam
baik spesies maupun ukurannya sehingga selektifitas terhadap spesies kurang
tepat diterapkan di indonesia karena akan banyak hasil tangkapan sampingan (by
catch) yang dibuang kembali ke laut dalam keadaan mati. tipe selektifitas yang
cocok untuk diterapkan di indonesia adalah selektifitas positif terhadap ukuran.
Isu dampak perikanan terhadap lingkungan telah menarik perhatian dan
pengaruh penangkapan ikan telah menjadi hal khusus yang dihubungkan
dengan degradasi lingkungan laut Keprihatinan masyarakat terutama Pada

eksploitasi sumber daya ikan yang mengancam ketersediaan sumber daya ikan,
tangkapan mamalia laut, dan penyu yang tidak disengaja atau terpuntal pada alat
tangkap.
Selektivitas adalah fungsi dari alat tangkap dalam menangkap organisme
dengan jumlah spesies dan selang ukuran yang terbatas. Selektivitas alat tangkap
tersusun oleh dua karakter, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas spesies.
Selektivitas ukuran merupakan karakter dari suatu alat tangkap untuk menangkap
ikan berukuran tertentu dengan kemungkinan yang tidak tetap pada populasi ikan
hasil tangkapan yang berbeda.Sedangkan selektivitas spesies adalah karakter dari
suatu alat tangkap untuk menangkap ikan dari spesies tertentu dengan
kemungkinan tidak tetap pada spesies hasil tangkapan yang bervariasi.
Selektivitas

alat

tangkap

merupakan

metode

untuk

mengetahui

karakteristik alat tangkap, seperti efisiensi dan mekanisme penangkapan; Prinsip


metode ini adalah menghitung probabilitas yaitu jika bagian anterior ikan
dapatimasuk ke dalam mata jaring dan jika bagian badan maksimum tertahan oleh
mata jaring.
Kelestarian sumberdaya ikan dapat di jaga dengan cara penggunaan alatalat penangkapan ikan yang ramah lingkungan yaitu dari segi pengoperasian alat
penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata
laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct
forResponsible Fisheries (CCRF). Kedepan, trend pengembangan teknologi
penangkapan ikan ditekankan pada teknologi penangkapan ikan yang ramah
lingkungan (enviromental friendly fishing tecnology) dengan harapan dapat
memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan, oleh karena itu perlu
dilakukan kajian mengenai selektivitas alat tangkap, selektivitas alat tangkap
merupakan salah satu solusi untuk mencapai kelestarian sumberdaya ikan.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Selektivitas Alat Tangkap

Menurut (Matsuoka.1997) selektivitas adalah fungsi dari alat tangkap dalam


menangkap organisme dengan jumlah spesies dan selang ukuran yang terbatas.
Selektivitas alat tangkap tersusun oleh dua karakter, yaitu selektivitas ukuran dan
selektivitas spesies.selektivitas ukuran merupakan karakter dari suatu alat tangkap
untuk menangkap ikan berukuran tertentu dengan kemungkinan yang tidak tetap
pada populasi ikan hasil tangkapan yang berbeda.Sedangkan selektivitas spesies
adalah karakter dari suatu alat tangkap untuk menangkap ikan dari spesies tertentu
dengan kemungkinan tidak tetap pada spesies hasil tangkapan yang bervariasi.
Sedangkan Spare dan Venema (1999) menyatakan bahwa selektivitas dipengaruhi
oleh disain alat tangkap dan karakteristik jaring.

Selektivitas alat harus

diperhitungkan dalam mengestimasi komposisi ukuran ikan yang sesungguhnya di


daerah penangkapan.
Selektivitas alat tangkap adalah kondisi dimana suatu alat tangkap dapat
menangkap ikan yang menjadi tujuan penangkapan dan atau meloloskan ikan
lainnya. Menurut Sparre & Venema (1999), sifat ini harus dipertimbangkan jika
ingin mengestimasi komposisi ukuran (atau umur) ikan yang sesungguhnya di
daerah penangkapan. Selain itu, selektivitas alat tangkap merupakan piranti yang
penting bagi para pengelola perikanan yang membuat regulasi mengenai ukuran
mata jaring suatu armada perikanan, mampu menentukan ukuran minimum dari
spesies target yang layak tangkap.
Martasuganda (2008) menjelaskan bahwa alat tangkap yang selektif adalah
alat tangkap yang mampu menangkap ikan yang telah layak tangkap baik dari segi
umur maupun ukuran, dan alat tangkap tersebut dapat meloloskan ikan yang tidak
layak tangkap, ikan yang dilindungi, dan ikan yang tidak diinginkan tanpa
melukai atau membunuhnya. Adapun selektivitas dapat dibagi menjadi dua yaitu
selektivitas terhadap ukuran dan selektivitas terhadap spesies. Martasuganda
(2008) membagi selektivitas alat tangkap menjadi empat, yaitu:
1. Selektif positif terhadap ukuran dan spesies, adalah alat tangkap yang hanya
menangkap ukuran dan spesies ikan tertentu dari satu atau beberapa populasi
ikan yang layak tangkap.

