Anda di halaman 1dari 7

PROPOSAL PENELITIAN

A. Identitas Mahasiswa
1. Nama
: Muhammad Fadli
2. NIM
: 0610710040
3. Jurusan
: Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
4. Program Studi
: Pendidikan Biologi
5. Alamat
: Talamangape, Kel. Raya Kec. Turikale, Kab. Maros
B. Judul Skripsi
Upaya konservasi dan Pemanfaatan kupu-kupu species Papilio Sp di kawasan Balai Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung
C. Latar Belakang
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kawasan wisata alam
Bantimurung didasarkan pada asas pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Upaya yang dilakukan secara
sistematis ini bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam
hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui, perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya,
serta pemanfatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistem tersebut. Oleh karena
itu, berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem berkaitan erat dengan
tercapainya tiga sasaran konservasi, yaitu :
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan
bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia.
2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya
sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang

memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam


hayati bagi kesejahteraannya; dan
3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin
kelestariannya.
Salah satu bagian dari upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
yang telah banyak dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan menetapkan beberapa
bagian dari kawasan hutan sebagai kawasan konservasi. Kawasan konservasi berdasarkan
fungsi pokoknya dibagi menjadi kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa)
dan kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya),
serta taman buru. Bantimurung-Bulusaraung merupakan salah satu taman nasional yang
berada di Propinsi Sulawesi Selatan Kabupaten Maros, telah ditetapkan pemerintah sebagai
salah satu wilayah pelestarian kupu-kupu. Taman nasional ini ditunjuk berasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober
2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung Bulusaraung Seluas 43.750 (empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) Hektar terdiri
dari Cagar Alam Seluas 10.282,65 (sepuluh ribu dua ratus delapan puluh dua enam puluh
lima perseratus) Hektar, Taman Wisata Alam Seluas 1.624,25 (seribu enam ratus dua puluh
empat dua puluh lima perseratus) Hektar, Hutan Lindung Seluas 21.343,10 (dua puluh satu
ribu tiga ratus empat puluh tiga sepuluh perseratus) Hektar, Hutan Produksi Terbatas Seluas
145 (seratus empat puluh lima) Hektar, dan Hutan Produksi Tetap Seluas 10.355 (sepuluh
ribu tiga ratus lima puluh lima) Hektar terletak di Kabupaten Maros dan Pangkep, Provinsi
Sulawesi Selatan menjadi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kawasan Hutan
Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros dan Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan
ditunjuk menjadi taman nasional antara lain dengan pertimbangan: keunikan ekosistemnya
2

yang sebagian besar berupa ekosistem karst yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati
dengan keanekaragaman yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan
fenomena alam yang indah; berbagai jenis flora dan fauna endemik, langka dan unik
khususnya kupu-kupu.
Pernyataan tersebut di atas dibenarkan oleh seorang ahli yang bernama Alfred Russel
Wallace, adalah naturalis berkebangsaan Inggris yang pernah menjelajah Kepulauan IndoMalaya dari tahun 1856 sampai dengan 1862. Wallace melakukan ekplorasi flora dan fauna
di kawasan Bantimurung dari tanggal 11 Juli 1857 sampai dengan awal Nopember 1857 dan
berhasil mengumpulkan cukup banyak koleksi speciemen di wilayah Maros. Sejak
kembalinya ke Inggris sampai dengan tahun 1886, Wallace menerbitkan delapan belas
dokumen, baik berupa catatan maupun proceeding untuk Linnaean Zoological and
Entomological Societies yang menggambarkan atau mendeskripsikan koleksi speciemennya.
Deskripsi kawasan Karst Maros-Pangkep dan keanekaragaman faunanya dianggap sudah
cukup lengkap pada saat itu, dan Wallace sendiri memberikan julukan The Kingdom of
Butterfly untuk kawasan Bantimurung dan sekitarnya.
Dari segi keanekaragaman hayati, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dikenal
dengan potensi Kupu-kupunya yang beranekaragam. Alfred Russel Wallace, setelah
kunjungannya yang pertama pada tanggal 2 Agustus 1856 sampai dengan 13 Desember 1856,
pada tanggal 11 Juli 1857 Wallace kembali ke Maros untuk yang kedua kalinya. Selama
berada di wilayah Maros dan sekitarnya, Wallace menemukan Kupu-kupu Macan (Therates
flavilabris) dan berbagai jenis kupu-kupu lainnya, tiga species Ornithoptera yang sayapnya
berukuran 7-8 inchi (17 20 Cm), Papilio miletus, P. telephus, P. macedon, Papilio rhesus