2. Selektif negatif terhadap ukuran dan spesies, adalah alat tangkap yang hanya
menangkap ukuran ikan tertentu dari satu populasi ikan yang masih belum
layak tangkap.
3. Selektif positif terhadap ukuran, selektif negatif terhadap spesies, adalah alat
tangkap yang hanya menangkap ukuran ikan tertentu dari beberapa spesies
ikan yang layak tangkap.
4. Selektif positif terhadap spesies, dan ukuran, adalah alat tangkap yang hanya
menangkap spesies ikan tertentu dengan ukuran tertentu dari beberapa
populasi ikan yang layak tangkap.
Menurut Purbayanto, et al (2000) menjelaskan bahwa selektifitas adalah
sifat suatu alat tangkap untuk mengurangi hasil tangkapan yang tidak diinginkan
(incidental catch) atau hasil tangkapan yang tidak sesuai ukuran (unwanted
catch).
Selektifitas terbagi menjadi dua bagian, yaitu selektifitas fisiologis dan
selektifitas mekanikal. Selektifitas fisiologis adalah proses seleksi yang dilakukan
sebelum ikan memasuki jaring. Proses seleksi ini mungkin bisa dilakukan dengan
cara : (1) pemberian magnet pada alat tangkap sehingga gelombang magnet
tersebut akan membuat ikan ikan kecil (yang belum matang gonad) akan
menjauhi alat tangkap sebelum alat tangkap mendekat dan (2) pemberian suara
pada frekuensi tertentu agar ikan ikan kecil menjauhi alat tangkap sebelum alat
tangkap mendekat.
Selektifitas mekanikal adalah proses seleksi yang dilakukan setelah ikan
masuk ke dalam jaring. memperbaiki selektifitas mekanikal sebuah alat tangkap
dapat dilakukan dengan beberapa cara : (2) memperbesar ukuran mata jaring
sesuai dengan ikan yang akan ditangkap agar alat tangkap selektif terhadap
ukuran, (2) merubah konstruksi mata jaring yang semula diamond menjadi square
dan (3) memasang by catch reduction device untuk mangurangi hasil tangkapan
sampingan.
2.2 Selektivitas Gill Net

Jaring insang adalah alat tangkap pasif, ikan harus bergerak kearah jaring
agar tertangkap. Seleksi pada jaring insang merupakan produk dari dua
probabilitas yaitu probabilitas menabrak dan probabilitas tertangkap setelah
menabrak (Rudstan, Magnuso & Tonn, 1984). Namun demikian yang
diperhitungkan adalah faktor terakhir yaitu probabilitas setelah menabrak.
Tertangkapnya ikan oleh jaring insang dipengaruhi olehi beberapa
faktor teknis, seperti : ukuran mata jaring, kekakuan tubuh jaring, ketegangan
rentangan tubuh jaring, hanging ratio, tinggi jaring, dan warna jaring (Karlsyn
dan Bjamason, 1987; Fridman, 1988).

Penelitian ini direncanakan untuk

mengkaji faktor ukuran mata jaring.

Selama ini jaring insang sudah

dikatergorikan sebagai/alat tangkap yang selektif (Nomura, 1976). Selektivitas


merupakan karakteristik alat pngkap yang bisa menunjukan tingkat efisiensi dan
mekanisme tertangkapnya ikan.
Bentuk kurva selektivitas alat tangkap gillnet seperti lonceng/bel yang naik
dari kiri kemudian terdapat kemiringan menurun di sebelah kanan. Hal ini
disebabkan ikan yang berukuran terlalu kecil tidak akan tertangkap karena dapat
lolos dari jaring sehingga probabilitasnya nol, ikan dengan ukuran semakin tinggi
akan memiliki probalitas semakin tinggi sampai ukuran tertentu, kemudian pada
titik tertentu ukuran ikan probabilitas kembali turun hal ini disebabkan ikan yang
terlalu besar hanya menabrak ikan tetapi tidak tertangkap gillnet karena ukuran
kepalanya yang lebih besar dari ukuran jaring. Bentuk kurva selektivitas hanya
berlaku untuk alat tangkap dengan ukuran tertentu dan jenis ikan tertentu,
sehingga jika salah satu dari kedua hal tersebut berubah maka kurva juga akan
bergeser (Spare dan Venema 1999).
Beberapa faktor teknis yang menentukan selektivitas gill net antara lain
kelenturan dan kemuluran benang jaring (Matsuoka, 1995) dan rancang bangun
gillnet (Murdianto 1994, Murdianto dan Suberti 1993, Tupamahu 1995).
Sedangkan Ikan maupun udang dapat tertangkap dalam lima kondisi, yaitu secara
snagged apabila ikan terjerat oleh mata jaring di bagian kepala depan dari mulut
sampai pre- operculum, gilled apabila ikan terjerat oleh mata jaring tepat pada
bagian operculum, wedged apabila ikan terjerat oleh mata jaring di bagian
belakang operculum hingga bagian depan sirip dorsal pertarna, entangled apabila

sebagian atau seluruh bagian tubuh ikan terlilit / tersangkut erat oleh mata jaring
(Purbayanto, et al 2000).

Bentuk badan ikan dapat mempengaruhi cara tertangkapnya ikan, bentuk badan
ikan umumnya yang terjerat (gilled dan wedged) adalah berbentuk gilik (fast
form) sedangkan bentuk badan ikan yang berbentuk gepeng (compressed dan
depressed) pada umumnya akan tertangkap secara terpuntal. Hal lain yang
berpengaruh adalah konstruksi dan bahan jaring yang digunakan serta tingkah
laku ikan tersebut.

2.3 Selektifitas Trawl

Trawl dasar merupakan jaring yang berbentuk kerucut yang dioperasikan


menyeret dasar

perairan dan ditarik dengan menggunakan kapal. Untuk

membuka mulut jaring baik secara vertikal dan harizontal digunakan otterboard,
dan pada jaring bagian atas dipasang pelampung, serta bagian bawah dipasang
pemberat.
lnggeris

Otter trawl diperkenalkan sekitar tahun 1870 di Irlandia, nelayan


telah memakai

alat ini di perairan sekitar muara Sungai Themmes

(Nomura, 1977).
Teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan trawl di Indonesia
telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, walaupun pada saat itu masih
dalam percobaan. Percobaan itu terhenti pada saat Perang Dunia II , kemudian
setelah Indonesia merdeka sekitar periode 1950-an kegiatan percobaan mulai
dilakukan kembali. Pada tahun 1966 trawl yang sering disebut dengan pukat
harimau mulai marak dioperasikan, yang bermula dari Tanjungbalai Asahan, lalu
menyebar ke berbagai perairan lainnya. Dengan KEPRESS 39 tahun 1980 trawl
dilarang dioperasikan oleh pemerintah Indonesia (Ayodhyoa dan Baskoro, 1996)
Berdasarkan daerah operasi trawl dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu:
1. trawl dasar (bottom trawl)
2. trawl pertengahan (midwater trawl)
3. trawl permukaan (pelagic trawl)
Menurut Ayodhyoa (1981) vide Darmokusumo (2007), trawl merupakan alat
tangkap yang terdiri dari kantong (codend) yang berbentuk persegi panjang
ataupun kerucut, dua lembar sayap (wing), dihubungkan dengan tali penarik
(warp). Jaring trawl ditarik secara horizontal di dalam air agar mulut jaring
terbuka selama operasi penangkapan sehingga ikan-ikan yang menjadi tujuan
penangkapan dapat tertangkap pula.
Mulut pada trawl dapat terbuka lebar oleh karena adanya papan sewakan
(otterboard) yang diikatkan pada kedua sisi mulut, dan terbuka tegak oleh
pelampung pada tali pelampung si pinggir atas mulut, dan pemberat pada tali
pemberat di sisi bawah mulut. Dengan jaring yang terbuka lebar selama ditarik,
jaring akan menyaring semua benda yang dilewatinya, sehingga trawl

digolongkan sebagai alat tangkap yang sangat tidak selektif, khususnya terhadap
ikan-ikan berukuran kecil (Sparre dan Venema, 1992 vide Mahiswara, 2004).
Prinsip dasar dari metode penangkapan ikan dengan trawl adalah menyaring
ikan dengan jaring agar ikan yang berada di dalam air tersebut tersaring, sehingga
ikan tersebut terkumpul di dalam kantong jaring. Jaring ditarik dengan
menggunakan kapal motor, arah dan kecepatannya sama dengan kecepatan kapal.
Kecepatan menarik jaring disesuaikan dengan kecepatan renang ikan hasil
tangkapan. Mulut jaring diusahakan membuka seluas mungkin, ditarik dengan
kecepatan tertentu pada selang waktu tertentu, menempuh suatu lintasan dengan
harapan mendapatkan hasil sejumlah tangkapan tertentu (Ayodhyoa dan Baskoro)
Friedman (1986) vide Mahiswara (2004) menjelaskan bahwa efektivitas
trawl dapat tercapai bila ditarik pada kecepatan yang tepat sehingga jaring dapat
membentuk konfigurasi yang benar di dasar perairan. Kecepatan tarik trawl
(towing speed) berkisar antara 3 5 knots (Anonim, 1989 vide Mahiswara, 2004).
Friedman (1986) vide Mahiswara (2004) menambahkan pula bahwa ketika
kecepatan tinggi, maka area antar sewakan menyempit dan mengakibatkan
mengecilnya luasan area yang disapu.
Salah satu cara yang harus dilakukan agar hasil tangkapan sampingan dapat
dikurangi dan ikan ikan kecil dapat meloloskan diri adalah dengan cara
memperbaiki selektifitas mekanis dari trawl. Selektifitas mekanis adalah proses
seleksi yang dilakukan setelah ikan masuk ke dalam jaring. Cara untuk
memperbaiki selektifitas mekanikal sebuah alat tangkap dapat dilakukan dengan
beberapa cara : (i) memperbesar ukuran mata jaring sesuai dengan ikan yang akan
ditangkap agar alat tangkap selektif terhadap ukuran, (ii) merubah konstruksi mata
jaring yang semula diamond menjadi square, (iii) memasang by catch reduction
device untuk mangurangi hasil tangkapan sampingan.