(sekarang Graphium rhesus), Papilio gigon, Tachyris zarinda (sekarang Appias zarinda), dan
banyak lagi yang lainnya.
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dikenal ke segala penjuru dunia dengan
potensi Kupu-kupunya. Jenis-jenis tersebut malah dapat dikatakan sebagai Flag Species
taman nasional ini yang sudah dikenal sejak Alfred Russel Wallace mempublikasikan jurnal
perjalanannya yang berjudul The Malay Archipelago pada tahun 1890. Namun sayang,
karena termashurnya potensi tersebut, eksploitasi Kupu-kupu dilakukan secara berlebihan
dengan memanfaatkan stock alam. Sampai dengan tahun 2004, belum ada upaya untuk
membudidayakan jenis-jenis Kupu-kupu, sedangkan pemanfaatannya semakin berkembang
dan merajalela. Untuk itu, telah dilakukan upaya penangkaran sebagai demplot percontohan
bagi masyarakat sejak tahun 2005 dan terus beroperasi hingga saat ini. Sampai saat ini,
sedikitnya ada empat species yang telah ditangkarkan pada demplot percontohan tersebut.
Selain untuk keperluan budidaya, demplot penangkaran tersebut juga berfungsi sebagai
tempat pengamatan atraksi Kupu-kupu Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung untuk
masyarakat umum.

Gambar 1
Siklus metamorfosis kupu-kupu
Berdasarkan uraian di atas, maka peniliti sangat dirasa perlu untuk mengkaji lebih
jauh tentang upaya konservasi dan pemanfaatan kupu-kupu khususnya species Papilio Sp

yang berada dalam kawasan Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dan peran serta
masyarakat dalam pemanfaatan kupu-kupu yang bersifat ramah lingkungan dan berusaha
mempertahankannya kelestariannya.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut
1. Bagaimana upaya pelestarian kupu-kupu Species Papilio Sp yang dilakukan oleh pihak
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung untuk mengatasi kepunahan Species.
2. Bagaimana peran pihak Balai Taman Nasional Batimurung Bulusaraung dalam
melakukan pengawasan kepada masyarakat dalam hal pemanfaatan kupu-kupu species
Papilio Sp. Sebagai bahan souvenir
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah, untuk mengetahui :
1. Upaya pelestarian kupu-kupu Species Papilio Sp yang dilakukan oleh pihak Balai Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung untuk mengatasi kepunahan Species
2. Peran pihak Balai Taman Nasional Batimurung Bulusaraung dalam melakukan
pengawasan kepada masyarakat dalam hal pemanfaatan kupu-kupu species Papilio Sp.
Sebagai bahan souvenir

F. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut :
a. Sekiranya hasil penelitian ini dapat memberikan pertimbangan kepada Pemerintah Kab.
Maros dalam mengambil kebijakan dan langkah yang tepat untuk usaha pelestarian
sumber daya alam khususnya kupu-kupu yang merupakan salah satu icon Kab. Maros,
guna menarik minat wisatawan untuk berkunjung di kawasan alam bantimurung.
5

b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberi informasi kepada seluruh
masyarakat yang terdapat dalam kawasan Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung betapa pentingnya menjaga dan melestarikan kelangsungan hidup kupukupu demi keseimbangan ekosistem alam.
c. Hasil penelitian ini sekiranya dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan tentang
kondisi kupu-kupu yang ada di Kawasan Balai Taman Nasional Bantimurung, yang
diharapkan nanti dapat menjadi tambahan referensi untuk kepentingan penelitian /
penulisan berikutnya.
G. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Pelestarian dan Konservasi
Salah satu bagian dari upaya konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah menetapkan beberapa
bagian dari kawasan hutan sebagai kawasan konservasi. Kawasan konservasi sendiri,
berdasarkan fungsi pokoknya dibagi menjadi kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka
marga satwa), kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman wisata alam dan taman
hutan raya) serta taman buru. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Upaya yang dilakukan secara sistematis ini
bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta
keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Pengertian pelestarian yang dirumuskan dalam oleh Mien A. Rifai adalah sebagai
berikut : pelestaian adalah pengelolaan sumber daya alam sehingga terjadi keberlanjutan
serta keseimbangan alami antara keanekaragaman dan proses perubahan evolusi dalam
suatu lingkungan.

Konservasi menurut Gifford Pinchot : Konservasi adalah penggunaan sumber


daya alam untuk kebaikan secara optimal dalam jumlah yang terbanyak
2.

Anda mungkin juga menyukai