2.4 Selektifitas Bubu

Perangkap adalah alat tangkap yang umumnya berbentuk kurungan. Ikan


dapat masuk dengan mudah tanpa adanya paksaan, tetapi ikan tersebut akan
sukar keluar karena terhalang pintu masuknya yang berbentuk corong (nonreturn device) (von Brandt, 1984).
Bubu (fish pots) dalam berbagai macam ukuran dan bentuk banyak
digunakan pada berbagai lokasi terutama daerah karang. Alat tangkap ini dibuat
dalam bentuk empat persegi panjang, biasanya dilengkapi dengan suatu katup
yang didesain agar ikan mudah untuk masuk tetapi sulit keluar. Pada umumnya
bubu dibuat dari bahan bambu yang dianyam, tetapi pada saat ini sering
digunakan bahanjaring. Bubu dapat digunakan dengan atau tanpa umpan
(Uma1i dan Warfel, 1949).
Prinsip dasar dari semuajenis bubu (pots) dan perangkap (traps) adalah
menarik keinginan ikan untuk masuk ke dalam bubu dengari menyediakan
pintu yang mudah untuk dimasuki ikan dan sulit untuk keluar (Sainsbury,
1997).
Lebih lanjut Sainsbury (1997) membagi perikanan bubu menjadi dua,
yaitu: (1) Inshore pots, alat tangkap yang dioperasikan di daerah estuaria,
laguna, ceruk, teluk dan perairan dekat pantai sampai kedalaman sekitar 75
m. (2) Offihore pots, alat tangkap yang digunakan di daerah !aut dalam,
melibatkan kapal penangkapan ikan, peralatan dan perlengkapan yang lebih
besar dan lebih berat.
Alat tangkap bubu ini dioperasikan antara lain di pesisir pantai timur
dan barat Amerika Utara, Pantai Karibia, Teluk Persia, pesisir pantai India
dan Malaysia, sebagian garis pesisir pantai Australia, Selandia Baru, Jepang,
Cina dan pesisir pantai Norwegia (Ferno dan Olsen, 1994).
Bubu merupakan alat tangkap yang dikenal di kalangan nelayan.
Variasi bentuknya banyak sekali dan hampir
mernpunyai model

atau bentuk sendiri. Bentuk

setiap daerah perikanan


bubu ada yang seperti

sangkar, silinder, gendang, segitiga memanjang, bulat setengah lingkaran dan


lain -lain. Bahan bubu urnurnnya dari anyaman bambu. Secara garis besar,
bubu terdiri dari beberapa bagian yaitu badan (body) berupa rongga tempat
ikan terkurung, mulut ifunnef) berbentuk corong yang rnerupakan

pintu

dirnana ikan dapat rnasuk t.api tidak dapat ke1uar dan pintu bubu (ijeb)
merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,
1989).
Ferno dan Olsen (1994) juga menyatakan bahwa bubu rnerupakan alat
tangkap yang potensial

untuk dioperasikan. Dibandingkan dengan

alat

tangkap lain, bubu memiliki beberapa keunggulan, antara lain tidak harus
dilalukan hauling bubu dalarn batas waktu yang singkat tetapi bubu dapat
dibiarkan dalam beberapa hari dengan catatan kondisi cuaca baik dan ikan
yang tertangkap dapat bertahan dalam bubu selama beberapa hari dalam kondisi
yang baik. Hasil tangkapan bubu berkualitas tinggi dan dapat dipasarkan dalam
keadaan hidup. Dengan adanya peningkatan kebutuhan untuk penangkapan ikan
yang berkelanjutan, bubu merupakan alat tangkap yang penting di masa depan,
hal ini berdasarkan karakteristik selektivitas dan keuntungan dalam metode
pengoperasiannya.
Untuk menarik ikan biasanya bubu diberi umpan. Jenis umpan yang
digunakan bermacam-macam tergantung perbedaan geografis ternpat bubu
dioperasikan dan spesies yang menjadi target penangkapan. Umpan yang
digunakan antara lain ikan herring, mackerel, cumi - cumi, dan bagian tubuh
kepiting atau mentimun laut. Di beberapa daerah, terutama di perairan karang,
bubu dioperasikan tanpa menggunakan umpan. Pada kasus ini, rangsangan lain
selain umpan sangat penting untuk menarik ikan masuk ke dalam bubu (Ferno
dan Olsen, 1994).
Perhitungan selektifitas untuk alat tangkap bubu hampir mirip dengan
perhitungan selektifitas alat tangkap trawl. Selektifitas bubu dapat dihitung
dengan menggunakan metode penutup kantong. Metode penutup kantong untuk
alat tangkap bubu adalah membandingkan antara jumlah ikan yang berada di
kantong penutup (cover net) yang dipasang pada pintu keluar dengan jumlah ikan
yang tertahan pada bubu. Terdapat 3 buah pendekatan dalam perhitungan untuk
melihat selektifitas alat tangkap trawl, yaitu maximum likelihood, least square
method, linier regression
3. METODOLOGI
3.1.
mum

Perhitungan selektivitas untuk alat tangkap gillnet, trawl, dan bubu melalui
tahapan yang berbeda-beda karena model yang digunakannya berbeda-beda. Perlu
diketahui bahwa perhitungan selektivitas tersebut menggunakan bantuan software
Microsoft Excel. Berikut akan dijelaskan mengenai tahapan perhitungan
selektivitas untuk ketiga alat tangkap tersebut:
3.2 Selektifitas Gill net
Model yang digunakan untuk menghitung selektifitas jaring insang yang
tertangkap pada tutup insang gilled dan wedged adalah Model Holt:

dimana Lm adalah panjang optimum ikan yang dapat tertangkap dan s


merupakan standar deviasi dan distribusi normal. S L atau selektifitas
merupakan suatu fraksi, yakni 0 < SL 1 (Sparre dan Venema, 1999).
Adapun tahapan perhitungan nilai SL hingga memperoleh kurva
selektifitas untuk gill net yaitu:

1. Menghitung nilai
2. Diketahui bahwa:
ln

Cb L
=a+bL
Ca L

( )

Sehingga dapat ditentukan nilai a dan b dengan cara mengetik rumus pada
excel:
-untuk mencari nilai a cukup dengan mengetik rumus =intercept(y,x)
-untuk mencari nilai b cukup mengetik rumus =slope(y,x)
3. Tentukan nilai SF, Lma, Lmb, dan s2 dengan menggunakan rumus:
SF=

2a
b( ma+mb )

Lma=SFma

Lmb=SFmb
2

s=

SFmbma
b

4. Tentukan nilai selektifitas dari masing-masing mata jaring dengan


menggunakan rumus:
Sa L =exp

( LLma )2

Sb L =exp

( LLmb )

2s2

2s

]
]

5. Membuat kurva selektifitas gill net dengan sumbu x merupakan SaL dan
SbL serta sumbu y merupakan fraksi tertahan (0 1 dengan interval 0,2).
6. Membuat diagram batang dengan sumbu x merupakan jumlah tertangkap
(CaL dan CbL) serta sumbu y merupakan interval titik tengah (L).
7. Menggabungkan grafik dan diagram batang tersebut menjadi satu kesatuan.

8. Membuat kurva regresi dari

terhadap panjang ikan.

3.3 Selektifitas Trawl


Dalam menghitung selektifitas trawl, digunakan metode kantong yang
ditutupi yang tujuannya untuk dapat mengetahui jumlah ikan yang meloloskan
diri dari kantong trawl. Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk
menghitung selektifitas trawl (Sparre dan Venema, 1999):
S L=

1
1+exp ( aL+b)

Berikut merupakan tahapan perhitungan nilai SL hingga memperoleh


kurva selektifitas untuk trawl yaitu:
1. Menentukan nilai interval titik tengah untuk panjang ikan yang tertangkap
pada cod end maupun cover net.

2. Menghitung jumlah keseluruhan ikan yang tertangkap dengan cara


menjumlahkan seluruh ikan yang terdapat pada cod end dan ikan yang
terdapat pada cover net.

3. Menghitung nilai

(y)

4. Menghitung nilai a dan b dengan cara mengetik rumus pada excel:


-untuk mencari nilai a cukup dengan mengetik rumus =intercept(y,x)
-untuk mencari nilai b cukup mengetik rumus =slope(y,x)
5. Menghitung nilai SL estimasi dengan rumus:
S L=

1
1+exp ( aL+b)

6. Menghitung nilai L25, L50, L75, dan selection factor (SF) dengan
menggunakan rumus:
L25=

bln 3
a

L50=

b
a

L75=

b+ln 3
a

mes h
L 50
SF=
SR = L75 - L25
7. Membuat kurva regresi dari

terhadap

panjang ikan.
8. Membuat kurva selektifitas trawl dengan sumbu x adalah panjang ikan dan
sumbu y adalah SL estimasi.

3.1 Selektifitas Bubu

Perhitungan selektifitas untuk bubu menggunakan metode yang sama


dengan perhitungan selektifitas trawl, yaitu menggunakan metode kantong
yang ditutupi. Sehingga, rumus yang digunakan untuk menghitung selektifitas
bubu sama dengan rumus yang digunakan pada selektifitas trawl:
S L=

1
1+exp ( aL+b)

dimana nilai a dan b adalah parameter-parameter dari model logistik yang


diestimasi dengan Maximum Likelihood Metdhod menggunakan Solver pada
Microsoft Excel dan S(l) adalah fungsi dari selektifitas bubu terhadap panjang
ikan (Sparee et al, 1989 dalam Purbayanto dan Sondita, 2000).
Tahapan yang dilalui untuk menghitung selektifitas bubu hingga
membuat kurva selektifitasnya yaitu:
1. Menghitung total ikan yang tertangkap dengan menjumlahkan jumlah ikan
yang tertangkap pada bubu dan jumlah ikan yang terdapat pada cover net.
2. Menghitung nilai selektifitas (observasi), yaitu rasio ikan yang tertangkap
terhadap total ikan untuk setiap selang kelas panjang dengan rumus:
S L observasi=

jumla h ikan yang tertangkap pada bubu


total ikan yang tertangkap

3. Menyiapkan sel untuk nilai-nilai parameter a dan b (parameter kurva).


4. Menghitung nilai selektifitas (estimasi) dengan rumus:
S L estimasi=

1
1+exp ( aL+b)

5. Menghitung likelihood dengan menggunakan rumus:


=COMBIN(total,bubu)*(estimasi^bubu)*((1-estimasi)^(total-bubu))
6. Menghitung nilai log likelihood dengan rumus:
=ln(likelihood)
7. Menghitung jumlah log likelihood dengan rumus:
=SUM(semua nilai log-likelihood)
8. Menghitung nilai AIC (Akaike Information Criterion) dengan rumus:
=(jumlah log-likelihood *-2)+(2*jumlah parameter (a dan b))
9. Parameter a dan b dihitung dengan Solver.

10. Menghitung nilai L50 dengan rumus:


L50=

b
a

11. Menghitung nilai SR (selection range) dengan rumus:


SR=

2ln 3
a

12. Membuat kurva selektifitas bubu dengan sumbu x adalah panjang ikan dan
sumbu y adalah nilai selektifitas estimasi. Didalam kurva tersebut,
sertakan pula kurva selektifitas observasi.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Selektifitas gill net
Tabel 2 data pengamatan gill net
Interval
Titik
tengah
L (x)

Jumlah yang
tertangkap
ma=8. mb=9.
1
1
CaL
CbL

ln
CbL/C
aL
Y

16,5
17,5
18,5

0 -

19,5

90

-4,500

20,5

199

-3,096

21,5

182

53

-1,234

22,5

119

290

0,891

23,5

29

357

2,510

24,5

17

225

2,583

25,5

82

3,308

26,5
27,5

0
0

19
10

Seleksi
SaL

SbL

0,001
0
0,016
6
0,134
0
0,518
1
0,959
2
0,850
3
0,360
9
0,073
3
0,007
1
0,000
3
0,000
0
0,000

0,00
00
0,00
00
0,00
01
0,00
36
0,04
44
0,26
14
0,73
78
0,99
69
0,64
50
0,19
98
0,02
96
0,00

Estimasi populasi
NaL

NbL

52

174

277

207

203

214

203

330

393

395

358

2382

349

9020

410

0
0

641
4750

28,5
29,5
41,909

A
B
SF
Lma
Lmb

s^2

1,894
2,572
20,84
23,41

0
0,000
0
0,000
0
1,357
9
1,165
3

21
0,00
01
0,00
00

Tabel 2 menunjukan bahwa panjang ikan yang tertangkap bervariasi


antara 18,5 cm hingga 27,5 cm. Sedangkan mata jaring yang digunakan berukuran
8,1 cm dan 9,1 cm. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai y. Nilai y
didapatkan dengan persamaan

Nilai y ini kemudian dibuat kurva regresinya sesuai gambar 2. Dari


gambar 2 terlihat ada beberapa data yang tidak berhimpitan dan dapat
dikategorikan

sebagai

data

pencilan,

yaitu

data

panjang

ikan

18,5;19,5;24,5;25,5;26,5;27,5. Data pencilan ini tidak dimasukkan dalam


perhitungan regresi untuk menentukan nilai a dan b.

ln cbL/caL thd panjang ikan


4.000
3.000
2.000
1.000
0.000
19
-1.000

20

21

22

23

24

25

-2.000
-3.000
-4.000
-5.000
ln CbL/CaL terhadap panjang ikan

A
B
SF
Lma
Lmb

-41,909
1,894
2,572
20,84
23,41

s^2
s

1,3579
1,1653

titik regresi yg berhimpitan


3.000
f(x) = 1.89x - 41.91
R = 1

2.000
1.000
Axis Title

0.000
-1.000

20

22

-2.000
-3.000
-4.000
Axis Title

24

titik regresi yg
berhimpitan
Linear (titik regresi
yg berhimpitan)

26

Hasil perhitungan regresi terhadap data non pencilan, didapatkan


persamaan regresi y = 1,894x 41,9 dengan R square sebesar 0,997. Persamaan
tersebut memiliki makna bahwa setiap pertambahan panjang ikan sebesar 1 cm
akan memberikan penambahan nilai

sebesar 1,894. Adapun nilai intercept

untuk persamaan tersebut adalah 41,9. Selain itu, diketahui pula nilai R square
untuk persamaan tersebut, yaitu 0.997 atau 99,7%. Hal ini berarti bahwa panjang
ikan memberikan kontribusi terhadap nilai

sebesar 99,6%. Maka, dapat

dikatakan bahwa persamaan regresi yang diperoleh tersebut sangat baik atau
akurat karena nilai R square yang dimiliki persamaan tersebut mendekati 100%.

Kurva Selektivitas Gill net


400

1.2000

350

1.0000

300
0.8000

250
200

0.6000

150

0.4000

100
0.2000

50
0
18.5
19.5
20.5
21.5
22.5
23.5
24.5
25.5
26.5
27.5
mb

0.0000
ma

sal

sbl

Gambar 4 dapat dilihat bahwa kurva selektifitas dengan mata jaring 8,1
cm dan 9,1 cm berbeda. Gill net dengan ukuran mata jaring 8,1 cm memiliki
selektifitas optimum (SaL = 1) pada ikan dengan panjang (Lma) 20,84 cm.
Sedangkan gill net dengan ukuran mata jaring 9,1 cm memiliki selektifitas
optimum (SbL = 1) pada ikan dengan panjang (Lmb) 23,41 cm. Ikan ikan yang
memiliki panjang jauh di bawah nilai optimum akan dapat melewati jaring tanpa
terjerat dan ikan ikan yang memiliki panjang jauh di atas nilai optimum akan
dapat terpuntal.

4.2 Selektifitas Trawl

Nilai
tenga
h

hasil
tangkap
an di
dalam
cod end

hasil
tangkap
an di
dalam
cover
net

9-10

9,5

10-11

10,5

11-12

11,5

12-13

12,5

13-14

13,5

14-15

14,5

30

13

15-16

15,4

61

16-17

16,5

27

17-18

17,5

18-19

18,5

Selang
kelas
hasil
tangkapa
n

Total

Selektivi
tas (obs)

LN(1/S
L-1)

0,14

1,79

0,22

1,25

0,33

0,69

12

0,58

-0,34

43

0,70

-0,84

69

0,88

-2,03

30

0,90

-2,20

1,00

0,80

-1,39

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan pada alat tangkap trawl
dengan ukuran mata jaring 4 cm bervariasi dari 10,5 cm hingga 18,5 cm.
Gambar 5 regresi ln (1/SL-1) terhadap panjang ikan

SL
(est
)
0,0
7
0,1
3
0,2
3
0,3
8
0,5
6
0,7
2
0,8
3
0,9
2
0,9
6
0,9
8

ln(1/SL-1) terhadap panjang ikan


3.00
2.00
1.00
Axis Title

f(x) = - 0.72x + 9.48


R = 0.98

0.00
-1.00

10 11 12 13 14 15 16 17

ln(1/SL-1) terhadap
panjang ikan
Linear (ln(1/SL-1)
terhadap panjang ikan)

-2.00
-3.00
Axis Title

Gambar 5 diatas menjelaskan mengenai persamaan regresi untuk ln (1/SL1) terhadap panjang ikan. Dan persamaan tersebut yaitu:
Y = - 0.72x + 9,475
dimana persamaan tersebut memiliki arti bahwa setiap pertambahan ukuran
panjang ikan 1 cm akan memberikan pengurangan nilai ln (cod end/ cover net)
sebesar 0.72. Dan nilai intercept untuk persamaan regresi tersebut adalah 9.475.
Adapun nilai R square untuk persamaan regresi tersebut adalah 0.978 atau 97,8%
yang menunjukkan bahwa panjang ikan memberikan kontribusi terhadap nilai
ln (cod end/ cover net) sebesar 97,8%. Sehingga, persamaan tersebut mempunyai
keakurat yang sangat baik karena memiliki nilai R square mendekati 1.
Tabel 5 hasil tangkapan pada cod end dan cover net

Selektivitas Trawl
70
I
k
60
a
n
50
t
e
r
t
a
n
g
k
a
p

40

hasil tangkapan di
dalam cod end

30

hasil tangkapan di
dalam cover net

20
10
0

9.5 10.5 11.5 12.5 13.5 14.5 15.4 16.5 17.5 18.5
Panjang Ikan (cm)

Tabel 5 hasil tangkapan pada cod end dan cover net


Bila dilihat pada tabel 5, maka tangkapan di dalam cod end lebih banyak
dibandingkan di cover net. Ikan mulai banyak tertangkap pada ikan dengan
panjang 14,5 cm. Dapat dikatakan bahwa alat tangkap trawl ini selektif terhadap
ukuran ikan dengan panjang dibawah 14,5 cm.

Selektivitas Trawl
1.2
1
0.8
Selektivitas

SL observasi

0.6

SL Estimasi

0.4
0.2
0
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Panjang Ikan (Cm)

Gambar 6 kurva selektivitas trawl


a=
b=
L50=
L75=
L25=
SR=
SF=

9,475554
067
0,720260
45
13,15573
295
14,68103
16
11,63043
429
3,050597
312
3,288933
237

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa alat tangkap trawl ini ikan memiliki
peluang tertangkap sebesar 25% bila ikan memiliki panjang 11,63 cm dan ikan
memiliki peluang tertangkap sebesar 50% bila ikan memiliki panjang 13,16 cm
serta ikan memiliki peluang tertangkap sebesar 75% bila ikan memiliki panjang
14,68 cm. Dalam menentukan ukuran mata jaring hendaknya lebih dahulu harus

mengetahui length of maturity target tangkapan. Idealnya length of maturity dari


target tangkapan nilainya lebih kecil dari nilai L50.

4.3 Selektivitas Bubu


Data yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan selektivitas untuk
alat tangkap bubu sama dengan alat tangkap trawl karena metode yang digunakan
sama yaitu metode kantong penutup (cover net).
Body
depth

Titik
tengah

Bubu

Coverne
t

Total

SL (obs)

SL (est)

4-5

4,5

0,0620
63

6-7

6,5

12

0,25

0,1453
86

8-9

8,5

11

15

0,266666
667

0,3042
81

10-11

10,5

14

0,428571
429

12-13

12,5

0,5292
84
0,7429
84

1314

13,5

0,8225
42

0,9225
8

1516

A
B
AIC
L-50
SR

15,5

likelihood

log likelihood

0,2562915
5
0,1644 1,8054140
06
9
0,2162 1,5312079
74
9
0,1591 1,8380160
33
2
0,4101
46 0,8912429
0,8225 0,1953552
42
8
0,9225 0,0805808
8
3
6,598108
Total
65
-0,47213274
4,840123808
17,19621731
10,25161662
0,453960408
0,7739
16

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa panjang hasil tangkapan bervariasi


antara 6,5 cm hingga 15,5 cm. Data data tersebut akan dicari selektifitas

observasinya. Terlihat bahwa pada ukuran panjang 5,5 cm selektifitas bernilai nol
(SL obs = 0) dan mulai dari ukuran panjang 12,5 cm selektifitas bernilai
maksimum (SL obs = 1). Data likelihood yang didapatkan umumnya bernilai
kecil, karena itu perlu di-log kan agar nilai data tersebut tidak terlalu kecil. Jumlah
total log likelihood akan diolah dengan software solver untuk mendapatkan nilai a
dan b.
Pada Tabel 5 terdapat nilai untuk AIC, dimana nilai AIC (Akaikes
Information Criterion) tersebut adalah nilai yang menunjukkan nilai kurva yang
paling baik. Sehingga, nilai kurva yang paling baik untuk kurva selektivitas bubu
adalah pada ukuran panjang ikan 17.20 cm. Selanjutnya, nilai a dan b adalah nilai
yang digunakan untuk perhitungan estimasi selektivitas trawl. Dan nilai L50
adalah nilai yang menunjukkan panjang ikan yang memiliki peluang tertangkap
50% oleh alat tangkap trawl tersebut.

Selektivitas Bubu
12
I
k 10
a
n
8
T
e
6
r
t
a
4
n
g
2
k
a
p
0

Bubu
Covernet

4.5

6.5

8.5

10.5

12.5

13.5

15.5

Panjang Ikan (cm)

Gambar 7 hasil tangkapan pada bubu dan cover net


Gambar 7 diatas menunjukkan bahwa ikan yang lolos dari bubu (terdapat
pada cover net) lebih banyak daripada ikan yang tertangkap oleh bubu. Terlihat

pada gambar tersebut bahwa ikan yang berukuran antara 8.5 cm 10.5 cm
merupakan ikan yang paling banyak tidak tertangkap oleh bubu. Sedangkan ikan
yang dapat tertangkap oleh bubu adalah ikan yang memiliki ukuran panjang antara
6.5 cm 15.5 cm.

Selektivitas Bubu
1.2
S
e
l
e
k
t
i
v
i
t
a
s

1
0.8
Selektivitas (obs)

0.6

Logistic (Est)

0.4
0.2
0
2

8 10 12 14 16 18

Panjang Ikan (cm)

Gambar 8. Kurva selektivitas bubu

Kurva selektivitas bubu dapat terlihat pada Gambar 8.

Gambar tersebut

memperlihatkan bahwa ikan yang memiliki peluang tertangkap 50% (L50) adalah
ikan yang memiliki panjang 10.25 cm.

DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Ferno, A. and S. Olsen. 1994. Marine Fish Behaviour. Fishing News Book.
Hartnolls Ltd. Bodwin, Lornwall, Great Britain.

Fridman, A.L., 1988. Calculation For Fishing Gear Designs. FAO, orne. 241p
Gigentika S. 2011. Selektifitas gill net, trawl, dan bubu. Bogor
Karlsen, I, and B. Bjamason., 1987. Small-Scale
Fisheries Technical Paper. FAO. Rome. 64p.

Fishing

with

priftnets.

Mahiswara. 2004. Analisis Hasil Tangkapan Sampingan Trawl Udang yang


Dilengkapi Perangkat Seleksi TED Tipe Super Shooter. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Martasuganda S. 2008. Jaring Insang (Gillnet) Edisi Revisi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Martasuganda S. 2008. Bubu (Traps) Edisi Revisi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Matsuoka T. 1995. Selectivity of Fishing Gear and Application for Suistainable
Development of Fisheries. Japan: Kagoshima Universty.
Matsuoka, T., 1995. A Method to Calculate Selectivity of Gillnewith a
Probability Model Based on Variations of Body Girths. Faculty of
Fisheries, Kagoshima University, Kagoshima-Japan.
21p. (tidak
dikpub1ikasi)
Murdiyanto, B dan T. Suberti. 1993. Studi tentang perbedaan mesh-size dan
hanging ratio tranmel net hasil tangkapan di Labuhan, Jawa Barat.
Bulletin Maritek 4: 1-30..
Murdiyanto, B. 1994. Studi selektivitas jaring lowing di Cirebon, Jawa Barat.
Bulletin Maritek 3(1): 24-42.
Nomura, M., 1976. Gillnet Fishery. In Japanese fishing gear arid methods,
JICA. Tokyo. 103- 129p.

Purbayanto, A. 2006. Trammel net fishery: Selectivity and Fish Physiological


Behaviour Analysis for its Management Purpose. Faculty of Fisheries and
Marine Science, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia
Purbayanto, A., Akiyama, S., Arimoto, T., and Sondita, F. 2000. Capture process
of sweeping trammel net with special reference on operation method and
catch pattern. Proceedings of the 3rd JSPS international seminar on
fisheries science in tropical areas (T. Arimoto and J. Haluan eds.) TUFJSPS international project vol 8, Tokyo University of Fisheries, Tokyo: Pp
98-103.
Purbayanto, A. S. Akiyama, T. Arimoto and M.F.A. Sondita. 2000. Konservasi
Keanekaragaman Hayati Laut Melalui Perbaikan Survival Ikan non
Target dan Hasil Tangkapan Sampingan. Faculty of Fisheries and Marine
Science, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia and
Departement of Marine Science and Technology, Tokyo University of
Fisheries. Konan, Minato, Tokyo, Japan.
Sainsbury, J. C. 1997. Commercial Fishing Methods. Fishing News (Books).
The White Friars Press Ltd. London, Tombridge.
Rudstam, L.G., J.J. Magnuson & W.M. Tonn. 1984. Size Selectivity of Passive
Fishing Gear: a Correction for Encounter Probability Applied to Gillnets.
Can. J. Fish.Aquat.Sci., 41;1252-1255 dalam Sparre, P & Venema, S.C.
1999. Introduksi Pengkajian Stok ikan Tropis. Terjemahan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta: Puslitbangkan.
Sparre, P & Venema, S.C. 1999. Introduksi Pengkajian Stok ikan Tropis.
Terjemahan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta: Puslitbangkan.
Subani dan Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia.
Jakarta: Departemen Pertanian.
Umali, A F. and H. E. Warfel. 1949. Reef Fishing. United Star Department of The
Interior, USA 28 p.

von Brandt, A. 1984. Fish Catching Methods of The World. Fishing


News (Books) Ltd, London. 1 9 0 p.

Anda mungkin juga menyukai